Jurnal Health Sains: p–ISSN : 2723-4339 e-ISSN : 2548-1398

Vol. 1, No. 6, Desember 2020                                           

 

HUBUNGAN FAKTOR RESIKO PEKERJAAN DENGAN KEJADIAN KATARAK DI POLI MATA RSUD MEURAXA BANDA ACEH

 

Rifdah Aprilia

Universitas Abulyatama, Aceh Besar, Indonesia Email: rifdahaprilia3006@gmail.com

 

INFO ARTIKEL

ABSTRAK

Tanggal diterima: 5 Desember 2020

Tanggal revisi: 15 Desember 2020

Tanggal yang diterima: 25

  Desember 2020                        

Kebutaan dan gangguan penglihatan merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat, dimana penyakit katarak merupakan penyebab utama kebutaan di Indonesia. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan faktor resiko pekerjaan dengan kejadian katarak di RSUD Meuraxa dengan menggunakan design penelitian case control yaitu membuat dua kelompok perbanding. Sampel di dalam penelitian ini sebanyak 63 responden yang terdiri dari 30 pasien katarak dan 33 pasien yang bukan katarak. Hasil penelitian ini di dapatkan 30 orang (47,6%) yang mengalami katarak dan 33 orang (52,4%) tidak mengalami katarak. Dari hasil analisis data didapatkan nilai P value = 0,004 (α=0,005) yang berarti Ho ditolak Ha diterima. Hal ini mennjukkan adanya hubungan faktor resiko pekerjaan dengan kejadian katarak. Hasil penelitian ini mengindikasikan pentingnya edukasi tentang pencegahan faktor resiko pekerjaan yang

                                                        dapat mengakibatkan terjadinya katarak pada masyarakat.      

Kata kunci:

Resiko Pekerjaan; Katarak; Penglihatan

 


Pendahuluan

Gangguan penglihatan dan kebutaan adalah merupakan masalah kesehatan yang sering terjadi di masyarakat. Kebutaan karna katarak atau kekeruhan lensa mata merupakan masalah kesehatan yang harus segera diatasi. Kebutaan dapat menyebabkan terganggunya atau berkurangnya kualitas sumber daya manusia dan kehilangan produktifitas. Kebutaan juga membutuhkan biaya yang cukup besar untuk pengobatan (Yunaningsih et al., 2017).

Katarak merupakan keadaan dimana lensa mata yang biasanya jernih dan bening menjadi keruh. Bila lensa mata sudah kehilangan sifat beningnya atau kejernihannya maka penglihatanpun akan ikut menjadi berkabut atau bahkan tidak dapat melihat sama sekali. Dikatakan pula bahwa katarak merupakan penyebab berkurangnya


penglihatan di dunia. Berdasarkan data yang di peroleh dari World Health Organization (WHO) katarak dapat menyebabkan kebutaan lebih dari 17 juta penduduk di dunia (Yunaningsih et al., 2017).

Diperkirakan setiap tahunnya kasus baru kebutaan karna katarak selalu bertambah sebesar 0,1% dari jumlah penduduk atau kira- kira 250.000 orang/tahun. Sementara kemampuan untuk dilakukannya operasi katarak setiap tahun dipekirakan baru mencapai 180.000/tahun. Sehingga dengan keadaan yang terus menerus seperti ini dapat membuat katarak menjadi angka kebutaan di Indonesia yang semakin lama akan semakin tinggi (Aini & Santik, 2018).

Dijumpai prevalensi katarak dari hasil pemeriksaan petugas enumerator dalam Riskesdas 2013 adalah sbesar 1,8%, data tertinggi di Provinsi Sulawesi Utara dan


terendah di DKI Jakarta. Sementara data laporan rekam medis pasien rawat jalan di poli mata Rumah sakit umum Bahteramas Provinsi Sulawesi tenggara tahun 2013 sampai 2016.

Pada tahun 2013 dijumpai sebanyak 22,23%, pada tahun 2014 yaitu sebanyak 34,57%, pada tahun 2015 sebanyak 29,16% dan pada tahun 2016 yaitu sebanyak 17,24% (Aini & Santik, 2018).

Berdasarkan studi pendahuluan tentang distribusi penderita katarak senilis rawat jalan dan rawat inap tahun 2016 di RSUD Tugurejo menyebutkan bahwa 57% penderita katarak senilis berjenis kelamin perempuan. Sedangkan berdasarkan umur dari responden yaitu usia 45-64 tahun sebesar 56,8% dan pada usia 65 tahun ke atas sebesar 42,6%. Berdasarkan jenis pekerjaan dari 141 responden, 64,5% responden bekerja diluar gedung seperti wiraswasta, petani, buruh, nelayan, kuli bangunan dan lain lain, Sementara 35,4% responden bekerja dalam gedung seperti pegawai swasta, PNS, Perawat, IRT.

Terjadinya katarak diduga karena proses multifaktor yang terdiri dari faktor instrinsik dan ekstrinsik. Faktor intrinsik seperti jenis kelamin dan umur sedangkan faktor ekstrinsik meliputi gaya hidup seperti penyakit Diabetes Mellitus, Kekurangan nutrisi, penggunaan obat, rokok, alkohol, sinar matahari dll.

Hasil penelitian (Allern et al., 2015) dijelaskan bahwa terdapat hubungan antara lama terpapar sinar matahari dengan kejadian katarak. Yaitu didapati sebanyak 64,9% penderita katarak senilis akibat terpapar sinar matahari selama mereka bekerja. Sedangkan menurut (Moffitt et al., 2011) radiasi UV akut yang intens dan terpapar secara kronis akan menentukan terjadinya katarak yang ditandai dengan mengaburnya lensa mata. Dimana semakin besar intensitas cahaya maka semakin besar pula kemungkinan terjadinya kerusakan mata (Buntoro et al., 2014). Jenis-jenis pekerjaan yang beresiko menderita katarak


akibat kerja antara lain adalah petani, nelayan, tukang las, pekerja pabrik gelas, dan lain-lain. Alasan                  terjadinya         katarak akibat pekerjaan adalah karena lamanya terkena paparan sinar matahari. (Li Tana, 2006) mengatakan bahwa pejanan sinar dengan panjang gelombang yang berdekatan dengan panjang gelombang ultraviolet/UVB 300-400 mm  berhubungan                 dengan             terjadinya perubahan kimia dan fisik pada protein dan sel epitel lensa. Lensa mata rapuh terhadap kerusakan karena lensa tidak memiliki sensor panas dan mempunyai mekanisme penyalur panas yang buruk. Pejanan pada radiasi UVB bahkan tingkat terendah yang berasal dari matahari kadang-kadang meningkatkan resiko katarak dan dicurigai berhubungan dengan terjadinya katarak jenis kortikol (Sinuraya et

al., 2018).

Mata pencaharian utama masyarakat Aceh adalah bertani, dengan tanaman pokok berupa padi, cengkeh, kelapa dan lain-lain. Sebagian masyarakat Suku Alas di Aceh bergantung hidup dari pertanian di sawah atau ladang, terutama yang hidup di kampung. Berdasarkan alasan tersebut peneliti tertarik untuk melakukan penelitian tentang hubungan factor resiko pekerjaan dengan kejadian katarak di poli mata RSUD Meuraxa Banda Aceh.

 

Metode Penelitian

Desain penelitian adalah pedoman atau prosedur serta teknik dalam perencanaan peneliti yang berguna sebagai panduan untuk menghasilkan model suatu penelitian. Pada penelitian ini dengan menggunakan metode case control yang mempelajari hubungan paparan (faktor penelitian) dan penyakit dengan cara membandingkan kelompok kasus dan kelompok kontrol. Penelitian ini dilakukan terhadap hubungan faktor resiko pekerjaan dengan kejadian katarak di poli mata RSUD Meuraxa dan pengambilan data sampel pada waktu tertentu. Lokasi penelitian adalah objek dan subjek dimana penelitian dilakukan. Pada


penelitian ini lokasi dilakukan di Poli Mata RSUD Meuraxa Banda Aceh. Waktu penelitian adalah waktu yang digunakan peneliti untuk melakukan penelitian. Penelitian ini dilakukan mulai dari bulan Januari 2020 sampai Februari 2020. Populasi merupakan subjek yang telah di tetapkan di dalam penelitan untuk mewakili populasi. Populasi pada penelitian ini adalah pasien yang berkunjung ke poli mata RSUD Meuraxa Banda Aceh, dimana populasi ini nantinya akan menjadi subjek untuk memenuhi kriteria inklusi dan ekslusi.

Sampel adalah bagian terkecil penelitian untuk mewakilkan populasi. Sampel pada penelitian ini terdiri dari kasus


40-59

Tahun

23

(7

6,7

                                 %)                                                                   

23

(69,7

%)

46

(73%)

>60

tahun

7

(2

3,3

                                 %)                                                                   

10

(30,3

%)

17

(27%)

Jumlah

30

10

0

%

33

100%

63

100%

 

Berdasarkan pada tabel 1 usia responden yang memiliki resiko mengalami katarak paling banyak adalah usia 40-59 tahun dengan jumlah 23 responden (76,7%).

 

Tabel 2

Karakteristik Responden Berdasarkan Pekerjaan


Pekerjaan

         Outdoor                                                                          

Nelayan

1

1

2

3,2%

 

Petani

 

 

12

19,0%

Buruh

5

 

8

12,7%

 

Supir

6

2

8

12,7%

Pekerjaan Indoor

 

  Guru                                                                                        

 

1

4

5

7,9%

Pekerja kantor

 

0

4

4

6,3%

Ibu Rumah

                                Tangga                                                     

5

 

21

33,3%

                                Wiraswata        

2

1     

3        

4,8%

Total

0

 

 

63

100,0%

 

 
dan kontrol. Sampel kasus adalah semua                                                                           

penderita katarak dan sampel kontrol adalah pasien yang tidak menderita katarak yang berkunjung ke Poli Mata RSUD Meuraxa Banda Aceh.

 

Hasil dan Pembahasan

A.  Hasil Penelitian

Hasil dari penelitian tentang hubungan faktor resiko pekerjaan dengan kejadian katarak telah dilakukan pengumpulan data pada bulan Januari 2020


sampai Februari 2020 di Poli Mata RSUD Meuraxa Banda Aceh. Pada penelitian ini sampel yang diperoleh berdasarkan kriteria inklusi dan ekslusi sebanyak 63 sampel, diantaranya 30 dinyatakan memiliki penyakit katarak dan 33 tidak mengalami katarak. Karakterisitik responden ini dapat dilihat berdasarkan dari usia responden, pekerjaan, durasi paparan terhadap cahaya matahari dan hubungan pekerjaan dengan katarak. Adapun hasil dari penelitian ini sebagai berikut:


Berdasarkan pada tabel 2 bahwa jenis

pekerjaan yang lebih banyak terkena katarak adalah responden yang bekerja di outdoor yaitu sebagai petani dengan jumlah 10 responden (33,4%).

 

Tabel 3

1 2

5

(16,6%)

22

(66,6%)

27

(42,9%)

3 4

4

(13,4%)

1

(3,04% )

5

(7,9%)

5 6

17

(56,6%)

10

(30%)

27

(42,9%)

>6

4

(13,4%)

0

(0%)

4

(6,3%)

Tot al

30

 

33

63

 

100%

 

 
Karakteristik Responden Berdasarakan Durasi Paparan Terhadap Cahaya


 


Tabel 1

Karakteristik Responden Berdasarkan Usia


Matahari

 

Umur

Kata rak

%

Bukan

katarak

%

Tot al

%

 

 
Berdasarkan pada tabel 3 durasi paparan cahaya matahari yang memiliki resiko lebih


tinggi terjadinya katarak adalah 5 6 jam dengan jumlah 17 responden (56,6%).

Hubungan faktor resiko pekerjaan dengan kejadian katarak di polimata RSUD Meuraxa Banda Aceh dapat dilihat pada tabel berikut:

 

Tabel 4

Hubungan Pekerjaan Dengan Kejadian Katarak

 

Frekuensi

Ya

Tidak

Nelayan

2

3,4%

3,0%

 

Petani

 

12

 

33,4%

 

6,0%

 

Buruh

 

8

 

16,6%

 

9,0%

 

Supir

 

8

 

20%

 

6,0%

 

Guru

 

5

 

3,4%

12,3%

 

                                                                            0,004                     

pekerja kantor

4

0

%

6,3%

Ibu Rumah Tangga

 

21

 

16,7

%

 

48,4%

 

Wiraswasta

 

3

 

6,7

                                                               %                                        

 

3,03%

 

Berdasarkan tabel 4 responden terbanyak yaitu pekerjaan outdoor yang bekerja sebagai petani dengan jumlah 12 responden. Hasil analisa data menggunakan uji chi square didapatkan hasil bahwa p value = 0,004. Ketentuan adanya hubungan pada uji chi square jikan nilai p α, ketentuan nilai α = 0,05. Pada penelitian ini hasil p ≤ α (0,000 ≤ 0,05). Jadi, hasil analisis data statistik didapatkan bahwa ada hubungan antara faktor resiko pekerjaan dengan kejadian katarak di polimata RSUD Meuraxa Banda Aceh.

 

B.   Pembahasan

Berdasarkan penelitian ini di dapatkan persentasi katarak lebih tinggi pada kelompok petani, nelayan, buruh cukup tinggi. 2,5 kali dibandingkan dengan katarak pada pekerja guru, ibu rumah tangga. Tingginya persentasi katarak dapat disebabkan oleh pekerjaan diluar rumah


memiliki resiko paparan kronis sinar matahari lebih tinggi dimana sinar matahari merupakan salah satu faktor resiko terjadinya katarak.

Sejalan dengan penelitian yang dilakukan (Tang et al., 2015) menunjukkan bahwa aktifitas luar ruangan memiliki resiko tinggi terjadinya katarak sebesar (1,3 kali) dibandingkan pekerjaan didalam ruangan (Lusianawaty Tana et al., 2009).

Bedasarkan        penelitian        yang diperoleh bahwa usia responden yang paling banyak terkena katarak adalah 40- 59 sebanyak 23 responden (76,7%). Hal ini karena usia 40-60 masih aktif bekerja sehingga   masih         tinggi terkena resiko terpapar matahari. Semakin meningkatnya usia, maka sifat lensa sebagai salah satu organ tubuh juga akan ikut berubah. Perubahan yang terjadi salah satunya ialah meningkatkan kemampuan lensa untuk menghamburkan cahaya matahari, tidak hanya pada lensa, penyebaran cahaya matahari juga terjadi secara intraokular, dan ini juga meningkatkan                             secara eksponensial sesuai dengan peningkatan usia. Perubahan ini secara nyata dimulai dari usia 40 tahun, kemudian meningkat hingga 2 kali lipat saat usia 60 tahun.

Menurut (Roger et al., 2011) makin bertambah usia seseorang, protein lensa mengalami proses   non-enzimatik, perkembangan genetik yang dapat meningkatkan kerentanan terhadap proses oksidasi, perubahan susunan molekul lensa dan peningkatan penghamburan cahaya. Lensa manusia yang tumbuh sepanjang hidup menyebabkan inti lensa terkena pengaruh tersebut dalam jangka waktu yang lama dan berisiko mengalami kerusakan oksidatif yang akan meningkat pada usia dekade keempat. Akibatnya, transparansi lensa berkurang dan inti lensa menjadi lebih kaku, sehingga menyebabkan kesulitan dalam kemampuan


akomodasi mata yang dapat memperberat dalam pembentukan katarak.

Sejalan dengan penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh (Kellens et al., 2014) tentang gambaran karakteristik penderitaan katarak dipoliklinik Mata RSUD ZA Banda Aceh periode Juli 2013 diperoleh hasil usia 40-60 tahun jumlah penderita katarak lebih banyak dibandingkan usia lainnya dan penelitian yang dilakukan oleh (Hadini et al., 2016) tentang analisis faktor resiko yang berhubungan dengan kejadian katarak senilis di RSU Bahteramas diproleh hasil (84,3%) pasien dengan usia >45 tahun

(Basofi, 2016).

Berdasarkan penelitian ini bahwa pekerjaan memiliki pengaruh terhadap terjadinya katarak adalah responden yang bekerja outdoor mempunyai resiko lebih tinggi dibandingkan dengan pekerjaan indoor. Pekerjaan di outdoor erat kaitannya dengan paparan sinar matahari. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa jumlah responden yang memiliki penyakit katarak yang diakibatkan pekerjaan outdoor sebanyak 22 responden (34,9%) dan yang mengalami katarak pada pekerjaan indoor sebanyak 8 responden (12,6%). Karena paparan sinar matahari secara statistik mempunyai hubungan yang bermakna dengan kejadian katarak. Efek dari radiasi sinar ultraviolet yang berasal dari sinar matahari secara terus menerus dapat menyebabkan terjadinya kekeruhan pada lensa mata dan menyebabkan katarak.

Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian (Hutasoit, 2009), bahwa pekerjan responden yang berada diluar gedung dapat meningkatkan kematangan katarak sebesar 50,0% dibandingkan dengan responden pada kelompok pekerja di dalam gedung yaitu sekitar 31,7% (Ulandari et al., 2014).

Beradasarkan penelitian ini, di dapatkan hasil bahwa responden yang


terpapar sinar matahari dan memiliki resiko terjadinya katarak paling banyak adalah dengan jumlah 17 responden (56,6%) dengan durasi 5 6 jam perhari.

Hal ini sesuai dengan (Li Tana, 2006) yang mengatakan bahwa pejanan sinar dengan panjang gelombang yang berdekatan dengan panjang gelombang ultraviolet/UVB 300-400 nm berhubungan dengan terjadinya perubahan kimia dan fisik pada protein dan sel epitel lensa. Lensa mata rapuh terhadap kerusakan karena lensa tidak memiliki sensor panas dan mempunyai mekanisme penyalur panas yang buruk. Pejanan pada radiasi UVB bahkan tingkat terendah yang berasal dari matahari kadang-kadang meningkatkan risiko katarak dan dicurigai berhubungan dengan terjadinya katarak jenis kortikol (Hadini et al., 2016).

Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian (Aini & Santik, 2018) menunjukkan bahwa lama terpapar sinar matahari berhubungan dengan kejadian katarak senilis di RSUD Tugurejo Kota Semarang. Diketahui bahwa responden yang terpapar sinar matahari ≥6 jam perhari 2,96 kali lebih berisiko menderita katarak senilis.

 

Kesimpulan

Bedasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan untuk mencari hubungan faktor resiko pekerjaan dengan terjadinya katarak di RSUD Meuraxa Banda Aceh, maka dapat diambil beberapa kesimpulan Terdapat hubungan antara perkerjaan diluar rumah dengan terjadinya katarak Persentase kejadian katarak berdasarakan pekerjaan lebih tinggi pada pekerjaan outdoor yaitu petani 10 responden (33,4) %. Karakteristik usia responden paling tinggi pada usia 40-59 dengan persentasi (76,7%). Durasi paparan sinar matahari paling tinggi pada perkerjaan outdoor selama 5- 6 jam dengan persentase 56,6%.


 

BIBLIOGRAFI

 

Aini, A. N., & Santik, Y. D. P. (2018).

Kejadian Katarak Senilis Di Rsud Tugurejo. Higeia (Journal Of Public Health Research And Development), 2(2), 295–306.

 

Allern, E. H., Heidar, K., & Karlsen, R. (2015). After The Mass Party: Continuity And Change In Political Parties And Representation In Norway. Lexington Books.

 

Basofi, D. A. (2016). Hubungan Jenis Kelamin, Pekerjaan Dan Status Pernikahan Dengan Tingkat Kecemasan Pada Pasien Operasi Katarak Di Rumah Sakit Yarsi Pontianak. Tanjungpura University.

 

Buntoro, B. H., Rogomulyo, R., & Trisnowati,

S. (2014). Pengaruh Takaran Pupuk Kandang Dan Intensitas Cahaya Terhadap Pertumbuhan Dan Hasil Temu Putih (Curcuma Zedoaria L.). Vegetalika, 3(4), 29–39.

 

Hadini, M. A., Eso, A., & Wicaksono, S. (2016). Analisis Faktor Risiko Yang Berhubungan Dengan Kejadian Katarak Senilis Di Rsu Bahteramas Tahun 2016. Medula, 3(2).

 

Hutasoit, L. M. (2009). Kondisi Permukaan Air Tanah Dengan Dan Tanpa Peresapan Buatan Di Daerah Bandung: Hasil Simulasi Numerik. Indonesian Journal On Geoscience, 4(3), 177–188.

 

Kellens, K., Renaldi, R., Dewulf, W., Kruth, J., & Duflou, J. R. (2014). Environmental Impact Modeling Of Selective Laser Sintering Processes. Rapid Prototyping Journal, 20 (6), 459-457.

 

Moffitt, T. E., Arseneault, L., Belsky, D., Dickson, N., Hancox, R. J., Harrington, H., Houts, R., Poulton, R., Roberts, B. W., & Ross, S. (2011). A Gradient Of Childhood Self-Control Predicts Health,


Wealth, And Public Safety. Proceedings Of The National Academy Of Sciences, 108(7), 2693–2698.

 

Roger, V. L., Go, A. S., Lloyd-Jones, D. M.,

Adams, R. J., Berry, J. D., Brown, T. M., Carnethon, M. R., Dai, S., De Simone, G., & Ford, E. S. (2011). Heart Disease And Stroke Statistics—2011 Update: A Report From The American Heart Association. Circulation, 123(4), E18– E209.

 

Sinuraya, R. K., Destiani, D. P., Puspitasari, I. M., & Diantini, A. (2018). Pengukuran Tingkat Kepatuhan Pengobatan Pasien Hipertensi Di Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama Di Kota Bandung. Indonesian Journal Of Clinical Pharmacy, 7(2), 124–133.

 

Tana, Li. (2006). A View From The Sea: Perspectives On The Northern And Central Vietnamese Coast. Journal Of Southeast Asian Studies, 83–102.

 

Tana, Lusianawaty, Rif’ati, L., & Ghani, L. (2009). Peranan Pekerjaan Terhadap Kejadian Katarak Pada Masyarakat Indonesia Riset Kesehatan Dasar 2007. Indonesian Bulletin Of Health Research, 67561.

 

Tang, J., Qu, M., Wang, M., Zhang, M., Yan, J., & Mei, Q. (2015). Line: Large-Scale Information Network Embedding. Proceedings Of The 24th International Conference On World Wide Web, 1067– 1077.

 

Ulandari, T., Astuti, S., & Adiputra, N. (2014). Pekerjaan Dan Pendidikan Sebagai Faktor Risiko Kejadian Katarak Pada Pasien Yang Berobat Di Balai Kesehatan Mata Masyarakat Kota Mataram Nusa Tenggara Barat. Public Health And Preventive Medicine Archive, 2(2), 156–

161.

 

Yunaningsih, A., Sahrudin, S., & Ibrahim, K. (2017). Analisis Faktor Risiko Kebiasaan Merokok, Paparan Sinar Ultraviolet Dan Konsumsi Antioksidan Terhadap


Kejadian Katarak Di Poli Mata Rumah Sakit Umum Bahteramas Kendari Provinsi Sulawesi Tenggara Tahun 2017. (Jurnal Ilmiah Mahasiswa Kesehatan Masyarakat), 2(6).

 


 

Copyright holder:

Rifdah Aprilia (2020)

 

First publication right:

Jurnal Health Sains

 

This article is licensed under: