MODEL
CAKAR SEBAGAI MEDIA EDUKASI TERHADAP PENINGKATAN PERILAKU REMAJA DALAM
PENCEGAHAN KARANG GIGI
Siti Adlinah Fatman, Lanny Sunarjo, Diyah Fatmasari, Kusno
Poltekkes Kemenkes Semarang, Jawa Tengah, Indonesia
Email: sitiadlinahfatman@gmail.com
Keywords: Knowledge; Attitude; Action; OHIS; Augmented Reality; Tartar. Kata Kunci: Pengetahuan;
Sikap; Tindakan; OHIS;
Augmented Reality; Karang Gigi. |
ABSTRACT Based on RISKESDAS data for 2018, 57.6% of people in Indonesia have
dental and oral health problems. Meanwhile, in the province of Central Java,
dental and oral health problems reached 56.66% and only 9.02% received
treatment. In the city of Semarang, dental and oral health problems reached
48.38% and only 14.22% received treatment. Dental health problems in
adolescents are not much different from dental and oral health problems in
children and adults. There are many ways that can be done to overcome these problems
including the use of multimedia as an educational medium. The use of
Augmented Reality has proven effective in increasing student learning
interest. Proving the effectiveness of applying the CAKAR model (Augmented
Reality Tartar Disc) as an educational medium in increasing changes in
adolescent behavior in preventing tartar. The method used is Research and
Development with a Quasy experiment
Pretest-Posttest group design research design. The "CAKAR" model is
appropriate as a media for dental health education with expert validation
results of 82% and a p-value of 0.008, as well as the results of the delta
test stating that its application is effective in increasing intervention
knowledge (Δ5.03), control (Δ0.63), intervention attitude (Δ6.9). ) control (Δ0.16), intervention measures
(Δ2.63) control (Δ0.43), and decreased OHIS intervention score
(Δ0.42) control (Δ0.18). The application of "CAKAR" is
appropriate and effective in changing adolescent behavior in preventing
tartar. ABSTRAK Berdasarkan data RISKESDAS tahun 2018 masyarakat di Indonesia memiliki permasalahan kesehatan gigi dan mulut mencapai 57,6%. Sedangkan di provinsi Jawa Tengah permasalahan kesehatan gigi dan mulut mencapai 56,66% dan hanya 9,02% yang menerima pengobatan. Di Kota Semarang permasalahan kesehatan gigi dan mulut mencapai 48,38% dan hanya 14,22% yang menerima pengobatan. Masalah kesehatan gigi pada remaja tidak jauh berbeda dengan permasalahan kesehatan gigi dan mulut pada anak-anak dan orang dewasa. Banyak cara yang dapat dilakukan dalam mengatasi permasalahan tersebut diantaranya pemanfaatan multimedia sebagai media edukasi. Penggunaan Augmented Reality terbukti efektif dalam meningkatkan minat belajar siswa. Membuktikan efektifitas penerapan model CAKAR (Cakram Karang Gigi Augmented Reality) sebagai media edukasi dalam meningkatkan perubahan perilaku remaja dalam pencegahan karang gigi. Metode yang digunakan Research and Development dengan desain penelitian Quasy experiment Pretest-Posttest group design. Model “CAKAR” layak sebagai media edukasi kesehatan gigi dengan hasil validasi ahli 82% dan p-value 0,008, serta hasil uji delta menyatakan penerapannya efektif meningkatkan pengetahuan intervesi (Δ5,03) kontrol (Δ0,63) , sikap intervesi (Δ6,9) kontrol (Δ0,16), tindakan intervesi (Δ2,63) kontrol (Δ0,43), serta penurunan skor OHIS intervesi (Δ0,42) kontrol (Δ0,18). Penerapan “CAKAR” layak dan efektif terhadap perubahan perilaku remaja dalam pencegahan karang gigi. |
Info Artikel |
Artikel masuk 02 March 2023, Direvisi 15 March 2023, Diterima
24 March 2023 |
PENDAHULUAN
Kesehatan gigi dan mulut merupakan bagian dari kesehatan tubuh yang tidak dapat dipisahkan satu dengan yang lainnya, sebab kesehatan gigi dan mulut akan mempengaruhi kesehatan tubuh secara keseluruhan1. Penyakit gigi dan mulut tidak menyebabkan kematian secara langsung tetapi menurunkan produktivitas kerja (Suryo et al., 2021).
Kalkulus atau karang gigi yang semakin menumpuk di gigi, akan memengaruhi kesehatan gusi juga. Gusi akan meradang dan iritasi. Bentuk yang paling sering dialami oleh seseorang yang memiliki karang gigi terlalu banyak adalah gingivitis. Jika keadaannya lebih buruk lagi, maka karang gigi dapat menyebabkan periodontitis. Penyakit gigi dan mulut merupakan salah satu masalah kesehatan yang banyak dikeluhkan oleh masyarakat Indonesia contohnya penyakit periodontal (Gayatri & Ariwinanti, 2016).
Masalah kesehatan gigi pada remaja tidak jauh berbeda dengan permasalahan kesehatan gigi dan mulut pada anak-anak dan orang dewasa diantaranya gingivitis, periodontitis, gigi berlubang, pulpitis dan juga karang gigi. Prevalensi periodontitis pada masyarakat usia ≥ 15 tahun menurut data Riskesdas 2018 adalah 67,8% ini berarti dari sepuluh orang penduduk Indonesia sebanyak 7 orang yang menderita periodontitis (Suratri et al., 2020).
Kebijakan dari pemerintah tentang pelaksanaan program UKGS pada siswa SMP belum terlaksana efektif. Siswa SMP adalah kelompok umur remaja. Fase remaja adalah fase dimana mereka sedang mencari jati diri mereka sehingga menyukai hal-hal baru, fase ini juga tingkat emosional mereka sulit terkontrol karena dipengaruhi oleh faktor lingkungan sekitar. Informasi kesehatan gigi dan mulut yang kurang didapatkan oleh usia remaja menyebabkan status dan perilaku kesehatan gigi menjadi kategori buruk.
Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 25 tahun 2014, remaja adalah penduduk dalam rentang usia 10 sampai 18 tahun dan menurut Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN), rentang usia remaja adalah 10 sampai 24 tahun serta belum menikah. Remaja adalah waktu manusia berumur belasan tahun. Pada masa remaja manusia tidak dapat disebut sudah dewasa tetapi tidak dapat pula disebut anak-anak. Masa remaja adalah masa peralihan manusia dari anak-anak menuju dewasa (Tukatman et al., 2021).
Usia 10-18 tahun merupakan kelompok remaja yang masih merupakan usia sekolah. Lebih lanjut kelompok usia remaja yang di Indonesia merupakan kelompok siswa Sekolah Menengah Pertama (SMP) masih membutuhkan pembinaan dalam pemeliharaan kesehatan, termasuk kesehatan gigi. Usia remaja adalah masa pertumbuhan dan perkembangan yang pesat, sehingga masih perlu dilakukan pembinaan (Mardeilita, 2019).
Minimnya pengetahuan serta terbatasnya sumber informasi mengenai kesehatan gigi dan mulut menyebabkan kesadaran remaja untuk menjaga kesehatan gigi dan mulut masih rendah. Ini terlihat dari besarnya angka penyakit gigi dan mulut di Indonesia yang cenderung meningkat9. Pemulihan kesehatan gigi dimulai dari keberhasilan program mengenai kebersihan gigi dan mulut dapat dilihat dari indikator OHIS (Oral Hygiene Index Simplified). Pengetahuan atau kognitif merupakan aspek pembelajaran yang sangat penting untuk melihat tindakan seseorang (Subekti et al., 2018).
Teori Behavior Change membuktikan bahwa 21 hari perubahan perilaku membutuhkan 3 tahap dalam mengubah perilaku atau kebiasaan seseorang. 7 hari pertama adalah perkenalan, 7 hari kedua merupakan revisi dan latihan, dan 7 hari ketiga merupakan penguatan perilaku yang telah diubah untuk menjadi stabil atau sebagai kebiasaan baru yang permanen (Fatmasari et al., 2020).
Banyak cara yang dapat dilakukan dalam mengatasi permasalah tersebut contohnya pemanfaatan multimedia sebagai media edukasi. Penggunaan media edukasi banyak diterapkan dalam bidang pendidikan, kesehatan, publikasi/ periklanan, dan lain-lain.
Multimedia adalah sebuah perubahan cara berkomunikasi satu sama lain. Misalkan dalam hal mengirim dan menerima informasi, kini lebih efektif dilakukan dan lebih mudah dipahami. Hadirnya elemen-elemen multimedia kini telah memperkuat informasi yang akan didapatkan. Multimedia adalah penggunaan berbagai jenis media (teks, suara, grafik, animasi dan video) untuk menyampaikan informasi, kemudian ditambahkan elemen atau komponen interaktif1 (Gayatri & Ariwinanti, 2016).
Perkembangan multimedia pada saat ini semakin canggih seperti Augmented Reality yang merupakan suatu teknik menggabungkan benda maya dan lingkungan dengan bentuk 2 dimensi maupun 3 dimensi kemudian ditampilkan dalam suatu lingkungan nyata yang berarti benda maya 2 dimensi maupun 3 dimensi dapat terlihat lebih nyata. Augmented Reality dapat diaplikasikan di android atau smartphone (Huang, 2018)
Augmented Reality di bidang kesehatan dan kedokteran dapat membantu memvisualisasikan keadaan tubuh maupun hal
lain sehingga dapat menjadi media pembelajaran dan dapat digunakan
sebagai media promosi Kesehatan. Penggunaan Augmented
Reality di percaya efektif dalam meningkatakan minat belajar siswa
16 Marizky Nafaliza. Berdasarkan fenomena permasalahan diatas, serta adanya teori-teori
yang mendasar hal tersebut dan pentingnya
pemanfaatan Augmented Reality sebagai
media edukasi terhadap peningkatan perilaku remaja dalam pencegahan
karang gigi.
METODE PENELITIAN
Metode
yang digunakan Research and Development dengan desain penelitian Quasy experiment
Pretest-Posttest group design. Subjek pada penelitian ini yaitu
siswa SMP kelas VII sebanyak 2 kelompok;
Intervensi 30 orang diberikan Model “CAKAR” dan Kontrol 30 orang diberikan
media cakram karang gigi. Teknik pengumpulan data
dalam penelitian ini adalah wawancara, kuisioner dan observasi OHIS. Data diuji menggunakan Wilcoxon
dan Mann-Whitney.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Uji coba model pada penelitian ini dilakukan
kepada 60 siswa SMP kelas VII yang terdiri dari 30 siswa dari SMP Kartika III-2
sebagai kelompok kontrol dan 30 siswa dari SMP Ekasakti sebagai kelompok
intervensi.
Karakteristik responden digunakan untuk mengetahui
keragaman dari responden berdasarkan jenis kelamin, usia, prestasi belajar dan
OHIS. Hal tersebut diharapkan dapat memberikan gambaran yang cukup jelas
mengenai kondisi dari responden dan kaitannya dengan masalah dan tujuan
penelitian tersebut. Responden dalam penelitian ini terdiri dari 60 orang yaitu
30 siswa SMP Eka Sakti dan 30 siswa SMP Kartika III-2 Kota Semarang yang
mempunyai beberapa karakteristik yaitu:
Usia
Usia responden dalam penelitian pada kelompok
intervensi 13 tahun sebanyak 22 orang dan 14 tahun sebanyak 8 orang sedangkan
pada kelompok kontrol 13 tahun sebanyak 11 orang dan 14 tahun sebanyak 19
orang. Usia pada penelitian ini usia SMP kelas VII yang berada pada rentang 13
tahun sampai 14 tahun. Usia responden pada penelitian ini sejalan dengan
Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 25 tahun 2014, remaja adalah penduduk
dalam rentang usia 10 sampai 18 tahun dan menurut Badan Kependudukan dan
Keluarga Berencana Nasional (BKKBN), rentang usia remaja adalah 10 sampai 24
tahun serta belum menikah.
Masalah kesehatan gigi pada remaja tidak jauh
berbeda dengan permasalahan kesehatan gigi dan mulut pada anak-anak dan orang
dewasa diantaranya gingivitis, periodontitis, gigi berlubang, pulpitis dan juga
karang gigi. Hal ini sejalan dengan penelitian Gayatri dkk yang mengemukakan
bahwa penyebab timbulnya masalah gigi dan mulut pada remaja salah satunya
adalah faktor perilaku atau sikap mengabaikan kebersihan gigi dan mulut. Hal
ini dilandasi oleh kurangnya pengetahuan akan pentingnya pemeliharaan gigi dan
mulut (Gayatri &
Ariwinanti, 2016).
Jenis Kelamin
Pada penelitian ini menggunakan satu kelas VII
sehingga jumlah responden berdasarkan jenis kelamin tidak sama. Jenis kelamin
responden dalam penelitian pada kelompok intervensi laki-laki sebanyak 20 orang
dan perempuan sebanyak 10 orang sedangkan pada kelompok kontrol laki-laki
sebanyak 17 orang dan perempuan sebanyak 13 orang orang.
Prestasi belajar
Prestasi belajar pada penelitian ini dilihat
berdasarkan nilai semester sebelumnya. Nilai semester responden dalam
penelitian pada kelompok intervensi nilai >80 sebanyak 20 orang dan <80
sebanyak 10 orang sedangkan pada kelompok kontrol >80 sebanyak 23 orang dan
<80 sebanyak 7 orang. Prestasi belajar dapat mempengaruhi tingkat
konsentrasi siswa yang mengungkapkan bahwa Konsetrasi bukanlah sifat bawaan
yang dimiliki seseorang, melainkan merupakan suatu kemampuan untuk memfokuskan
dan menjaga pikiran terhadap suatu hal. Konsentrasi belajar siswa dipengaruhi
dari kemampuan otak masing-masing siswa untuk memusatkan perhatian pada apa
yang sedang dipelajari (Riinawati, 2021).
Uji normalitas menggunakan metode Shapiro-Wilk
karena jumlah sampel didalam penelitian ini kurang dari 50 sampel. Berdasarkan
hasil uji normalitas didapatkan bahwa data tidak berdistribusi normal sehingga
digunakan uji efektifitas variabel berpasangan menggunakan uji Wilcoxon dan
tidak berpasangan menggunakan uji Mann-Whitney.
Uji Efektivitas Model terhadap Pengetahuan Remaja
Pengetahuan remaja diukur dengan menggunakan
kuesioner tentang karang gigi dengan jumlah 15 pertanyaan dalam bentuk pilihan
ganda dengan menggunakan Skala Guttman yaitu jika jawaban benar skor 1, jika
jawaban salah skor 0 yang diberikan pada saat pre-test dan post-test setelah 21
hari intervensi.
Hasil uji Wilcoxon menunjukkan p-value pada
kelompok intervensi dan kelompok kontrol (p<0,05) yang berarti model “CAKAR”
dan cakram karang gigi efektif terhadap peningkatan pengetahuan pada remaja.
Keberhasilan penerapan model “CAKAR” dan cakram karang gigi juga dapat dilihat
dari hasil uji Mann-Whitney dengan nilai (p<0,05) yang artinya bahwa model
“CAKAR” dan cakram karang gigi efektif penerapannya dalam meningkatkan
pengetahuan karang gigi pada remaja, dari hasil selisih keduanya kelompok
intervesi (Δ5,03) kontrol (Δ0,63) didapatkan bahwa penerapan model
“CAKAR” lebih efektif dibandingkan dengan pemberian cakram karang gigi pada
kelompok kontrol.
Media yang dikembangkan berdasarkan kebutuhan
sasaran serta materi edukasi dikemas kedalam aplikasi yang, menarik serta mudah
dipahami oleh remaja. Materi yang terdapat didalam model “CAKAR” ini berupa
pengertian, penyebab, pencegahan, pengobatan dan pemulihan dari penyakit karang
gigi. Materi ini tidak hanya berupa tulisan, akan tetapi disertai dengan
animasi Augmented Reality yang sangat interaktif juga tampilan model yang
dikembangkan ini sangat menarik dari segi tampilan dan penggunaannya. Pemberian
media edukasi berbasis android lebih efektif dibanding media lainnya dalam meningkatkan
pengetahuan dan perilaku gizi seimbang siswa.
Pengetahuan seseorang akan mempengaruhi gaya
hidupnya untuk berperilaku sehat, seseorang yang mempunyai banyak informasi
(pengetahuan) akan memersepsikan informasi tersebut sesuai dengan sifat psikologinya
(Purwadi HN. Pendidikan kesehatan adalah behavioral
investment jangka panjang sebagai suatu proses perubahan perilaku pada diri
seseorang. Dalam waktu yang pendek (immediate impact) pendidikan kesehatan
menghasilkan perubahan atau peningkatan pengetahuan.
Penyampaian materi demi meningkatkan pengetahuan
dapat dipengaruhi oleh metode serta media yang digunakan dalam pembawaan
materi. Penerapan media
penyuluhan menggunakan software audiovisual dapat memberikan perubahan tingkat
kebersihan gigi, pengetahuan kesehatan gigi, dan perilaku menyikat gigi pada
anak-anak (Subekti et al.,
2018).
Uji Efektivitas Model terhadap Sikap Remaja
Sikap remaja diukur dengan menggunakan kuesioner
mengenai sikap tentang pencegahan karang gigi dengan jumlah 10 pertanyaan dengan menggunakan Skala Likert
yaitu nilai 5 untuk sangat setuju, nilai 4 untuk setuju, nilai 3 untuk kurang
setuju, nilai 2 untuk tidak setuju dan nilai 1 untuk sangat tidak setuju. yang
diberikan pada saat pre-test dan post-test setelah 21 hari intervensi.
Hasil uji Wilcoxon menunjukkan p-value pada
kelompok intervensi (p<0,05) yang artinya penerapan model “CAKAR” efektif
terhadap peningkatan sikap pencegahan penyakit gigi dan mulut pada remaja.
Sedangkan pada kelompok kontrol, nilai p¬-value sebesar (p>0,05) yang
berarti penerapan cakram karang gigi pada kelompok kontrol ini tidak efektif
dalam meningkatkan sikap pencegahan karang gigi pada remaja. Keberhasilan
penerapan model “CAKAR” juga dapat dilihat dari hasil uji Mann-Whitney dengan
nilai (p<0,05) yang artinya bahwa model “CAKAR” lebih efektif penerapannya
dalam meningkatkan sikap pencegahan karang gigi pada remaja dibandingkan dengan
pemberian cakram karang gigi pada kelompok kontrol. Serta dari hasil selisih
keduanya kelompok intervesi (Δ6,9) kontrol (Δ0,16), didapatkan bahwa
penerapan model “CAKAR” lebih efektif dibandingkan dengan pemberian cakram
karang gigi pada kelompok kontrol.
Peningkatan sikap yang terjadi pada kelompok
intervensi ini disebabkan oleh model “CAKAR” yang menggunakan alat atau
teknologi yang digunakan untuk menyampaikan rangkaian materi pendidikan
kesehatan. Perubahan sikap yang terjadi pada kelompok intervensi diakibatkan
oleh faktor penggunaan media atau alat bantu yang melibatkan indera pendengaran
dan penglihatan sekaligus dalam satu proses hamper menyerupai pengalaman
belajar langsung.
Peningkatan sikap pada kelompok intervensi sejalan
dengan penelitian yang dilakukan oleh Hidayat dkk mengungkapkan bahwa media
yang mampu membentuk sikap melalui penerapan video berbasis AR yang melibatkan
indera pendengaran dan penglihatan sekaligus dalam satu media.
Responden dengan pengetahuan baik diikuti dengan
sikap responden yang baik. Dan hal tersebut akan makin berkurang dengan semakin
menurunnya pengetahuan yang dimiliki responden. Dilihat dari aktivitas dan
pengetahuan yang dimiliki, ditemukan bahwa responden dengan pengetahuan baik
diikuti dengan aktivitas responden yang positif. Dan akan semakin menurun
dengan menurunnya pengetahuan yang dimiliki responden (Wijaya et al.,
2014).
Uji Efektivitas Model terhadap Tindakan Remaja
Tindakan remaja dilihat dengan menggunakan
kuesioner dan bukti dokumentasi sikat gigi. Tindakan yang diukur dengan
menggunakan kuesioner tentang remaja terkait pencegahan karang gigi dengan
jumlah 10 pertanyaan dalam bentuk pilihan melakukan atau tidak melakukan dengan
menggunakan Skala Guttman yaitu jika jawaban benar skor 1, jika jawaban salah
skor 0 yang diberikan pada saat pre-test dan post-test setelah 21 hari
intervensi. Tindakan remaja yang dilihat berdasarkan bukti dokumentasi sikat
gigi dua kali sehari kelompok intervensi yang diupload pada menu kontrol dalam
model “CAKAR” sedangkan kelompok kontrol dokumentasi sikat gigi diupload pada
link google form yang telah disediakan oleh peneliti.
Remaja diberikan stimulus dengan simulasi menggunakan
media serta mempraktikan menggosok gigi pada minggu ke tiga sebagai bentuk
pencegahan utama karang gigi.
Hasil uji Wilcoxon menunjukkan p-value pada
kelompok intervensi (p<0,05) yang artinya penerapan model “CAKAR” efektif
terhadap peningkatan tindakan pencegahan penyakit gigi dan mulut pada remaja.
Sedangkan pada kelompok kontrol, nilai p¬-value sebesar (p>0,05) yang
berarti penerapan cakram karang gigi pada kelompok kontrol ini tidak efektif
dalam meningkatkan tindakan pencegahan karang gigi pada remaja. Keberhasilan
penerapan model “CAKAR” juga dapat dilihat dari hasil uji Mann-Whitney dengan
nilai (p<0,05) yang artinya bahwa model “CAKAR” lebih efektif penerapannya
dalam meningkatkan tindakan pencegahan karang gigi pada remaja dibandingkan
dengan pemberian cakram karang gigi pada kelompok kontrol. Serta dari hasil
selisih keduanya kelompok intervesi (Δ2,63) kontrol (Δ0,43),
didapatkan bahwa penerapan model “CAKAR” lebih efektif dibandingkan dengan
pemberian cakram karang gigi pada kelompok kontrol.
Tindakan merupakan hal yang dilakukan oleh sasaran
yang berkaitan dengan kesehatan, diantaranya tindakan preventif, kuratif dan
rehabilitatif. Perilaku memiliki peran yang besar dalam pemeliharaan kesehatan
gigi dan mulut, perilaku yang kurang baik harus dirubah agar terbentuk perilaku
kesehatan yang baik.
Pengetahuan yang dimiliki, akan membuat seseorang
memutuskan perilaku kesehatan yang akan diambilnya. Pengetahuan dan sikap akan
memberikan dampak yang besar terhadap keputusan seseorang dalam melakukan
pemeliharaan kesehatannya.
Responden dengan tingkat pengetahuan yang kurang
akan cenderung berperilaku kurang baik. Pengetahuan atau kognitif merupakan
domain yang sangat penting dalam membentuk tindakan seseorang. Pengetahuan yang
baik, ditunjang dengan sikap positif yang diperlihatkan akan mempengaruhi
seseorang untuk berperilaku yang dimaksudkan, dalam hal ini adalah perilaku
memelihara kesehatan gigi dan mulut.
Tindakan juga merupakan respon dari diri sasaran
terhadap perilakunya yang menerangkan bahwa dilihat dari aktivitas dan
pengetahuan yang dimiliki, ditemukan bahwa responden dengan pengetahuan baik
diikuti dengan aktivitas responden yang positif. Rasa malu biasanya sudah mulai
muncul dalam diri sebagai bentuk perubahan psikologis. Hal ini biasanya muncul
ketika penampilan mereka dirasa tidak indah dalam penampilan fisik, termasuk
gigi yang tidak estetik yang timbul oleh adanya penyakit gigi yang muncul
sebagai akibat gigi yang tidak dilakukan pemeliharaan dengan baik.
Pada penelitian yang dilakukan sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Endang Purwaningsih dkk yang mengungkapkan bahwa presentase waktu menyikat gigi pada remaja dapat dipengaruhi oleh sikap dan keyakinan remaja itu sendiri sebagai predisposing factor yang akan membentuk sebuah perilaku. Waktu menyikat gigi akan berpengaruh pada kesehatan gigi dan mulut dan status kebersihan gigi dan mulut yang baik (Aini, 2020).
Uji Efektivitas Model terhadap Penurunan OHIS pada Remaja
Pengukuran OHIS dilakukan pada saat pre-test dan
post-test setelah 21 hari intervensi. Dengan metode observasi atau pemeriksaan
langsung dan melakukan pengisian lembar pemeriksaan OHIS yang didapatkan dengan
menjumlahkan Debris Indeks dan Calculus Indeks.
Hasil uji Wilcoxon menunjukkan p-value pada
kelompok intervensi dan kelompok kontrol (p<0,05) yang berarti model “CAKAR”
dan cakram karang gigi efektif terhadap penurunan skor OHIS pada remaja.
Keberhasilan penerapan model “CAKAR” dan cakram karang gigi juga dapat dilihat
dari hasil uji tidak berpasangan menggunakan uji Mann-Whitney dengan nilai
(p<0,05) yang artinya bahwa model “CAKAR” dan cakram karang gigi efektif
penerapannya dalam penurunan skor OHIS pada remaja, dari hasil selisih keduanya
kelompok intervesi (Δ0,42) kontrol (Δ0,18), didapatkan bahwa
penerapan model “CAKAR” lebih efektif dibandingkan dengan pemberian cakram
karang gigi pada kelompok kontrol.
Keberhasilan model “CAKAR” dalam upaya penurunan skor OHIS ini dibuktikan dengan dikembangkannya model baru yang lebih menarik dan interaktif sehingga siswa tidak merasa bosan. Pelayanan Asuhan kesehatan gigi dan mulut yang merupakan bentuk pelayanan asuhan kesehatan gigi dan mulut yang bersifat paripurna, permasalahan kesehatan yang ditemukan pada anak usia sekolah yang ditanggulangi secara menyeluruh melalui tindakan promotif, preventif dan kuratif sederhana. Apabila perilaku baru seseorang diperoleh dari pengetahuan, kesadaran dan sikap yang positif maka perilaku tersebut akan bersifat langgeng (long lasting). Sebaliknya apabila perilaku itu tidak didasari oleh pengetahuan dan kesadaran maka tidak akan berlangsung lama (Andriyani et al., 2020).
Uji Efektivitas Model “CAKAR” terhadap Perubahan Perilaku pada Remaja
Hasil penelitian pre-test dan post-test perilaku
remaja dalam kurun waktu 21 hari didapatkan perubahan yang bermakna pada
kelompok intervensi yang menggunakan mode “CAKAR” dan kelompok kontrol yang
menggunakan Cakram. Berdasarkan hasil uji delta menyatakan penerapan model
“CAKAR” efektif meningkatkan pengetahuan intervesi (Δ5,03) kontrol
(Δ0,63) , sikap intervesi (Δ6,9) kontrol (Δ0,16), tindakan
intervesi (Δ2,63) kontrol (Δ0,43), serta penurunan skor OHIS
intervesi (Δ0,42) kontrol (Δ0,18).
Teori Behavior Change membuktikan bahwa 21 hari perubahan perilaku membutuhkan 3 tahap dalam mengubah perilaku atau kebiasaan seseorang11. 7 hari pertama adalah perkenalan, 7 hari kedua merupakan revisi dan latihan, dan 7 hari ketiga merupakan penguatan perilaku yang telah diubah untuk menjadi stabil atau sebagai kebiasaan baru yang permanen12. Secara teori perubahan perilaku seseorang menerima atau mengadopsi perilaku baru dalam kehidupannya melalui 3 tahap yaitu: pengetahuan sikap dan tindakan (Arista et al., 2022)
Materi yang terdapat didalam model “CAKAR” ini
berupa pengertian, penyebab, pencegahan, pengobatan dan pemulihan dari penyakit
karang gigi. Materi ini tidak hanya berupa tulisan, akan tetapi disertai dengan
animasi Augmented Reality yang sangat interaktif juga tampilan model yang
dikembangkan ini sangat menarik dari segi tampilan dan penggunaannya. Hal ini
juga telah dibuktikan pada penelitian Resmiati dkk bahwa pemberian media
edukasi berbasis android lebih efektif dibanding media lainnya dalam
meningkatkan pengetahuan dan perilaku gizi seimbang siswa.
Demi menunjang observasi perubahan perilaku
setelah menu materi pencegahan akan muncul menu untuk upload foto menyikat gigi
dua kali sehari untuk memantau siswa dalam melakukan pencegahan secara mandiri.
Untuk memantau siswa, pemeriksaan dilakukan dua kali dalam 21 hari yaitu pada
pre-test dan post-test sehingga kondisi siswa dapat dengan jelas diketahui dan
terpantau perubahannya. Untuk melihat hasil pemeriksaannya siswa dapat memilih
fitur “resume pemeriksaan” sehingga siswa dapat mengetahui kondisi kebersihan
gigi dan mulutnya.
Peningkatan perilaku kesehatan gigi dan mulut
remaja sangat bergantung pada upaya promotif dan preventif yang diberikan.
Model “CAKAR” sebagai Media Edukasi sebagai Peningkatkan Perilaku Remaja dalam
Pencegahan Karang Gigi ini dibuat sebagai upaya menciptakan media promotif dan
preventif dalam bidang kesehatan gigi dan mulut serta memberikan solusi pada
remaja dalam hal ini siswa SMP dalam memperoleh informasi dan pengetahuan
mengenai penyakit gigi dan mulut serta bagaimana tindakan yang harus dilakukan
dalam mencegah terjadinya karang gigi serta diharapkan dapat meningkatkan
perilaku siswa SMP dalam mencegah karang gigi (Yusrina et al., 2018).
Promosi adalah segala sesuatu yang dapat digunakan untuk menyalurkan pesan dari pengirim ke penerima sehingga merangsang pikiran, perasaan, perhatian, dan minat serta kemauan peserta didik sedemikian rupa sehingga proses belajar terjadi dalam rangka mencapai tujuan pembelajaran secara efektif (Nafaliza, 2019).
KESIMPULAN
Berdasarkan
hasil penelitian ini, dapat disimpulkan bahwa model “CAKAR” layak dan efektif
untuk meningkatkan perilaku pencegahan penyakit gigi dan mulut pada remaja, hal
ini dibuktikan: 1). Model
“CAKAR” layak digunakan sebagai media edukasi pencegahan karang gigi pada
remaja, terbukti dengan nilai p-value 0,008 (p<0,05). 2). Model “CAKAR” efektif meningkatkan
pengetahuan remaja dalam pencegahan karang gigi dibandingkan dengan kelompok
kontrol, terbukti dengan nilai Δ=5,03 dan nilai p-value 0,002 (p<0,05)
sedangkan kelompok kontrol nilai Δ=0,63 dan nilai p-value 0,041 (p<0,05).
3). Model “CAKAR” efektif
meningkatkan sikap remaja pencegahan karang gigi dibandingkan dengan kelompok
kontrol, terbukti dengan nilai Δ=6,9 dan nilai p-value 0,001 (p<0,05)
sedangkan kelompok kontrol nilai Δ=0,16 dan nilai p-value 0,615
(p>0,05). 4). Model
“CAKAR” efektif meningkatkan tindakan remaja dalam pencegahan karang gigi
dibandingkan dengan kelompok kontrol, terbukti dengan nilai Δ=2,63 dan
nilai p-value 0,001 (p<0,05) sedangkan kelompok kontrol nilai Δ=0,43
dan nilai p-value 0,057 (p>0,05). 5). Model “CAKAR” efektif menurunkan skor OHIS pada remaja dibandingkan
dengan kelompok kontrol, terbukti dengan nilai Δ=0,42 dan nilai p-value
0,001 (p<0,05) sedangkan kelompok kontrol nilai Δ=0,18 dan nilai
p-value 0,018 (p<0,05).
BIBLIOGRAFI
Aini, A. S. (2020). Perilaku Menyikat Gigi Pada
Remaja Sebagai Upaya Pemeliharaan Kesehatan Gigi Dan Mulut Systematic
Literature Review. Poltekkes Kemenkes Surabaya.
Andriyani,
D., Arianto, A., & Sulastri, S. (2020). Perawatan Gigi Dan Mulut Menghambat
Pertumbuhan Kalkulus. Malahayati Nursing Journal, 2(4), 801–809.
Arista,
A., Sriwahyuni, S., & Yarmaliza, Y. (2022). Efektivitas Promosi Kesehatan
Melalui Media Zoom Terhadap Pengetahuan Stunting Pada Mahasiswa/I Fakultas
Kesehatan Masyarakat Universitas Teuku Umar Pada Masa Pandemi Covid-19. Jurnal
Mahasiswa Kesehatan Masyarakat (Jurmakemas), 2(2), 273–287.
Fatmasari,
D., Utami, W. J. D., & Supriyana, S. (2020). Edukasi Dan Pendampingan
Selama 21 Hari Dengan Mogigu Meningkatkan Perilaku Menggosok Gigi Dengan Benar
Pada Anak Dan Orang Tua Sd Bulusan Semarang. Jurnal Kesehatan Gigi, 7(1),
29–34.
Gayatri,
R. W., & Ariwinanti, D. (2016). Tingkat Pengetahuan Kesehatan Gigi Anak
Sekolah Dasar Negeri Kauman 2 Malang. Preventia, 1(2).
Huang,
T. K. (2018). C.-H. Yang, Y.-H. Hsieh. J.-Ch. Wang & Ch. Hung,“Augmented
Reality (Ar) And Virtual Reality (Vr) Applied In Dentistry,” Kjms, 34,
243–248.
Mardeilita,
S. (2019). Perilaku Pemeliharaan Kesehatan Gigi Remaja Di Sekolah Menengah
Pertama Negeri 4 Kota Banda Aceh. Jurnal Sago Gizi Dan Kesehatan, 1(1),
45–53.
Nafaliza,
M. (2019). Analisis Dan Perancangan Aplikasi” Toothpedia” Sebagai Media
Edukasi Kesehatan Gigi Dan Mulut Berbasis Android Menggunakan Teknologi
Augmented Reality. Politeknik Negeri Sriwijaya.
Riinawati,
R. (2021). Hubungan Konsentrasi Belajar Siswa Terhadap Prestasi Belajar Peserta
Didik Pada Masa Pandemi Covid-19 Di Sekolah Dasar. Edukatif: Jurnal Ilmu
Pendidikan, 3(4), 2305–2312.
Subekti,
A., Sutomo, B., Santoso, B., Salikun, S., Amalia, R., Puspita, R., & Umia,
K. (2018). Penerapan Media Software Interaktif Sebagai Media Edukasi Dalam
Perubahan Tingkat Pengetahuan Dan Perilaku Kesehatan Gigi Serta Tingkat
Kebersihan Gigi. Link, 14(1), 31–35.
Suratri,
M. A. L., Jovina, T. A., Andayasari, L., Edwin, V. A., & Ayu, G. A. K.
(2020). Pengaruh Hipertensi Terhadap Kejadian Penyakit Jaringan Periodontal
(Periodontitis) Pada Masyarakat Indonesia (Data Riskesdas 2018). Buletin
Penelitian Kesehatan, 48(4), 227–234.
Suryo,
G. A., Supriyana, S., Rasipin, R., Sunarjo, L., & Fatmasari, D. (2021).
Management Model Of School Dental Health Effort (Sdhe) Of Website-Based For Improving
Quality Of Information System At Elementary School. International Journal Of
Nursing And Health Services (Ijnhs), 4(2), 112–119.
Tukatman,
T., Naim, R., Saputri, E., & Mariany, M. (2021). Edukasi Kesehatan Remaja
Tentang Napza Dan Kesehatan Jiwa Di Sekolah Menengah Atas/Sederajat Kabupaten
Kolaka. Jurnal Kreativitas Pengabdian Kepada Masyarakat (Pkm), 4(6),
1326–1330.
Wijaya,
I. M. K., Agustini, N. N. M., & Tisna, G. D. (2014). Pengetahuan, Sikap Dan
Aktivitas Remaja Sma Dalam Kesehatan Reproduksi Di Kecamatan Buleleng. Kemas:
Jurnal Kesehatan Masyarakat, 10(1), 33–42.
Yusrina,
F. N., Sari, M. I., Pratiwi, G., Hidayat, D. W., Jordan, E., & Febriyanti,
D. (2018). Analisis Pola Permukiman Menggunakan Pendekatan Nearest Neighbour
Untuk Kajian Manfaat Objek Wisata Di Kecamatan Prambanan Kabupaten Klaten. J.
Geogr. Edukasi Dan Lingkung, 2(1), 46–55.