SENAM TAI CHI TERHADAP NILAI ANGKLE BRACHIAL
INDEKS DIABETES MELLITUS TIPE 2 PEROKOK, NON PEROKOK
A. Haris1, Martiningsih2,
Ahamd3, Sri Handayani4, Ns. Zulkarnain5
Politeknik
Kesehatan Kemenkes Mataram, Indonesia1234
STIKES
Yahya Bima, Indonesia5
Email: rainggie@gmail.com, ningthahir@gmail.com,
ahmadaisyah2014@gmail.com, sryhandayani1802@gmail.com,
nersijhul03@gmail.com
Keywords: Diabetes mellitus; Smoker; Ankle Brachial
Pressure Index. Kata Kunci: Diabetes
Melitus; Perokok; Ankle Brachial Pressure Index. |
ABSTRAK Diabetes mellitus is a
metabolic disorder that is often associated with modern lifestyle habits such
as smoking. The toxic content in cigarettes can cause impaired blood
circulation in the legs which can be measured by examining the value of the
ankle brachial pressure index. This comparative descriptive study aims to
identify differences in ankle brachial pressure index values in smokers and
non-smokers diabetes mellitus patients. The sampling technique was purposive
sampling involving 100 respondents with type 2 diabetes mellitus. The results
of data analysis using the paired t test obtained a p-value value of 0.0001
> 0.05. > 0.05 there is an effect of giving tai chi movements on ABI
values in non-smoker respondents. The conclusion of this study showed that
there were differences in the value of the ankle brachial pressure index in
smokers and non-smokers diabetes mellitus patients after being given tai chi.
To prevent complications from diabetes mellitus, it is hoped that you will
maintain a good lifestyle such as not smoking, maintaining a healthy diet,
and exercising regularly. ABSTRACT Diabetes melitus
merupakan gangguan metabolisme yang sering dikaitkan dengan kebiasaan gaya
hidup modern seperti kebiasaan merokok. Kandungan racun dalam rokok dapat
menyebabkan gangguan sirkulasi darah pada kaki yang dapat diukur melalui
pemeriksaan nilai ankle brachial pressure index. Penelitian deskriptif
komparatif ini bertujuan untuk mengidentifikasi perbedaan nilai ankle brachial
pressure index pada pasien diabetes melitus perokok dan non perokok. Teknik
pengambilan sampel berupa purposive sampling dengan melibatkan 100 responden
diabetes melitus tipe 2. Hasil analisa data dengan uji paired t test
didapatkan p-value value 0.0001 > 0.05 terdapat pengaruh pemberian gerakan
tai chi terhadap nilai ABI pada responden perokok, dan didapatkan nilai p
value 0.01 > 0.05 terdapat pengaruh pemberian gerakan tai chi terhadap
nilai ABI pada responden non perokok. penelitian ini menunjukan bahwa
terdapat perbedaan nilai ankle brachial pressure index pada pasien diabetes
melitus perokok dan non perokok setelah diberikan tai chi. Untuk mencegah
terjadinya komplikasi diabetes melitus diharapkan tetap menjaga gaya hidup
yang baik seperti jangan merokok, menjaga pola makan, dan rutin berolahraga. |
Info Artikel |
Artikel
masuk 26 January 2023, Direvisi 02 February 2023, Diterima 09 February 2023 |
PENDAHULUAN
Diabetes melitus merupakan penyakit yang menimbulkan komplikasi apabila tidak dilakukan penanganan segera. Salah satunya penyakit arteri perifer (PAP), yang merupakan suatu kondisi mirip dengan penyakit arteri coroner (penyumbatan di arteri yang memasok darah ke otot jantung) dan penyakit arteri karotis (penyumbatan di arteri yang menuju ke otak). Arteri yang menuju ke area di luar otak dan jantung yang tersumbat, termasuk leher, lengan, dan perut, tetapi paling sering di tungkai dan kaki. Tumpukan lemak menumpuk di lapisan dalam dinding arteri kaki, membuatnya lebih sempit, menghambat aliran darah bahkan dapat menghentikan aliran darah ke kaki. Kondisi ini bisa menimbulkan rasa sakit, terutama saat berjalan, serta sejumlah gejala lain seperti luka kaki yang lambat sembuh, satu kaki menjadi jauh lebih dingin dari yang lain, atau gangren. Dalam kasus yang parah, amputasi kaki atau tungkai mungkin terjadi. Penggunaan tembakau dikaitkan dengan peningkatan perkembangan aterosklerosis serta peningkatan risiko amputasi (ADA (American Diabetes Association), 2016). Merokok dengan durasi yang konsisten menjadi faktor risiko PAP khususnya diekstremitas bawah. Keparahan PAP meningkat pada pasien dengan peningkatan jumlah rokok yang dikonsumsi (Kamil, S., Sehested, T.S.G., Carlson, 2019). Gangguan ini dikaitkan dengan gaya hidup seperti kurang aktivitas fisik, diet, obesitas, kebiasaan merokok, dan faktor genetik. Banyak sel kapiler endotel mengalami kerusakan, termasuk yang ada di retina, ginjal, dan saraf pusat serta perifer, karena akumulasi glukosa berbahaya yang berlebihan dalam sel-sel (Lotfy, M., Adeghate, J., Kalasz, H., Singh, J., dan Adeghate, 2017).
Gangguan sirkulasi darah pada kaki dapat dideteksi melalui pemeriksaan nilai ankle brachial pressure index (ABPI). Tes ini terdiri dari rasio antara tekanan darah sistolik ekstremitas bawah khususnya pergelangan kaki dan ekstremitas atas. Rasio ini merupakan perbandingan ketahanan pembuluh darah dengan salah satu faktor utamanya adalah diameter pembuluh darah. Diameter ini menyempit baik dari faktor internal (plak, robekan intimal) atau faktor eksternal seperti kompresi oleh jaringan lunak. ABPI dilakukan dengan mengukur tekanan darah sistolik dari kedua arteri brakialis dan arteri posterior dan anterior-tibial atau dorsalis pedis.
Penelitian sebelumnya pernah dilakukan oleh peneliti Martiningsih, A. Haris dengan judul Risiko Penyakit Kardiovaskuler Pada Peserta Program Pengelolaan Penyakit Kronis (Prolanis) Di Puskesmas Kota Bima: Korelasinya Dengan Ankle Brachial Index Dan Obesitas pada tahun 2018 dengan hasil penelitian menunjukkan kelompok risiko tinggi 33 orang (40,7%), risiko sedang 28 orang (34,6%), dan risiko rendah 20 orang (24,7%). Tidak terdapat korelasi antara risiko PKV dengan ABI dan obesitas. Temuan lain dalam penelitian ini mengindikasikan adanya korelasi antara risiko PKV dengan subvariabel obesitas sentral walaupun tidak ditemukan adanya signifikansi (p> 0,05). Di didapatkan data sebanyak 12 orang dengan riwayat DM (20,7%) dan tidak ada yang memiliki riwayat merokok. Pada responden laki-laki, rerata usia adalah 61,91 tahun, rerata kolesterol total 214 mg/dl, rerata kolesterol HDL adalah 40,96 mg/dl, dan rerata tekanan darah sistolik yaitu 151,61 mmHg. Tujuh orang dengan riwayat DM (30,4%) dan 12 orang (14,8%) yang memiliki riwayat merokok. Lebih dari setengah responden yang memiliki nilai kolesterol total pada nilai perbatasan dan berbahaya (55,6%) dan mayoritas (91,4%) dengan nilai HDL kolesterol pada nilai perbatasan dan berbahaya. Dengan rendahnya kolesterol HDL dapat disebabkan oleh kebiasaan merokok, kelebihan berat badan, serta kurangnya aktivitas fisik yang cenderung menurunkan kadar kolesterol HDL dalam tubuh (Martiningsih & Haris, 2019).
Penilaian risiko PKV dalam 10 tahun berdasarkan FRS dinilai berdasarkan subvariabel jenis kelamin, usia, kolesterol total, kolesterol HDL, riwayat merokok, riwayat DM, dan tekanan darah sistolik sehingga didapatkan nilai risiko PKV dalam 10 tahun yang dibagi menjadi 3 kategori kelompok terbesar ke yang terkecil yaitu responden dengan risiko tinggi PKV sebanyak 33 responden (40,7%), kelompok dengan risiko menengah 28 orang (34,6%), dan kelompok risiko rendah yaitu 20 orang (24,7%). Mayoritas responden dengan prediksi risiko tinggi PKV dalam 10 tahun berdasarkan jenis kelamin lebih banyak pada laki-laki yaitu 19 orang (57,6%) dan perempuan 14 orang (42,4%). Walaupun mayoritas dari total responden dalam penelitian ini adalah perempuan (71,6%) namun tetap terlihat bahwa pada responden laki-laki mayoritas (82,6%) berada pada kelompok risiko tinggi PKV. Maka peneliti ingin mengetahui lebih jauh dengan menggunakan salah satu metode pengukuran ankle brachial index (ABI) pada perokok dan non perokok dengan diabetes mellitus tipe 2. Penelitian mengenai aktivitas fisik pernah dilakukan peneliti dengan judul Pengaruh aktivitas fisik kombinasi putu sila dan tai chi terhadap penurunan glukosa darah pada diabetes mellitus tipe 2 di Puskesmas Kota Bima dengan hasil pada kelompok perlakuan didapatkan nilai p = 0,005 < α=0,05 dan hasil uji pada kelompok kontrol didapatkan nilai p = 0,046 < α=0,05. Dengan kesimpulan yang dapat diambil adalah aktivitas fisik berpengaruh dalam menurunkan kadar gula darah pasien diabetes mellitus tipe 2 (Martiningsih & Haris, 2019).
Salah satu kegiatan olahraga atau senam yang bisa dilakukan adalah senam Tai Chi (Yulianti, 2020). Tai Chi merupakan latihan aerobik dengan gerakan-gerakan halus yang relatif lambat sehingga dikategorikan sebagai latihan yang bersifat low impact velocity dan merupakan bentuk latihan yang cocok untuk lansia. Latihan tai chi dapat meningkatkan kemampuan otot mengkonsumsi oksigen secara maksimal, karena luas permukaan difusi O2 dalam otot meningkat sehingga difusi O2 dari kapiler ke otot menjadi lebih mudah, difusi CO2 dari kapiler ke otot menjadi lebih mudah dan metabolisme aerobik pembentukan energi dalam otot menjadi lebih baik karena terjadi peningkatan kapasitas paru-paru. Sehingga diharapkan dapat menurunkan resiko PAP.
METODE PENELITIAN
Metode yang digunakan quasy experiment, pre test
and post test untuk melihat efektivitas tai chi pada nilai ABI perokok dan non
perokok. Jumlah sampel sebanyak 100 reponden menggunakan perhitungan rumus
Lemeshow. Teknik pengambilan sampel purpossive sampling. Pengukuran nilai ankle
brachial index sebelum dan sesudah diberikan senam tai chi selama 3 kali dalam
seminggu dengan 1 sesi latihan dilakukan selama 3 menit dengan 3 kali
pengulangan. Penelitian ini menggunakan uji Paired T-Test.
A. Hasil
1.
Data karakteristik responden diabetes melitus dengan
perokok di Kota Bima tahun 2022
Tabel 1.
Karakteristik Responden Diabetes Melitus
Dengan Perokok di Kota Bima Tahun 2022
Variabel |
Perokok |
|
n |
% |
|
Usia |
||
Masa dewasa akhir 36-45
tahun |
1 |
2.2 |
Masa lansia awal 46-55
tahun |
10 |
22.2 |
Masa lansia akhir 56-65 tahun |
24 |
53.3 |
Masa manula 66 tahun ke
atas |
10 |
22.2 |
Jenis Kelamin |
||
Laki-laki |
44 |
97.8 |
Perempuan |
1 |
2.2 |
Riwayat Merokok |
||
<5 Tahun |
13 |
28.9 |
>6 Tahun |
32 |
71.1 |
Pola Kebiasaan Makan |
||
Diit |
7 |
15.6 |
Tidak diit |
38 |
84.4 |
Lama Penyakit |
||
<5 Tahun |
7 |
15.6 |
>6 Tahun |
38 |
84.4 |
Riwayat Konsumsi Obat |
||
DM |
25 |
55.6 |
DM dan HT |
20 |
44.4 |
Berdasarkan tabel 1 tersebut terhadap 45 responden diabetes dengan perokok, usia sebagian besar responden perokok masa lansia akhir 56-65 tahun sebanyak 24 orang (53.3%), jenis kelamin hampir seluruhnya responden perokok laki-laki sebanyak 44 orang (97.8%), riwayat merokok sebagian besar responden perokok >6 tahun (lebih dari 6 tahun) sebanyak 32 orang (71.1%), pola kebiasaan makan hampir seluruhnya responden perokok tidak melakukan diit sebanyak 38 orang (84.4%), lama penyakit hampir seluruh responden perokok >6 tahun (lebih dari 6 tahun) sebanyak 38 orang (84.4%), dan riwayat konsumsi obat diabetes melitus sebagian besar responden perokok sebanyak 25 orang (55.6%) dan sebagian mengkonsumsi obat diabetes mellitus dan hipertensi.
2.
Data karakteristik responden diabetes melitus non
perokok di Kota Bima tahun 2022
Tabel 2.
Karakteristik Responden Diabetes Melitus
Non Perokok di Kota Bima Tahun 2022
Variabel |
Perokok |
|
n |
% |
|
Usia |
||
Masa dewasa akhir 36-45 tahun |
2 |
3.6 |
Masa lansia awal 46-55 tahun |
15 |
27.3 |
Masa lansia akhir 56-65 tahun |
25 |
45.5 |
Masa manula 66 tahun ke atas |
13 |
23.6 |
Jenis Kelamin |
||
Laki-laki |
1 |
1.8 |
Perempuan |
54 |
98.2 |
Pola Kebiasaan
Makan |
||
Diit |
8 |
14.5 |
Tidak diit |
47 |
85.5 |
Lama Penyakit |
||
<5 Tahun |
13 |
23.6 |
>6 Tahun |
42 |
76.4 |
Riwayat Konsumsi Obat |
||
DM |
30 |
54.5 |
DM dan HT |
25 |
45.5 |
Berdasarkan tabel 2 diatas terhadap 55 responden diabetes mellitus non perokok, umur sebagian besar responden non perokok masa lansia akhir 56-65 tahun sebanyak 25 orang (45.5%), jenis kelamin hampir seluruhnya responden perempuan sebanyak 54 orang (98.2%), pola makan hampir seluruh responden tidak melakukan diit sebanyak 47 orang (85.5%), lama penyakit hampir seluruh responden >6 tahun (lebih dari 6 tahun) sebanyak 42 orang (76.4%), dan sebagian besar responden diabetes melitus non perokok mengkonsumsi obat diabetes sebanyak 30 orang (54.5%), dan sebagian mengkonsumsi obat diabetes mellitus dan hipertensi sebanyak 25 orang (45.5%).
3. Distribusi frekuensi nilai ABI sebelum dan sesudah diberikan tai chi pada responden diabetes dengan perokok di Kota Bima tahun 2022.
Tabel 3.
Distribusi Frekuensi Nilai ABI Sebelum Dan
Sesudah Diberikan Tai Chi Pada Responden Diabetes Dengan Perokok Di Kota Bima
Tahun 2022
Nilai ABI |
Pre Test |
Post Test |
||
f |
% |
f |
% |
|
Normal: 0,9 - 1,31 |
14 |
31.1 |
37 |
82.2 |
PAD ringan: 0,70-0,90 |
23 |
51.1 |
2 |
4.4 |
PAD sedang: 0,40-0,69 |
2 |
4.4 |
0 |
0 |
Abnormal : > 1,31 |
6 |
13.3 |
6 |
13.3 |
Total |
45 |
100 |
45 |
100 |
Berdasarkan pada tabel 3 sebagian besar responden diabetes dengan perokok memiliki nilai ABI dalam kategori PAD ringan yaitu sebanyak 23 orang (51.1%), kemudian sebanyak 14 orang (31.1%) memiliki nilai ABI dalam rentang normal, dan sebagian kecil mengalami abnormal sebanyak 6 orang (13.3%), PAD sedang sebanyak 2 orang (4.4%). Setelah diberikan tai chi terjadi peningkatan jumlah responden dalam kategori nilai ABI normal bertambah 23 orang menjadi sebanyak 37 orang (82.2%).
4. Distribusi frekuensi nilai ABI sebelum dan sesudah diberikan tai chi pada responden diabetes non perokok di Kota Bima tahun 2022.
Tabel 4.
Distribusi Frekuensi Nilai ABI Sebelum Dan
Sesudah Diberikan Tai Chi Pada Responden Diabetes Non Perokok Di Kota Bima
Tahun 2022
Nilai ABI |
Pre Test |
Post Test |
||
f |
% |
f |
% |
|
Normal: 0,9 1,31 |
45 |
81.8 |
52 |
94.5 |
PAD ringan: 0,70-0,90 |
7 |
12.7 |
1 |
1.8 |
PAD sedang: 0,40-0,69 |
1 |
1.8 |
0 |
0 |
Abnormal : > 1,31 |
2 |
3.6 |
2 |
3.6 |
Total |
55 |
100 |
55 |
100 |
Berdasarkan tabel 4 hampir seluruh responden diabetes non perokok memiliki nilai ABI dalam rentang normal yaitu sebanyak 45 orang (81.8%), kemudian sebanyak 10 responden mengalami PAD yang terbagi menjadi 3 yaitu sebagian kecil mengalami PAD ringan sebanyak 7 orang (12.7%), abnormal sebanyak 2 orang (3.6%), PAD sedang sebanyak 1 orang (1.8%). Setelah diberikan tai chi jumlah responden dalam kategori nilai ABI normal bertambah 7 orang menjadi sebanyak 52 orang (94.5%).
5. Analisis perbedaan rata-rata sebelum dan sesudah diberikan tai chi pada responden diabetes perokok di Kota Bima tahun 2022.
Tabel 5.
Analisis Perbedaan Rata-Rata
Sebelum Dan Sesudah Diberikan Tai Chi Pada Responden Diabetes Perokok Di Kota
Bima Tahun 2022
Test |
n |
Statistik deskriptif |
Paired t - test |
|||
mean (Std. D) |
t |
df |
α |
|
||
Pre-test |
45 |
.9262 (.093) |
-4.857 |
44 |
0.0001 |
|
Post-test |
45 |
1.0111 (.139) |
|
Berdasarkan hasil penelitian didapatkan nilai mean pada pre-test 0.9262 dan nilai ini lebih kecil dari nilai post-test yaitu sebesar 1.0111. Terdapat perbedaan nilai mean pre test dan post test atau terjadi peningkatan setelah diberikan tai chi. Dan didapatkan nilai p value 0.0001 > 0.05 terdapat pengaruh pemberian tai chi terhadap nilai ABI pada responden diabetes melitus dengan perokok.
6. Analisis perbedaan rata-rata sebelum dan sesudah diberikan tai chi pada responden diabetes non perokok di Kota Bima tahun 2022.
Tabel 6.
Analisis Perbedaan Rata-Rata Sebelum Dan
Sesudah Diberikan Tai Chi Pada Responden Diabetes Non Perokok Di Kota Bima
Tahun 2022
Test |
n |
Statistik deskriptif |
Paired t - test |
||
mean (Std. D) |
t |
df |
α |
||
Pre-test |
55 |
1.06 (0.15) |
-2.674 |
54 |
0.01 |
Post-test |
55 |
1.13 (0.20) |
Berdasarkan hasil penelitian didapatkan nilai mean pada pre-test 1.06 dan nilai ini lebih kecil dari nilai post-test yaitu sebesar 1.13 menandakan terdapat perbedaan atau terjadi peningkatan setelah diberikan perlakuan. Dan didapatkan nilai p value 0.01 > 0.05 terdapat pengaruh pemberian tai chi terhadap nilai ABI pada responden diabetes melitus non perokok.
B. Pembahasan
1. Karakteristik responden diabetes melitus dengan perokok dan non perokok di Kota Bima tahun 2022
Berdasarkan tabel 1 responden diabetes dengan perokok, sebagian besar berusia masa lansia akhir 56-65 tahun sebanyak 24 orang (53.3%) dan responden non perokok masa lansia akhir 56-65 tahun sebanyak 25 orang (45.5%).
Hal ini sesuai yang dikemukakan (Smeltzer Suzane C, 2002) yang menyatakan usia > 45 tahun fungsi organ tubuh semakin menurun, hal ini diakibatkan aktivitas sel beta pancreas untuk menghasilkan insulin berkurang. DM pada usia lanjut cenderung meningkat, dikarenakan DM pada usia lanjut bersifat multifactorial yang dipengarui faktor ekstrinsik dan instrinsik. Usia merupakan salah satu faktor yang bersifat mandiri dalam pengaruhnya terhadap perubahan toleransi tubuh terhadap glukosa. Umumnya pasien diabetes pada usia lanjut 90% termasuk diabetes tipe II dan berusia >45 tahun (Gustiyani, 2006).
Damayanti memaparkan bahwa faktor risiko menyandang DM tipe II adalah usia diatas 30 tahun, hal ini karena adanya penurunan anatomis, fisiologis, dan biokimia (Damayanti, 2015). Risiko diabetes meningkat sejalan dengan pertambahan usia. Keadaan tersebut terjadi karena semakin tinggi usia seseorang maka aktivitas olahraga berkurang, penurunan kekuatan otot, dan mengalami kenaikan berat badan. Sehingga peneliti berasumsi bahwa penyandang diabetes melitus banyak ditemukan pada usia 51-60 tahun disebabkan seiring proses penuaan terjadi pula penurunan fungsi sel atau organ tubuh seperti sel β pankreas yang berfungsi memproduksi insulin sehingga dapat menyebabkan gangguan pada kinerja atau produksi insulin yang berdampak pada intolerasi glukosa.
Jenis kelamin responden diabetes dengan perokok hampir seluruhnya laki-laki sebanyak 44 orang (97.8%) dan jenis kelamin responden non perokok hampir seluruhnya responden perempuan sebanyak 54 orang (98.2%). Laki-laki perokok yang mengonsumsi lebih dari dua bungkus rokok dalam sehari berpotensi 45% lebih tinggi mengalami komplikasi diabetes bila dibandingkan laki-laki non perokok. Namun, perempuan mengonsumsi lebih dari 40 batang rokok dalam sehari berpotensi mengalami komplikasi diabetes yang bisa mencapai 75% lebih tinggi dibandingkan dengan perempuan non perokok (Sliwinska-Mosson, M., & Milnerowicz, 2017).
Riwayat merokok sebagian besar responden perokok >6 tahun (lebih dari 6 tahun) sebanyak 32 orang (71.1%),
Penyumbatan pembuluh darah yang terjadi pada pasien diabetes melitus yang memiliki riwayat atau kebiasaan merokok disebabkan oleh kandungan racun yang terkandung dalam rokok. Perokok membuka dirinya terhadap resiko serius perkembangan PAP. Penggunan produk tembakau dikaitkan dengan peningkatan perkembangan aterosklerosis serta peningkatan risiko amputasi (ADA (American Diabetes Association), 2016). Merokok dengan durasi yang konsisten menjadi faktor risiko PAP khususnya di ekstremitas bawah. Keparahan PAP meningkat pada pasien dengan peningkatan jumlah rokok yang dikonsumsi (Kamil, S., Sehested, T.S.G., Carlson, 2019).
Pola kebiasaan makan hampir seluruh responden perokok tidak melakukan diit sebanyak 38 orang (84.4%), dan pola makan hampir seluruh responden non perokok juga tidak melakukan diit sebanyak 47 orang (85.5%). Kebiasaan hidup modern mengonsumsi makanan instan yang tinggi lemak, gula dan pengawet sering dilakukan oleh seseorang dengan gaya hidup stress. Gangguan ini sering dikaitkan dengan kebiasaan gaya hidup modern seperti berkurangnya aktivitas fisik, diet, obesitas, kebiasaan merokok, dan faktor genetic (Lotfy, M., Adeghate, J., Kalasz, H., Singh, J., dan Adeghate, 2017).
Lama
menderita penyakit hampir seluruh responden perokok >6 tahun (lebih dari 6
tahun) sebanyak 38 orang (84.4%), dan pada responden non perokok hampir seluruh
responden >6 tahun (lebih dari 6 tahun) sebanyak 42 orang (76.4%). Lama menderita DM akan semakin
meningkatkan terjadinya komplikasi berupa kerusakan pembuluh darah di seluruh
tubuh sehingga makin memperberat gangguan fungsi organ-organ vital. Dalam
rentang waktu yang cukup lama, kadar glukosa dalam darah akan merusak dinding
pembuluh darah kapiler yang berhubungan langsung ke saraf.
Lama menderita DM tipe 2 menyebabkan
terjadinya komplikasi. Penyebab yang spesifik dan patogenesis setiap jenis
komplikasi masih terus diselidiki, namun peningkatan kadar glukosa darah
berperan dalam proses terjadinya kelainan neuropatik, komplikasi mikrovaskuler
dan sebagai faktor resiko terjadinya komplikasi makrovaskuler. Seiring dengan
komplikasi yang terjadi maka semakin lama durasi menderita DM maka semakin
tinggi pula kejadian komplikasi yang dialami oleh penderita. Dalam jangka waktu
yang cukup lama, kadar glukosa dalam darah akan merusak dinding pembuluh darah
kapiler yang berhubungan langsung ke saraf (Smeltzer,
S. C. ,Bare, 2008).
Riwayat konsumsi obat diabetes melitus sebagian besar responden perokok sebanyak 25 orang (55.6%) dan sebagian mengkonsumsi obat diabetes mellitus dan hipertensi, kemudian pada responden non perokok sebagian besar responden mengkonsumsi obat diabetes sebanyak 30 orang (54.5%), dan sebagian mengkonsumsi obat diabetes mellitus dan hipertensi sebanyak 25 orang (45.5%). Mengkonsumsi obat salah satu dalam penatalaksanaan 5 pilar pengendalian DM tipe 2 ini dapat diterapkan sebagai upaya mencegah komplikasi dan meningkatkan kualitas hidup. Penatalaksanaan 5 pilar pengendalian DM meliputi diet, pengobatan farmakologi, latihan fisik, edukasi dan monitor kadar gula darah (Suciana & Arifianto, 2019).
2. Efektifitas senam tai chi terhadap nilai angkle brachial indeks pada pasien diabetes melitus tipe 2 dengan perokok
Berdasarkan
pada tabel 3 sebagian besar responden diabetes dengan perokok memiliki nilai
ABI dalam kategori PAD ringan yaitu sebanyak 23 orang (51.1%), dan sebagian
kecil mengalami abnormal sebanyak 6 orang (13.3%), PAD sedang sebanyak 2 orang
(4.4%). Setelah diberikan tai chi terjadi peningkatan jumlah responden dalam
kategori nilai ABI normal bertambah 23 orang menjadi sebanyak 37 orang (82.2%).
Dan didapatkan nilai p value 0.0001 yang berarti tai chi memiliki pengaruh
dalam mengontrol nilai ABI.
Gangguan sirkulasi darah pada kaki dapat dideteksi melalui pemeriksaan nilai ankle brachial pressure index (ABPI). Pengukuran ABI merupakan tindakan yang mudah, konsisten, tepat, cepat, ekonomis dan pengukuran kuantitatif yang dapat digunakan sebagai tes awal untuk skrining dan diagnosa penyakit arteri perifer (Leardini-Tristao, dkk. 2019). Tes ini terdiri dari rasio antara tekanan darah sistolik ekstremitas bawah khususnya pergelangan kaki dan ekstremitas atas. Rasio ini merupakan perbandingan ketahanan pembuluh darah dengan salah satu faktor utamanya adalah diameter pembuluh darah. Setiap kali seseorang menghirup asap rokok, baik sengaja maupun tidak berarti menghisap lebih dari 4.000 macam racun termasuk lebih dari 60 karsinogen. Karena itu, merokok sama dengan memasukkan racun-racun ke dalam rongga mulut menuju ke paru-paru. Nikotin merupakan zat yang menyebabkan penurunan kerja insulin yang berakibat pada resistensi insulin.
Disfungsi
mitokondria, stres oksidatif, dan peradangan terlibat sebagai mekanisme yang
mendasari hilangnya sel β pancreas akibat nikotin. Kebiasaan merokok memperburuk
homeostasis glukosa dan komplikasi kronik diabetes. Merokok merupakan faktor
risiko gangguan sekresi insulin, dan ada hubungan dosis respon antara gangguan
sekresi insulin dan jumlah paparan asap rokok. Salah satu senyawa rokok yang
erat kaitannya dengan gangguan sekresi insulin adalah nikotin. Kumar dalam
penelitiannya menyatakan bahwa kebiasaan merokok adalah faktor utama yang
berkontribusi terhadap nilai ABI (Kumar, 2018).
Pada penderita diabetes melitus tipe 2, respon insulin dan C-peptida terhadap
muatan glukosa oral secara signifikan lebih tinggi pada perokok dibandingkan
non-perokok dan resistensi insulin berkorelasi positif
dengan banyaknya batang rokok dikonsumsi setiap harinya (Ghadvi, 2019).
Penyumbatan pembuluh darah yang terjadi pada pasien diabetes melitus yang
memiliki riwayat atau kebiasaan merokok disebabkan oleh kandungan racun yang
terkandung dalam rokok.
Senam tai chi merupakan suatu bentuk latihan kombinasi yang melibatkan keselarasan tubuh dan gerakan lambat terkoordinasi dengan napas dalam (Wu G, Liu W, Hitt J, 2004). Kombinasi ini melibatkan banyak elemen mental dan fisik, seperti meningkatkan elastisitas otot dan meningkatkan curah jantung. Dengan relaksasi hipothalamus akan mengatur dan menurunkan aktifitas sistem saraf simpatis dan menyebabkan dilatasi arteriolar (Glickman-Simon & Richard, 2007).
3. Efektifitas senam tai chi terhdap nilai angkle brachial indeks pada pasien diabetes meltus tipe 2 non perokok
Berdasarkan
hasil penelitian didapatkan nilai mean pada pre-test 1.06 dan nilai ini lebih kecil
dari nilai post-test yaitu sebesar 1.13 menandakan terdapat perbedaan atau
terjadi peningkatan setelah diberikan perlakuan. Dan didapatkan nilai p value 0.01 > 0.05 terdapat pengaruh
pemberian tai chi terhadap nilai ABI pada responden diabetes melitus non
perokok.
Pasien
diabetes tipe II cenderung mengalami perubahan elastisitas kapiler
pembuluh darah, penebalan dinding pembuluh darah, dan pembentukan plak atau thrombus
yang disebabkan oleh keadaan hiperglikemia sehingga menyebabkan vaskularisasi ke perifer
terhambat (Yunita dkk, 2011 dalam (Made Lasia et al., 2020)).
Penelitian yang dilakukan oleh (Ghadvi, 2019) juga membandingkan ABPI antara laki-laki perokok dan laki-laki non perokok. Hasil penelitian menguraikan perbedaan signifikan antara ABPI perokok dan non perokok. Perokok 6 kali lebih berisiko terjadinya peningkatan penyakit arteri perifer (PAP). ABI yang rendah menunjukkan beban aterosklerosis sehingga bisa bersifat independen prediktor kematian.
Peripheral Arterial Disease (PAD) adalah aterosklerosis yang terjadi pada arteri ekstremitas bawah dan juga berhubungan dengan aterotrombosis di jaringan pembuluh darah lainnya, termasuk sistem kardiovaskular dan serebrovaskular. Kejadian diabetes melitus sangat meningkatkan risiko serta mempercepat terjadinya PAD. Hal ini menjadikan pasien diabetes lebih rentan terhadap kejadian iskemik dan gangguan status fungsional dibanding pasien tanpa diabetes.
Penelitian yang dilakukan Subekti dkk dalam (Utami, 2018), menunjukkan ada pengaruh senam kaki terhadap sirkulasi darah perifer dilihat dari nilai Ankle Brachial Index (ABI) pada pasien diabetes melitus di Ruang Melati Satu RSUD Dr. Moewardi. Hasil penelitian pada saat pre test 17 responden mengalami obstruksi ringan (56,7%) dan 13 responden mengalami obstruksi sedang (43,3%). Responden setelah diberikan latihan senam kaki diabetik diketahui sembilan responden dengan sirkulasi darah perifer kategori normal (30%), dua responden dengan obstruksi ringan (6,7%), dan 19 responden dengan obstruksi sedang (63,3%).
Senam yang dilakukan pada kaki dapat memperbaiki sirkulasi darah dan memperkuat otototot kecil, seperti meningkatkan kekuatan otot betis dan otot paha. Ketika terjadi pergerakan tungkai, mengakibatkan menegangnya otot-otot tungkai dan menekan vena di sekitar otot tersebut. Hal ini akan mendorong darah kearah jantung dan tekanan vena akan menurun, mekanisme ini dikenal dengan pompa vena. Mekanisme ini akan membantu memperlancarkan peredaran darah bagian kaki dan memperbaiki sirkulasi darah. Peredaran darah yang lancar menghambat proses penebalan dari membran kapiler, peningkatan ukuran dan jumlah sel endotel kapiler, sehingga diameter lumen pembuluh darah tetap adekuat khususnya pembuluh darah kapiler.
KESIMPULAN
Melakukan senam sangat berpengaruh pada kesehatan tubuh, kekuatan jantung dan kekuatan otot jika terus dilakukan setiap hari. Selain melakukan olahraga tentunya kita wajib menjaga pola makan yang seimbang dan bergizi agar tetap mengontrol kadar gula dalam darah.
BIBLIOGRAFI
Ada (American Diabetes Association). (2016). Standards Of Medical Care In Diabetes.
Damayanti,
S. (2015). Diabetes Melitus & Penatalaksanaan Keperawatan. Nuha
Medika.
Ghadvi,
M. Dkk. (2019). Comparative Study Of Ankle-Brachial Pressure Index In Male
Smokers Of Western India. National Journal Of Physiology, Pharmacy And
Pharmacology.
Glickman-Simon
& Richard. (2007). Alternative Treatments For Hypertension.
Kamil,
S., Sehested, T.S.G., Carlson, N. Et. Al. (2019). Diabetes And Risk Of
Peripheral Artery Disease In Patients Undergoing First-Time Coronary
Angiography Between 2000 And 2012 A Nationwide Study. Bmc Cardiovasc
Disord 19, 234.
Kumar, Dkk. (2018). Determination Of Peripheral
Artery Disease Using Ankle Brachial Index. Asian Journal Of Pharmaceutics.
Lotfy,
M., Adeghate, J., Kalasz, H., Singh, J., Dan Adeghate, E. (2017). Chronic
Complications Of Diabetes Mellitus: A Mini Review. Current Diabetes Review.
13, 310.
Made
Lasia, I., Ayu, G., Agustini, R., Purwaningsih, N. K., Bina, S., & Bali, U.
(2020). Pengaruh Senam Kaki Diabetik Terhadap Ankle Brachial Index (Abi) Pada
Pasien Diabetes Mellitus Tipe Ii Di Puskesmas Ii Denpasar Selatan The Effect Of
Diabetic Foot Exercise On Ankle Brachial Index (Abi) In Patients Of Diabetes
Mellitus Type Ii In Public H. Jurnal Keperawatan Terapan (E-Journal), 06(01),
24426873.
Martiningsih,
M., & Haris, A. (2019). Risiko Penyakit Kardiovaskuler Pada Peserta Program
Pengelolaan Penyakit Kronis (Prolanis) Di Puskesmas Kota Bima: Korelasinya
Dengan Ankle Brachial Index Dan Obesitas. Jurnal Keperawatan Indonesia, 22(3),
200208. Https://Doi.Org/10.7454/Jki.V22i3.880.
Sliwinska-Mosson,
M., & Milnerowicz, H. (2017). The Impact Of Smoking On The Development Of
Diabetes And Its Complications. Diabetes And Vascular Disease Research, 14(4),
265276. Https://Doi.Org/Https://Doi.Org/10.1177/1479164117701876.
Smeltzer,
S. C. ,Bare, B. G. (2008). Medical Surgical Nursing Brunner & Suddarth.
Lippincott Williams & Wikins.
Smeltzer
Suzane C, B. B. (2002). Buku Ajar Keperawatan Medical Bedah. ,Volume 2,
Edisi 8, Alih Bahasa Dr. Andri Hartono Et Al. Egc.
Suciana,
F., & Arifianto, D. (2019). Penatalaksanaan 5 Pilar Pengendalian Dm
Terhadap Kualitas Hidup Pasien Dm Tipe 2 Kata Kunci : Kualitas Hidup ,
Diabetes Melitus Management 5 Pillar Dm Control Of Quality Of Life Of Dm Type 2
Patients Pendahuluan. 9(4), 311318.
Utami,
I. T. (2018). Pengaruh Senam Kaki Diabetes Terhadap Nilai Ankle Brachial
Index ( Abi ) Dan Nilai Ipswich Touch Test ( Iptt ) Pada Pasien Dm Tipe 2 The
Efffectiveness Of Diabetes Foot Exercise Intervention On Ipswich Touch Test (
Iptt ) In Diabetes Mellitus Patients Typ. 3(2).
Wu
G, Liu W, Hitt J, M. D. (2004). Spatial, Temporal And Muscle Action Patterns Of
Tai Chi Gait. J Electromyogr Kinesiol, 14(3), 34354.
Yulianti,
A. (2020). Senam Tai Chi Efektif Menurunkan Tekanan Darah, Kadar Gula, Dan
Meningkatkan Kualitas Tidur Pada Lansia. Physiotherapy & Health Science
(Physiohs), 2(1), 6572.
Https://Doi.Org/10.22219/Physiohs.V2i1.10535.