Jurnal
Health Sains: p–ISSN: 2723-4339 e-ISSN:
2548-1398
Vol. 3, No.09, September
2022
PENGENDALIAN
ANTIBIOTIK BERDASAR METODE KONSUMSI ABC DENGAN PENERAPAN MINIMUM-MAXIMUM STOCK
LEVEL TERHADAP EFISIENSI PERSEDIAAN FARMASI RUMAH SAKIT
Yudha
Pranata, Agusdini Banun, Mohamad Reza Hilmy
Magister Administrasi Rumah
Sakit Universitas Esa Unggul, Indonesia
Email: dryudhapranata@student.esaunggul.ac.id,
agusdini@esaunggul.ac.id,
mohamad.reza@esaunggul.ac.id
artikel
info |
abstraK |
Diterima: 1 Agustus 2022 Direvisi: 10 September 2022 Dipublish: 25 September 2022 |
Perencanaan dan pengendalian
persediaan obat yang tidak efisien selain dapat menyebabkan kekurangan
atau kelebihan stok, juga dapat menyebabkan inefisien dalam biaya operasional
rumah sakit. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh penerapan
metode Minimum-Maximum Stock Level (MMSL) pada efisiensi dan efektifitas
persediaan obat di Instalasi Farmasi RSU. Sentra Medika Sanggau. Sampel
kelompok obat antibiotik golongan A dari metode konsumsi ABC sebanyak 22
jenis obat diambil secara purposive dari data retrospektif bulan Januari -
Juni 2021, dan dilakukan penerapan metode MMSL secara prospektif pada bulan Oktober - Desember 2021. Dilakukan
analisa data nilai persediaan, month-stock, serta ITOR (Inventory Turn Over
Ratio) sebelum dan sesudah penerapan metode MMSL menggunakan uji statistik
Wilcoxon Signed Rank Test. Hasil uji statistik menunjukkan pengaruh penerapan metode MMSL
terhadap rasio month-stock kelompok antibiotik sebelum intervensi sebesar
2,87 dan sesudah intervensi 2,03
dengan nilai p = 0,021 (p<0,05). Sedangkan nilai ITOR sebelum intervensi
13,73 kali/tahun dan sesudah intervensi 19,16 kali/tahun dengan nilai p =
0,006 (p<0,05). Meskipun tidak menunjukkan perbedaan yang bermakna pada
nilai persediaan kelompok antibiotik antara sebelum intervensi (Rp.
62.497.441,)- dan sesudah intervensi
(Rp. 54.072.358,-), dengan nilai p = 0,236
(p>0,05), namun menunjukkan efisensi sebesar 13,48%. Penerapan
metode MMSL memberikan dampak positif terhadap meningkatnya efisiensi
pengendalian obat di Rumah Sakit dengan menurunnya nilai persediaan dan rasio
month-stock, serta meningkatkan ITOR. ABSTRACT Inefficient planning and control of drug supplies, apart from causing shortages or excess stocks, can also lead to inefficiency in hospital operating costs. This study aims to determine the effect of applying the Minimum-Maximum Stock Level (MMSL) method on the efficiency and effectiveness of drug supply in the Pharmacy Installation of RSU. Sanggau Medical Center. The sample group of class A antibiotics from the ABC consumption method as many as 22 types of drugs were taken purposively from retrospective data from January - June 2021, and applied the MMSL method prospectively in October - December 2021. Data analysis was carried out on inventory values, month-stock, and ITOR (Inventory Turn Over Ratio) before and after the application of the MMSL method using the Wilcoxon Signed Rank Test statistical test. The results of statistical tests showed the effect of applying the MMSL method to the month-stock ratio of the antibiotic group before the intervention was 2.87 and after the intervention was 2.03 with a p value of 0.021 (p <0.05). While the ITOR value before the intervention was 13.73 times/year and after the intervention was 19.16 times/year with p value = 0.006 (p<0.05). Although it did not show a significant difference in the inventory value of the antibiotic group between before the intervention (Rp. 62,497,441,) - and after the intervention (Rp. 54,072,358,-), with p value = 0.236 (p>0.05), but shows an efficiency of 13.48%. The application of the MMSL method has a positive impact on increasing the efficiency of drug control in hospitals by decreasing the inventory value and month-stock ratio, as well as increasing ITOR. |
Kata Kunci: MMSL; antibiotik; nilai persediaan;
month-stock; ITOR Keywords: MMSL; antibiotics; inventory value; month-stock; ITOR |
Pendahuluan
Menurut laporan American Hospital Association (2011), 99,5% rumah sakit di Amerika
akan mengalami satu atau lebih
kekurangan obat dalam enam bulan terakhir.
Dan sekitar 82% dari RS menunda perawatan pasien akibat kekurangan obat dan
lebih dari setengahnya tidak mampu menyediakan obat sesuai dengan resep yang diberikan.
Selain itu sebagian besar rumah sakit tersebut melaporkan biaya obat meningkat
sebagai akibat dari kekurangan obat. Pada umumnya rumah sakit memiliki
biaya rutin terbesar
pada pengadaan sediaan farmasi, menurut kebijakan obat nasional menyatakan bahwa biaya obat merupakan bagian yang cukup besar dari seluruh biaya kesehatan.
Dari berbagai survei dapat
disimpulkan bahwa biaya untuk pembelanjaan obat di rumah sakit dapat menyerap sekitar 40-50% dari jumah
operasional pelayanan kesehatan (Fadhila, 2013).
Anggaran belanja obat di rumah sakit merupakan komponen terbesar
dari pengeluaran rumah sakit. Di banyak negara berkembang belanja obat di rumah
sakit dapat menyerap sekitar 40 hingga 50% dari biaya keseluruhan rumah sakit.
Biaya yang besar
tersebut tentunya harus dikelola
dengan efektif dan efisien, mengingat dana untuk pembelian obat di rumah
sakit tidak selalu sesuai dengan kebutuhan (K. Kemenkes, 2019). Meskipun dalam
pengadaan sediaan farmasi menghabiskan
biaya yang besar khususnya untuk pengadaan obat, namun
pelayanan farmasi juga merupakan revenue center utama. Hal tersebut
mengingat bahwa sekitar 30% hingga 50% dari seluruh pemasukan RS berasal dari
pengelolaan perbekalan farmasi Untuk
itu, jika masalah perbekalan farmasi tidak dikelola secara cermat dan penuh
tanggung jawab maka dapat diprediksi bahwa pendapatan RS akan mengalami
penurunan dan cash-flow rumah sakit
akan terganggu (Suciati, 2010)
Pengendalian
persediaan berfungsi untuk memastikan ketersediaan suatu barang dan agar perusahaan selalu mempunyai persediaan dalam jumlah yang tepat, pada waktu yang tepat, dan dalam
spesifikasi atau mutu yang telah ditentukan sehingga kontinuitas usaha dapat terjamin
(tidak terganggu) dan biaya yang dikeluarkan untuk mengadakan persediaan minimal (Kusuma, 2009).
Terdapat pertanyaan penting dalam
pengendalian persediaan yaitu item apa yang harus di simpan, kapankah seharusnya melakukan pemesanan dan berapa banyak yang harus di pesan. Untuk menjawab ketiga
pertanyaan tersebut maka digunakan metode ABC
untuk menjawab apa yaang harus di sediakan,
dengan mengetahui pengelompokan obat antibiotik
berdasarkan nilai pemakaian, nilai investasi dan nilai indeks kritis obat maka akan diketahui obat yang menjadi
prioritas untuk dikendalikan (Waters, 2003)
Metode konsumsi merupakan salah satu metode standar yang digunakan untuk
perencanaan jumlah kebutuhan obat. Metode ini memberikan prediksi keakuratan
yang baik terhadap perencanaan kebutuhan obat. (T. Doso et al., 2020).
Analisis ABC ( Always, Better, Control ) disebut juga sebagai analisis Pareto atau
hukum Pareto 80/20 adalah salah satu metode yang digunakan dalam manajemen
logistik untuk menentukan jumlah item obat dari yang akan direncanakan
pengadaannya berdasarkan prioritas. Metode tersebut sangat erat kaitannya
dengan biaya dan pemakaian perbekalan farmasi dalam setahun, sehingga
diperlukan tingkatan prioritas dengan asumsi berapa jumlah pesanan dan kapan
dipesan. Metode ini membagi kelompok barang menjadi tiga yaitu A, B dan C.
Kelompok A merupakan barang dengan jumlah item sekitar 15-20% tapi mempunyai
nilai investasi sekitar 70-80% dari nilai investasi total, kelompok B merupakan
barang dengan jumlah item sekitar 30% tapi mempunyai nilai investasi sekitar
15-25% dari nilai investasi total, sedangkan kelompok C merupakan barang dengan
jumlah item sekitar 50-55% tapi mempunyai nilai investasi sekitar 5% dari nilai
investasi total (Jacobs & Chase, 2020). Dengan
pengelompokan tersebut maka cara pengelolaan masing-masing akan lebih mudah,
sehingga perencanaan, pengendalian fisik, keandalan pemasok dan pengurangan
besar stok pengaman dapat menjadi lebih baik. Penggunaan analisis ABC pada
perencanaan persediaan farmasi dimaksudkan untuk memprioritaskan perencanaan
yang sering digunakan, yang meskipun jenisnya sedikit akan tetapi mempunyai
biaya investasi yang besar. Maka apabila Instalasi Farmasi Rumah Sakit (IFRS)
dapat mengendalikan persediaan farmasi, maka berarti sudah dapat mengendalikan
80% - 95% dari nilai sediaan farmasi yang digunakan di RS (Heizer dan Render, 2017).
Berbagai
metode pengendalian persediaan obat dapat diterapkan di Instalasi Farmasi Rumah
Sakit, salah satunya adalah metode MMSL (Minimum-Maximum Stock Level).
Metode MMSL ini adalah metode yang paling sederhana dalam pengendalian
persediaan obat yang dapat diterapkan. Minimum–Maximum Stock Level (MMSL)
merupakan suatu metode pengendalian persediaan perbekalan farmasi yang
digunakan untuk pengadaan yang terjadwal. Oleh karena itu, metode ini
menggunakan interval waktu pemesanan. Metode ini digunakan untuk mengantisipasi
kecenderungan rumah sakit dalam melakukan pengadaan persediaan perbekalan
farmasi secara berlebihan dan mengetahui stok minimal sehingga tidak terjadi stock-out (Dampung et al., 2018).
Nilai
persediaan (inventory value)
merupakan nilai persediaan perbekalan farmasi, yang didapat dari data awal
pemakaian obat dan sisa persediaan selanjutnya dikalikan dengan hargaEfisiensi
persediaan obat diukur dengan besaran nilai Turn Over Ratio (TOR) obat
yaitu harga pokok penjualan dibagi nilai rata-rata persediaan obat.
Interpretasinya menunjukkan bahwa semakin tinggi nilai TOR, maka semakin
efisien pengelolaan persediaan obat Data
stok dan pemakaian obat pada Semester I Periode Januari-Juni 2021 di Instalasi
Farmasi Rumah Sakit Umum Sentra Medika Sanggau, tampak pada
tabel berikut (Nopiana, 2021).
Tabel 1
Data persediaan , pemakaian
obat, month-stock dan turn-over ratio di RSU. Sentra Medika
Sanggau Januari-Juni I Tahun 2021
BLN |
STOK /PERSEDIAAN |
PEMAKAIAN |
MONTH –STOCK |
TOR |
JAN |
Rp 598,813,659 |
Rp 186,264,891 |
3.21 |
0.31 |
FEB |
Rp 512,450,285 |
Rp 145,603,061 |
3.52 |
0.28 |
MAR |
Rp 544,922,191 |
Rp 150,410,303 |
3.62 |
0.28 |
APRIL |
Rp 594,275,691 |
Rp 256,697,641 |
2.32 |
0.43 |
MEI |
Rp 618,582,173 |
Rp 258,756,203 |
2.39 |
0.42 |
JUNI |
Rp 571,724,574 |
Rp 259,203,733 |
2.21 |
0.45 |
Dari
tabel di atas tampak bahwa perbandingan antara persediaan obat terlalu besar
bila dibandingkan dengan pemakaian
obat,
yang menyebabkan stok bulanan terlalu
tinggi dan rasio perputaran obat terlalu rendah.
Tabel 2
Nilai investasi perbekalan
obat di RSU. Sentra Medika Sanggau Januari-Juni Tahun 2021
Kelompok Obat |
Jenis Pemakaian Obat |
Persentase Jenis
Pemakaian (%) |
Nilai Investasi (Rp) |
Persentase Nilai Investasi (%) |
A (Investasi Tinggi) |
111 |
14,78% |
Rp. 658.768.167,- |
69,89% |
B ((Investasi Sedang) |
159 |
21,17% |
Rp. 188.982.596,- |
20,05% |
C (Investasi Rendah) |
481 |
64,05% |
Rp. 94.824.338,- |
10,06% |
Total |
751 |
100,00% |
Rp. 942.575.101,- |
100,00% |
Tabel di atas menunjukkan besarnya nilai
investasi yang ditanamkan pada kelompok
obat A,B dan C, dengan
nilai total mencapai Rp. 942.575.101,- di RSU. Sentra Medika Sanggau Semester I
Tahun 2021.
Metode Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif, dengan desain
penelitian bersifat studi komparatif eksperimental, yaitu dengan membandingkan nilai persediaan, month-stock, dan Turn-Over Ratio terhadap sediaan antibiotik dalam kelompok A
metode konsumsi antara sebelum dan sesudah penerapan metode Minimum-Maximum Stock Level (MMSL). Penelitian
ini merupakan penelitian prospektif, dengan melihat pengaruh penerapan metode Minimum-Maximum Stock Level (MMSL)
terhadap nilai
persediaan, month-stock, dan
Turn-Over Ratio sediaan antibiotik dalam kelompok A metode konsumsi selama periode waktu penerapan Oktober hingga
Desember 2021.
Penentuan sampel secara purposive
yang diambil dari data retrospektif bulan Januari - Juni 2021 dan data
penerapan metode diambil secara prospektif yaitu bulan Oktober-Desember 2021.
Jumlah sampel penelitian adalah 22 jenis oba t golongan antibiotik yang
termasuk dalam kategori A analisa ABC yang dilihat dari data pembelian obat di
Instalasi Farmasi RSU.Sentra Medika Sanggau selama bulan Januari- Juni 2021.
Variabel yang diteliti adalah nilai persediaan, month-stock,
serta TOR (Turn Over Ratio) dari
golongan obat antibiotik yang masuk dalam kategori A. Analisa data menggunakan
uji statistik Wilcoxon Signed Ranks Test, dengan menganalisa hasil
sebelum dan sesudah penerapan minimum-maximum stock level pada sampel
obat penelitian.
Hasil Penelitian dan Pembahasan
Sebelum
dilakukan penerapan Minimum-Maximum Stock Level (MMSL) pada perencanaan
persediaan farmasi bulan Oktober-Desember 2021, terlebih dahulu dilakukan analisis ABC atau
analisis Pareto data penggunaan obat selama bulan Januari – Juni 2021 untuk
mendapatkan data obat yang masuk ke dalam kategori A (Tabel 4.1).
Tabel 3
Kelompok Obat Berdasarkan Analisa ABC dan Metode
Konsumsi Persediaan Farmasi Bulan
Januari-Juni 2021
KELOMPOK |
% ITEM |
JUMLAH ITEM |
% |
JUMLAH PEMBELIAN |
A |
16,20 |
110 |
69,89 |
Rp 658.768.167,- |
B |
23,27 |
158 |
20,05 |
Rp 188.982.596,- |
C |
60,53 |
411 |
10,06 |
Rp 94.824.338,- |
TOTAL DATA |
679 |
100 |
Rp 942.824.338,- |
Nilai investasi
yang besar pada obat kategori A di atas yaitu sekitar 69,89% dari total
biaya persediaan obat di instalasi farmasi rumah sakit, maka hal ini menjadikan
satu perhatian penting untuk dilakukannya penerapan metode pengendalian
persediaan obat.
Dari tabel 3 didapatkan bahwa
kelompok obat antibiotika menempati nilai investasi terbesar, yaitu Rp.
151.279.263,- atau sekitar 16,05% dari pengadaan sediaan farmasi kelompok A
pada analisa ABC, sehingga kelompok obat ini dipilih sebagai sampel penelitian
Tabel 4
Hasil Analisa ABC Pengadaan Sediaan Farmasi Periode
Januari-Juni 2021
No. |
Kelompok Obat |
Jumlah Item |
Nilai Investasi |
% |
1 |
Antibiotika |
22 |
Rp 151,279,263 |
16.05% |
2 |
Penghambat Pompa
Proton |
7 |
Rp 83,385,629 |
8.85% |
3 |
Vitamin, Suplemen, dan
Mineral |
14 |
Rp 77,808,110 |
8.25% |
4 |
Analgesika
Antipiretika |
7 |
Rp 38,262,607 |
4.06% |
5 |
Terapi Hormonal |
5 |
Rp 37,945,067 |
4.03% |
6 |
Antiemetika |
2 |
Rp 28,648,400 |
3.04% |
7 |
Cairan Infus |
4 |
Rp 17,845,270 |
1.89% |
8 |
Antikoagulan |
4 |
Rp 14,918,533 |
1.58% |
9 |
Antihipertensi |
3 |
Rp 14,808,483 |
1.57% |
10 |
Antiulcer |
2 |
Rp 14,206,500 |
1.51% |
11 |
Antispasmodik |
4 |
Rp 13,498,150 |
1.43% |
12 |
Hemostatic Agent |
2 |
Rp 10,993,445 |
1.17% |
13 |
Vasodilator Periferal |
2 |
Rp 10,593,000 |
1.12% |
14 |
Analgesik Opioid |
2 |
Rp 9,827,700 |
1.04% |
15 |
Antihiperlipidemia |
3 |
Rp 8,364,500 |
0.89% |
16 |
Anestesi Umum |
2 |
Rp 6,213,600 |
0.66% |
17 |
Antagonis H2 |
1 |
Rp 5,775,000 |
0.61% |
18 |
Antivirus |
1 |
Rp 3,289,000 |
0.35% |
19 |
Dekongestan |
1 |
Rp 2,940,300 |
0.31% |
20 |
Antihemoroid |
1 |
Rp 2,618,000 |
0.28% |
21 |
Emolien atau Preparat
Mata |
1 |
Rp 2,436,000 |
0.26% |
22 |
Laksatif (Pencahar) |
1 |
Rp 2,310,000 |
0.25% |
23 |
Antihistamin |
1 |
Rp 2,216,500 |
0.24% |
24 |
Probiotik |
1 |
Rp 1,971,200 |
0.21% |
25 |
BMHP |
20 |
Rp 96,613,910 |
10.25% |
TOTAL |
Rp 658,768,167 |
69,89% |
Tidak semua jenis obat obat yang
ada di Instalasi Farmasi Rumah Sakit Sentra Medika Sangggau digunakan sebagai
sampel penelitian, mengingat banyaknya jenis obat obat yang ada dan faktor
pasokan atau suplai obat dari supplier yang banyak mengalami
kendala ketersediaan, serta
kesinambungan pemakaian perbulan, maka sampel penelitian ini berfokus pada obat
kategori A (high volume dan high cost) yaitu dengan jumlah dan nilai
pemakaian yang tinggi selama bulan Januari - Juni 2021.
Tabel 5
Kelompok Obat Berdasarkan Analisa ABC dan Metode
Konsumsi Persediaan Farmasi Bulan
Oktober-Desember 202
KELOMPOK |
% ITEM |
JUMLAH ITEM |
% |
JUMLAH PEMBELIAN |
A |
11,42 |
78 |
69,84 |
Rp 368.511.258 ,- |
B |
19,03 |
130 |
20,07 |
Rp 105.917.633 ,- |
C |
69,55 |
475 |
10,09 |
Rp 53.200.725 ,- |
TOTAL DATA |
683 |
100 |
Rp 527.629.616 ,- |
Dari
tabel di atas, diketahui bahwa berdasarkan analisa ABC metode konsumsi kelompok
obat A dengan 78 item, mencakup 69,84% persediaan, dengan jumlah pembelian
mencapai Rp. 368,511,258,-
diikuti kelompok obat B dengan 130 item, mencakup 20,07% persediaan,
dengan jumlah pembelian mencapai Rp. 105.917.633,- dan kelompok obat C dengan 475 item, mencakup 10,09%
persediaan, dengan jumlah pembelian mencapai Rp. 53.200.725,-. Kelompok A merupakan barang
dengan jumlah item sekitar 15-20% tapi mempunyai nilai investasi sekitar 70-80%
dari nilai investasi total, kelompok B merupakan barang dengan jumlah item
sekitar 30% tapi mempunyai nilai investasi sekitar 15-25% dari nilai investasi
total, sedangkan kelompok C merupakan barang dengan jumlah item sekitar 50-55%
tapi mempunyai nilai investasi sekitar 5% dari nilai investasi total (Jacobs
dan Chase, 2020). Metode analisis ABC sangat
berguna dalam memfokuskan perhatian manajemen terhadap penentuan jenis barang yang paling penting dan perlu di prioritaskan dalam persediaan, sebab tidaklah
realistis jika memantau barang yang
tidak mahal dengan intensitas yang sama dengan barang yang sangat mahal (Heizer dan Render, 2017). Hal ini
sejalan dengan
pernyataan yang dikeluarkan WHO, bahwa terdapat empat strategi dalam pengadaan
obat yang baik yaitu pengadaaan obat-obatan dengan harga mahal dengan jumlah
yang tepat dalam penelitian dipilih obat kategori A (high volume dan high
cost); seleksi terhadap supplier yang dapat dipercaya dengan produk
yang berkualitas, dalam penelitian dilakukan evaluasi terhadap pemenuhan suplai
dari supplier yaitu kesesuaian antara jumlah pesanan dan jumlah Tidak semua
jenis obat obat yang ada di Instalasi Farmasi Rumah Sakit Sentra Medika
Sangggau digunakan sebagai sampel penelitian, mengingat banyaknya jenis obat
obat yang ada dan faktor pasokan atau suplai obat dari supplier yang
banyak mengalami kendala ketersediaan, serta kesinambungan pemakaian perbulan,
maka sampel penelitian ini berfokus pada obat kategori A (high volume dan
high cost) yaitu dengan jumlah dan nilai pemakaian yang tinggi selama bulan
Januari - Juni 2021.
Tabel 6
Kelompok Obat Berdasarkan Analisa ABC dan Metode
Konsumsi Persediaan Farmasi Bulan
Oktober-Desember 2021
KELOMPOK |
% ITEM |
JUMLAH ITEM |
% |
JUMLAH PEMBELIAN |
A |
11,42 |
78 |
69,84 |
Rp 368.511.258 ,- |
B |
19,03 |
130 |
20,07 |
Rp 105.917.633 ,- |
C |
69,55 |
475 |
10,09 |
Rp 53.200.725 ,- |
TOTAL DATA |
683 |
100 |
Rp 527.629.616 ,- |
Dari
tabel di atas, diketahui bahwa berdasarkan analisa ABC metode konsumsi kelompok
obat A dengan 78 item, mencakup 69,84% persediaan, dengan jumlah pembelian
mencapai Rp. 368,511,258,-
diikuti kelompok obat B dengan 130 item, mencakup 20,07% persediaan,
dengan jumlah pembelian mencapai Rp. 105.917.633,- dan kelompok obat C dengan 475 item, mencakup 10,09%
persediaan, dengan jumlah pembelian mencapai Rp. 53.200.725,-. Kelompok A merupakan barang
dengan jumlah item sekitar 15-20% tapi mempunyai nilai investasi sekitar 70-80%
dari nilai investasi total, kelompok B merupakan barang dengan jumlah item
sekitar 30% tapi mempunyai nilai investasi sekitar 15-25% dari nilai investasi
total, sedangkan kelompok C merupakan barang dengan jumlah item sekitar 50-55%
tapi mempunyai nilai investasi sekitar 5% dari nilai investasi total (Jacobs et al., 2020). Metode analisis
ABC sangat berguna dalam memfokuskan
perhatian manajemen terhadap penentuan jenis
barang yang paling penting dan perlu di prioritaskan dalam persediaan, sebab tidaklah
realistis jika memantau barang yang
tidak mahal dengan intensitas yang sama dengan barang yang sangat mahal (Heizer et al., 2017).
Hal ini
sejalan dengan
pernyataan yang dikeluarkan WHO, bahwa terdapat empat strategi dalam pengadaan
obat yang baik yaitu pengadaaan obat-obatan dengan harga mahal dengan jumlah
yang tepat dalam penelitian dipilih obat kategori A (high volume dan high
cost); seleksi terhadap supplier yang dapat dipercaya dengan produk
yang berkualitas, dalam penelitian dilakukan evaluasi terhadap pemenuhan suplai
dari supplier yaitu kesesuaian antara jumlah pesanan dan jumlah.
Tabel
7
Nama
Obat dan Generik
NO |
NAMA OBAT |
NAMA GENERIK |
1 |
Elpicef Inj 1 g |
Ceftriaxon inj 1 gr |
2 |
Starxon Inj 1 g |
Ceftriaxon inj 1 gr |
3 |
Dazolin Infus |
Metronidazol infus 500 mg |
4 |
Rycef inj 1 g |
Cefotaxime inj 1 gr |
5 |
Sedrofen Tab 500 mg |
Cefadroxyl tab 500 mg |
6 |
Zibac Inj 1 g |
Ceftazidime inj 1 gr |
7 |
Ceptik Syrup 100 mg/5 ml,
60 ml |
Cefixime syr 100 mg/5 ml |
8 |
Merobat Inj 1 g |
Meropenem inj 1 gr |
9 |
Bactesyn 1.5 G inj |
Ampicillin-Sulbactam inj
1,5 gr |
10 |
Digenta Cream |
Gentamycin cr |
11 |
Cendo LFX Minidose 0,6 ml
@5 Amp |
Levofloxacyn tetes mata 5mg/ml |
12 |
Bralifex Plus Eye Drop 5
ml |
Tobramycin 3 mg/ml,
Dexamethasone 1 mg/ml |
13 |
Clinium Cap 300 Mg |
Clindamycin cap 300 mg |
14 |
Infimycin Syr 200 mg/5 ml,
15 ml |
Azithromycin 200mg/5ml |
15 |
Ceptik Cap 200 Mg |
Cefixime cap 200 mg |
16 |
Clabat Tab 500 mg |
Amoxycilin-Clavulanat tab
500 mg |
17 |
Ceftriaxon Inj 1 g |
Ceftriaxon inj 1 gr |
18 |
Fixacep Oral Drop 30
mg/ml, 15 ml |
Cefixime 100 mg/5ml oral
drop |
19 |
Levocin Eye Drop 5 ml |
Levofloxacyn tetes mata
5mg/ml |
20 |
Cendo Xitrol Minidose 0,6
ml @5 Amp |
Dexamethason 0,1%,
Neomycin sulfat 3,5 mg, Polimyxin B-sulfat 6000 mg
IU |
21 |
Volox Infus 500 mg |
Levofloxacyn infus 5mg/ml |
22 |
Lapicef Tab 500 mg |
Cefadroxyl tab 500 mg |
Dari kelompok obat kategori A ini
kemudian didapat
sampel penelitian sejumlah 22 jenis obat antibiotika, yang disajikan pada tabel 7.
Tabel 8
Perbandingan Nilai Persediaan antara Sebelum dan Sesudah Penerapan Minimum-Maximum Stock Level
NAMA OBAT |
NILAI PERSEDIAAN AWAL |
NILAI
PERSEDIAAN AKHIR |
Elpicef Inj 1 g |
Rp 16,859,333 |
Rp 13,493,333 |
Starxon Inj 1 g |
Rp 8,673,083 |
Rp 7,320,000 |
Dazolin Infus |
Rp 3,831,667 |
Rp 3,003,000 |
Rycef inj 1 g |
Rp 4,852,083 |
Rp 3,716,667 |
Sedrofen Tab 500 mg |
Rp 933,217 |
Rp 2,048,667 |
Zibac Inj 1 g |
Rp 3,520,000 |
Rp 2,376,000 |
Ceptik Syrup 100 mg/5 ml, 60 ml |
Rp 1,796,667 |
Rp 2,271,500 |
Merobat Inj 1 g |
Rp 1,115,000 |
Rp 2,107,500 |
Bactesyn 1.5 G inj |
Rp 1,056,000 |
Rp 1,716,000 |
Digenta Cream |
Rp 1,774,667 |
Rp 1,871,467 |
Cendo LFX Minidose 0,6 ml @5 Amp |
Rp 1,047,800 |
Rp 1,653,600 |
Bralifex Plus Eye Drop 5 ml |
Rp 1,498,933 |
Rp 1,501,500 |
Clinium Cap 300 Mg |
Rp 2,135,458 |
Rp 1,560,075 |
Infimycin Syr 200 mg/5 ml, 15 ml |
Rp 889,333 |
Rp 1,288,000 |
Ceptik Cap 200 Mg |
Rp 2,675,200 |
Rp 1,908,667 |
Clabat Tab 500 mg |
Rp 520,442 |
Rp 910,800 |
Ceftriaxon Inj 1 g |
Rp 744,333 |
Rp 647,667 |
Fixacep Oral Drop 30 mg/ml, 15 ml |
Rp 750,750 |
Rp 1,024,833 |
Levocin Eye Drop 5 ml |
Rp 510,000 |
Rp 568,800 |
Cendo Xitrol Minidose 0,6 ml @5 Amp |
Rp 1,113,600 |
Rp 757,333 |
Volox Infus 500 mg |
Rp 4,207,500 |
Rp 1,530,000 |
Lapicef Tab 500 mg |
Rp 1,992,375 |
Rp 796,950 |
Rp 62,497,441 |
Rp 54,072,358 |
A. Pengaruh Penerapan Minimum-Maximum Stock Level terhadap Nilai Persediaan
Berdasarkan tabel
di atas. Hasil rerata nilai persediaan kelompok obat antibiotik di
Instalasi Farmasi RSU. Sentra Medika Sanggau sebelum dilakukan intervensi Minimum-Maximum Stock Level (MMSL) , yaitu pada periode Januari-Juni 2021
adalah sebesar Rp.62.497.441,- dan setelah dilakukan intervensi
rerata nilai persediaan bulan Oktober-Desember 2021 mengalami penurunan,
yaitu menjadi sebesar Rp. 54.072.358,- nilai stagnan dan nilai stockout obat sebelum
dan setelah dilakukan simulasi pengendalian persediaan menunjukkan bahwa
simulasi pengendalian persediaan obat di Instalasi Farmasi RS Unhas dengan
kombinasi metode analisis ABC, MMSL dan ROP dapat meningkatkan efisiensi dan
efektivitas jumlah dan item persediaan obat.
B.
Pengaruh Penerapan Minimum-Maximum Stock Level terhadap Month-Stock
Pengaruh penerapan minimum-maximum
stock level pada pengendalian persedian kelompok obat antibiotika
di Instalasi Farmasi RSU. Sentra Medika Sanggau menunjukkan terjadinya penurunan nilai month-stock, antara sebelum dan sesudah intervensi dilakukan.
(Tabel 4.8).
Tabel 9
Perbandingan Nilai Month-Stock
antara Sebelum dan Sesudah Penerapan Minimum-Maximum Stock
Level
DRUGS |
MONTH- STOCK BEFORE |
MONTH-STOCK AFTER |
||
Elpicef Inj 1 g |
2.60 |
1.31 |
||
Starxon Inj 1 g |
1.13 |
1.03 |
||
Dazolin Infus |
1.79 |
1.20 |
||
Rycef inj 1 g |
6.52 |
1.72 |
||
Sedrofen Tab 500 mg |
1.57 |
1.24 |
||
Zibac Inj 1 g |
3.11 |
1.57 |
||
Ceptik Syrup 100
mg/5 ml, 60 ml |
2.33 |
1.84 |
||
Merobat Inj 1 g |
5.00 |
1.80 |
||
Bactesyn 1.5 G inj |
3.56 |
1.73 |
||
Digenta Cream |
1.96 |
1.93 |
||
Cendo LFX Minidose
0,6 ml @5 Amp |
4.15 |
1.73 |
||
Bralifex Plus Eye
Drop 5 ml |
1.49 |
1.72 |
||
Clinium Cap 300 mg |
2.33 |
1.81 |
||
Infimycin Syr 200
mg/5 ml, 15 ml |
2.00 |
1.50 |
||
Ceptik Cap 200 Mg |
1.91 |
3.26 |
||
Clabat Tab 500 mg |
2.62 |
1.58 |
||
Ceftriaxon Inj 1 g |
1.86 |
1.28 |
||
Fixacep Oral Drop 30
mg/ml, 15 ml |
1.80 |
2.39 |
||
Levocin Eye Drop 5
ml |
1.33 |
1.50 |
||
Cendo Xitrol
Minidose 0,6 ml @5 Amp |
2.12 |
2.41 |
||
Volox Infus 500 mg |
9.43 |
6.00 |
||
Lapicef Tab 500 mg |
2.49 |
4.14 |
||
2.87 |
2.03 |
Berdasarkan tabel di atas, tampak
bahwa rerata rasio month-stock
(stok bulanan) kelompok obat antibiotik di Instalasi Farmasi
RSU. Sentra Medika Sanggau sebelum dilakukan intervensi
Minimum-Maximum Stock Level (MMSL) , yaitu pada periode
Januari-Juni 2021 adalah sebesar 2,87 dan rerata rasio month-stock setelah dilakukan intervensi pada bulan Oktober-Desember 2021 mengalami penurunan, yaitu
menjadi sebesar 2,03 (R. I. Kemenkes, 2019). |
Pada uji
statistik menggunakan Wilcoxon Match-Pairs menunjukkan adanya pengaruh atau perbedaan bermakna penerapan
metode minimum-maximum stock level terhadap month-stock
kelompok obat antibiotik dengan nilai p = 0,021 (p <
0,05), yang
berarti H-1 diterima. Sehingga dapat disimpulkan bahwa semakin kecil rasio month-stock akan menunjukkan persediaan
kelompok obat antibiotik yang semakin efisien.
Pengendalian persediaan
obat generik dengan metode MMSL (Minimum-Maximum
Stock Level) yang dilakukan di Rumah Sakit Islam Surabaya juga menunjukkan
bahwa metode ini dapat digunakan untuk menghitung jumlah stok minimum dan
maksimum yang sesuai untuk persediaan obat agar tidak terjadi kekosongan maupun
kelebihan stok obat (Kumalasari & Rochmah, 2016).
Penelitian (Nopiana, 2021)
dkk di RS. (Nopiana, 2021)
menunjukkan bahwa pengendalian obat
kardiovaskular dengan metode ABC-EOQ-ROP- Safety Stock diketahui dapat
meningkatkan efisiensi biaya sekitar 17,91% dari biaya pemesanan actual (Abbas et al., 2021).
C. Pengaruh Penerapan Minimum-Maximum Stock Level terhadap Turn-Over Ratio
Pengaruh penerapan minimum-maximum
stock level pada pengendalian persedian kelompok obat antibiotika
di Instalasi Farmasi RSU. Sentra
Medika Sanggau menunjukkan terjadinya peningkatan Turn-Over
Ratio (TOR),
antara sebelum dan sesudah
intervensi dilakukan. (Tabel 9).
Tabel 10
Perbandingan Turn-Over Ratio
antara Sebelum dan Sesudah Penerapan Minimum-Maximum Stock
Level
NAMA OBAT |
TOR AWAL |
TOR AKHIR |
|
Elpicef Inj 1 g |
0.48 |
1.23 |
|
Starxon Inj 1 g |
1.59 |
1.90 |
|
Dazolin Infus |
0.78 |
1.43 |
|
Rycef inj 1 g |
0.17 |
0.82 |
|
Sedrofen Tab 500 mg |
0.93 |
1.36 |
|
Zibac Inj 1 g |
0.38 |
0.94 |
|
Ceptik Syrup 100 mg/5 ml,
60 ml |
0.55 |
0.74 |
|
Merobat Inj 1 g |
0.22 |
0.77 |
|
Bactesyn 1.5 G inj |
0.33 |
0.81 |
|
Digenta Cream |
0.68 |
0.70 |
|
Cendo LFX Minidose 0,6 ml
@5 Amp |
0.27 |
0.81 |
|
Bralifex Plus Eye Drop 5
ml |
1.01 |
0.82 |
|
Clinium Cap 300 Mg |
0.55 |
0.76 |
|
Infimycin Syr 200 mg/5 ml,
15 ml |
0.67 |
1.00 |
|
Ceptik Cap 200 Mg |
0.71 |
0.36 |
|
Clabat Tab 500 mg |
0.47 |
0.92 |
|
Ceftriaxon Inj 1 g |
0.74 |
1.28 |
|
Fixacep Oral Drop 30
mg/ml, 15 ml |
0.77 |
0.53 |
|
Levocin Eye Drop 5 ml |
1.20 |
1.00 |
|
Cendo Xitrol Minidose 0,6
ml @5 Amp |
0.62 |
0.52 |
|
Volox Infus 500 mg |
0.11 |
0.18 |
|
Lapicef Tab 500 mg |
0.50 |
0.27 |
|
13.73 |
19.16 |
Berdasarkan tabel di atas, tampak bahwa total Turn-Over Ratio (TOR) kelompok obat antibiotik di Instalasi Farmasi RSU. Sentra Medika Sanggau sebelum dilakukan intervensi Minimum-Maximum Stock
Level (MMSL) , yaitu pada periode Januari-Juni 2021 adalah sebesar 13,73 dan total Turn-Over Ratio (TOR) setelah
dilakukan intervensi pada bulan Oktober-Desember 2021 mengalami kenaikan, yaitu
menjadi 19,16.
Pada uji statistik menggunakan Wilcoxon Match-Pairs menunjukkan adanya pengaruh bermakna penerapan metode minimum-maximum
stock level terhadap Turn-Over Ratio (TOR) kelompok obat
antibiotik dengan nilai p = 0,006 (p <
0,05), yang
berarti H-1 diterima (Gizaw & Jemal, 2021). Sehingga
dapat disimpulkan bahwa semakin besar Turn-Over Ratio (TOR) akan menunjukkan persediaan kelompok
obat antibiotik yang semakin efisien (Indarti et al., 2019)
Lebih tinggi rasio perputaran persediaan
menunjukkan pembelian item
persediaan baru adalah
mengganti persediaan yang benar- benar dijual dan lebih sedikit item persediaan
tertahan di rak. Ini berarti lebih sedikit uang tunai yang terikat dalam
persediaan dan tersedia untuk penggunaan lain, termasuk peningkatan
profitabilitas (Herist, 2011).
Penelitian yang
dilakukan oleh (Nur et al., 2019)
menunjukkan nilai persediaan yang lebih
rendah dan Turn-Over Ratio yang lebih
besar dibandingkan sebelum intervensi.
Penelitian (Kencana, 2018)
menunjukkan kenaikan hasil perhitungan ITOR setelah analisis menjadi 19,6 dari
nilai 8,1 sebelum dilakukan intervensi. Pengendalian persediaan yang baik
bahkan mampu meningkatkan nilai ITOR di unit farmasi Rumah Sakit hingga diatas
nilai standar 8-12 kali (Doso & Gao, 2020)
Meskipun secara total menunjukkan peningkatan turn-over ratio, namun beberapa item
obat dalam kelompok antibiotik menunjukkan penurunan turn-over ratio. Hal ini antara lain disebabkan oleh perubahan pola
pemakaian obat antibiotika serta perubahan pola penyakit pada periode waktu
tertentu di Rumah Sakit (Heizer et al., 2017).
Penelitian Mayo Clinic bersama
Rumah Sakit St. Luke di Haiti
menunjukkan bahwa penerapan Pharmacy
Computerized Inventory Program (PCIP) pada manajemen rantai pasokan sediaan
farmasi rumah sakit untuk mengelola persediaan obat melalui sistem yang
memungkinkan informasi real-time
tentang status inventaris, juga
menunjukkan keuntungan dalam peramalan perencanaan obat, meningkatkan
ketersediaan obat di titik perawatan, mengurangi pemborosan dan kekurangan stok
sediaan farmasi (Holm et al., 2015). Untuk
selanjutnya, manajemen kontrol persediaan seharusnya beralih ke sistem digital.
Pengendalian persediaan harus terkomputerisasi dan semua sistem harus
dipelihara oleh sistem perangkat lunak seperti analisis sistem dan pemrosesan
data (System Analysis and Data
Processing; SAP) perangkat luna (Buckley et al., 2017)
Kesimpulan
Berdasarkan penelitian Analisa Perencanaan dan Pengendalian Antibiotik Berdasarkan Metode
Konsumsi ABC dengan Penerapan Minimum-Maximum
Stock Level terhadap Nilai Persediaan, Month Stock dan Turn Over
Ratio yang dilakukan di
Instalasi Farmasi RSU. Sentra Medika Sanggau pada bulan Oktober hingga Desember
2021, dapat diambil kesimpulan sebagai berikut :
a.
Hasil
penerapan metode Minimum-Maximum Stock Level (MMSL)
pada perencanaan persediaan farmasi memberikan pengaruh yang cukup bermakna pada
efisiensi persediaan obat yaitu adanya penurunan nilai month-stock
dan peningkatan nilai ITOR (Inventory Turn Over Ratio) pada kelompok intervensi dibandingkan
kelompok non-intervensi.
b.
Sedangkan
hasil penerapan metode Minimum-Maximum Stock Level (MMSL)
pada perencanaan persediaan farmasi tidak memberikan pengaruh yang cukup bermakna terhadap
penurunan nilai persediaan, namun menunjukkan efisiensi hingga 13,48% pada kelompok intervensi
dibandingkan kelompok non-intervensi
Dampung, V., Maidin, A., &
Mardiana, R. (2018). Penerapan Metode Konsumsi dengan Peramalan, EOQ, MMSL dan
Analisis ABC-VEN dalam Manajemen Perbekalan Farmasi di Rumah Sakit Pelamonia
Makassar. Media Farmasi, 14(1), 124–131. Google
Scholar
Doso, T., Sunarni, T., & Herdwiani, W. (2020). Analisa
Pengendalian Persediaan Dengan Metode EOQ, JIT dan MMSL DiInstalasi Farmasi
Rumah Sakit XXX Kota Mojokerto. Jurnal
Farmasi Sains Dan Terapan, 7(2),
81–85. Google
Scholar
Fadhila, R. (2013). Studi
Pengendalian Persediaan Obat Generik Melalui Metode Analisis ABC, Economic
Order Quantity (EOQ) dan Reorder Point (ROP) di Gudang Farmasi Rumah Sakit
Islam Asshobirin Tahun 2013. Google
Scholar
Gizaw, T., & Jemal, A. (2021). How is Information from
ABC–VED–FNS Matrix Analysis Used to Improve Operational Efficiency of
Pharmaceuticals Inventory Management? A Cross-Sectional Case Analysis. Integrated Pharmacy Research & Practice,
10, 65. Google
Scholar
Heizer, J., Render, B., Munson, C., & Sachan, A. (2017). Operations management: sustainability and
supply chain management, 12/e. Pearson Education. Google
Scholar
Holm, M., Rudis, M., & Wilson, J. (2015). Pharmaceutical
supply chain management through implementation of a hospital Pharmacy
Computerized Inventory Program (PCIP) in Haiti. Annals of Global Health, 81(1).
Google
Scholar
Indarti, T. R., Satibi, S., & Yuniarti, E. (2019).
Pengendalian Persediaan Obat dengan Minimum-Maximum Stock Level di Instalasi
Farmasi RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta. Jurnal
Manajemen Dan Pelayanan Farmasi (Journal of Management and Pharmacy Practice),
9(3), 192–202. Google
Scholar
Kemenkes, R. I. (2019). Pedoman Penyusunan Rencana Kebutuhan
Obat dan Pengendalian Persediaan Obat di Rumah Sakit. Jakarta: Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. Google
Scholar
Kencana, G. G. (2018). Analisis Perencanaan dan Pengendalian
Persediaan Obat Antibiotik di RSUD Cicalengka Tahun 2014. Jurnal Administrasi Rumah Sakit Indonesia,
3(1). Google
Scholar
Kumalasari, A., & Rochmah, T. N. (2016). Pengendalian
Persediaan Obat Generik Dengan Metode MMSL (Minimum-Maximum Stock Level) di
Unit Farmasi Rumah Sakit Islam Surabaya. Jurnal
Manajemen Kesehatan Yayasan RS. Dr. Soetomo, 2(2), 143–152. Google
Scholar
Kusuma, H. (2009). Manajemen Produksi. Yogyakarta: Andi. Google
Scholar
Ma’wa J,
Rivai F, Masni, Sistem Pengendalian Persediaan Obat Menggunakan Kombinasi Metode
Analisis ABC, Minimum Maximum Stock Level (MMSL) Dan Reorder Point (ROP) Di
Rumah Sakit Universitas Hasanuddin Tahun 2017, Tesis, Unhas, Makasar
Nopiana, A. N. (2021). Analysis of Cardiovascular Drugs
Inventory Control Using ABC-EOQ-ROP-SS Method at Jakarta Islamic Hospital. Journal: JMMR (Jurnal Medicoeticolegal Dan
Manajemen Rumah Sakit), 9(3),
237–247. Google
Scholar
Nur, A. K., Kautsar, A. P., Hilmi, I. L., & Abdulah, R.
(2019). Efficiency Fast-Moving Drug Plan with Reorder Point Intervention at a
Private Hospital in Bandung. Pharmacology
and Clinical Pharmacy Research, 4(3),
61–66. Google
Scholar
Suciati, S. (2010). Analisis
Perencanaan Obat Berdasarkan ABC Indeks Kritis di Instalasi Farmasi. Depok:
Jurnal Manajemen Pelayanan Kesehatan, Volume 9 Nomor 1. volume 9(no 1). Google
Scholar
Waters, D. (2003). Inventory
Control and Management. Wiley. Google
Scholar
Copyright
holder: Yudha Pranata, Agusdini
Banun, Mohamad Reza Hilmy (2022) |
First
publication right: Jurnal Health Sains |
|