TERAPI FARMAKOLOGI MENINGITIS
TUBERKULOSIS
Adira Rahmawaty
Fakultas Farmasi, Universitas Padjadjaran, Jawa Barat,
Indonesia
Email:
adira18002@mail.unpad.ac.id
Keywords: Meningitis
TB; Farmakologi; Terapi. Kata Kunci: Meningitis TB; Pharmacology;
Therapy. |
ABSTRACT Tuberculous meningitis (TB Meningitis) is a type of extrapulmonary TB
which is very deadly because it infects the central nervous system. The
pathophysiology of TB meningitis is divided into 2 stages, namely in the
initial stage, tuberculosis bacilli are carried by bacteremia into the
cerebral circulation so that primary tuberculosis lesions form in the brain
which can experience a temporary inactive (dormant) phase for quite a long
time. Therefore post-diagnosis pharmacological
therapy is needed to maintain and improve the quality of life of patients. TB
meningitis is one of the deadliest types of TB because it involves the
central nervous system. If it is not treated immediately, it will cause fatal
damage to the body, therefore, since the diagnosis is made, pharmacological
therapy to treat the disease must be consumed immediately. Based on this
review, it was found that there were 210 literature articles related to this
topic, but there were only 15 articles that met the predetermined inclusion
criteria. The main pharmacological therapies for patients with tuberculous
meningitis include rifampicin, isoniazid, pyrazinamide, ethambutol,
dexamethasone, and third-class cephalosporin antibiotics. ABSTRAK Meningitis Tuberkulosis (Meningitis TB) merupakan
salah satu jenis TB ekstra paru yang sangat mematikan karena menginfeksi sistem saraf pusat. Patofisiologi meningitis TB dibagi menjadi 2 tahapan yaitu pada tahap awal, basil tuberkulosis dibawa oleh bakteremia kedalam sirkulasi serebral sehingga lesi primer tuberkulosis terbentuk di otak yang dapat mengalami fase inaktif sementara (dorman) dalam waktu yang cukup lama. Oleh karena itu terapi
farmakologi pasca ditegakkannya diagnosis sangat diperlukan
untuk mempertahankan dan meningkatkan kualitas hidup pasien. Meningitis TB merupakan salah satu jenis TB yang mematikan karena melibatkan sistem saraf pusat. Bila tidak segera ditangani maka akan menyebabkan
kerusakan tubuh yang cukup fatal, oleh karena itu sejak ditegakkannya
diagnosis, terapi farmakologi
untuk menangani penyakit tersebut harus segera dikonsumsi. Berdasarkan telaah tersebut didapatkan literature sebanyak
210 artikel yang berkaitan
dengan topik tersebut namun hanya ada terdapat
15 artikel yang memenuhi kriteria inklusi yang telah ditetapkan. Terapi farmakologi utama untuk pasien
dengan meningitis tuberkulosis
diantaranya rifampisin,
isoniazid, pirazinamid, etambutol,
deksametason, dan antibiotik
golongan sefalosporin golongan ketiga. |
Info Artikel |
Artikel masuk, Direvisi, Diterima |
PENDAHULUAN
Meningitis TB termasuk kedalam TB
Ekstra paru yang paling serius karena
infeksi bakteri Mycobacterium
tuberculosis yang menginfeksi sistem saraf pusat (SSP), dengan persentase
kelainan yang terjadi pada sistem saraf pusat mencapai 70 80% dari seluruh
kasus TB yang menyerang sistem saraf pusat/neurologis (Donovan
et al., 2020).
Patofisiologi meningitis TB dibagi
menjadi 2 tahapan yaitu pada tahap awal, basil tuberkulosis dibawa oleh
bakteremia kedalam sirkulasi serebral sehingga lesi primer tuberkulosis
terbentuk di otak yang dapat mengalami fase inaktif sementara (dorman) dalam waktu
yang cukup lama (LI, 2011). Tahap selanjutnya yaitu
pelepasan basil Mycobacterium
tuberculosis ke dalam ruang meningen yang masuk dari lesi
subependimal/subpial (terutama di fisura
Sylvii) akan mengakibatkan terjadinya meningitis tuberkulosis (Manyelo
et al., 2021). Proses patologi pada
meningitis tuberkulosis yang menyebabkan defisit neurologis yaitu (A. G.
Davis et al., 2019; Quinn et al., 2020):
1.
Obstruksi aliran CSS dapat disebabkan oleh eksudat yang mengakibatkan
terjadinya hidrosefalus.
2.
Defisit neurologis fokal dapat terjadi saat granuloma bergabung membentuk
tuberkuloma/abses.
3.
Infark dan sindrom stroke yang disebabkan oleh vaskulitis obliteratif.
Manifestasi klinis yang dirasakan oleh
pasien dengan meningitis TB kebanyakan melibatkan sistem saraf pusat, sehinga
akan mengalami sakit kepala secara terus menerus, demam, leher terasa kaku,
batuk perkepanjangan, mual dan muntah. Dari sisi psikologis emosional juga
menjadi cepat berubah yaitu gampang marah dan bingung, mengantuk, hingga
pingsan (Sy et al., 2022).
Bila tidak segera diobati, manifestasi
klinis yang terjadi akan semakin berkembang menjadi kejang, terjadi
hidrosefalus (penumpukan cairan di rongga otak), tuli, kelumpuhan salah satu
sisi tubuh (hemiparesis), keterbelakangan mental, dan dapat menyebabkan koma (Sy et al., 2022).
Faktor risiko dari meningitis TB
diantaranya kemiskinan, malnutrisi, tinggal di pemukiman padat penduduk, sistem
kekebalan tubuh yang rendah, berada di lokasi endemic meningitis TB, dan
memiliki riwayat TB baik keluarga ataupun diri sendiri (Huang
et al., 2023).
Berdasarkan penjelasan tersebut, kebaruan terkait panduan terapi farmakologi untuk pasien meningitis TB yang digunakan di Indonesia belum diulas secara mendalam, sehingga ulasan sistematis ini dibuat dengan tujuan menjelaskan dan merangkum terapi-terapi farmakologi untuk meningitis TB dari berbagai jurnal.
METODE PENELITIAN
Penelusuran pustaka dilakukan secara sistematis dengan menggunakan
pencarian database PubMed dengan tiga kelompok kata kunci yaitu (Pharmacology) AND (Meningitis TB), (Therapy) AND (Meningitis TB), dan (Therapy) AND (Meningitis TB) AND (pharmacology).
Berdasarkan kata kunci
tersebut, artikel yang didapatkan akan diseleksi terlebih dahulu dengan
menetapkan beberapa kriteria inklusi di antaranya : 1). Jurnal tidak berbayar / free article. 2). Tahun terbit jurnal 5 tahun
terakhir. 3). Hasil riset membahas pengobatan atau
terapi farmakologi untuk meningitis tuberkulosis.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Pada umumnya kasus meningitis TB di
Indonesia terdeteksi saat dilakukan pemeriksaan lanjutan berupa pemeriksaan fundus oculi, pemeriksaan laboratorium,
CT Scan kepala, foto thorax, dan immunochromatography
TB (ICT-TB) (Buchari,
2019). Sehingga tatalaksana terapi
yang digunakan hampir sama seperti tatalaksana untuk penyakit TBC, hanya saja
terdapat tambahan obat berupa kortikosteroid dan antibiotik untuk meningitis TB
(PDPI,
2021).
Obat-obatan TB yang digunakan merupakan
obat-obat lini pertamanya yaitu rifampisin dengan dosis 30 mg/kgBB/hari (Dosis
maksimal 600 mg), isoniazid 5 mg/kgBB/hari (Dosis maksimal 300 mg), pirazinamid
25 mg/kgBB/hari, dan etambutol 15 mg/kgBB/hari (Davis et al., 2018; PDPI, 2021). Penggunaan obat-obatan TB
secara kombinasi ini bertujuan untuk mencegah resistensi terhadap bakteri Mycobacterium tuberculosis (Gopalaswamy et al., 2020).
Obat-obatan TB ini dapat diberikan
dalam bentuk terpisah masing-masing tablet atau dalam bentuk kombinasi dosis
tetap (KDT). Untuk meminimalkan risiko pasien tidak patuh maka pemilihan obat
anti tuberkulosis (OAT) dalam bentuk KDT sangat disarankan. Selain mengacu pada
kepatuhan pasien dalam meminum obat, bentuk KDT juga dapat memberikan
kenyamanan pada pasien karena hanya menelan 1-4 tablet saja (bergantung pada
berat badan pasien) yang didalamnya sudah berisi semua OAT yang diperlukan (Zhou
et al., 2017).
Pada pengobatan meningitis TB juga
terdapat tambahan dosis rifampisin yang berlebih diatas maksimal dosis yang
dipersyaratkan dikarenakan rifampisin terdistribusi dan menembus sawar otak
sehingga efektif untuk membunuh bakteri Mycobacterium
tuberculosis yang sudah menyebar dan masuk kedalam sawar otak (Charlie
et al., 2021; Cresswell et al., 2021; Ruiz-Bedoya et al., 2022).
Untuk kortikosteroid yang digunakan
yaitu deksametason dengan dosis yang diberikan sebanyak 0,3 mg/kgBB/hari (Dosis
maksimalnya 24 mg) dengan durasi pengobatan yang dilakukan rata-rata selama 6 8 minggu dengan maksimal
penggunaan 3 bulan serta dalam jangka waktu 6 8 minggu tersebut dosis dari
deksametason yang digunakan diturunkan secara perlahan (Paliwal
et al., 2019; Wang et al.,
2022)
Penurunan dosis deksametason secara bertahap ini
dimaksudkan agar tidak mengakibatkan
krisis adrenal dan syok karena tubuh memerlukan waktu penyesuaian untuk
memproduksi kembali hormone steroid secara bertahap, setiap
minggunya dosis deksametason diturunkan hingga ke dosis terkecil untuk
pengobatan meningitis TB yaitu 10 mg/hari (Misra et al., 2018).
Pemberian kortikosteroid berupa
deksametason berguna karena efeknya yang dapat menghambat activator gen sitokin dan aksi mediator proinflamasi terutama
interleukin-1 (IL-1) dan tumor necrosis factor (TNF). Penghambatan kedua aksi
mediator inflamasi tersebut melalui proses inaktivasi nuclear factor kappa B yang sangat bermanfaat dalam menekan
progresi penyakit meningitis TB (Riaz et al., 2022).
Tambahan antibiotik yang digunakan
untuk pasien meningitis TB adalah antibiotik golongan sefalosporin golongan
ketiga, contohnya ceftriaxone. Hal ini dikarenakan pasien mengalami meningitis
TB yang menyerang cairan selaput otaknya dan ceftriaxone merupakan antibiotik
yang memiliki penetrasi yang baik dan dapat menembus cairan serebrospinal (Srivastava
et al., 2020).
KESIMPULAN
Meningitis TB merupakan salah satu jenis TB
yang mematikan karena melibatkan sistem saraf pusat. Bila tidak segera
ditangani maka akan menyebabkan kerusakan tubuh yang cukup fatal, oleh karena
itu sejak ditegakkannya diagnosis, terapi farmakologi untuk menangani penyakit
tersebut harus segera dikonsumsi. Terapi farmakologi yang digunakan yaitu lini
pertama TB berupa rifampisin, isoniazid, pirazinamid, dan etambutol, tambahan
kortikosteroid berupa deksametason, dan tambahan antibiotik golongan
sefalosporin golongan ketiga.
BIBLIOGRAFI
Buchari. (2019). Uji Serologi pada Penderita
Tuberkulosis Aktif. Jurnal Kedokteran Nanggroe Medika, 2(4),
1826.
Charlie,
L., Abay, S., Tesfaye, A., Mlera, R., Mwango, S., & Goretti, M. (2021).
Safety and efficacy of high-dose rifampicin in the management of tuberculosis
meningitis: Systematic review and meta-analysis. International Journal of
Mycobacteriology, 10(3), 312319.
https://doi.org/10.4103/IJMY.IJMY_135_21
Cresswell,
F. V., Meya, D. B., Kagimu, E., Grint, D., Te Brake, L., Kasibante, J., Martyn,
E., Rutakingirwa, M., Quinn, C. M., Okirwoth, M., Tugume, L., Ssembambulidde,
K., Musubire, A. K., Bangdiwala, A. S., Buzibye, A., Muzoora, C., Svensson, E.
M., Aarnoutse, R., Boulware, D. R., & Elliott, A. M. (2021). High-Dose Oral
and Intravenous Rifampicin for the Treatment of Tuberculous Meningitis in
Predominantly Human Immunodeficiency Virus (HIV)-Positive Ugandan Adults: A
Phase II Open-Label Randomized Controlled Trial. Clinical Infectious
Diseases, 73(5), 876884. https://doi.org/10.1093/CID/CIAB162
Davis,
A. G., Rohlwink, U. K., Proust, A., Figaji, A. A., & Wilkinson, R. J.
(2019). The pathogenesis of tuberculous meningitis. Journal of Leukocyte
Biology, 105(2), 267280. https://doi.org/10.1002/JLB.MR0318-102R
Davis,
A., Meintjes, G., & Wilkinson, R. J. (2018). Treatment of Tuberculous
Meningitis and Its Complications in Adults. Current Treatment Options in
Neurology, 20(3). https://doi.org/10.1007/S11940-018-0490-9
Donovan,
J., Thwaites, G. E., & Huynh, J. (2020). Tuberculous meningitis: where to
from here? Current Opinion in Infectious Diseases, 33(3),
259266. https://doi.org/10.1097/QCO.0000000000000648
Gopalaswamy,
R., Shanmugam, S., Mondal, R., & Subbian, S. (2020). Of tuberculosis and
non-tuberculous mycobacterial infections - a comparative analysis of
epidemiology, diagnosis and treatment. Journal of Biomedical Science, 27(1).
https://doi.org/10.1186/S12929-020-00667-6
Huang,
M., Ma, Y., Ji, X., Jiang, H., Liu, F., Chu, N., & Li, Q. (2023). A study
of risk factors for tuberculous meningitis among patients with tuberculosis in
China: An analysis of data between 2012 and 2019. Frontiers in Public Health,
10. https://doi.org/10.3389/FPUBH.2022.1040071
LI,
T. (2011). The clinical efficacy of anti-tuberculosis combined, with high-dose
methylprednisolone in treatment of advanced tuberculous meningitis. Chinese
Journal of Primary Medicine and Pharmacy, 14601461.
Manyelo,
C. M., Solomons, R. S., Walzl, G., & Chegou, N. N. (2021). Tuberculous
Meningitis: Pathogenesis, Immune Responses, Diagnostic Challenges, and the
Potential of Biomarker-Based Approaches. Journal of Clinical Microbiology,
59(3). https://doi.org/10.1128/JCM.01771-20
Misra,
U. K., Kalita, J., Sagar, B., & Bhoi, S. K. (2018). Does adjunctive
corticosteroid and aspirin therapy improve the outcome of tuberculous
meningitis? Neurology India, 66(6), 16721677.
https://doi.org/10.4103/0028-3886.246278
Paliwal,
V. K., Das, A., Anand, S., & Mishra, P. (2019). Intravenous Steroid Days
and Predictors of Early Oral Steroid Administration in Tuberculous Meningitis:
A Retrospective Study. The American Journal of Tropical Medicine and Hygiene,
101(5), 10831086. https://doi.org/10.4269/AJTMH.19-0416
PDPI.
(2021). PEDOMAN DIAGNOSIS DAN PENATALAKSANAAN TB DI INDONESIA.
Quinn,
C. M., Poplin, V., Kasibante, J., Yuquimpo, K., Gakuru, J., Cresswell, F. V.,
& Bahr, N. C. (2020). Tuberculosis IRIS: Pathogenesis, Presentation, and
Management across the Spectrum of Disease. Life (Basel, Switzerland), 10(11),
126. https://doi.org/10.3390/LIFE10110262
Riaz,
M., Akram, M., Egbuna, C., Ifemeje, J. C., Chikwendu, J. C.,
Patrick-Iwuanyanwu, K. C., Olatunde, A., Tijjani, H., Adetunji, C. O.,
Shivamallu, C., Olisah, M. C., & Uche, C. Z. (2022). Dexamethasone. Coronavirus
Drug Discovery: Volume 1: SARS-CoV-2 (COVID-19) Prevention, Diagnosis, and
Treatment, 169179. https://doi.org/10.1016/B978-0-323-85156-5.00028-6
Ruiz-Bedoya,
C. A., Mota, F., Tucker, E. W., Mahmud, F. J., Reyes-Mantilla, M. I., Erice,
C., Bahr, M., Flavahan, K., de Jesus, P., Kim, J., Foss, C. A., Peloquin, C.
A., Hammoud, D. A., Ordonez, A. A., Pardo, C. A., & Jain, S. K. (2022).
High-dose rifampin improves bactericidal activity without increased
intracerebral inflammation in animal models of tuberculous meningitis. The
Journal of Clinical Investigation, 132(6).
https://doi.org/10.1172/JCI155851
Srivastava,
S., Van Zyl, J., Cirrincione, K., Martin, K., Thomas, T., Deshpande, D.,
Alffenaar, J. W., Seddon, J. A., & Gumbo, T. (2020). Evaluation of
Ceftriaxone Plus Avibactam in an Intracellular Hollow Fiber Model of
Tuberculosis: Implications for the Treatment of Disseminated and Meningeal
Tuberculosis in Children. The Pediatric Infectious Disease Journal, 39(12),
1092. https://doi.org/10.1097/INF.0000000000002857
Sy,
M. C. C., Espiritu, A. I., & Pascual, J. L. R. (2022). Global Frequency and
Clinical Features of Stroke in Patients With Tuberculous Meningitis: A Systematic
Review. JAMA Network Open, 5(9), E2229282.
https://doi.org/10.1001/JAMANETWORKOPEN.2022.29282
Wang,
W., Gao, J., Liu, J., Qi, J., & Zhang, Q. (2022). Clinical Efficacy of
Dexamethasone in the Treatment of Patients with Tuberculous Meningitis: A
Meta-Analysis. Contrast Media & Molecular Imaging, 2022.
https://doi.org/10.1155/2022/2180374
Zhou,
J., Wang, J., Gu, M.-Y., Zhang, S.-Q., Chen, S.-L., Zhang, X.-W., & Zhang,
L.-N. (2017). Effect of dexamethasone on TLR4 and MyD88 expression in monocytes
of patients with tuberculous meningitis. European Journal of Inflammation,
15(2), 107112.
Copyright holder: |
First publication right: Jurnal Health Sains |
This article is licensed
under: |