Jurnal Health Sains: p–ISSN: 2723-4339 e-ISSN: 2548-1398

Vol. 1, No. 6, Desember 2020                                           

 

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEKAMBUHAN PASIEN SKIZOFRENIA DI PUSKESMAS SEPATAN DAN PUSKESMAS KEDAUNG BARAT TAHUN 2019

 

Siti Mashfupah

Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan (STIKes) YATSI Tangerang Banten, Indonesia Email: sitimashfupah94@gmail.com

 

INFO ARTIKEL

ABSTRAK

Tanggal diterima: 5 Desember 2020

Tanggal revisi: 15 Desember 2020

Tanggal yang diterima: 25

  desember 2020                         

Desain penelitian metode korelasi dengan pendekatan cross sectional. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh pasien skizofenia di Puskesmas Sepatan dan Puskesmas Kedaung Barat Kabupaten Tangerang tahun 2020, yaitu sebanyak 97 orang. Sampel diambil berdasarkan total populasi yaitu sebanyak 97 responden. Penelitian ini menggunakan analisis univariat dan bivariat dengan uji koefisien korelasi. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan dan tingkat hubungan antara dua variable atau lebih tanpa ada upaya untuk mempengaruhi variable tersebut sehingga tidak terdapat manipulasi variable. Hasil berdasarkan analisis univariat dari 97 orang, mayoritas skizofenia yang tidak kambuh sebesar 51,5%, faktor genetik ya sebesar 61,9%, kepatuhan minum obat yang patuh sebesar 60,8%, pengetahuan keluarga yang baik sebesar 54,6%, dukungan keluarga baik sebesar 60,8% dan dukungan tenaga kesehatan yang baik sebesar 68%. Hasil analisis bivariat dengan uji koefisien korelasi didapat ada hubungan antara faktor genetik (p-value 0,001), kepatuhan minum obat (p-value 0,000), pengetahuan keluarga (p-value 0,000), dukungan keluarga (p-value 0,001), dan dukungan tenaga kesehatan (p- value 0,029), dengan kekambuhan pasien skizofenia. Kesimpulan Berdasarkan hasil koefisien korelasi didapatkan nilai tingkat hubungan tertinggi yaitu pada kepatuhan minum obat (r = 0,743). Saran diharapkan tenaga kesehatan untuk meningkatkan frekuensi penyuluhan dan memberikan konseling kepada pasien dan keluarga pasien agar pasien dan keluarga tahu tentang kekambuhan yang dapat terjadi karena

                                                        tidak patuh minum obat.                                                      

Kata kunci:

Skizifrenia; kekambuhan;

 


Pendahuluan

WHO (World Health Organization) menyatakan bahwa masalah kesehatan jiwa semakin meningkat, di dunia tahun 2011 penyakit jiwa menempati urutan kedua setelah penyakit infeksi. WHO juga memperkirakan ada sekitar 450 juta orang di dunia yang mengalami gangguan kesehatan jiwa atau skizofrenia. Di Amerika Serikat dari 250 juta


penduduknya di perkirakan 16 juta menderita skizofrenia. Sedangkan hasil Survei Kesehatan Mental Rumah Tangga (SKMRT) tahun 2018 di Indonesia menyatakan bahwa 7 orang dari 1000 penduduk mengalami skizofrenia, itu artinya dari satu kepala keluarga maka ada satu anggota keluarga yang mengalami skizofrenia dan diperkirakan sejak awal tahun 2011 jumlah penduduk yang mengalami skizofrenia


sebesar 25% dari populasi penduduk di Indonesia (Yosep et al., 2019)

Data Provinsi Banten, berdasarkan hasil Riskesdas (2013) menunjukkan bahwa, terdapat 1,7 per 1000 orang mengalami skizofrenia atau sekitar 3.858 penduduk mengalami skizofrenia. Masalah yang dihadapi, yaitu banyaknya masyarakat yang membutuhkan pelayanan kesehatan jiwa dan masalah dalam penanganan penderita skizofrenia adalah tingginya angka kekambuhan. Jumlah penderita skizofrenia di Kabupaten Tangerang, Banten, terus meningkat. Data di Dinas Kesehatan (Dinkes) setempat menyebutkan, sejak 2017 hingga sekarang, tercatat ada 4.000 orang dengan skizofrenia (Kemenkes, 2018)

Kesehatan jiwa merupakan suatu keadaan dimana seseorang yang terbebas dari skizofrenia, dan memiliki sikap positif untuk menggambarkan tentang kedewasaan serta kepribadiannya. Meskipun skizofrenia tidak dianggap sebagai gangguan yang menyebabkan kematian secara langsung, namun beratnya gangguan tersebut akan menghambat pembangunan karena penderita tidak produktif dan tidak efisien (Al‐Hawari et al., 2017).

Skizofrenia sangat berbahaya walaupun tidak langsung menyebabkan kematian, namun akan menimbulkan penderitaan yang mendalam bagi individu dan beban yang berat bagi keluarga. Skizofrenia bukan hanya gejala kejiwaan saja tetapi sangat luas dari mulai yang ringan seperti kecemasan dan depresi, malas bekerja, sering tidak masuk kerja, tidak bisa bekerja sama dengan teman sekerja, sering marah-marah, ketagihan NAPZA, Alkohol, Rokok, kepikunan pada orang tua, Autis pada anak sampai kepada yang sangat berat seperti Skizofrenia. Beban yang ditimbulkan oleh skizofrenia sangat besar. Hasil studi Bank Dunia tahun 2008 menunjukkan, global burden of disease akibat masalah skizofrenia mencapai 8,1% jauh lebih tinggi dari tuberklosis (7,2%), kanker (5,8%),


penyakit jantung (4,4%), atau malaria (2,6%). Meski bukan penyebab utama kematian, skizofrenia merupakan penyebab utama disabilitas pada kelompok usia paling produktif, yakni antara 15-44 tahun. Dampak sosialnya sangat serius berupa penolakan, pengucilan, dan diskriminasi. Begitu pula dampak ekonomi berupa hilangnya hari produktif untuk mencari nafkah bagi penderita maupun keluarga yang harus merawat, serta tingginya biaya perawatan yang harus ditanggung keluarga maupun masyarakat (Yosep et al., 2019)

Faktor penyebab terjadinya skizofrenia bervariasi tergantung pada jenis- jenis skizofrenia yang dialami. Secara umum skizofrenia disebabkan karena adanya tekanan psikologis yang disebabkan oleh adanya tekanan dari luar individu maupun tekanan dari dalam individu. Beberapa hal yang menjadi penyebab adalah ketidaktahuan keluarga dan masyarakat terhadap jenis gangguan jiwa ini (Al‐Hawari et al., 2017).

Kejadian yang seringkali di masyarakat hingga saat ini adalah adanya keterlambatan dalam pengenalan masalah kesehatan jiwa dan keterlambatan dalam membawa pasien gangguan jiwa berobat ke fasilitas kesehatan. Keterlambatan tersebut ternyata sangat dipengaruhi oleh kurangnya keterlibatan dan dukungan keluarga pasien skizofrenia. Untuk meningkatkan keterlibatan dan dukungan keluarga maka keluarga pasien skizofrenia perlu diberdayakan. Dalam rangka hal tersebut maka keluarga membutuhkan informasi dan edukasi yang benar mengenai masalah kesehatan jiwa. Hal lain yang mempengaruhi keterlambatan penanganan adalah adanya stigma dan diskriminasi terhadap gangguan jiwa. Tidak jarang pasien gangguan jiwa mengalami pemasungan (Depkes, 2014).

Kekambuhan adalah kembalinya suatu penyakit setelah tampaknya mereda. Pada skizofrenia kronis diperkirankan mengalami kekambuhan 50% pada tahun pertama, dan 70% pada tahun kedua. Kekambuhan biasanya


terjadi karena adanya kejadian-kejadian buruk sebelum mereka kambuh dan juga dapat disebabkan oleh beberapa faktor, diantaranya faktor internal dan faktor eksternal (Suprayitno et al., 2019).

Faktor internal pencetus kekambuhan skizofrenia untuk mencegah kekambuhan pada penderita gangguan jiwa yaitu dengan melakukan program pengobatan rutin, pengobatan yang dimaksud pada penelitian ini adalah kepatuhan penderita minum obat secara rutin. Walaupun minum obat tidak menyembuhkan 100% bagi penderita, setidaknya waktu remisi penderita lebih lama dan gejala berulang terjadinya gangguan jiwa tidak terlalu parah. Pada faktor eksternal kekambuhan dapat disebabkan oleh beberapa faktor, diantaranya dukungan keluarga, kepatuhan minum obat, dukungan petugas kesehatan. Dengan kurangnya dukungan dan perhatian keluarga, maka penderita merasa dirinya terasingkan dan juga merasa rendah diri, sehingga ia lebih sering mengasingkan diri dan lebih banyak bermenung, maka dengan demikian penderita kembali memikirkan hal-hal yang di bawah alam sadarnya. Maka terjadilah kekambuhan berulang pada penderita gangguan jiwa tersebut (Suprayitno et al., 2019).

Terjadinya kekambuhan pada pasien skizofrenia tentu akan merugikan dan membahayakan pasien, keluarga, dan masyarakat. Ketika tanda-tanda kekambuhan atau relaps muncul, pasien bisa saja berperilaku menyimpang seperti mengamuk, bertindak anarkis atau yang lebih parah lagi pasien akan melukai bahkan membunuh orang lain atau dirinya sendiri. Jika hal itu terjadi masyarakat akan menganggap bahwa gangguan yang diderita pasien tersebut sudah tidak bisa disembuhkan lagi padahal terjadinya gangguan jiwa bukan hanya disebabkan oleh dari individu itu sendiri melainkan disebabkan pula oleh lingkungan sosial diamana pasien berada.


Berdasarkan hasil penelitian (Aprilis, 2017) tentang faktor-faktor yang berhubungan dengan kekambuhan pasien gangguan jiwa di Rumah Sakit Jiwa Tampan Provinsi Riau tahun 2016. Hasil penelitian menyebutkan variabel- variabel yang berhubungan dengan kekambuhan pasien gangguan jiwa adalah kepatuhan minum obat (p-value 0,001), pengetahuan keluarga (p-value 0,001), dukungan keluarga (p-value 0,004), dukungan tenaga kesehatan (p-value 0,014), efek samping obat (p-value 0,010), dan dukungan tenaga kesehatan (p- value 0,001). Begitu pula dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh (Astuti & Sari, 2018) tentang faktor-faktor yang berhubungan dengan terjadinya kekambuhan pada penderita gangguan jiwa di wilayah kerja Puskesmas Sungai Dareh Kabupaten Dharmasraya. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kepatuhan obat diperoleh p value = 0,000 (p <α), dukungan keluarga diperoleh nilai p = 0,001 (p <α), dukungan petugas kesehatan diperoleh nilai p = 0,000 (p

<α) maka dapat disimpulkan adanya faktor kepatuhan kepatuhan obat, dukungan keluarga dan dukungan petugas kesehatan dengan terjadinya kekambuhan pada penderita gangguan jiwa di Wilayah Kerja Puskesmas Sungai Dareh Kabupaten Dharmasraya.

Dari data yang diperoleh dari catatan medik di Puskesmas Sepatan, pasien skizofrenia tahun 2017 berjumlah 39 pasien. Mengalami peningkatan di tahun 2018 menjadi 45 pasien. Begitu pula di Puskesmas Kedaung Barat, pada tahun 2017 pasien skizofrenia sebanyak 30 pasien, dan mengalami peningkatan menjadi 46 pasien. Presentasi kekambuhan pasien skizofrenia di Puskesmas Sepatan sebesar 25 % perbulannya terhitung dari banyaknya pasien skizofrenia orang dan yang mengalami kekambuhan sebanyak 30 orang. Begitu pula di Puskesmas Kedaung Barat prevalensi kekambuhan pasien skizofrenia di Puskesmas Sepatan sebesar 20

% perbulannya terhitung dari banyaknya pasien   skizofrenia   48   orang   dan   yang


mengalami kekambuhan sebanyak 30 orang. Berdasarkan uraian ini maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian tentang Faktor- Faktor Yang Berhubungan Dengan Kekambuhan Pasien Skizofrenia di Puskesmas Sepatan dan Puskesmas Kedaung Barat Kabupaten Tangerang”..

 

Metode Penelitian


dan Puskesmas Kedaung Barat Kabupaten Tangerang tahun 2020.

a.      Analisis Univariat

 

Tabel 1

Distribusi Frekuensi Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Kekambuhan Pasien Skizofenia Di Puskesmas Sepatan Dan Puskesmas Kedaung Barat Kabupaten Tangerang Tahun 2020 (n = 97)


Desain penelitian   yang   digunakan                                                                          

 

Frekuensi                     

Variabel

 

 

Kekambuhan Skizofenia

Tidak Kambuh Kambuh

50

47

51,5

48,5

Jumlah

97

100

   Genetik                                                                      

Tidak

37

38,1

Ya

60

61,9

Jumlah

97

100

   Kepatuhan Minum Obat                                               

Patuh

59

60,8

Tidak patuh

38

39,2

Jumlah

97

100

   Pengetahuan Keluarga                                                  

Baik

53

54,6

Kurang baik

44

45,4

Jumlah

97

100

   Dukungan Keluarga                                                     

Baik

59

60,8

Kurang baik

38

39,2

Jumlah

97

100

   Dukungan Tenaga Kesehatan                                        

Baik

31

68

Kurang baik

66

32

Jumlah

97

100

 

 
oleh peneliti dalam penelitian ini adalah metode korelasi yaitu suatu penelitian untuk mengetahui hubungan dan tingkat hubungan antara dua variable atau lebih tanpa ada upaya untuk mempengaruhi variable tersebut sehingga tidak terdapat manipulasi variable (Notoatmodjo, 2015) Pendekatan penelitian ini menggunakan rancangan cross sectional.

Menurut (Notoatmodjo, 2015), penelitian cross sectional adalah suatu penelitian untuk mempelajari dinamika kolerasi antara faktor- faktor resiko atau variabel independen dengan efek atau variabel dependen yang diobservasi atau pengumpulan datanya sekaligus pada suatu saat yang sama.

Penelitian ini dilaksanakan di Puskesmas Sepatan dan Puskesmas Kedaung Barat Kabupaten Tangerang. Penelitian dilaksanakan pada bulan Maret – Juni 2020. Populasi adalah sekumpulan kasus yang memenuhi syarat tertentu berkaitan dengan


masalah penelitian. Populasi penelitian adalah keseluruhan objek penelitian atau objek yang diteliti (Notoatmodjo, 2015). Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh keluarga pasien skizofenia di Puskesmas Sepatan dan Puskesmas Kedaung Barat Kabupaten Tangerang tahun 2020, yaitu sebanyak 97 orang

 

Hasil dan Pembahasan

A.  Hasil Penelitian

Proses penelitian yang dilakukan ini bertujuan untuk mengetahui faktor- faktor yang berhubungan dengan kekambuhan pasien skizofenia di Puskesmas Sepatan


Berdasarkan tabel 1 di atas dapat dilihat bahwa dari 97 orang di Puskesmas Sepatan dan Puskesmas Kedaung Barat Kabupaten Tangerang tahun 2020, diketahui mayoritas dengan skizofenia yang tidak kambuh sebannyak 50 orang (51,5%), faktor

genetik ya sebanyak 60 orang (61,9%), kepatuhan minum obat yang patuh sebanyak

59 orang (60,8%), pengetahuan keluarga yang baik sebanyak 53 orang (54,6%), dukungan keluarga baik sebanyak 59 orang (60,8%) dan dukungan tenaga kesehatan yang baik sebanyak 66 orang (68%).

b.     Hasil Bivariat


Uji normalitas merupakan uji yang dilakukan terhadap data hasil penelitian untuk mengetahui apakah data yang telah dibuat berdistribusi normal atau tidak. Uji normalitas bisa memakai uji Kolmogorov-Smirnov atau Shapiro-Wilk dengan syarat apabila sampel >

50 maka uji normalitas menggunakan uji Kolmogorov-Smirnov, namun apabila sampel

< 50 maka uji normalitas menggunakan uji Shapiro-Wilk. Hasil dari uji normalitas untuk menentukan nilai apa yang dipakai, apabila hasil berdistribusi normal maka nilai yang digunakan yaitu nilai mean, dan apabila berdistribusi tidak normal maka nilai yang digunakan yaitu median.

Hasil dari uji normalitas pada penelitian ini untuk mengetahui apakah variabel kepatuhan minum obat, pengetahuan keluarga, dukungan keluarga, dan dukungan tenaga kesehatan terhadap Kekambuhan Pasien Skizofenia berdistribusi normal atau tidak, sebagai berikut di bawah ini :

 

 

One-Sample

   Kolmogorov-Smirnov Test                                                  

 

 

Kepatuhan

 

Pengeta huan

Dukung an

_Keluar

                                                                        ga                          

Dukungan

_ Nakes

N

 

97

97

97

97

 

Mean

23.07

10.32

30.29

11.48

Nor mal Para met ersa,

b

                                                                                Std.

Dev iati on

 

4.151

 

1.469

 

3.705

 

.843

 

Absolute

.155

.225

.201

.389

Most Extre me Differ

  ences                                                                                   

                                                                                Positive

 

.155

 

.126

 

.147

 

.270

                                                                              

Negative

-.088

-.225

-.201

-.389

Kolmogorov-Smirnov

  Z                                                                                         

1.527

2.214

1.979

3.835

Asymp. Sig. (2-

  tailed)                                                                                  

.019

.000

.001

.000

 

Berdasarkan tabel 2 diketahui pada point a bahwa data berdistribusi normal dengan nilai uji normalitas Kolmogorov-Smirnov Z. Hal ini menandakan bahwa kepatuhan minum obat, pengetahuan keluarga, dukungan keluarga, dan dukungan tenaga kesehatan terhadap Kekambuhan Pasien Skizofenia


berdistribusi normal. Dengan demikian maka nilai yang digunakan yaitu mean.

 

Tabel 3

Hubungan Faktor Genetik Dengan Kekambuhan Pasien Skizofenia Di Puskesmas Sepatan Dan Puskesmas Kedaung Barat

       Kabupaten Tangerang Tahun 2020      

 

                                          Kekambuhan                                         

Genetik

Ya

 

Tidak

Jumlah

P

value

Ko Re La

                                                                                                             Si    

 

                       n       

%       

n       

%       

n       

%

0,0001

0,3

37

     Tidak      

27      

73      

10      

27      

37     

100

 

      Ya        

23    

38,3     

37     

61,7     

60     

100

 

 

     Total      

50    

51,5     

47     

48,5     

97     

100                           

 

 

 

Berdasarkan tabel 3 diketahui bahwa, pada pasien skizofenia yang tidak ada faktor genetik dari 37 orang, sebagian besar pasien dengan yang mengalami kekambuhan yaitu sebanyak 27 orang (73%). Sedangkan pada pasien skizofenia yang ada faktor genetik dari

60 orang, sebagian besar pasien yang mengalami kekambuhan yaitu sebanyak 37 orang (61,7%).

Hasil uji statistik dengan korelasi diperoleh p-value = 0,001 artinya p < α (0,05), maka dapat disimpulkan bahwa, adanya hubungan yang signifikan antara faktor genetik dengan kekambuhan pasien skizofenia di Puskesmas Sepatan dan Puskesmas Kedaung Barat Kabupaten Tangerang tahun 2020. Berdasarkan nilai koefisien korelasi diperoleh nilai r = 0,337, artinya faktor genetik memiliki hubungan positif terhadap kekambuhan pasien skizofenia, dengan tingkat kekuatan hubungan yang rendah.


Tabel 4

Hubungan Faktor Kepatuhan Minum Obat Dengan Kekambuhan Pasien Skizofenia Di Puskesmas Sepatan Dan Puskesmas Kedaung Barat Kabupaten

                Tangerang Tahun 2020               

 

                                           Kekambuhan                                         

Kepatuhan minum obat

Tidak

Ya

 

Jumlah

P

value

Ko Re La

                                                                                                                      Si    

 

                            n       

%       

n       

%       

n       

%

0,000

0,7

43

      Patuh        

48     

81,4     

11     

337     

59     

100

 

Tidak

       patuh                                                                 

2

5,3

36

94,7

38

100

 

 

       Total        

50     

51,5     

47     

48,5     

97     

100                         

 

 

 

Berdasarkan tabel 4 diketahui bahwa, pada pasien skizofenia yang patuh minum obat dari 59 orang, sebagian besar pasien dengan yang tidak mengalami kekambuhan yaitu sebanyak 48 orang (81,4%). Sedangkan pada pasien skizofenia yang tidak patuh minum obat dari 38 orang, sebagian besar pasien yang mengalami kekambuhan yaitu sebanyak 36 orang (94,7%).

Hasil uji statistik dengan korelasi diperoleh p-value = 0,000 artinya p < α (0,05), maka dapat disimpulkan bahwa, adanya hubungan yang signifikan antara kepatuhan minum obat dengan kekambuhan pasien skizofenia di Puskesmas Sepatan dan Puskesmas Kedaung Barat Kabupaten Tangerang tahun 2020. Berdasarkan nilai koefisien korelasi diperoleh nilai r = 0,743, artinya kepatuhan minum obat memiliki hubungan positif terhadap kekambuhan pasien skizofrenia, dengan tingkat kekuatan hubungan yang tinggi.


Tabel 5

Hubungan Faktor Pengetahuan Keluarga Dengan Kekambuhan Pasien Skizofenia Di Puskesmas Sepatan Dan Puskesmas Kedaung Barat Kabupaten Tangerang

                         Tahun 2020                        

 

                                           Kekambuhan                                         

Pengetahua Keluarga

Tidak

Ya

 

Jumlah

P

value

Ko Re La

                                                                                                                      Si    

 

                             n       

%       

n       

%       

n       

%

0,000

0,5

25

       Baik         

40     

75,5     

13     

24,5     

53     

100

 

Kurang

        baik                                                                 

10

22,7

34

77,3

44

100

 

 

       Total         

50     

51,5     

47     

48,5     

97     

100                         

 

 

 

Berdasarkan tabel 5 diketahui bahwa, pada pengetahuan keluarga yang baik dari 53 orang, sebagian besar pasien dengan yang tidak mengalami kekambuhan yaitu sebanyak

40 orang (75,5%). Sedangkan pada pengetahuan keluarga yang kurang baik obat dari 44 orang, sebagian besar pasien yang mengalami kekambuhan yaitu sebanyak 34 orang (77,3%).

Hasil uji statistik dengan korelasi diperoleh p-value = 0,000 artinya p < α (0,05), maka dapat disimpulkan bahwa, adanya hubungan yang signifikan antara pengetahuan keluarga dengan kekambuhan pasien skizofenia di Puskesmas Sepatan dan Puskesmas Kedaung Barat Kabupaten Tangerang tahun 2020. Berdasarkan nilai koefisien korelasi diperoleh nilai r = 0,525, artinya pengetahuan keluarga memiliki hubungan positif terhadap kekambuhan pasien skizofrenia, dengan tingkat kekuatan hubungan yang sedang.


Tabel 6

Hubungan Faktor Dukungan Keluarga Dengan Kekambuhan Pasien Skizofenia Di Puskesmas Sepatan Dan Puskesmas Kedaung Barat Kabupaten Tangerang

                         Tahun 2020                        

 

                                           Kekambuhan                                          

Dukungan Keluarga

Tidak

 

Ya

Jumlah

P

value

Ko Re La

                                                                                                                      Si    

 

                            n      

%       

n        

%        

n       

%

0,001

0,3

21

       Baik         

38    

64,4    

21     

0,525     

59     

100

 

Kurang

       baik                                                                  

12

31,6

26

68,4

38

100

 

 

       Total         

50    

51,5    

47     

48,5     

97     

100                        

 

 

 

Berdasarkan tabel 6 diketahui bahwa, pada dukungan keluarga yang baik dari 59 orang, sebagian besar pasien dengan yang tidak mengalami kekambuhan yaitu sebanyak 38 orang (64,4%). Sedangkan pada dukungan keluarga yang kurang baik dari 38 orang, sebagian besar pasien yang mengalami kekambuhan yaitu sebanyak 26 orang (68,4%).

Hasil uji statistik dengan korelasi diperoleh p-value = 0,001 artinya p < α (0,05), maka dapat disimpulkan bahwa, adanya hubungan yang signifikan antara dukungan keluarga dengan kekambuhan pasien skizofenia di Puskesmas Sepatan dan Puskesmas Kedaung Barat Kabupaten Tangerang tahun 2020. Berdasarkan nilai koefisien korelasi diperoleh nilai r = 0,321, artinya dukungan keluarga memiliki hubungan positif terhadap kekambuhan pasien skizofrenia, dengan tingkat kekuatan hubungan yang rendah.


Tabel 7

Hubungan Faktor Dukungan Tenaga Kesehatan Dengan Kekambuhan Pasien Skizofenia Di Puskesmas Sepatan Dan Puskesmas Kedaung Barat Kabupaten

                Tangerang Tahun 2020              

 

                                           Kekambuhan                                          

Dukungan Tenaga

Tidak

 

Ya

Jumlah

P

value

Ko Re La

                                                                                                                      Si    

 

                            n       

%       

n        

%        

n       

%

0,029

0,2

22

       Baik        

21     

67,7     

10     

0,321     

31     

100

 

Kurang

       baik                                                                  

29

43,9

37

56.1

66

100

 

 

       Total        

50     

51,5     

47     

48,5     

97     

100                        

 

 

 

Berdasarkan tabel 7 diketahui bahwa, pada dukungan tenaga kesehatan yang baik dari 31 orang, sebagian besar pasien dengan yang tidak mengalami kekambuhan yaitu sebanyak 21 orang (67,7%). Sedangkan pada dukungan tenaga kesehatan yang kurang baik dari 66 orang, sebagian besar pasien yang mengalami kekambuhan yaitu sebanyak 37 orang (56,1%).

Hasil uji statistik dengan korelasi diperoleh p-value = 0,029 artinya p < α (0,05), maka dapat disimpulkan bahwa, adanya hubungan yang signifikan antara dukungan tenaga kesehatan dengan kekambuhan pasien skizofenia di Puskesmas Sepatan dan Puskesmas Kedaung Barat Kabupaten Tangerang tahun 2020. Berdasarkan nilai koefisien korelasi diperoleh nilai r = 0,222, artinya dukungan tenaga kesehatan memiliki hubungan positif terhadap kekambuhan pasien skizofrenia, dengan tingkat kekuatan hubungan yang rendah.

 

B.   Pembahasan

Berdasarkan hasil penelitian diketahui p-value = 0,001 artinya p < α (0,05), maka dapat disimpulkan bahwa, adanya hubungan yang signifikan antara faktor genetik dengan kekambuhan pasien skizofenia di Puskesmas Sepatan dan Puskesmas Kedaung Barat Kabupaten


Tangerang tahun 2020. Berdasarkan nilai koefisien korelasi diperoleh nilai r = 0,337, artinya faktor genetik memiliki hubungan positif terhadap kekambuhan pasien skizofenia, dengan tingkat kekuatan hubungan yang rendah.

Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh (Herniati, 2018) tentang faktor yang berhubungan dengan kasus skizofrenia. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari hasil uji statistik diketahui adanya hubungan yang signifikan antara genetik (p- value 0,025) dengan skizofrenia pada pasien di ruang rawat inap Rumah Sakit Khusus Jiwa Soeprapto Provinsi Bengkulu.

Hasil penelitian ini sesuai dengan pernyataan (Maramis, 2013) yang menyatakan bahwa Faktor genetik juga berperan dalam pravelensi gangguan skizofrenia. Pravelensi angka kesakitan bagi saudara tiri adalah 0,9-1,8%; bagi saudara kandung adalah 7-15%; bagi anak dengan salah satu orang tua yang menderita skizofrenia adalah 7-16%; bagi kedua orang tua menderita skizofrenia 40-60%; bagi kembar dua telur (heterozigot) adalah 2 15%; bagi kembar satu telur (monozigot) adalah 61-86%.

Hal ini diperkuat dengan pernyataan (Weinstein et al., 2013) yang menyatakan bahwa Penyebab dari skizoprenia diantaranya adalah 1) Biologi: yaitu genetik, neurobiologi, ketidak seimbangan neurotransmitter (peningkatan dopamin), perkembangan otak dan teori virus. 2) Psikologis: Kegagalan memenuhi tugas perkembangan psikososial dan ketidak harmonisan keluarga meningkatkan resiko skizofrenia. Stressor sosiokultural, stress yang menumpuk dapat menunjang terhadap awitan skizofrenia dan gangguan psikotik lainnya.

Begitu pula dengan pernyataan (Semiun, 2010) bahwa tidak ada keraguan tentang komponen genetik yang kuat untuk


skizofrenia terhadap mereka yang memiliki hubungan kekerabatan langsung dengan riwayat skizofrenia atau penyakit psikiatris lainnya           (misalnya,                      gangguan schizoaffective, gangguan bipolar, depresi, dll) memiliki peningkatan risiko yang signifikan untuk mengembangkan skizofrenia dari populasi umum. Namun, studi kembar telah menunjukkan bahwa transmisi genetik sederhana jauh dari keseluruhan silsilah-jika anak kembar identik memiliki skizofrenia, risiko untuk anak kembar lain (yang memiliki gen yang sama persis seperti saudaranya) hanya sekitar 50%. Hal ini menunjukkan kompleksitas genetika dan lingkungan yang belum dipahami dengan baik, bukan hanya mengenai kasus kehadiran satu atau beberapa gen dalam tubuh secara otomatis memiliki risiko tertentu untuk mengembangkan skizofrenia.

Menurut peneliti adanya hubungan antara faktor genetik dengan kekambuhan pasien skizofenia dikarenakan biar bagaimanapun faktor genetik mempunyai peranan penting dalam masalah penyakit gangguan jiwa ini. Orangtua yang menderita skizofrenia lebih mungkin menularkan gangguan jiwanya pada anak- anaknya melalui praktek membesarkan anak yang salah ketimbang melalui gen- gen yang kurang baik.

Berdasarkan hasil penelitian diketahui p-value = 0,000 artinya p < α (0,05), maka dapat disimpulkan bahwa, adanya hubungan yang signifikan antara kepatuhan minum obat dengan kekambuhan pasien skizofenia di Puskesmas Sepatan dan Puskesmas Kedaung Barat Kabupaten Tangerang tahun 2020. Berdasarkan nilai koefisien korelasi diperoleh nilai r = 0,743, artinya kepatuhan minum obat memiliki hubungan positif terhadap kekambuhan pasien skizofrenia, dengan tingkat kekuatan hubungan yang tinggi.


Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh (Aprilis, 2017) tentang faktor-faktor yang berhubungan dengan kekambuhan pasien gangguan jiwa di Rumah Sakit Jiwa Tampan Provinsi Riau tahun 2016. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari hasil uji statistik diketahui adanya hubungan yang signifikan antara kepatuhan minum obat (p-value 0,001) dengan skizofrenia pada pasien di Rumah Sakit Jiwa Tampan Provinsi Riau.

Hasil penelitian ini juga sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh (Hardisal, 2017) tentang faktor yang berhubungan dengan kekambuhan penderita skizofrenia di Rumah Sakit Jiwa Tampan Provinsi Riau. Hasil penelitian menunjukkan bahwa adanya hubungan antara kepatuhan minum obat (p-value 0,001) dengan skizofrenia pada pasien di Rumah Sakit Jiwa Tampan Provinsi Riau.

Hasil penelitian ini sesuai dengan pernyataan (Fenton et al., 2015) yang menyatakan bahwa Kepatuhan merupakan suatu proses yang sangat dipengaruhi oleh lingkungan tempat pasien tinggal, tenaga kesehatan, dan kepedulian sistem kesehatan. Kepatuhan juga berhubungan dengan cara yang ditempuh oleh pasien dalam menilai kebutuhan pribadi untuk pengobatan berbagai kompetisi yang diperlukan, diinginkan, dan perhatian (efek samping, cacat, kepercayaan, biaya, dan lain-lain). Kepatuhan tidak hanya dipengaruhi oleh pasien, kepatuhan dipengaruhi juga oleh tenaga kesehatan yang tersedia, pemberian pengobatan yang kompleks, sistem akses dan pelayanan kesehatan.

Hal ini diperkuat dengan pernyataan (Gunawan, 2012) yang menyatakan bahwa Ketidakpatuhan dalam meminum obat akan meningkatkan risiko kekambuhan hingga 92%. Harus dikatakan bahwa pasien yang teratur minum obat selama 1 tahun pun


tetap dapat jatuh dalam kondisi kekambuhan, walaupun kekambuhan baru bisa terjadi setelah putus obat selama beberapa minggu hingga bulan, hanya saja jika pasien patuh terhadap pengobatan maka waktu remisi atau bebas gejala dapat bertahan lebih lama dan gejala kekambuhan tidak akan seburuk episode pertama skizofrenia.

Menurut peneliti kepatuhan minum obat pasien gangguan jiwa akan memberikan dampak yang baik pada pasien tersebut karena dengan adanya kepatuhan minum obat maka pasien tersebut bisa sembuh, setidaknya bisa melakukan interaksi dengan orang lain. Kepatuahn tersebut, tidak lepas dari peran keluarga, sehingga pasien yang patuh pada pengobatan akan memberikan suatu kesembuhan pada seorang pasien. Dengan kepatuhan minum obat ini, pasien tidak akan dirawat lagi di rumah sakit, hanya perlu perawatan jalan di Puskesmas. Pada penelitian ini kebanyakan responden patuh dalam minum obat sehingga bisa mengurangi terjadinya kemungkinan resiko keparahan pada pasien tersebut.

Berdasarkan hasil penelitian diketahui p-value = 0,000 artinya p < α (0,05), maka dapat disimpulkan bahwa, adanya hubungan yang signifikan antara pengetahuan keluarga dengan kekambuhan pasien skizofenia di Puskesmas Sepatan dan Puskesmas Kedaung Barat Kabupaten Tangerang tahun 2020. Berdasarkan nilai koefisien korelasi diperoleh nilai r = 0,525, artinya pengetahuan keluarga memiliki hubungan positif terhadap kekambuhan pasien skizofrenia, dengan tingkat kekuatan hubungan yang sedang.

Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh (Hardisal, 2017) tentang faktor yang berhubungan dengan kekambuhan penderita skizofrenia di Rumah Sakit Jiwa Tampan Provinsi Riau. Hasil penelitian menunjukkan bahwa


adanya hubungan antara pengetahuan keluarga (p-value 0,037) dengan skizofrenia pada pasien di Rumah Sakit Jiwa Tampan Provinsi Riau.

Hasil penelitian ini juga sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh (Pratama et al., 2018) tentang faktor-faktor yang berhubungan dengan keluarga pasien terhadap kekambuhan skizofrenia di badan layanan umum daerah (BLUD) Rumah Sakit Jiwa Aceh. Hasil penelitian menunjukkan bahwa adanya hubungan antara pengetahuan keluarga (p-value 0,011) dengan skizofrenia pada pasien di badan layanan umum daerah (BLUD) Rumah Sakit Jiwa Aceh.

Hasil penelitian ini sesuai dengan pernyataan (Ryandini et al., 2011) yang menyatakan bahwa Perawatan di rumah sakit tidak akan bermakna bila tidak dilanjutkan dengan perawatan di rumah, untuk dapat melakukan perawatan secara baik dan benar keluarga perlu memiliki bekal yaitu pengetahuan mengenai penyakit yang dialami oleh pasien. Hal ini mengingat bahwa pasien skizofrenia mengalami berbagai kemunduran, salah satunya yaitu fungsi kognitif, sehingga orang terdekat pasien dalam hal ini keluarga memiliki peran yang sangat penting.

Menurut peneliti adanya hubungan antara pengetahuan keluarga dengan kekambuhan pasien skizofenia dikarenakan pengetahuan merupakan faktor yang sangat dominan dalam membentuk dan menciptakan perilaku. Sedangkan keluarga merupakan bagian yang paling dekat dengan pasien dalam kesehariannya, jadi bila baik pengetahuannya maka baik pula perilakunya, begitu pula perilaku mengenai kesehatan dalam perawatan terhadap anggota keluarganya sedang sakit.

Berdasarkan hasil penelitian diketahui p-value = 0,001 artinya p < α (0,05), maka dapat disimpulkan bahwa,


adanya hubungan yang signifikan antara dukungan keluarga dengan kekambuhan pasien skizofenia di Puskesmas Sepatan dan Puskesmas Kedaung Barat Kabupaten Tangerang tahun 2020. Berdasarkan nilai koefisien korelasi diperoleh nilai r = 0,321, artinya dukungan keluarga memiliki hubungan positif terhadap kekambuhan pasien skizofrenia, dengan tingkat kekuatan hubungan yang rendah.

Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh (Aprilis, 2017) tentang faktor-faktor yang berhubungan dengan kekambuhan pasien gangguan jiwa di Rumah Sakit Jiwa Tampan Provinsi Riau tahun 2016. Hasil penelitian menunjukkan bahwa adanya hubungan antara dukungan keluarga (p- value 0,004) dengan skizofrenia pada pasien di Rumah Sakit Jiwa Tampan Provinsi Riau.

Hasil penelitian ini juga sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh (Astuti & Sari, 2018) tentang faktor-faktor yang berhubungan dengan terjadinya kekambuhan pada penderita gangguan jiwa di wilayah kerja Puskesmas Sungai Dareh Kabupaten Dharmasraya. Hasil penelitian menunjukkan bahwa adanya hubungan antara dukungan keluarga (p-value 0,001) dengan terjadinya kekambuhan pada penderita gangguan jiwa.

Hasil penelitian ini sesuai dengan pernyataan (Sriyani & Sariah, 2019) yang menyatakan bahwa Keluarga merupakan faktor penting yang mempengaruhi kesehatan jiwa pasien. Jenis dukungan yang diberikan kepada pasien dalam bentuk pengambilan obat, pengawasan obat, pemantauan asupan obat dan menemani pasien untuk pergi ke pelayanan kesehatan jiwa secara teratur, serta kebutuhan dasar kehidupan lainnya seperti pendidikan, pekerjaan, dan kesehatan secara umum. Dukungan anggota keluarga merupakan


elemen utama yang penting berkaitan dengan kesembuhan pasien.

Menurut peneliti keluarga terhadap pasien perlu dilakukan secara rutin karena keluarga merupakan suatu tempat bagi pasien dalam menerima perhatian dari keluarga. Keluarga adalah lingkungan paling dekat terhadap diri pasien dan keluarga tidak dapat dipisahkan dari keluarga. Seorang pasien akan merasa senang dan tentram apabila mendapat perhatian serta dukungan dari keluarganya, karena dengan dukungan tersebut akan menimbulkan kepercayaan dirinya untuk menghadapi dan mengelola penyakit yang lebih baik. Dengan adanya dukungan keluarga yang baik, tentunya penderita mau menuruti saran- saran yang diberikan oleh keluarga untuk menunjang kesembuhan pasien tersebut.

Berdasarkan hasil penelitian diketahui p-value = 0,029 artinya p < α (0,05), maka dapat disimpulkan bahwa, adanya hubungan yang signifikan antara dukungan tenaga kesehatan dengan kekambuhan pasien skizofenia di Puskesmas Sepatan dan Puskesmas Kedaung Barat Kabupaten Tangerang tahun 2020. Berdasarkan nilai koefisien korelasi diperoleh nilai r = 0,222, artinya dukungan tenaga kesehatan memiliki hubungan positif terhadap kekambuhan pasien skizofrenia, dengan tingkat kekuatan hubungan yang rendah.

Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh (Aprilis, 2017) tentang faktor-faktor yang berhubungan dengan kekambuhan pasien gangguan jiwa di Rumah Sakit Jiwa Tampan Provinsi Riau tahun 2016. Hasil penelitian menunjukkan bahwa adanya hubungan antara dukungan tenaga kesehatan (p-value 0,014) dengan skizofrenia pada pasien di Rumah Sakit Jiwa Tampan Provinsi Riau.


Hasil penelitian ini juga sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh (Astuti & Sari, 2018) tentang faktor-faktor yang berhubungan dengan terjadinya kekambuhan pada penderita gangguan jiwa di wilayah kerja Puskesmas Sungai Dareh Kabupaten Dharmasraya. Hasil penelitian menunjukkan bahwa adanya hubungan antara dukungan keluarga (p-value 0,000) dengan terjadinya kekambuhan pada penderita gangguan jiwa.

Hasil penelitian ini sesuai dengan pernyataan (Fenton et al., 2015) yang menyatakan bahwa Faktor edukasi keluarga yang kurang oleh dokter, termasuk seperti tidak menunjukkan emosi yang berlebihan pada pasien. Hal ini mencakup apa-apa saja yang perlu dihindari pada pasien skizofrenia dan pengobatan pasien, bahkan sebuah studi yang membahas terkait pelatihan pengobatan mencakup jenis, efek samping, dan kegunaan dan menegosiasikan personal treatment dengan dokter akan meningkatkan kepatuhan.

Menurut peneliti hubungan dukungan petugas kesehatan dengan kekambuhan pada pasien gangguan jiwa merupakan salah satu faktor pokok yang perlu dilakukan. Tanpa dukungan dari petugas kesehatan yang mampu mengetahui tentang pengelolaan dan pengendalian gangguan jiwa secara baik mustahil kesembuhan akan dapat dicapai. Dukungan petugas sangatlah penting karena dukungan mereka berguna terutama saat pasien menghadapi bahwa perilaku sehat yang baru tersebut merupakan hal penting, begitu juga mereka dapat mempengaruhi perilaku pasien dengan cara menyampaikan antusias mereka terhadap tindakan tertentu dari pasien, dan secara terus menerus memberikan penghargaan yang positif bagi pasien yang telah mampu beradaptasi                            dengan            program pengobatannya. Terdapat 3 orang


dukungan petugas kesehatan berperan terjadinya gangguan jiwa diakibatkan oleh adanya faktor lain seperti kepatuhan minum obat pasien, dukungan keluarga, dan faktor lainnya. 18 orang responden dukungan petugas kesehatan tidak berperan terjadinya gangguan jiwa diakibatkan oleh kurangnya perhatian dari petugas kesehatan dalam pengobatannya pasien gangguan jiwa.

 

Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah dilakukan pada 97 orang pasien skizofenia di Puskesmas Sepatan dan Puskesmas Kedaung Barat Kabupaten Tangerang tahun 2020, maka dapat disimpulkan Berdasarkan distribusi frekuensi dari 97 orang, mayoritas skizofenia tidak kambuh sebesar 51,5%, faktor genetik ya sebesar 61,9%, kepatuhan minum obat yang patuh sebesar 60,8%, pengetahuan keluarga yang baik sebesar 54,6%, dukungan keluarga baik sebesar 60,8% dan dukungan tenaga kesehatan yang baik sebesar 68%. Ada hubungan antara faktor genetik (p-value 0,001), kepatuhan minum obat (p-value 0,000), pengetahuan keluarga (p-value 0,000), dukungan keluarga (p-value 0,001), dan dukungan tenaga kesehatan (p-value 0,029), dengan kekambuhan pasien skizofenia di Puskesmas Sepatan dan Puskesmas Kedaung Barat Kabupaten Tangerang tahun 2020. Berdasarkan hasil koefisien korelasi didapatkan nilai tingkat hubungan tertinggi yaitu pada kepatuhan minum obat (r = 0,743), yang artinya kepatuhan minum obat memiliki hubungan positif terhadap kekambuhan pasien skizofrenia, dengan tingkat kekuatan hubungan yang tinggi.

 

BIBLIOGRAFI

 

alHawari, F., Alufeishat, A., Alshawabkeh, M., Barham, H., & Habahbeh, M. (2017). The Software Engineering Of A Three


Tier  WebBased  Student  Information System (Mygju). Computer Applications In Engineering Education, 25(2), 242–

263.

 

Aprilis, N. (2017). Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Kekambuhan Pasien Gangguan Jiwa Di Rumah Sakit Jiwa Tampan Provinsi Riau Tahun 2016. Menara Ilmu, 11(77).

 

Astuti, R., & Sari, I. (2018). Pengaruh Pelatihan Dan Kompensasi Terhadap Kinerja Karyawan Pada Pt. Kemasindo Cepat Nusantara Medan. Seminar Nasional Royal (Senar), 1(1), 461–464.

 

Depkes, R. I. (2014). Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 35 Tahun 2014 Tentang Standar Pelayanan Kefarmasian Di Apotek. Jakarta: Depkes Ri.

 

Fenton, P., Gustafsson, S., Ivner, J., & Palm, J. (2015). Sustainable Energy And Climate Strategies: Lessons From Planning Processes In Five Municipalities. Journal Of Cleaner Production, 98, 213–

221.

 

Gunawan, H. (2012). Pendidikan Karakter.

Bandung: Alfabeta, 2.

 

Hardisal, R. M. (2017). Faktor Yang Berhubungan Dengan Kekambuhan Penderita Skizofrenia Di Rumah Sakit Jiwa Tampan Provinsi Riau. Menara Ilmu, 11(77).

 

Herniati, H. (2018). Improving Vocabulary Mastery Through Conceptattainment Model. E-Journal Of Elts (English Language Teaching Society), 7(3).

 

Kemenkes, R. I. (2018). Hasil Utama Riskesdas 2018. In Online) Http://Www. Depkes. Go.

Id/Resources/Download/Info- Terkini/Materi_Rakorpop_2018/Hasil% 20riskesdas (Vol. 202018).

 

Maramis, R. K. (2013). Analisis Kafein Dalam


Kopi Bubuk Di Kota Manado Menggunakan Spektrofotometri Uv-Vis. Pharmacon, 2(4).

 

Notoatmodjo, S. (2015). Promosi Kesehatan Dan Perilaku Kesehatan (Cetakan V). Jakarta: Rineka Cipta.

 

Pratama, L. D., Lestari, W., & Jailani, J. (2018). Implementasi Pendekatan Saintifik Melalui Problem Based Learning Terhadap Minat Dan Prestasi Belajar Matematika. Jmpm: Jurnal Matematika   Dan      Pendidikan Matematika, 3(1), 11–21.

 

Ryandini, F. R., Saraswati, S. H., & Meikawati, W. (2011). Faktor-Faktor Yang           Berhubungan    Dengan Kekambuhan Pada Pasien Skizofrenia Di Rumah Sakit Jiwa Daerah Dr. Amino Gondohutomo Semarang. Jurnal Keperawatan Dan Kebidanan, 1(4), 205–215.

 

Semiun, Y. (2010). Kesehatan Mental 3, Cet.

Ke-5. Yogyakarta: Penerbit Kanisius.

 

Sriyani, F., & Sariah, S. (2019). Pola Asuh Orang Tua Terhadap Karakter Anak Di Raudhatul Athfal Al-Fityah Pekanbaru. Kindergarten: Journal Of Islamic Early Childhood Education, 1(2), 133–142.

 

Suprayitno, S., Mudjanarko, S. W., Koespiadi, K., & Limantara, A. D. (2019). Studi


Penggunaan Variasi Campuran Meterial Plastik Jenis High Density Polyethylene (Hdpe) Pada Campuran Beraspal Untuk Lapis Aus Ac-Wc (Asphalt Concrete Wearing Course). Paduraksa: Jurnal Teknik Sipil Universitas Warmadewa, 8(2), 222–233.

 

Weinstein, J. N., Collisson, E. A., Mills, G. B., Shaw, K. R. M., Ozenberger, B. A., Ellrott, K., Shmulevich, I., Sander, C., Stuart, J. M., & Network, C. G. A. R. (2013). The Cancer Genome Atlas Pan- Cancer Analysis Project. Nature Genetics, 45(10), 1113.

 

Yosep, I., Mediani, H. S., Putit, Z., Hazmi, H., & Mardiyah, A. (2019). Mental Health Nurses’ Perspective Of Work-Related Violence In Indonesia: A Qualitative Study. International Journal Of Caring Sciences, 12(3), 1871–1878.

 


 

 

 

Copyright holder:

Siti Mashfupah (2020)

 

First publication right:

Jurnal Health Sains

 

This article is licensed under: