PEMBERIAN
MAKANAN TAMBAHAN MODIFIKASI TERHADAP STATUS GIZI BALITA
Mamik Ratnawati1, Ririn
Probowati2, Monika Sawitri Prihatini3,
Septi Fitrah Ningtyas4, Ana
Farida Ulfa5
Stikes
Pemkab Jombang, Jawa Timur, Indonesia1,2,3,4
Universitas
Pesantren Tinggi Darul Ulum Jombang, Jawa Timur, Indonesia5
Email: mamik.perawat@gmail.com, ririn_probowati@yahoo.com,
monika.sawitri@yahoo.co.id, cepti_ncep@yahoo.com,
anafaridaulfa@fik.unipdu.ac.id
Keywords: Provision of Supplementary Food;
Modification; Nutritional status. Kata Kunci: Pemberian Makanan Tambahan;
Modifikasi; Status Gizi. |
ABSTRACT The occurrence of malnutrition
in children is not only due to the nutritional content of the food served,
but also caused by the occurrence of health problems, so that the ability to
endure and dream of eating will be reduced and susceptible to disease so that
the child can experience malnutrition. The purpose of this study was to
compare the nutritional status of children under five before and after being
given a modified supplementary diet. The research method uses a
quasi-experimental research design with pre-test - post-test design with
treatment. The sample is a number of toddlers in Puton Village, Diwek
District, Jombang Regency. The study was conducted for 4 weeks by providing
additional modified food to toddlers with nutritional problems. The sample by
means of total sampling. The dependent variable in this study is the ability
to provide additional modified food, the independent variable is the
nutritional status of children under five. Data analysis using t-test. The
results showed that most (70%) nutritional status of children under five
improved after being given additional modified food. This study is expected
to provide knowledge about other modified food additives and the intervention
time of 4 weeks is not optimal enough to improve the nutritional status of
toddlers so that it takes a longer time for this intervention to get maximum
results. ABSTRAK Terjadinya
kekurangan gizi pada anak bukan hanya dikarenakan kandungan gizi pada makanan
yang disajikan, akan tetapi juga ditimbulkan
terjadinya gangguan kesehatan, sehingga kemampuan daya tahan dan impian makan
akan berkurang dan rentan diserang penyakit sehingga anak tersebut bisa
mengalami kekurangan gizi. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk
membandingkan status gizi balita sebelum dan sesudah diberikan makanan
tambahan modifikasi. Metode penelitian menggunakan desain penelitian quasy
eksperimen dengan pre test – post test design dengan perlakuan. Sampel
sejumlah balita di Desa Puton Kecamatan Diwek Kabupaten Jombang. Penelitian
dilakukan selama 4 minggu dengan memberikan makanan tambahan modifikasi pada
balita dengan masalah gizi. Sampel dengan cara total sampling. Variabel
terikat dalam penelitian ini adalah kemampuan pemberian makanan tambahan
modifikasi, variabel bebas adalah status gizi balita. Analisis data dengan
menggunakan t- test. Hampir seluruhnya (78%) status gizi balita adalah gizi
kurang, sebagian kecil responden status gizi buruk dan normal. Penelitian ini
diharapkan agar dapat memberikan pengetahuan tentang makanan tambahan modifikasi
yang lain dan waktu intervensi selama 4 minggu belum cukup optimal untuk
meningkatkan status gizi balita sehingga diperlukan waktu yang lebih lama
agar intervensi ini dapat hasil yang maksimal. |
Info Artikel |
Artikel
masuk 01 February 2023, Direvisi 08 February 2023, Diterima 15 February 2023 |
PENDAHULUAN
Masa balita pada periode 2
tahun pertama artinya adalah masa emas untuk pertumbuhan serta perkembangan
otak yang optimal. Persoalan gizi kurang umumnya banyak diderita oleh batita
usia 1-3 tahun sebab pada masa tersebut batita belum mampu memilih dan mengkonsumsi
sesuai kebutuhan tubuh (Permono, 2013).
Terjadinya kekurangan gizi pada anak bukan hanya dikarenakan kandungan gizi
pada makanan yang disajikan, akan tetapi juga ditimbulkan terjadinya gangguan
kesehatan, sehingga kemampuan daya tahan dan impian makan akan berkurang dan
rentan diserang penyakit sehingga anak tersebut bisa mengalami kekurangan gizi.
Begitu juga pada anak yg yang sering mengalami sakit maka akan terjadi defisit
gizi. Data RISKESDAS tahun 2013 menunjukkan prevalensi nasional balita kurus
yaitu sebanyak 19,6%. Jumlah ini mengalami peningkatan sebanyak 1,7% yang
semula 17,9% pada tahun 2010 (Astuti et al., 2019).
Peningkatan angka masalah gizi di Indonesia
diperlukan agar tidak semakin meningkat mengingat akibat jangka panjang yang
akan terjadi pada batita gizi kurang, sehingga dapat menghindari terjadinya
loss generation. Jumlah balita dengan masalah gizi yaitu gizi kurang dan gizi
buruk di Desa Puton Kecamatan Diwek sebanyak 1,7%. Upaya buat menangani masalah
gizi maka pemerintah melalui Instruksi presiden No 1 tahun 1997 sudah
menerbitkan kebijakan sebagai dasar untuk mengatasi masalah gizi yaitu dengan
pemberian makanan tambahan (PMT). Formula yang diberikan pada anak yg mengalami
masalah gizi bahan baku yang ditetapkan oleh World Health Organization (WHO)
ialah terbuat dari bahan minyak, gula, susu, air dan tepung (Pane et al., 2020).
Selain itu, PMT bisa dirancang sendiri dengan komposisi yg mengandung asupan
anergi serta protein serta terbuat dari bahan-bahan yg mudah diperoleh oleh
warga dengan biaya yang terjangkau (KUSHARTO & Marliyati,
2021). Bahan-bahan tadi dapat digantikan
dengan bahan-bahan lokal yang kaya kandungan vitamin serta protein (Iskandar, 2017).
Desa Puton termasuk wilayah kerja Puskesmas Cukir telah melaksanakan salah satu
usaha yang bisa dilakukan untuk membantu menaikkan berat badan pada balita
dengan masalah gizi. Bentuk upaya lainnya yang dilakukan untuk menaikkan status
gizi balita yaitu dengan memberikan konseling gizi. Konseling gizi merupakan
suatu proses komunikasi dua arah antara konselor dan klien untuk membantu klien
mengenali serta mengatasi masalah gizi (Dinihari et al., 2019). Konseling dibutuhkan mampu merubah
perubahan pola asuh ibu terhadap balita. Dari latar belakang diatas maka
penulis tertarik ingin melakukan penelitian dengan judul Pemberian Makanan
Tambahan Modifikasi terhadap Status Gizi Balita.
METODE PENELITIAN
Desain penelitian yang digunakan adalah quasy
eksperiment. Pada desain membandingkan status gizi kurang dan buruk sebelum diberikan
PMT dan sesudah diberikan PMT. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh
anak usia balita dengan gizi kurang dan gizi buruk di Desa Puton Kecamatan
Diwek Kabupaten Jombang.
Sampel dari penelitian ini adalah anak usia balita
dengan gizi kurang dan gizi buruk di Desa Puton Kecamatan Diwek Kabupaten
Jombang. Teknik sampling yang digunakan dalam penelitian ini adalah total
sampling.
A. Hasil
1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian
Gambar 1. Peta Desa Puton
Desa Puton merupakan
salah satu desa yang menjadi bagian dari Kecamatan Diwek, Kabupaten Jombang,
Provinsi Jawa Timur. Desa Puton memiliki empat dusun, yaitu Dusun Puton, Sanan,
Kanigoro, dan Pojok. Batas desa Puton adalah sebelah utara adalah Desa
Kayangan, sebelah adalah desa Sidowareg, sebelah selatan adalah Desa Blimbing,
dan sebelah timur adalah desa Sugihwaras (Oktorina et al., 2019).
2. Data Umum
Tabel 1. Karakteristik ibu balita dengan gizi kurang dan gizi buruk
Karakteristik sampel |
Desa Puton |
|
Fekuensi |
Prosentase (%) |
|
Umur: |
|
|
1 – 12 bulan |
6 |
33 |
1 – 3 tahun |
8 |
44 |
3 – 5 tahun |
4 |
23 |
Jenis Kelamin: |
|
|
Laki-laki |
13 |
81 |
Perempuan |
5 |
19 |
Hampir setengah (33%) responden tahap usia bayi (1-12 bulan) dan tahap usia toddler (1 – 3 tahun), sebagian kecil (23%) responden tahap usia pre school (3 – 5 tahun). Hampir seluruhnya (81%) responden berjenis kelamin perempuan dan sebagian kecil (19%) responden berjenis kelamin laki-laki (Lailaturrahma, 2021).
3. Data Khusus
Tabel 2. Distribusi responden berdasarkan
status gizi balita sebelum intervensi
Status Gizi |
f |
% |
Kurang |
15 |
83 |
Buruk |
3 |
17 |
Jumlah |
18 |
100 |
Hampir seluruhnya (83%) status gizi balita adalah gizi kurang dan sangat sedikit (17%) responden status gizi buruk.
Tabel 3. Distribusi
responden berdasarkan status gizi balita sesudah intervensi
Status Gizi |
f |
% |
Normal |
1 |
5 |
Kurang |
14 |
78 |
Buruk |
3 |
17 |
Jumlah |
18 |
100 |
Hampir seluruhnya (78%) status gizi balita adalah gizi kurang, sebagian kecil responden status gizi buruk dan normal.
Tabel 4. Distribusi pemberian makanan tambahan modifikasi
PMT modifikasi |
f |
% |
Diberikan |
16 |
89 |
Tidak diberikan |
2 |
11 |
Jumlah |
18 |
100 |
Seluruh responden (89%) diberikan makanan tambahan selama 4 minggu. Hasil uji statistik dengan t- test menunjukkan bahwa p value sebesar 0,07 jadi Ho diterima dan H1 ditolak sehingga dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat pengaruh pemberian makanan tambahan modifikasi (Nurhidayah, 2020).
B. Pembahasan
1. Pemberian Makanan Tambahan Modifikasi
Seluruh responden (89%) diberikan makanan tambahan selama 4 minggu. Pemberian maknan tambahan adalah kegiatan pemberian makanan kepada balita dalam bentuk kudapan yang aman dan bermutu beserta kegiatan pendukung lainnya dengan memperhatikan aspek mutu dan keamanan pangan. Serta mengandung nilai gizi yang sesuai dengan kebutuhan sasaran (Towapo et al., 2020). Menurut Kemenkes 2016 PMT bukan berarti mengganti asupan dari makanan utama, akan tetapi menambah anak-anak sekolah dasar, balita dan bayi di dalam kandungan memiliki gizi yang lebih baik lagi. PMT Balita merupakan pemberian suplementasi gizi untuk melengkapi kebutuhan gizi agar mencapai berat badan sesuai usia. Tiap 100 gram PMT mengandung 450 kalori, 14 gram lemak, 9 gram protein, dan 71 gram karbohidrat. PMT Balita mengandung 10 vitamin (vitamin A, B1, B2, B3, B6, B12, D, E, K, dan Asam Folat) dan 7 mineral (besi, zink, fosfor, selenium, dan kalsium). Setiap bungkus PMT Balita terdiri dari 12 keping biskuit atau 540 kalori (45 kalori per biskuit). Usia 6-11 bulan diberikan 8 keping per hari selama 1 bulan, setara dengan 20 bungkus PMT Balita. Usia 12-59 bulan diberikan 12 keping per hari selama 1 bulan, setara dengan 30 bungkus PMT Balita. Bila berat badan telah sesuai, pemberian PMT balita dihentikan dan untuk selanjutnya mengonsumsi makanan keluarga gizi simbang (Amalia, 2021).
Pemberian makanan tambahan modifikasi dilakukan selama 4 minggu dengan pemberian labu kuning (Iskandar, 2017). Pemberian diberikan setiap hari dengan penyajian yang berbeda pada setiap kelompok usia. Usia bayi diberikan dalam bentuk bubur, usia toddler dikemas dalam bentuk bubur yang agak kasar, dan usia pre school diberikan diberikan dalam kemasan dimasak dalam bentuk irisan. Dalam pemberian selama 4 minggu tersebut tidak mengalami kendala yang berarti karena ibu balita dapat menerima makanan tambahan modifikasi tersebut dengan baik (Retnowati et al., 2015).
2. Status Gizi Balita
Hampir seluruhnya (78%) status gizi balita adalah gizi kurang, sebagian kecil responden status gizi buruk dan normal.
Status
gizi adalah keadaan gizi seseorang yang dapat dilihat untuk mengetahui apakah
seseorang tersebut itu normal atau bermasalah (gizi
salah).
Gizi salah adalah gangguan kesehatan yang disebabkan oleh
kekurangan
atau kelebihan dan atau keseimbangan zat-zat gizi yang
diperlukan
untuk pertumbuhan, kecerdasan dan aktivitas atau
produktivitas
(Noer et al., 2014). Status
gizi juga dapat merupakan hasil
akhir
dari keseimbangan antara makanan yang dimasukkan ke dalam
tubuh
(nutrient input) dengan kebutuhan tubuh (nutrient output) akan zat
gizi
tersebut (Prabasini et al.,
2013).
Berdasarkan hasil penelitian dapat diketahui bahwa labu kuning ada pengaruh
terhadap peningkatan berat badan tetapi tidak menunjukkan hasil yang signifikan
terhadap peningkatan status gizi (Towapo
et al., 2020). Hal ini disebabkan
banyak diantaranya balita yang tidak menghabiskan pemberian makanan modifikasi
terutama di minggu akhir pemberian kemungkinan rasa bosan dengan makanan yang
sama. Ada ibu beberapa ibu balita yang tidak memberikan sampai habis karena kurang
telaten dalam memberikan kepada anaknya. Hal lain yang mempengaruhi adalah
karena waktu intervensi kurang optimal dalam memberikan makanan tambahan
modifikasi tersebut. Walaupun hanya 5% responden ada peningkatan status gizi
tetpai hal tersebut tidak menjadikan pengaruh bahwa modifikasi labu kuning dapat
meningkatkan status gizi (Widya et al., 2019).
KESIMPULAN
Seluruh responden (89%) diberikan makanan tambahan selama 4 minggu. Hampir seluruhnya (78%) status gizi balita adalah gizi kurang, sebagian kecil responden status gizi buruk dan normal. Tidak ada pengaruh pemberian makanan tambahan modifikasi terhadap status gizi balita.
Amalia, L. (2021). Efektifitas Pemberian Pmt
Modifikasi Berbasis Kearifan Lokal Terhadap Peningkatan Status Gizi Balita Gizi
Kurang Dan Stuntin. Artikel, 1(6713).
Astuti, D., Magga, E., Majid, M., & Djalla, A.
(2019). Hubungan Penyakit Kecacingan Dengan Status Gizi Anak Pada Sekolah Dasar
Muhammadiyah Jampu Kecamatan Lanrisang Kabupaten Pinrang. Jurnal Ilmiah
Manusia Dan Kesehatan, 2(2), 284–292.
Dinihari, Y., A’ini, Z. F., & Solihatun, S.
(2019). Pemberdayaan Kader Posyandu Melalui Penerapan Metode Konseling Gizi Dan
Komunikasi Efektif Pada Kader Posyandu Kelurhan Pademangan Barat Jakarta Utara.
Adimas: Jurnal Pengabdian Kepada Masyarakat, 3(1), 39–45.
Iskandar, I. (2017). Pengaruh Pemberian Makanan
Tambahan Modifikasi Terhadap Status Gizi Balita. Action: Aceh Nutrition
Journal, 2(2), 120–125.
Kusharto, C. M., & Marliyati, I. S. A. (2021). Terobosan
Inovasi Teknologi Produk Dan By-Product Ikan Lele (Clarias Gariepinus) Pangan
Bergizi Tinggi Solusi Masalah Gizi Masyarakat. Pt Penerbit Ipb Press.
Lailaturrahma, D. (2021). Gambaran Pelayanan
Konseling Gizi Pada Pasien Diabetes Mellitus Di Rumah Sakit (Study Literature).
Poltekkes Tanjungkarang.
Noer, E. R., Ninik, R., & Leiyla, E. (2014).
Karakteristik Makanan Pendamping Balita Yang Disubstitusi Dengan Tepung Ikan
Patin Dan Labu Kuning. Jurnal Gizi Indonesia, 2(2), 82–89.
Nurhidayah, A. (2020). Efektivitas Pemberian
Konseling Gizi Dengan Media Lembar Balik “Padam” Terhadap Pengetahuan Dan
Perubahan Kadar Gula Darah Pada Penderita Diabetes Melitus Dengan Hiperglikemia
Di Puskesmas Sleman. Poltekkes Kemenkes Yogyakarta.
Oktorina, R., Wahyuni, A., & Harahap, E. Y.
(2019). Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Perilaku Pencegahan Ulkus
Diabetikum Pada Penderita Diabetes Mellitus. Real In Nursing Journal, 2(3),
108–117.
Pane, H. W., Tasnim, T., Sulfianti, S., Hasnidar, H.,
Puspita, R., Hastuti, P., Apriza, A., Pattola, P., Sianturi, E., & Rifai,
A. (2020). Gizi Dan Kesehatan. Yayasan Kita Menulis.
Permono, H. (2013). Peran Orangtua Dalam
Optimalisasi Tumbuh Kembang Anak Untuk Membangun Karakter Anak Usia Dini.
Prabasini, H., Ishartani, D., & Muhammad, D. R. A.
(2013). Kajian Sifat Kimia Dan Fisik Tepung Labu Kuning (Cucurbita Moschata)
Dengan Perlakuan Blanching Dan Perendaman Dalam Natrium Metabisulfit (Na2s2o5).
Jurnal Teknosains Pangan, 2(2).
Retnowati, D. H., Syamsianah, A., & Handarsari, E.
(2015). Pengaruh Pemberian Makanan Tambahan Pemulihan Terhadap Perubahan Berat
Badan Balita Bawah Garis Merah Kecacingan Di Wilayah Puskesmas Klambu Kabupaten
Grobogan. Jurnal Gizi, 4(1).
Towapo, M., Kadir, S., & Amalia, L. (2020).
Efektivitas Pemberian Pmt Modifikasi Berbasis Kearifan Lokal Terhadap
Peningkatan Status Gizi Balita. Journal Health & Science: Gorontalo
Journal Health And Science Community, 4(2), 59–67.
Widya, F. C., Anjani, G., & Syauqy, A. (2019).
Analisis Kadar Protein, Asam Amino, Dan Daya Terima Pemberian Makanan Tambahan
(Pmt) Pemulihan Berbasis Labu Kuning (Cucurbita Moschata) Untuk Batita Gizi
Kurang. Journal Of Nutrition College, 8(4), 207–218.