Jurnal
Health Sains: p–ISSN: 2723-4339 e-ISSN:
2548-1398
Vol. 3, No. 9, September
2022
STEATOCYSTOMA
MULTIPLEX PADA VULVA DENGAN PROSEDUR ELEKTROKAUTERISASI: LAPORAN KASUS
A.A Ayu Adisti Nina Yuniandari ,
Firda Fakhrena , Diana Wijayanti
Rumah
Sakit Umum Daerah Cibabat, Cimahi, Indonesia
Email:
agungayunina@gmail.com, fakhrena12@gmail.com, adisti.nina@gmail.com
artikel info |
ABSTRAK |
Diterima: 02 August 2022 Direvisi: 10 September 2022 Dipublish: 25 September 2022 |
Steatocystoma multiplex merupakan salah satu jenis kelainan
kulit berupa kista intradermal yang mengandung sebum dan biasanya
asimtomatik. Kami melaporkan seorang pasien perempuan berusia 36 tahun datang
ke rumah sakit dengan keluhan beruntus berwarna putih seperti bisul di area
bibir vagina dan punggung sejak 1 tahun sebelum masuk rumah sakit. Pasien
melaporkan adanya riwayat keluhan yang sama dialami oleh ayah pasien, yaitu
munculnya beruntus putih menyerupai bisul di area punggung. Hasil pemeriksaan
status dermatologikus didapatkan lesi terdistribusi regional ad regio labia
mayora dan thorakalis posterior berupa lesi multiple, diskret, berbentuk
bulat, berukuran 0,1 cm x 0,1 cm x 0,5 cm sampai 0,2 cm x 0,2 mm x 0,5 cm,
berbatas tegas, lesi menimbul dan kering, serta lesi berupa papul berwarna
putih. Berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik, maka pasien didiagnosis
steatocystoma multiplex. Kami melaporkan kasus steatocystoma multiplex pada
vulva yang jarang. Laporan tatalaksana kasus sebelumnya menjadi salah satu
pertimbangan dilakukannya tindakan kauterisasi. Pasien diberikan terapi pasca
tindakan kauterisasi berupa antibiotik levofloxacin 1 x 500 mg selama 5 hari
dan asam mefenamat 3 x 500 mg sebagai antinyeri. ABSTRACT Steatocystoma multiplex is a
type of skin disorder in the form of asymptomatic intradermal cysts content
of sebum. We report a 36-year-old female patient who came to the hospital
with complaints of white, boil-like rashes on the vaginal lips and back
appeared 1 year ago. The patient reported a history of the same complaint
experienced by the patient's father, namely the appearance of white spots
resembling boils in the back area. The results of the dermatological status
examination showed that the lesions
were regionally distributed ad
regio labia majora and posterior thoracic inthe form of multiple discrete
lesions, round in shape, measuring 0.1 cm x 0.1 cm x 0.5 cm to 0.2 cm x 0.2
mm. x 0.5 cm, well-defined, raised and dry lesions, and white papules. Based
on history and physical examination, the patient was diagnosed with
steatocystoma multiplex. We reported a rare case of steatocystoma multiplex
at the vulva. Previous case management reports are one of the considerations
for cauterization. The patient was given post-cautery therapy in the form of
antibiotics levofloxacin 1 x 500 mg for 5 days and mefenamic acid 3 x 500 mg
as painkillers. |
Kata kunci: Steatocystoma
multiplex; vulva; lesi, kauterisasi; keturunan
Keyword: Steatocystoma multiplex; vulva; lesion; cauterization; descendants |
Pendahuluan
Steatocystoma
merupakan salah
satu jenis penyakit malformasi hamartomatosa dari saluran pilosebasea yang
jarang ditemukan (Kartal, Sezer, Alper, & Gonul, 2016). Penyakit
ini umumnya mulai muncul pada masa remaja dan di akhir masa dewasa muda yang
kemudian menjadi menetap. Usia rata-rata pasien dengan diagnosa baru steatocystoma
pada usia 26 tahun.
Kondisi
penyakit steatocystoma ditandai dengan adanya lesi kistik kulit dengan
ukuran bervariasi dan mengandung sebum (Duffy, Siersen, & Bonde, 2011) Ditemukan sebum dengan
karakteristik yang khas yaitu terdapat kelenjar sebasea pada area dinding kista
yang dilapisi epitel berlapis gepeng3. Umumnya, adanya kista
intradermal atau kondisi steatocystoma bersifat asimtomatik. Steatocystoma
dapat dikategorikan menjadi steatocystoma simplex (muncul tunggal)
dan steatocystoma multiplex (muncul multipel) (Kampar & Lestari, 2018).
Kasus
steatocystoma multiplex biasanya ditemukan adanya riwayat keluarga,
berbeda dengan steatocystoma simplex. Selain itu, pada kasus steatocystoma
multiplex dilaporkan memiliki pewarisan autosomal dominan yang berkaitan
dengan kerusakan pada gen keratin 17 yang diturunkan (Rongioletti, Cattarini, & Romanelli, 2002).
Sehingga, keturunan menjadi salah satu faktor risiko penyebab penyakit
tersebut. Secara khas, akan ditemukan lesi saat masa pubertas yang tersebar di
area yang memiliki banyak kelenjar sebasea, yaitu paling sering muncul di area
dada, lengan, aksila, dan leher. (Rahman, Islam, & Ansari, 2011b)
Berdasarkan
laporan sebelumnya, kasus steatocystoma multiplex yang terbatas pada vulva
sangat jarang ditemukan. Proses penegakan diagnosis pada pasien dengan penyakit
steatocystoma multiplex meliputi anamnesis dan
pemeriksaan
klinis sebagai proses utama, serta dilengkapi dengan pemeriksaan histopatologi sebagai pemeriksaan
penunjang. Selain itu, dapat juga dilakukan pemeriksaan genetik untuk
mengetahui ada tidaknya mutasi genetik pada gen keratin 17. Pasien dengan kondisi steatocystoma
multiplex umumnya datang ke dokter dikarenakan masalah kosmetik ringan.
Terkadang pasien juga merasa terganggu dengan kondisi yang dialami. Namun,
hingga saat ini belum terdapat terapi standar untuk menangani kondisi steatocystoma
multiplex. Berbagai prosedur tatalaksana steatocystoma multiplex
yang telah dilaporkan meliputi terapi sistemik, lokal, bedah, dan laser.
Beberapa laporan kasus menyebutkan keberhasilan terapi menggunakan teknik
pembedahan sederhana berupa kauter pada kasus steatocystoma multiplex yang
terbatas di area vulva (Senel, 2010).
Laporan
Kasus
Seorang pasien perempuan berusia 36 tahun datang ke
rumah sakit dengan mengeluhkan adanya beruntus berwarna putih seperti bisul di
area bibir vagina dan punggung (Gambar 1 dan 2). Beruntus berwarna putih
seperti bisul muncul sejak 1 tahun yang lalu. Pasien melaporkan adanya riwayat
keluhan yang sama dialami oleh ayah pasien, yaitu munculnya beruntus putih
menyerupai bisul di area punggung. Seorang pasien perempuan berusia 36 tahun
datang ke rumah sakit dengan mengeluhkan adanya beruntus berwarna putih seperti
bisul di area bibir vagina dan punggung (Gambar 1 dan 2). Beruntus berwarna
putih
seperti bisul muncul sejak 1 tahun yang lalu (OH,
Kim, Lee, & KIM, 2006) Pasien
melaporkan adanya riwayat keluhan yang sama dialami oleh ayah pasien, yaitu
munculnya beruntus putih menyerupai bisul di area punggung, hari dan asam mefenamat 3 x 500 mg sebagai pereda
nyeri (Jain,
Puri, Katiyar, & Sehgal, 2013)
Gambar
1
steatocystoma
multiplex berupa papul berwarna putih di
labia mayora.
Gambar 2
steatocystoma multiplex berupa
papul berwarna putih di thorakalis posterior
Hasil
pemeriksaan fisik pada pasien didapatkan keadaan umum pasien baik, tanda-tanda
vital pasien meliputi tekanan darah, nadi, dan frekuensi pernapasan dalam batas
normal. Selanjutnya, hasil pemeriksaan status dermatologikus didapatkan lesi
terdistribusi regional ad regio labia mayora dan thorakalis posterior berupa
lesi multipel diskret, berbentuk bulat, berukuran 0,1 cm x 0,1 cm x 0,5 cm
sampai
0,2 cm x 0,2 cm x 0,5 cm, berbatas tegas, lesi menimbul dan kering, serta lesi
berupa papul berwarna putih
(Santana et al., 2016)
Berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik, maka pasien
didiagnosis dengan steatocystoma multiplex. Selanjutnya
dilakukan kauterisasi (Gambar 4). Setelah prosedur kauterisasi, pasien
diberikan terapi antibiotik levofloxacin 1 x 500 mg selama 5
Gambar 3
Prosedur kauterisasi pada steatocystoma
multiplex
Hasil dan
Pembahasan
Steatocystoma multiplex kelainan kulit jinak yang sangat
jarang terjadi dengan karakterisasi munculnya lesi menyerupai kista yang sangat
banyak berasal dari kelenjar pilosebaseus (Wasitaatmadja, 2018) Waktu manifestasi munculnya kista akibat steatocystoma
multiplex biasanya pada masa
remaja dan dewasa muda, dengan rata-rata usia 26 tahun yang memungkinkan adanya
pengaruh dari kondisi hormonal. Selain itu, telah dilaporkan juga adanya kasus steatocystoma
multiplex yang muncul saat lahir, usia dewasa, dan pada saat usia lanjut.
Penyakit ini dapat muncul baik pada perempuan maupun laki-laki. Penelitian lain
juga melaporkan adanya penyebab lain seperti trauma, infeksi, dan reaksi
imunologis (Agustini & Arsani, 2013) Pada kasus saat ini, pasien
perempuan berusia 36 tahun didiagnosis steatocystoma multiplex dan telah
mengalami keluhan berupa beruntus putih seperti bisul semenjak 1 tahun terakhir
di area bibir vagina dan punggung. Pasien dalam kasus ini melaporkan bahwa ayah
pasien memiliki riwayat keluhan yang sama, yaitu munculnya beruntus putih
seperti bisul di area punggung. Laporan ini menandakan adanya riwayat penyakit
yang sama di keluarga pasien. Hal tersebut sesuai dengan laporan penelitian
terdahulu, yaitu kondisi steatocystoma multiplex dapat diturunkan
baik
pada generasi pertama, kedua, ketiga, keempat, hingga generasi kelima yang
menandakan pola pewarisan dominan autosomal (Daryono & Mushlih, 2016) Manifestasi kondisi
steatocystoma multiplex, yaitu munculnya lesi yang banyak dan berulang, umumnya
asimtomatis tetapi memungkinkan menimbulkan rasa gatal atau rasa sakit apabila
terjadi infeksi. Kondisi lesi terkadang berwarna kulit atau kekuningan dan
jarang berwarna biru tua, lesi elastis atau tegas, kista atau berbentuk kubah,
papul maupun nodul. Jika ditusuk, cairan
kekuningan
dapat keluar. Pada kasus saat ini, berdasarkan hasil anamnesis status
dermatologikus didapatkan lesi terdistribusi regional ad regio labia mayora
berupa lesi multipel diskret, berbentuk bulat, berukuran 0,1 cm x 0,1 cm x 0,5
cm sampai 0,2 cm x 0,2 cm x 0,5 cm, berbatas tegas, lesi menimbul dan kering,
serta lesi berupa papul berwarna putih yang mengarah ke diagnosis steatocystoma
multiplex. Sehingga, kombinasi laporan riwayat keluarga dan temuan hasil
pemeriksaan status dermatologikus dapat mengonfirmasi diagnosis steatocystoma
multiplex yang diberikan. Ditinjau secara patofisiologi, steatocystoma
multiplex dapat diturunkan secara autosomal dominan dengan karakterisasi
kondisi berdasarkan adanya lesi jinak pada kelenjar sebasea. Lesi membentuk nevoid
yang berasal dari folikel rambut di mana terdapat kelenjar sebasea. Selain itu, kista yang terdapat pada kondisi
steatocystoma multiplex berhubungan dengan epidermis oleh epithelial cord, sisa
infundibulum folikular yang mengandung sebosit. Beberapa area dari epithelial
cord mengandung lumen yang dipenuhi dengan debris keratinosit, sebosit,
korneosit, maupun rambut. Pada umumnya ditemukan kasus dengan epidermis
normal dan kista berada di bagian tengah. Beberapa kasus
kista.
Lumen kista dilapisi oleh kutikula jarang
didapati kista dapat tampak subkutan. Terkadang, dinding kista dilapisi oleh
epitel berlapis gepeng dengan lobulus kelenjar sebasea yang terdapat pada
dinding kista atau bersebelahan dengan dinding sebelumnya. Beberapa metode yang
digunakan sebagai terapi steatocystoma adalah terapi sistemik, lokal, bedah,
dan laser. Namun, meskipun steatocystoma multiplex bersifat jinak proses
terapinya cukup sulit eosinofilik homogen tebal namun tidak disertai
dengan lapisan granular Kondisi familial steatocystoma multiplex ditandai
dengan adanya mutase yang terlokalisasi di gen keratin 17 (K17) yang identic
ditemukan pada pasien dengan pachyonychia congenita type 2 (PC-2). Pachyonychia
congenita type 2 merupakan kelainan autosomal dominan dengan karakteristik
terjadinya distrofi kuku, fokal keratoderma, dan kista pilosebaseus
multipel. Keratin 17 diekspresikan pada
beberapa struktur epitel terutama di kelenjar sebasea yang berada pada lapisan
luar akar rambut dan kuku bagian bawah.
(Choudhary, Koley, & Salodkar, 2010). Dalam proses penegakkan diagnosis
steatocystoma multiplex selain dilakukan anamnesis dan pemeriksaan status
dermatologikus, dapat pula dilakukan pemeriksaan penunjang secara lebih lanjut
dengan pemeriksaan histopatologi dan pemeriksaan genetik. (Rongioletti et al.,
2002). Setelah proses diagnosis dilanjutkan dengan tatalaksana terapi untuk
mengatasi keluhan pasien. (Indonesia, 2006). Umumnya, pasien datang ke dokter
dengan alasan permasalahan kosmetik, namun pada beberapa kasus didapati pasien
dengan keluhan yang cukup mengganggu seperti pada pasien yang ditemui pada
kasus saat ini, terutama akibat munculnya lesi pada area vulva. Tata laksana
kondisi steatocystoma multiplex umumnya didasarkan pada riwayat tindakan yang
digunakan di laporan kasus dan literature. Selain memerlukan perawatan medis
termasuk penggunaan obat berupa antibiotik, antiinflamasi, dan isotretinoin, dapat
juga dilakukan tindakan operasi termasuk eksisi total dan pencakokan,
cryotherapy dan laser CO2 dengan keberhasilan terbatas. Metode eksisi total
memiliki risiko terjadinya jaringan parut, sehingga disarankan metode lainnya
seperti kauterisasi. Laporan Kartal et al (2016) menyebutkan bahwa tatalaksana
steatocystoma multiplex pada area vulva yang berhasil adalah menggunakan metode
pembedahan sederhana dengan menghilangkan dinding sel kista atau dengan
prosedur kauterisasi. Sama halnya dengan tatalaksana yang diberikan kepada
pasien pada kasus ini, yaitu dilakukan kauterisasi pada lesi di area vulva.
(Kampar & Lestari, 2018). Setelah dilakukan tindakan pembedahan pada
kondisi pasien dengan steatocystoma multiplex biasanya tidak diperlukan
pemberian antibiotik. Namun, terapi empiris sistemik sebagai pengobatan
antibakteri pada jaringan kulit dan jaringan lunak juga dapat dipertimbangkan,
terlebih pada pasien dengan lokasi lesi berada di daerah vulva yang rentan
terhadap infeksi. Pada kasus ini, setelah prosedur kauterisasi, pasien
diberikan terapi antibiotik levofloxacin 1 x 500 mg selama 5 hari dan asam
mefenamat 3 x 500 mg. Levofloxacin diindikasikan
sebagai
antibiotik untuk mencegah adanya infeksi paska tindakan, sedangkan asam
mefenamat diindikasikan sebagai pereda nyeri dan untuk mengatasi inflamasi yang
mungkin terjadi setelah tindakan kauter. Penggunaan levofloxacin harus
dihabiskan, sedangkan asam mefenamat dapat digunakan bila merasakan nyeri atau
bila perlu.(Rahman, Islam, & Ansari, 2011a)
Kesimpulan
Steatocystomamultiplex
merupakan
kelainan kulit jinak yang sangat jarang terjadi pada vulva dengan karakterisasi
munculnya lesi menyerupai kista yang sangat banyak berasal dari kelenjar
pilosebaseus. Beberapa metode yang digunakan sebagai terapi steatocystoma adalah
terapi sistemik, lokal, bedah, dan laser. Metode pembedahan sederhana dengan
menghilangkan dinding sel kista atau dengan prosedur kauterisasi menjadi
pilihan terapi pada pasien ini.
Bibliografi
Agustini, Ni Nyoman Mestri, & Arsani, Ni Luh Kadek Alit.
(2013). Infeksi Menular Seksual dan Kehamilan. Prosiding Seminar Nasional MIPA.Google Scholar
Choudhary, Sanjiv, Koley, Sankha, & Salodkar, Atul.
(2010). A modified surgical technique for steatocystoma multiplex. Journal of Cutaneous and Aesthetic Surgery,
3(1), 25.Google Scholar
Daryono, Budi Setiadi, & Mushlih, Miftahul. (2016). Pola
Pewarisan Kaki Rengket secara Autosomal Resesif dan Koefisien Inbreeding pada
Ayam Pelung di Cianjur. Jurnal
Veteriner, 17(2),
218–225. Google Scholar
Duffy, Jonas Raymond, Siersen, Hans Erik, & Bonde,
Christian T. (2011). Steatocystoma multiplex in 39 year-old female. Ugeskrift for Laeger, 173(33), 1964–1965. Google Scholar
Indonesia, Perhimpunan Dokter Paru. (2006). Pedoman Diagnosis
& Penatalaksanaan Di Indonesia. Jakarta:
FKUI. Google Scholar
Jain, Manjula, Puri, Vandana, Katiyar, Yogita, & Sehgal,
Shivali. (2013). Acral steatocystoma
multiplex. Indian Dermatology Online
Journal, 4(2), 156. Google Scholar
Kampar, Puridelko, & Lestari, Sri. (2018). Diagnosis dan
Tatalaksana Steatosistoma. Jurnal
Kesehatan Andalas, 7,
146–152. Google Scholar
Kartal, Selda Pelin, Sezer, Engin, Alper, Murat, & Gonul,
Muzeyyen. (2016). Steatocystoma Multiplex Limited to the Vulva: Report of a
Very Rare Case Successfully Treated by a Simple Surgical Method. Br J Med Med Res. Google Scholar
OH, Se‐Woong, Kim, Moon Young, Lee, Jeong Sun, &
KIM, Soo‐Chan. (2006). Keratin 17 mutation in pachyonychia congenita type
2 patient with early onset steatocystoma multiplex and Hutchinson‐like
tooth deformity. The Journal of
Dermatology, 33(3),
161–164. Google Scholar
Rahman, Muhammad Hasibur, Islam, Muhammad Saiful, &
Ansari, Nazma Parvin. (2011a). Atypical steatocystoma mualtiplex with
calcification. International Scholarly
Research Notices, 2011. Google Scholar
Rahman, Muhammad Hasibur, Islam, Muhammad Saiful, &
Ansari, Nazma Parvin. (2011b). Atypical steatocystoma multiplex with
calcification. International Scholarly
Research Notices, 2011. Google Scholar
Rongioletti, F., Cattarini, G., & Romanelli, P. (2002).
Late onset vulvar steatocystoma multiplex. Clinical and Experimental Dermatology, 27(6), 445–447. Google Scholar
Santana, Cândida Naira Lima, Pereira, Daniele do Nascimento,
Lisboa, Alice Paixão, Leal, Juliana Martins, Obadia, Daniel Lago, & Silva,
Roberto Souto da. (2016). Steatocystoma multiplex suppurativa: case report of a
rare condition. Anais Brasileiros de
Dermatologia, 91, 51–53.
Google Scholar
Senel, Engin. (2010). Question: Can you identify this
condition? Canadian Family Physician,
56(7), 667. Google Scholar
Wasitaatmadja, Sjarif M. (2018). Akne. Universitas Indonesia Publishing. Google Scholar
Copyright holder: A.A Ayu Adisti Nina Yuniandari , Firda Fakhrena ,
Diana Wijayanti (2022) |
First publication right: Jurnal Health Sains |
This article is
licensed under: |