Jurnal Health Sains: pISSN: 2723-4339
e-ISSN: 2548-1398 |
Vol. 3, No.11, November 2022 |
PENGARUH PSIKOEDUKASI TERHADAP KADAR HORMON
KORTISOL PADA IBU TUJUAN DENGAN DEPRESI POSTARTUM DI WILAYAH KERJA DINAS
KESEHATAN KOTA LANGSA TAHUN 2020
Fithriany, Cut
Yuniwati,Ssssssilfia Dewi, Lili Kartika Sari Harahap
Poltekkes aceh, Indonesia
Email: fithriany@poltekkesaceh.ac.id, cutyuniwati333@gmail.com, silfiad25@gmail.com,
lilieodie@gmail.com
INFO
ARTIKEL |
Abstrak |
Diterima 28
Oktober 2022 Direvisi 15
November 2022 Disetujui 25 November 2022 |
Ibu
bersalin sekitar 50-80% mengalami baby blues
dalam
sepuluh hari pasca melahirkan. Hal ini jika ibu tidak
mendapatkan penanganan lebih lanjut maka baby blues dapat meningkat menjadi depresi yang lebih berat. Belum ada tes definitif yang dapat menentukan seorang ibu menderita depresi pasca persalinan. Hal inilah yang menyebabkan sebagian besar penderita depresi pasca persalinan tidak terdiagnosa dan tidak mendapatkan penanganan secara dini. Penanganan yang dapat diberikan pada ibu yang mengalami depresi dengan memberikan pendidikan kesehatan salah satunya dengan pemberian psikoedukasi pada ibu. Tujuan pada penelitian ini adalah untuk
melihat pengaruh psikoedukasi terhadap
kadar hormon kortisol pada ibu nifas primipara dengan depresi postpartum di
wilayah kerja Dinas Kesehatan Kota Langsa Tahun 2020. Penelitian
ini menggunakan metode rancangan quasi experimental dengan desain the one group pretest-posttest. Pengamatan dilakukan sebelum dan setelah dilakukan perlakukan psikoedukasi, Jumlah sampel pada penelitian ini sebanyak 16 ibu postpartum hari kedua dengan postpartum depresi. Analisis yang digunakan adalah Uji Wilcoxon, dan Uji Mann Whitney. Hasil penelitian menunjukan adanya pengaruh penurunan kadar hormon kortisol sebelum dan setelah pemberian psikoedukasi dengan nilai sig. 0.00, ada pengaruh penurunan postpartum depresi dengan pemberian psikoedukasi dengan nilai sig. 0.000 dan pengaruh penurunan kadar kortisol terhadap penurunan postpartum depresi dengan nilai sig. 0.000.
|
Kata kunci: Depresi pasca persalinan; Psikoedukasi; Kortisol. |
|
Keywords: Postpartum Depression; Psychoeducation; The Hormone Cortisol |
Abstract Maternity
mothers About 50-80% experience baby blues within ten days of giving birth.
This is if the mother does not get further treatment
then the baby blues can escalate into heavier depression. There is no
definitive test yet that can determine a mother suffering from postpartum
depression. This is why most postpartum depression sufferers are undiagnosed
and do not get treatment early. Treatment that can be given to mothers who
are depressed by providing health education, one of which is by providing psychoedukasi to the mother. The purpose of this study
was to look at the influence of psychoedukasi on
cortisol hormone levels in mothers with postpartum depression in the working
area of Langsa City Health Office in 2020. This research uses quasi
experimental design with the design of the one group pretest-posttest.
Observations were made before and after the treatment of psychoedukasi,, The number
of samples in this study as many as 16 mothers postpartum the second day with
postpartum depression. The analyses used were the Wilcoxon Test and the
Whitney Mann Test. The results showed the influence of decreased levels of
the hormone cortisol before and after the administration of psychoedukasi with sig value. 0.00, there is a decrease
in postpartum depression by administering psychoeducation with sig value.
0.000 and the effect of decreased cortisol levels on postpartum depression
decrease with sig value. 0.00. |
Pendahuluan
Postpartum adalah
masa sesudah persalinan dapat juga disebut masa nifas (puerperium) yaitu masa sesudah persalinan yang diperlukan untuk
pulihnya kembali alat kandungan yang lamanya 6 minggu (Bobak et al., 2005). Periode postpartum adalah periode waktu selama 6-8 minggu setelah persalinan. Proses ini dimulai setelah selesainya persalinan dan berakhir setelah alat-alat reproduksi kembali seperti keadaan sebelum hamil atau tidak
hamil sebagai akibat dari adanya perubahan fisiologi dan
psikologi karena proses persalinan. Periode masa nifas merupakan waktu dimana ibu mengalami stress pasca persalinan, terutama pada ibu primipara (Saleha, 2009).
Wanita pada pasca persalinan perlu melakukan penyesuaian diri dalam melakukan aktivitas dan peran barunya sebagai seorang ibu di minggu-minggu pertama atau bulan-bulan pertama setelah melahirkan. Wanita
yang telah berhasil melakukan penyesuaian diri dengan baik
dapat melewati gangguan psikologis, tetapi sebagian lain yang tidak berhasil melakukan penyesuaian diri ini akan mengalami gangguan-gangguan
psikologis, inilah yang dinamakan baby blues
syndrome atau depresi pasca persalinan (Hutagaol, 2010).
Depresi pasca persalinan merupakan suatu gangguan emosional ibu berupa
adanya perubahan mood yang cepat
berubah dan berganti-ganti
(mood swing), dari
tingkatan yang sangat
ringan yang bersifat sementara (baby blues) sampai depresi psikosa
yang sangat berat dan memerlukan
penanganan psikiatri. Ibu bersalin Sekitar 50-80% mengalami baby blues dalam sepuluh hari pasca melahirkan. Hal ini jika ibu tidak
mendapatkan penanganan lebih lanjut maka
baby blues dapat
meningkat menjadi depresi yang lebih berat (Hutagaol, 2010).
Ibu yang melahirkan sekitar 22 % akan mengalami depresi pasca persalinan,
dan 14% mengalami resiko peningkatan depresi.
Yang mengkhawatirkan, sebanyak
19,3% dari mereka berpikir untuk menyakiti diri mereka sendiri dan menyakiti sampai membunuh bayinya. Banyak dari mereka yang didiagnosis ternyata pernah mengalami setidaknya satu episode
depresi sebelumnya dan memiliki gangguan kecemasan. Sebanyak 22 % dari mereka juga mengidap gangguan bipolar
(Dewi & Sunarsih, 2011).
Perubahan kadar hormon progesterone,
estrogen, kelenjar tiroid, endofrin, estradiol, cortisol dan prolaktin merupakan kondisi fisiologis dan terjadi pada sebagian besar ibu bersalin.
Tetapi pada kenyataannya hanya sekitar 10-15% ibu yang mengalami depresi pasca persalinan.
Perubahan hormon memiliki peran dalam munculnya depresi pasca persalinan
tetapi perannya tergantung juga dengan kerentanan ibu terhadap perubahan hormonal tersebut. Kelelahan Fisik setelah proses persalinan, dehidrasi, kehilangan banyak darah, atau faktor
fisik lain dapat menurunkan stamina ibu yang
akhirnya dapat meningkatkan kerentanan ibu terhadap perubahan
hormonal pada dirinya.
Belum ada tes definitif
yang dapat menentukan seorang ibu menderita depresi pasca persalinan.
Hal inilah yang menyebabkan
sebagian besar penderita depresi pasca persalinan tidak terdiagnosa dan tidak mendapatkan penanganan secara dini. Screening dapat dilakukan dengan mengumpulkan catatan medis klien dan keluarga secara komprehensif terutama dengan mengobservasi tanda-tanda yang muncul. Tenaga kesehatan harus menjadi pendengar aktif dan melibatkan empati dalam interaksi
dengan ibu bersalin agar dapat menemukan tanda dini depresi pasca
persalinan (Budiman et al., 2017).
Oleh
karena itu, beberapa peneliti telah mengajukan beberapa intervensi yang dapat diberikan untuk mengurangi kejadian depresi post partum ini, diantaranya pendidikan kesehatan mengenai antenatal,
proses perawatan bayi di rumah, serta depresi
post partum melalui booklet atau modul, proses metode
belajar sambil bermain mengenai cara perawatan bayi kepada ibu,
serta pentingnya dukungan suami dalam kehamilan hingga perawatan bayi. Intervensi tersebut terbukti mampu untuk mengurangi
kejadian depresi post partum pada ibu.
Dengan latar belakang diatas, maka
peneliti tertarik untuk menganalisis pengaruh psikoedukasi terhadap kadar
hormon kortisol pada ibu nifas primipara dengan depresi postpartum di wilayah
kerja Dinas Kesehatan Kota Langsa Tahun 2020. Pemberian psikoedukasi diharapkan mampu dapat menemukan pemecahan masalah yang dialami ibu sehingga angka kejadian depresi post partum dapat menurun.
Metode Penelitian
Rancangan yang digunakan
dalam peneliti an ini adalah Quasi eksperimen, dengan desain the one group
pretest-posttest yang terdiri dari
1 kelompok intervensi, pengukuran dilakukan sebelum dan setelah diberikan intervensi. Tujuan penelitian ini untuk melihat
pengaruh psikoedukasi terhadap kadar hormon kortisol dan postpartum depresi pada ibu nifas primigravida diwilayah kerja Dinas Kesehatan Kota Langsa.
Penelitian ini dilaksanakan di wilayah kerja dina kesehatan
kota Langsa di 5 (lima) Puskesmas. Penelitian dilaksanakan pada bulan September s/d oktober Tahun 2020. Dengan
jumlah sampel sebanyak 63 sampel, Instrumen yang digunakan
dalam penelitian ini adalah berupa
lembar observasi. Bagian pertama berisi tentang pengkajian data demografi ibu yang meliputi :
nama ibu (inisial), usia, paritas, alamat, pekerjaan, pendidikan. Bagian kedua berisi tentang
instrument EPDS (Edinburgh Postpartum
Depression Scale), metode ini
digunakan untuk menegakan diagnose responden mengalami postpartum depresi.
Skema 1
Kerangka Konsep Penelitian
Hasil Dan Pembahasan
Tabel 1
Distribusi Karakteristik Responden Menurut Usia Pada Ibu Nifas
Usia ibu f %
< 20 Tahun 10 16
20-35 Tahun 52 84
Total 62 100
Berdasarkan tabel diatas diketahui bahwa dari 62 responden, mayoritas ibu berusia 22, 24 dan 25 tahun sebanyak 3 orang (18.8%) dan minoritas ibu berusia 23, 27 dan 28 Tahun sebanyak 1 orang (6.3%).
Tabel 2
Distribusi
Karakteristik Responden
Menurut Pendidikan Pada Ibu Nifas
Pendidikan ibu |
f |
% |
SMA |
36 |
58 |
PT |
26 |
42 |
Total |
62 |
100 |
Berdasarkan tabel 2 diketahui bahwa dari 62 responden, mayoritas ibu berpendidikan SMA sebanyak 36 orang (58%) dan minoritas ibu berpendidikan perguruan tinggi sebanyak 26 orang (42%).
Tabel 3
Distribusi
Karakteristik Responden
Menurut Pekerjaan
Pada Ibu Nifas
Pekerjaan Ibu |
f |
% |
Bekerja |
22 |
35.5 |
Tidak Bekerja |
40 |
64.5 |
Total |
62 |
100 |
Tabel 3. diketahui bahwa dari 62 responden, mayoritas ibu tidak bekerja sebanyak
40 orang (64.5%) dan minoritas ibu bekerja
sebanyak 22 orang (35.5%).
Tabel 4
Uji
Normalitas Pada variabel Hormon Kortisol
Pretest dan Posttest Intervensi Psikoedukasi
Hormon Kortisol |
Statistic |
Sig. |
Ket |
Pretest |
0.124 |
0.018 |
Tidak Normal |
Posttest |
0.176 |
0.000 |
Tidak Normal |
Berdasarkan tabel diatas
diketahui untuk pretest dan posttest berdistribusi tidak normal dengan nilai
Sig. 0.018 dan 0.000 (< 0,05). Dapat diartikan bahwa data berdistribusi tidak normal dan penggujian
selanjutnya mengunakan uji parametrik
yaitu Uji Wilcoxon.
Tabel
5
Distribusi
Pengaruh Psikoedukasi Terhadap Hormon Kortisol
Pada Ibu Nifas
Hormon Kortisol |
N |
Mean Ranks |
Asymp. Sig. (2-tailed) |
|
Pretest-Posttest |
N Negatif Ranks |
62 |
31.5 |
0,000 |
Po Positif Ranks |
0 |
0.00 |
||
Tie
Ties |
0 |
|
Dan
penakut serta adanya riwayat depresi sebelumnya dapat meningkatkan resiko.
Penelitian
ini senada dengan hasil penelitian
yang dilakukan oleh (Istykhomah,
2017), dimana hasil penelitiannya menunjukan pemberian psikoedukasi dzikir berpengaruh terhadap penurunan kadar kortisol pada ibu primipara.
Penelitian
ini mendapatkan hasil bahwa psikoedukasi
berpengaruh terhadap penurunan kadar hormon kortisol. kortisol meningkat dikarenakan ibu mengalami kecemasan dan stress. Pemberian psikoedukasi dengan pendekatan terhadap ibu dan keluarga berdampak baik untuk penurunan
kadar hormon kortisol. ibu yang sedang mengalami kecemasan atau stress tidak baik untuk
ditinggal atau dibiarkan sendiri, nah disini pentingnya peran keluarga dan tenaga kesehatan untuk mengetahu dan mengatasi keadaan yang terjadi pada ibu. pemberian konseling, dukungan dan pendekatan kepada ibu sangat diperlukan ibu untuk dapat mengatasi
stress yang dirasakan ibu sehingga dapat menurunkan kadar kortisol dalam tubuh ibu.
Pengaruh Psikoedukasi Terhadap Postpartum Depresi Pada
Ibu Di Wilayah Kerja Dinas Kesehatan Kota Langsa
Berdasarkan hasil penelitian
diketahui bahwa ada pengaruh pemberian psikoedukasi terhadap penurunan postpartum depresi yang dialami ibu nifas. Terdapat 64 ibu nifas
yang mengalami penurunan
postpartum depresi dari sebelum dan setelah pemberian perlakuan psikoedukasi dimana rata-rata
(mean ranks) penurunan tersebut
sebesar 31,5.
Depresi
postpartum merupakan
perasaan sedih akibat berkurangnya kebebasan bagi ibu, penurunan estetika dan perubahan tubuh, berkurangnya interaksi sosial dan kemandirian yang disertai dengan gejala sulit
tidur, kurang nafsu makan, cemas,
tidak berdaya, kehilangan kontrol, pikiran yang menakutkan mengenai kondisi bayi, kurang memerhatikan
bentuk tubuhnya, tidak menyukai bayi dan takut menyentuh bayinya dimana hal ini
terjadi selama 2 minggu berturut-turut dan menunjukkan perubahan dari keadaan sebelumnya
(Istykhomah, 2017).
Depresi
pasca persalinan merupakan suatu gangguan emosional ibu berupa adanya perubahan mood
yang cepat berubah dan berganti-ganti (mood
swing), dari tingkatan yang sangat ringan yang
bersifat sementara (baby blues) sampai depresi psikosa yang sangat berat dan memerlukan penanganan psikiatri (Aksara, 2012); (Abdillah & Putri, 2016)..
Penelitian
ini senada dengan hasil Penelitian
dari (Mei
Winarni et al., 2018) hasil penelitiannya menunjukan bahwa terdapat penurunan tingkat depresi setelah dilakukan psikoedukasi pada ibu postpartum.
Hasil penelitian ini sejalan dengan
penelitian yang dilakukan oleh,Wahyuni dan,Sari hasil penelitiannya menunjukan bahwa ketiga kelompok
psikoedukasi yang dimiliki penurunan tingkat depresi pada ibu postpartum (Wahyuni et al., 2018);(SARI et al., 2021).
Hasil Penelitian ini juga senada dengan hasil penelitian
dari (Girsang & Novalina, 2015), dimana hasil yang didapat bahwa terdapat pengaruh pemberian psikoedukasi terhadap penurunan tingkat postpartum
blues pada ibu postpartum berusia
remaja (El-Hachem et al., 2014).
Menurut
asumsi peneliti psikoedukasi dapat menurunkan postpartum depresi
pada ibu postpartum, hal ini dikarenakan pemberian psikoedukasi yang memberikan informasi yang cukup tentang pencegahan
serta penurunan postpartum depresi. Disini pemberian edukasi melihatkan keluarga dan orang terdekat agar dapat mendampingi ibu postpartum dalam penurunan tingkat depresi yang dialami ibu. Pada saat pemberian edukasi ini juga melibatkan tim psikolog (tim ahli)
agar dapat mendalami dan lebih mengatahui apa yang sedang dialami ibu dan dapat menanganinya secara langsung.
Pengaruh
Penurunan Hormon Kortisol Terhadap Penurunan Postpartum Depresi Pada
Ibu Nifas
Berdasarkan hasil penelitian
menunjukan bahwa, pada mean
rank pada penurunan hormone kortisol
sebesar 31.5 dan untuk penurunan postpartum depresi sebesar 93.5. Hasil signifikan didapatkan sebesar 0,000 yang berarti terdapat pengaruh penurunan hormone kortisol terhadap penurunan depresi postpartum.
Perubahan
kadar hormon progesterone, estrogen, kelenjar tiroid, endofrin, estradiol, cortisol dan prolaktin merupakan kondisi
fisiologis dan terjadi pada
sebagian besar ibu bersalin. Tetapi
pada kenyataannya hanya sekitar 10-15% ibu yang mengalami depresi pasca persalinan. Perubahan hormon memiliki peran dalam munculnya depresi pasca persalinan
tetapi perannya tergantung juga dengan kerentanan ibu terhadap perubahan hormonal tersebut. Kelelahan Fisik setelah proses persalinan, dehidrasi, kehilangan banyak darah, atau faktor
fisik lain dapat menurunkan stamina ibu yang
akhirnya dapat meningkatkan kerentanan ibu terhadap perubahan
hormonal pada dirinya (Karyati & Islami, 2014);(Girsang & Novalina, 2015).
Menurut
(Sutatminingsih,
2009), dalam penelitiannya menemukan adanya terjadinya peningkatan ACTH dan kortisol
pada wanita depresi dibandingkan wanita norma.
Hasil
penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Poncoroso, tentang hubungan kadar kortisol dengan kejadian postpartum blues pada persalinan
normal dan section caesarea. Didapatkan
hasil bahawa ada hubungan rerata
kadar kortisol dengan kejadian postpartum blues
pada persalinan normal (Cyatraningtyas, n.d.).
Penelitian
ini juga sejalan dengan penelitian Budiawan, hasil penelitiannya menunjukan bahwa ada hubungan
antara peningkatan kadar hormon kortisol
dengan angka kejadian postpartum blues (Budiawan, 2013). Peneliti
berpendapat bahwa hormon kortisol berpengaruh terhadap postpartum depresi, seperti yang kita ketahui hormon
kortisol adalah hormon yang berkaitan dengan respon tubuh
terhadap stress dan dihasilkan
oleh oleh kelenjar ardealin. Hormon kortisol dilepaskan oleh kelenjar adrenalin pada saat seseorang menghadapi stress atau yang sering disebut indicator stress. Akan tetapi
apabila kadar hormone terlalu tinggi karena merespon stress dapat berbahaya untuk seseorang. Sehingga diperlukan penanganan segera untuk menurunkan kadar hormon kortisol
dengan cara mengaktifkan respons relaksasi tubuh.
Kesimpulan
Berdasarkan hasil analisis
dan pembahasan hasil penelitian, dapat diambil beberapa kesimpulan perbandingan
pengaruh psikoedukasi terhadap kadar hormon kortisol pada ibu nifas primipara di Wilayah Kerja Dinas
Kesehatan Kota Langsa.
Ada
pengaruh pemberian psikoedukasi
terhadap penurunan kadar hormon kortisol
pada ibu nifas primipara.
Ada pengaruh pemberian psikoedukasi terhadap postpartum depresi pada ibu nifas primipara,adanya pengaruh
penurunan kadar kortisol terhadap penurunan postpartum depresi.
BIBLIOGRAFI
Abdillah, A. J.,
& Putri, S. E. (2016). Pengaruh Psikoedukasi Terhadap Depresi Postpartum
Pada Ibu Primipara. Jurnal Kesehatan, 7(1), 740746.Google Scholar
Aksara, E. (2012). Bebas stres usai melahirkan. Jogjakarta:
Javalitera. Google Scholar
Bobak, I. M., Lowdermilk, D. L., Jensen, M. D., & Perry,
S. E. (2005). Buku ajar keperawatan maternitas. Jakarta: Egc, 78. Google Scholar
Budiawan, A. (2013). Hubungan Antara Kadar Hormon Kortisol
Dengan Kejadian Postpartum Blues Pada Persalinan Vakum Ekstraksi. UNS
(Sebelas Maret University). Google Scholar
Budiman, E., Kundre, R., & Lolong, J. (2017). Hubungan
tingkat pendidikan, pekerjaan, status ekonomi dengan paritas di puskesmas bahu
Manado. Jurnal Keperawatan, 5(1). Google Scholar
Cyatraningtyas, H. A. P. (n.d.). Hubungan Jenis Persalinan
Dengan Kejadian Postpartum Blues Pada Ibu Nifas di Rumah Sakit Daerah Balung
Kabupaten Jember. Fakultas Keperawatan Universitas Jember. Google Scholar
Dewi, V. N. L., & Sunarsih, T. (2011). Asuhan kebidanan
pada ibu nifas. Jakarta: Salemba Medika, 198. Google Scholar
El-Hachem, C., Rohayem, J., Bou Khalil, R., Richa, S.,
Kesrouani, A., Gemayel, R., Aouad, N., Hatab, N., Zaccak, E., & Yaghi, N.
(2014). Early identification of women at risk of postpartum depression using
the Edinburgh Postnatal Depression Scale (EPDS) in a sample of Lebanese women. BMC
Psychiatry, 14(1), 19. Google Scholar
Girsang, B. M., & Novalina, M. (2015). Pengaruh
Psikoedukasi terhadap tingkat postpartum blues ibu primipara berusia remaja. Jurnal
Keperawatan Soedirman, 10(2), 114120. Google Scholar
Hutagaol, E. T. (2010). Efektivitas Intervensi Edukasi pada
Depresi Postpartum, Tesis. Universitas Indonesia. Google Scholar
Istykhomah, I. (2017). Efektivitas terapi murattal
al-quran dalam menurunkan kecemasan pada orang dengan diabetes militus tipe II.
UIN Sunan Ampel Surabaya. Google Scholar
Karyati, S., & Islami, I. (2014). Aplikasi inisiasi
menyusu dini pada ibu bersalin sebagai upaya pencegahan depresi pasca
persalinan di kab. Kudus tahun 2013. Jurnal Ilmu Keperawatan Dan Kebidanan,
5(1). Google Scholar
Mei Winarni, L., Winarni, E., & Ikhlasiah, M. (2018). Pengaruh
Dukungan Suami Dan Bounding Attachment Dengan Kondisi Psikologi Ibu Postpartum
Di Rsud Kabupaten Tangerang Tahun 2017. Google Scholar
Saleha, S. (2009). Asuhan kebidanan pada masa nifas. Google Scholar
Sari, H. K., Burhan, R., Sapitri, W., Yuniarti, Y., & Sri
Rahayu, E. (2021). Pengaruh Psikoedukasi terhadap Tingkat Post Partum Blues
pada Masa Nifas Ibu Primigravida. Poltekkes Kemenkes Bengkulu. Google Scholar
Sutatminingsih, R. (2009). Pengaruh Intervensi
Psikoedukasi dalam Mengatasi Depresi Postpartum di Rsu Dr. Pirngadi Medan. Google Scholar
Wahyuni, S., Anies, A., Soejoenoes, A., & Putra, S. T.
(2018). Psikoedukasi Dzikr Menurunkan Kadar Kortisol dan Meningkatkan Kadar IGG
pada Ibu Primipara. Jurnal Kesehatan Reproduksi, 5(2), 8288. Google Scholar
Copyright holder : Fithriany, Cut Yuniwati (2022) |
First publication right : This article
is licensed under: |