Jurnal Health Sains: p–ISSN: 2723-4339 e-ISSN: 2548-1398

Vol. 3, No.09, September 2022

 

PENGENDALIAN ANTIBIOTIK BERDASAR METODE KONSUMSI ABC DENGAN PENERAPAN MINIMUM-MAXIMUM STOCK LEVEL TERHADAP EFISIENSI PERSEDIAAN FARMASI RUMAH SAKIT

 

Yudha Pranata, Agusdini Banun, Mohamad Reza Hilmy

Magister Administrasi Rumah Sakit Universitas Esa Unggul, Indonesia

Email: dryudhapranata@student.esaunggul.ac.id, agusdini@esaunggul.ac.id, mohamad.reza@esaunggul.ac.id

 

artikel info

abstraK

Diterima:

1 Agustus 2022

Direvisi:

10 September 2022

Dipublish:

25 September 2022

Perencanaan dan pengendalian  persediaan obat yang tidak efisien selain dapat menyebabkan kekurangan atau kelebihan stok, juga dapat menyebabkan inefisien dalam biaya operasional rumah sakit. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh penerapan metode Minimum-Maximum Stock Level (MMSL) pada efisiensi dan efektifitas persediaan obat di Instalasi Farmasi RSU. Sentra Medika Sanggau. Sampel kelompok obat antibiotik golongan A dari metode konsumsi ABC sebanyak 22 jenis obat diambil secara purposive dari data retrospektif bulan Januari - Juni 2021, dan dilakukan penerapan metode MMSL secara prospektif pada  bulan Oktober - Desember 2021. Dilakukan analisa data nilai persediaan, month-stock, serta ITOR (Inventory Turn Over Ratio) sebelum dan sesudah penerapan metode MMSL menggunakan uji statistik Wilcoxon Signed Rank Test.

Hasil uji statistik menunjukkan pengaruh penerapan metode MMSL terhadap rasio month-stock kelompok antibiotik sebelum intervensi sebesar 2,87  dan sesudah intervensi 2,03 dengan nilai p = 0,021  (p<0,05).   Sedangkan nilai ITOR sebelum intervensi 13,73 kali/tahun dan sesudah intervensi 19,16 kali/tahun dengan nilai p = 0,006 (p<0,05). Meskipun tidak menunjukkan perbedaan yang bermakna pada nilai persediaan kelompok antibiotik antara sebelum intervensi (Rp. 62.497.441,)-  dan sesudah intervensi (Rp. 54.072.358,-), dengan nilai p = 0,236  (p>0,05), namun menunjukkan efisensi sebesar 13,48%. Penerapan metode MMSL memberikan dampak positif terhadap meningkatnya efisiensi pengendalian obat di Rumah Sakit dengan menurunnya nilai persediaan dan rasio month-stock, serta meningkatkan  ITOR.

 

ABSTRACT

Inefficient planning and control of drug supplies, apart from causing shortages or excess stocks, can also lead to inefficiency in hospital operating costs. This study aims to determine the effect of applying the Minimum-Maximum Stock Level (MMSL) method on the efficiency and effectiveness of drug supply in the Pharmacy Installation of RSU. Sanggau Medical Center. The sample group of class A antibiotics from the ABC consumption method as many as 22 types of drugs were taken purposively from retrospective data from January - June 2021, and applied the MMSL method prospectively in October - December 2021. Data analysis was carried out on inventory values, month-stock, and ITOR (Inventory Turn Over Ratio) before and after the application of the MMSL method using the Wilcoxon Signed Rank Test statistical test.
The results of statistical tests showed the effect of applying the MMSL method to the month-stock ratio of the antibiotic group before the intervention was 2.87 and after the intervention was 2.03 with a p value of 0.021 (p <0.05). While the ITOR value before the intervention was 13.73 times/year and after the intervention was 19.16 times/year with p value = 0.006 (p<0.05). Although it did not show a significant difference in the inventory value of the antibiotic group between before the intervention (Rp. 62,497,441,) - and after the intervention (Rp. 54,072,358,-), with p value = 0.236 (p>0.05), but shows an efficiency of 13.48%. The application of the MMSL method has a positive impact on increasing the efficiency of drug control in hospitals by decreasing the inventory value and month-stock ratio, as well as increasing ITOR.

Kata Kunci:

MMSL; antibiotik; nilai persediaan; month-stock; ITOR

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Keywords:

MMSL; antibiotics; inventory value; month-stock; ITOR


 


Pendahuluan

            Menurut laporan American Hospital Association (2011), 99,5% rumah sakit di Amerika akan  mengalami satu atau lebih kekurangan obat dalam enam bulan terakhir. Dan sekitar 82% dari RS menunda perawatan pasien akibat kekurangan obat dan lebih dari setengahnya tidak mampu menyediakan obat sesuai dengan resep yang diberikan. Selain itu sebagian besar rumah sakit tersebut melaporkan biaya obat meningkat sebagai akibat dari kekurangan obat. Pada umumnya rumah sakit memiliki biaya rutin terbesar pada pengadaan sediaan farmasi, menurut kebijakan obat nasional menyatakan bahwa biaya obat merupakan bagian yang cukup besar dari seluruh biaya kesehatan. Dari berbagai survei dapat disimpulkan bahwa biaya untuk pembelanjaan obat di rumah sakit dapat menyerap sekitar 40-50% dari jumah operasional pelayanan kesehatan (Fadhila, 2013).

       Anggaran belanja obat di rumah sakit merupakan komponen terbesar dari pengeluaran rumah sakit. Di banyak negara berkembang belanja obat di rumah sakit dapat menyerap sekitar 40 hingga 50% dari biaya keseluruhan rumah sakit. Biaya yang besar

 

 

 

tersebut tentunya harus dikelola dengan efektif dan efisien, mengingat dana untuk  pembelian obat di rumah sakit tidak selalu sesuai dengan kebutuhan (K. Kemenkes, 2019). Meskipun dalam pengadaan sediaan farmasi menghabiskan biaya yang besar khususnya untuk pengadaan obat, namun pelayanan farmasi juga merupakan revenue center utama. Hal tersebut mengingat bahwa sekitar 30% hingga 50% dari seluruh pemasukan RS berasal dari pengelolaan perbekalan farmasi  Untuk itu, jika masalah perbekalan farmasi tidak dikelola secara cermat dan penuh tanggung jawab maka dapat diprediksi bahwa pendapatan RS akan mengalami penurunan dan cash-flow rumah sakit akan terganggu (Suciati, 2010)

       Pengendalian persediaan berfungsi untuk memastikan ketersediaan suatu barang dan agar perusahaan selalu mempunyai persediaan dalam   jumlah yang tepat, pada waktu yang tepat, dan dalam spesifikasi atau mutu yang telah ditentukan sehingga kontinuitas usaha dapat terjamin (tidak terganggu) dan biaya yang dikeluarkan untuk mengadakan persediaan minimal (Kusuma, 2009). Terdapat pertanyaan penting dalam pengendalian persediaan yaitu item apa yang harus di simpan, kapankah seharusnya melakukan pemesanan dan berapa banyak yang harus di pesan. Untuk menjawab ketiga pertanyaan tersebut maka digunakan metode ABC untuk menjawab apa yaang harus di sediakan, dengan mengetahui pengelompokan obat antibiotik berdasarkan nilai pemakaian, nilai investasi dan nilai indeks kritis obat maka akan diketahui obat yang menjadi prioritas untuk dikendalikan (Waters, 2003) Metode konsumsi merupakan salah satu metode standar yang digunakan untuk perencanaan jumlah kebutuhan obat. Metode ini memberikan prediksi keakuratan yang baik terhadap perencanaan kebutuhan obat. (T. Doso et al., 2020).

        Analisis ABC ( Always, Better, Control ) disebut juga sebagai analisis Pareto atau hukum Pareto 80/20 adalah salah satu metode yang digunakan dalam manajemen logistik untuk menentukan jumlah item obat dari yang akan direncanakan pengadaannya berdasarkan prioritas. Metode tersebut sangat erat kaitannya dengan biaya dan pemakaian perbekalan farmasi dalam setahun, sehingga diperlukan tingkatan prioritas dengan asumsi berapa jumlah pesanan dan kapan dipesan. Metode ini membagi kelompok barang menjadi tiga yaitu A, B dan C. Kelompok A merupakan barang dengan jumlah item sekitar 15-20% tapi mempunyai nilai investasi sekitar 70-80% dari nilai investasi total, kelompok B merupakan barang dengan jumlah item sekitar 30% tapi mempunyai nilai investasi sekitar 15-25% dari nilai investasi total, sedangkan kelompok C merupakan barang dengan jumlah item sekitar 50-55% tapi mempunyai nilai investasi sekitar 5% dari nilai investasi total (Jacobs & Chase, 2020). Dengan pengelompokan tersebut maka cara pengelolaan masing-masing akan lebih mudah, sehingga perencanaan, pengendalian fisik, keandalan pemasok dan pengurangan besar stok pengaman dapat menjadi lebih baik. Penggunaan analisis ABC pada perencanaan persediaan farmasi dimaksudkan untuk memprioritaskan perencanaan yang sering digunakan, yang meskipun jenisnya sedikit akan tetapi mempunyai biaya investasi yang besar. Maka apabila Instalasi Farmasi Rumah Sakit (IFRS) dapat mengendalikan persediaan farmasi, maka berarti sudah dapat mengendalikan 80% - 95% dari nilai sediaan farmasi yang digunakan di RS (Heizer dan Render, 2017).

       Berbagai metode pengendalian persediaan obat dapat diterapkan di Instalasi Farmasi Rumah Sakit, salah satunya adalah metode MMSL (Minimum-Maximum Stock Level). Metode MMSL ini adalah metode yang paling sederhana dalam pengendalian persediaan obat yang dapat diterapkan. Minimum–Maximum Stock Level (MMSL) merupakan suatu metode pengendalian persediaan perbekalan farmasi yang digunakan untuk pengadaan yang terjadwal. Oleh karena itu, metode ini menggunakan interval waktu pemesanan. Metode ini digunakan untuk mengantisipasi kecenderungan rumah sakit dalam melakukan pengadaan persediaan perbekalan farmasi secara berlebihan dan mengetahui stok minimal sehingga tidak terjadi stock-out  (Dampung et al., 2018).

       Nilai persediaan (inventory value) merupakan nilai persediaan perbekalan farmasi, yang didapat dari data awal pemakaian obat dan sisa persediaan selanjutnya dikalikan dengan hargaEfisiensi persediaan obat diukur dengan besaran nilai Turn Over Ratio (TOR) obat yaitu harga pokok penjualan dibagi nilai rata-rata persediaan obat. Interpretasinya menunjukkan bahwa semakin tinggi nilai TOR, maka semakin efisien pengelolaan  persediaan obat Data stok dan pemakaian obat pada Semester I Periode Januari-Juni 2021 di Instalasi Farmasi Rumah Sakit Umum Sentra Medika Sanggau, tampak pada tabel berikut (Nopiana, 2021).

 


Tabel 1

Data persediaan , pemakaian obat, month-stock dan turn-over ratio di RSU. Sentra Medika Sanggau Januari-Juni I Tahun 2021



BLN

STOK /PERSEDIAAN

PEMAKAIAN

MONTH –STOCK

TOR

JAN

Rp   598,813,659

Rp     186,264,891

3.21

0.31

FEB

Rp   512,450,285

Rp     145,603,061

3.52

0.28

MAR

Rp   544,922,191

Rp     150,410,303

3.62

0.28

APRIL

Rp   594,275,691

Rp     256,697,641

2.32

0.43

MEI

Rp   618,582,173

Rp     258,756,203

2.39

0.42

JUNI

Rp   571,724,574

Rp     259,203,733

2.21

0.45


 

Dari tabel di atas tampak bahwa perbandingan antara persediaan obat terlalu besar bila dibandingkan dengan pemakaian

 

 

obat, yang menyebabkan  stok bulanan terlalu tinggi dan rasio perputaran obat terlalu rendah.

 


Tabel 2

Nilai investasi perbekalan obat di RSU. Sentra Medika Sanggau Januari-Juni Tahun 2021


 

Kelompok

Obat

Jenis

Pemakaian

Obat

Persentase  

Jenis

Pemakaian

(%)

Nilai Investasi

(Rp)

Persentase

 Nilai Investasi

(%)

A (Investasi Tinggi)

111

14,78%

Rp. 658.768.167,-

69,89%

B ((Investasi Sedang)

159

21,17%

Rp. 188.982.596,-

20,05%

C (Investasi Rendah)

481

64,05%

Rp.   94.824.338,-

10,06%

Total

751

100,00%

Rp. 942.575.101,-

100,00%


 

Tabel di atas menunjukkan besarnya nilai investasi yang ditanamkan pada kelompok

 

 

obat A,B dan C, dengan nilai total mencapai Rp. 942.575.101,- di RSU. Sentra Medika Sanggau Semester I Tahun 2021.


Metode  Penelitian

       Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif, dengan desain penelitian bersifat studi  komparatif eksperimental,  yaitu dengan membandingkan nilai persediaan, month-stock, dan Turn-Over Ratio terhadap sediaan antibiotik dalam kelompok A metode konsumsi antara sebelum dan sesudah penerapan metode Minimum-Maximum Stock Level (MMSL). Penelitian ini merupakan penelitian prospektif, dengan melihat pengaruh penerapan metode Minimum-Maximum Stock Level (MMSL) terhadap nilai

 

persediaan, month-stock, dan Turn-Over Ratio sediaan antibiotik dalam kelompok A metode konsumsi  selama periode waktu penerapan Oktober hingga Desember 2021.

Penentuan sampel secara purposive yang diambil dari data retrospektif bulan Januari - Juni 2021 dan data penerapan metode diambil secara prospektif yaitu bulan Oktober-Desember 2021. Jumlah sampel penelitian adalah 22 jenis oba t golongan antibiotik yang termasuk dalam kategori A analisa ABC yang dilihat dari data pembelian obat di Instalasi Farmasi RSU.Sentra Medika Sanggau selama bulan Januari- Juni 2021. Variabel yang diteliti adalah nilai persediaan, month-stock, 

serta TOR (Turn Over Ratio) dari golongan obat antibiotik yang masuk dalam kategori A. Analisa data menggunakan uji statistik Wilcoxon Signed Ranks Test, dengan menganalisa hasil sebelum dan sesudah penerapan minimum-maximum stock level pada sampel obat penelitian.

 

Hasil Penelitian dan Pembahasan

Sebelum dilakukan penerapan Minimum-Maximum Stock Level (MMSL) pada perencanaan persediaan farmasi bulan Oktober-Desember 2021, terlebih dahulu dilakukan analisis ABC atau analisis Pareto data penggunaan obat selama bulan Januari – Juni 2021 untuk mendapatkan data obat yang masuk ke dalam kategori A (Tabel 4.1).

 


 

Tabel 3

Kelompok Obat Berdasarkan Analisa ABC dan Metode Konsumsi Persediaan Farmasi Bulan  Januari-Juni  2021


 

 


KELOMPOK

% ITEM

JUMLAH ITEM

%

JUMLAH

PEMBELIAN

A

16,20

110

69,89

 Rp   658.768.167,-

B

23,27

158

20,05

 Rp   188.982.596,-

C

60,53

411

10,06

 Rp      94.824.338,-

TOTAL DATA

679

100

 Rp    942.824.338,-


 

Nilai investasi yang besar pada obat kategori A di atas yaitu sekitar 69,89% dari total biaya persediaan obat di instalasi farmasi rumah sakit, maka hal ini menjadikan satu perhatian penting untuk dilakukannya penerapan metode pengendalian persediaan obat.

 

 

Dari tabel 3 didapatkan bahwa kelompok obat antibiotika menempati nilai investasi terbesar, yaitu Rp. 151.279.263,- atau sekitar 16,05% dari pengadaan sediaan farmasi kelompok A pada analisa ABC, sehingga kelompok obat ini dipilih sebagai sampel penelitian

 


Tabel 4

Hasil Analisa ABC Pengadaan Sediaan Farmasi Periode Januari-Juni 2021

 


No.

Kelompok

Obat

Jumlah Item

Nilai

Investasi

%

1

Antibiotika

22

Rp  151,279,263

16.05%

2

Penghambat Pompa Proton

 

7

 

Rp     83,385,629

8.85%

3

Vitamin, Suplemen, dan Mineral

 

 

14

 

 

Rp     77,808,110

8.25%

4

Analgesika Antipiretika

 

7

 

Rp     38,262,607

4.06%

5

Terapi Hormonal

5

Rp     37,945,067

4.03%

6

Antiemetika

2

Rp     28,648,400

3.04%

7

Cairan Infus

4

Rp     17,845,270

1.89%

8

Antikoagulan

4

Rp     14,918,533

1.58%

9

Antihipertensi

3

Rp     14,808,483

1.57%

10

Antiulcer

2

Rp     14,206,500

1.51%

11

Antispasmodik

4

Rp     13,498,150

1.43%

12

Hemostatic Agent

2

Rp     10,993,445

1.17%

13

Vasodilator Periferal

 

2

 

Rp     10,593,000

1.12%

14

Analgesik Opioid

2

Rp        9,827,700

1.04%

15

Antihiperlipidemia

3

Rp        8,364,500

0.89%

16

Anestesi Umum

2

Rp        6,213,600

0.66%

17

Antagonis H2

1

Rp        5,775,000

0.61%

18

Antivirus

1

Rp        3,289,000

0.35%

19

Dekongestan

1

Rp        2,940,300

0.31%

20

Antihemoroid

1

Rp        2,618,000

0.28%

21

Emolien atau Preparat Mata

 

1

 

Rp        2,436,000

0.26%

22

Laksatif (Pencahar)

 

1

 

Rp        2,310,000

0.25%

23

Antihistamin

1

Rp        2,216,500

0.24%

24

Probiotik

1

Rp        1,971,200

0.21%

25

BMHP

20

Rp      96,613,910

10.25%

TOTAL

Rp     658,768,167

69,89%


 

Tidak semua jenis obat obat yang ada di Instalasi Farmasi Rumah Sakit Sentra Medika Sangggau digunakan sebagai sampel penelitian, mengingat banyaknya jenis obat obat yang ada dan faktor pasokan atau suplai obat dari supplier yang banyak mengalami

 

 

kendala ketersediaan, serta kesinambungan pemakaian perbulan, maka sampel penelitian ini berfokus pada obat kategori A (high volume dan high cost) yaitu dengan jumlah dan nilai pemakaian yang tinggi selama bulan Januari - Juni 2021.


 

Tabel 5

Kelompok Obat Berdasarkan Analisa ABC dan Metode Konsumsi Persediaan Farmasi Bulan  Oktober-Desember 202



KELOMPOK

% ITEM

JUMLAH ITEM

%

JUMLAH PEMBELIAN

A

11,42

78

69,84

Rp    368.511.258 ,-

B

19,03

130

20,07

Rp     105.917.633 ,-

C

69,55

475

10,09

Rp       53.200.725 ,-

TOTAL DATA

683

100

Rp     527.629.616 ,-


 

           Dari tabel di atas, diketahui bahwa berdasarkan analisa ABC metode konsumsi kelompok obat A dengan 78 item, mencakup 69,84% persediaan, dengan jumlah pembelian mencapai Rp. 368,511,258,- diikuti kelompok obat B dengan 130 item, mencakup 20,07% persediaan, dengan jumlah pembelian mencapai Rp. 105.917.633,- dan kelompok obat C dengan 475 item, mencakup 10,09% persediaan, dengan jumlah pembelian mencapai Rp. 53.200.725,-. Kelompok A merupakan barang dengan jumlah item sekitar 15-20% tapi mempunyai nilai investasi sekitar 70-80% dari nilai investasi total, kelompok B merupakan barang dengan jumlah item sekitar 30% tapi mempunyai nilai investasi sekitar 15-25% dari nilai investasi total, sedangkan kelompok C merupakan barang dengan jumlah item sekitar 50-55% tapi mempunyai nilai investasi sekitar 5% dari nilai investasi total (Jacobs dan Chase, 2020). Metode analisis ABC sangat berguna dalam memfokuskan perhatian manajemen terhadap penentuan jenis barang yang paling penting dan perlu di prioritaskan dalam persediaan, sebab tidaklah realistis jika memantau barang yang

 

tidak mahal dengan intensitas yang sama dengan barang yang sangat mahal  (Heizer dan Render, 2017). Hal ini sejalan dengan pernyataan yang dikeluarkan WHO, bahwa terdapat empat strategi dalam pengadaan obat yang baik yaitu pengadaaan obat-obatan dengan harga mahal dengan jumlah yang tepat dalam penelitian dipilih obat kategori A (high volume dan high cost); seleksi terhadap supplier yang dapat dipercaya dengan produk yang berkualitas, dalam penelitian dilakukan evaluasi terhadap pemenuhan suplai dari supplier yaitu kesesuaian antara jumlah pesanan dan jumlah Tidak semua jenis obat obat yang ada di Instalasi Farmasi Rumah Sakit Sentra Medika Sangggau digunakan sebagai sampel penelitian, mengingat banyaknya jenis obat obat yang ada dan faktor pasokan atau suplai obat dari supplier yang banyak mengalami kendala ketersediaan, serta kesinambungan pemakaian perbulan, maka sampel penelitian ini berfokus pada obat kategori A (high volume dan high cost) yaitu dengan jumlah dan nilai pemakaian yang tinggi selama bulan Januari - Juni 2021.


 

Tabel 6

Kelompok Obat Berdasarkan Analisa ABC dan Metode Konsumsi Persediaan Farmasi Bulan  Oktober-Desember 2021

KELOMPOK

% ITEM

JUMLAH ITEM

%

JUMLAH PEMBELIAN

A

11,42

78

69,84

Rp    368.511.258 ,-

B

19,03

130

20,07

Rp     105.917.633 ,-

C

69,55

475

10,09

Rp       53.200.725 ,-

TOTAL DATA

683

100

Rp     527.629.616 ,-

 

          


Dari tabel di atas, diketahui bahwa berdasarkan analisa ABC metode konsumsi kelompok obat A dengan 78 item, mencakup 69,84% persediaan, dengan jumlah pembelian mencapai Rp. 368,511,258,- diikuti kelompok obat B dengan 130 item, mencakup 20,07% persediaan, dengan jumlah pembelian mencapai Rp. 105.917.633,- dan kelompok obat C dengan 475 item, mencakup 10,09% persediaan, dengan jumlah pembelian mencapai Rp. 53.200.725,-. Kelompok A merupakan barang dengan jumlah item sekitar 15-20% tapi mempunyai nilai investasi sekitar 70-80% dari nilai investasi total, kelompok B merupakan barang dengan jumlah item sekitar 30% tapi mempunyai nilai investasi sekitar 15-25% dari nilai investasi total, sedangkan kelompok C merupakan barang dengan jumlah item sekitar 50-55% tapi mempunyai nilai investasi sekitar 5% dari nilai investasi total (Jacobs et al., 2020). Metode analisis ABC sangat berguna dalam memfokuskan perhatian manajemen terhadap penentuan jenis barang yang paling penting dan perlu di prioritaskan dalam persediaan, sebab tidaklah realistis jika memantau barang yang tidak mahal dengan intensitas yang sama dengan barang yang sangat mahal (Heizer et al., 2017).

           Hal ini sejalan dengan pernyataan yang dikeluarkan WHO, bahwa terdapat empat strategi dalam pengadaan obat yang baik yaitu pengadaaan obat-obatan dengan harga mahal dengan jumlah yang tepat dalam penelitian dipilih obat kategori A (high volume dan high cost); seleksi terhadap supplier yang dapat dipercaya dengan produk yang berkualitas, dalam penelitian dilakukan evaluasi terhadap pemenuhan suplai dari supplier yaitu kesesuaian antara jumlah pesanan dan jumlah.


 

Tabel 7

Nama Obat dan Generik

NO

NAMA OBAT

NAMA GENERIK

1

Elpicef Inj 1 g

Ceftriaxon inj 1 gr

2

Starxon Inj 1 g

Ceftriaxon inj 1 gr

3

Dazolin Infus

Metronidazol infus 500 mg

4

Rycef inj 1 g

Cefotaxime inj 1 gr

5

Sedrofen Tab 500 mg

Cefadroxyl tab 500 mg

6

Zibac Inj 1 g

Ceftazidime inj 1 gr

7

Ceptik Syrup 100 mg/5 ml, 60 ml

Cefixime syr 100 mg/5 ml

8

Merobat Inj 1 g

Meropenem inj 1 gr

9

Bactesyn 1.5 G inj

Ampicillin-Sulbactam inj 1,5 gr

10

Digenta Cream

Gentamycin cr

11

Cendo LFX Minidose 0,6 ml @5 Amp

Levofloxacyn tetes mata 5mg/ml

12

Bralifex Plus Eye Drop 5 ml

Tobramycin 3 mg/ml, Dexamethasone 1 mg/ml

13

Clinium Cap 300 Mg

Clindamycin cap 300 mg

14

Infimycin Syr 200 mg/5 ml, 15 ml

Azithromycin 200mg/5ml

15

Ceptik Cap 200 Mg

Cefixime cap 200 mg

16

Clabat Tab 500 mg

Amoxycilin-Clavulanat tab 500 mg

17

Ceftriaxon Inj 1 g

Ceftriaxon inj 1 gr

18

Fixacep Oral Drop 30 mg/ml, 15 ml

Cefixime 100 mg/5ml oral drop

19

Levocin Eye Drop 5 ml

Levofloxacyn tetes mata 5mg/ml

20

Cendo Xitrol Minidose 0,6 ml @5 Amp

Dexamethason 0,1%, Neomycin sulfat 3,5 mg,

Polimyxin B-sulfat 6000 mg IU

21

Volox Infus 500 mg

Levofloxacyn infus 5mg/ml

22

Lapicef Tab 500 mg

Cefadroxyl tab 500 mg

 


Dari kelompok obat kategori A ini kemudian didapat sampel penelitian sejumlah 22 jenis obat antibiotika, yang disajikan pada tabel 7.



 

Tabel 8

Perbandingan Nilai Persediaan antara Sebelum dan Sesudah Penerapan Minimum-Maximum Stock Level

NAMA

 OBAT

NILAI

PERSEDIAAN

AWAL

NILAI PERSEDIAAN AKHIR

Elpicef Inj 1 g

Rp    16,859,333

Rp     13,493,333

Starxon Inj 1 g

Rp       8,673,083

Rp        7,320,000

Dazolin Infus

Rp       3,831,667

Rp        3,003,000

Rycef inj 1 g

Rp       4,852,083

Rp        3,716,667

Sedrofen Tab 500 mg

Rp           933,217

Rp        2,048,667

Zibac Inj 1 g

Rp       3,520,000

Rp        2,376,000

Ceptik Syrup 100 mg/5 ml, 60 ml

Rp       1,796,667

Rp        2,271,500

Merobat Inj 1 g

Rp       1,115,000

Rp        2,107,500

Bactesyn 1.5 G inj

Rp       1,056,000

Rp        1,716,000

Digenta Cream

Rp       1,774,667

Rp        1,871,467

Cendo LFX Minidose 0,6 ml @5 Amp

Rp       1,047,800

Rp        1,653,600

Bralifex Plus Eye Drop 5 ml

Rp       1,498,933

Rp        1,501,500

Clinium Cap 300 Mg

Rp       2,135,458

Rp        1,560,075

Infimycin Syr 200 mg/5 ml, 15 ml

Rp           889,333

Rp        1,288,000

Ceptik Cap 200 Mg

Rp       2,675,200

Rp        1,908,667

Clabat Tab 500 mg

Rp           520,442

Rp            910,800

Ceftriaxon Inj 1 g

Rp           744,333

Rp            647,667

Fixacep Oral Drop 30 mg/ml, 15 ml

Rp           750,750

Rp        1,024,833

Levocin Eye Drop 5 ml

Rp           510,000

Rp            568,800

Cendo Xitrol Minidose 0,6 ml @5 Amp

Rp       1,113,600

Rp            757,333

Volox Infus 500 mg

Rp       4,207,500

Rp        1,530,000

Lapicef Tab 500 mg

Rp       1,992,375

Rp            796,950

Rp    62,497,441

Rp     54,072,358

 


A.  Pengaruh Penerapan Minimum-Maximum Stock Level terhadap Nilai Persediaan

Berdasarkan tabel di atas. Hasil rerata nilai persediaan kelompok obat antibiotik di Instalasi Farmasi RSU. Sentra Medika Sanggau sebelum dilakukan intervensi Minimum-Maximum Stock Level (MMSL) , yaitu pada periode Januari-Juni 2021 adalah sebesar Rp.62.497.441,-  dan setelah dilakukan intervensi rerata nilai persediaan bulan Oktober-Desember 2021 mengalami penurunan, yaitu menjadi sebesar Rp. 54.072.358,- nilai stagnan dan nilai stockout obat sebelum dan setelah dilakukan simulasi pengendalian persediaan menunjukkan bahwa simulasi pengendalian persediaan obat di Instalasi Farmasi RS Unhas dengan kombinasi metode analisis ABC, MMSL dan ROP dapat meningkatkan efisiensi dan efektivitas jumlah dan item persediaan obat.

B.   Pengaruh Penerapan Minimum-Maximum Stock Level terhadap Month-Stock

Pengaruh penerapan minimum-maximum stock level pada pengendalian persedian kelompok obat antibiotika di Instalasi Farmasi RSU. Sentra Medika Sanggau menunjukkan terjadinya penurunan nilai month-stock, antara  sebelum dan sesudah intervensi dilakukan. (Tabel 4.8).

 


Tabel 9

Perbandingan Nilai Month-Stock antara Sebelum dan Sesudah Penerapan Minimum-Maximum Stock Level

DRUGS

MONTH-      STOCK BEFORE

MONTH-STOCK AFTER

Elpicef Inj 1 g

2.60

1.31

Starxon Inj 1 g

1.13

1.03

Dazolin Infus

1.79

1.20

Rycef inj 1 g

6.52

1.72

Sedrofen Tab 500 mg

1.57

1.24

Zibac Inj 1 g

3.11

1.57

Ceptik Syrup 100 mg/5 ml, 60 ml

2.33

1.84

Merobat Inj 1 g

5.00

1.80

Bactesyn 1.5 G inj

3.56

1.73

Digenta Cream

1.96

1.93

Cendo LFX Minidose 0,6 ml @5 Amp

4.15

1.73

Bralifex Plus Eye Drop 5 ml

1.49

1.72

Clinium Cap 300 mg

2.33

1.81

Infimycin Syr 200 mg/5 ml, 15 ml

2.00

1.50

Ceptik Cap 200 Mg

1.91

3.26

Clabat Tab 500 mg

2.62

1.58

Ceftriaxon Inj 1 g

1.86

1.28

Fixacep Oral Drop 30 mg/ml, 15 ml

1.80

2.39

Levocin Eye Drop 5 ml

1.33

1.50

Cendo Xitrol Minidose 0,6 ml @5 Amp

2.12

2.41

Volox Infus 500 mg

9.43

6.00

Lapicef Tab 500 mg

2.49

4.14

2.87

2.03

 


Berdasarkan tabel di atas, tampak bahwa rerata rasio month-stock (stok bulanan) kelompok obat antibiotik di Instalasi Farmasi RSU. Sentra Medika Sanggau sebelum dilakukan intervensi Minimum-Maximum Stock Level (MMSL) , yaitu pada periode Januari-Juni 2021 adalah sebesar 2,87  dan rerata rasio month-stock setelah dilakukan intervensi pada bulan Oktober-Desember 2021 mengalami penurunan, yaitu menjadi sebesar  2,03 (R. I. Kemenkes, 2019).

Pada uji statistik menggunakan Wilcoxon Match-Pairs menunjukkan adanya pengaruh atau perbedaan bermakna penerapan metode minimum-maximum stock level terhadap month-stock kelompok obat antibiotik dengan nilai p = 0,021 (p < 0,05), yang berarti H-1 diterima. Sehingga dapat disimpulkan bahwa semakin kecil rasio month-stock akan menunjukkan persediaan kelompok obat antibiotik yang semakin efisien.

Pengendalian persediaan obat generik dengan metode MMSL (Minimum-Maximum Stock Level) yang dilakukan di Rumah Sakit Islam Surabaya juga menunjukkan bahwa metode ini dapat digunakan untuk menghitung jumlah stok minimum dan maksimum yang sesuai untuk persediaan obat agar tidak terjadi kekosongan maupun kelebihan stok obat (Kumalasari & Rochmah, 2016). Penelitian (Nopiana, 2021) dkk di RS. (Nopiana, 2021) menunjukkan bahwa pengendalian obat kardiovaskular dengan metode ABC-EOQ-ROP- Safety Stock diketahui dapat meningkatkan efisiensi biaya sekitar 17,91% dari biaya pemesanan actual (Abbas et al., 2021).

C.  Pengaruh Penerapan Minimum-Maximum Stock Level terhadap Turn-Over Ratio

Pengaruh penerapan minimum-maximum stock level pada pengendalian persedian kelompok obat antibiotika di Instalasi Farmasi RSU. Sentra Medika Sanggau menunjukkan terjadinya peningkatan Turn-Over Ratio (TOR), antara  sebelum dan sesudah intervensi dilakukan. (Tabel 9).


 

 

Tabel 10

Perbandingan Turn-Over Ratio antara Sebelum dan Sesudah Penerapan Minimum-Maximum Stock Level


NAMA OBAT

TOR AWAL

TOR AKHIR

Elpicef Inj 1 g

0.48

1.23

Starxon Inj 1 g

1.59

1.90

Dazolin Infus

0.78

1.43

Rycef inj 1 g

0.17

0.82

Sedrofen Tab 500 mg

0.93

1.36

Zibac Inj 1 g

0.38

0.94

Ceptik Syrup 100 mg/5 ml, 60 ml

0.55

0.74

Merobat Inj 1 g

0.22

0.77

Bactesyn 1.5 G inj

0.33

0.81

Digenta Cream

0.68

0.70

Cendo LFX Minidose 0,6 ml @5 Amp

0.27

0.81

Bralifex Plus Eye Drop 5 ml

1.01

0.82

Clinium Cap 300 Mg

0.55

0.76

Infimycin Syr 200 mg/5 ml, 15 ml

0.67

1.00

Ceptik Cap 200 Mg

0.71

0.36

Clabat Tab 500 mg

0.47

0.92

Ceftriaxon Inj 1 g

0.74

1.28

Fixacep Oral Drop 30 mg/ml, 15 ml

0.77

0.53

Levocin Eye Drop 5 ml

1.20

1.00

Cendo Xitrol Minidose 0,6 ml @5 Amp

0.62

0.52

Volox Infus 500 mg

0.11

0.18

Lapicef Tab 500 mg

0.50

0.27

13.73

19.16


 

Berdasarkan tabel di atas, tampak bahwa total Turn-Over Ratio (TOR) kelompok obat antibiotik di Instalasi Farmasi RSU. Sentra Medika Sanggau sebelum dilakukan intervensi Minimum-Maximum Stock Level (MMSL) , yaitu pada periode Januari-Juni 2021 adalah sebesar 13,73  dan total Turn-Over Ratio (TOR) setelah dilakukan intervensi pada bulan Oktober-Desember 2021 mengalami kenaikan, yaitu menjadi 19,16.

Pada uji statistik menggunakan Wilcoxon Match-Pairs menunjukkan adanya pengaruh bermakna penerapan metode minimum-maximum stock level terhadap Turn-Over Ratio (TOR) kelompok obat antibiotik dengan nilai p = 0,006 (p < 0,05), yang berarti H-1 diterima (Gizaw & Jemal, 2021). Sehingga dapat disimpulkan bahwa semakin besar Turn-Over Ratio (TOR) akan menunjukkan persediaan kelompok obat antibiotik yang semakin efisien (Indarti et al., 2019) Lebih tinggi rasio perputaran persediaan menunjukkan pembelian item

 

persediaan baru adalah mengganti persediaan yang benar- benar dijual dan lebih sedikit item persediaan tertahan di rak. Ini berarti lebih sedikit uang tunai yang terikat dalam persediaan dan tersedia untuk penggunaan lain, termasuk peningkatan profitabilitas (Herist, 2011).

Penelitian yang dilakukan oleh (Nur et al., 2019) menunjukkan nilai persediaan  yang lebih rendah dan Turn-Over Ratio yang lebih besar dibandingkan sebelum intervensi.

Penelitian (Kencana, 2018) menunjukkan kenaikan hasil perhitungan ITOR setelah analisis menjadi 19,6 dari nilai 8,1 sebelum dilakukan intervensi. Pengendalian persediaan yang baik bahkan mampu meningkatkan nilai ITOR di unit farmasi Rumah Sakit hingga diatas nilai standar 8-12 kali (Doso & Gao, 2020) Meskipun secara total menunjukkan peningkatan turn-over ratio, namun beberapa item obat dalam kelompok antibiotik menunjukkan penurunan turn-over ratio. Hal ini antara lain disebabkan oleh perubahan pola pemakaian obat antibiotika serta perubahan pola penyakit pada periode waktu tertentu di Rumah Sakit (Heizer et al., 2017).

Penelitian Mayo Clinic bersama Rumah Sakit St. Luke di Haiti  menunjukkan bahwa penerapan Pharmacy Computerized Inventory Program (PCIP) pada manajemen rantai pasokan sediaan farmasi rumah sakit untuk mengelola persediaan obat melalui sistem yang memungkinkan informasi real-time tentang status inventaris,  juga menunjukkan keuntungan dalam peramalan perencanaan obat, meningkatkan ketersediaan obat di titik perawatan, mengurangi pemborosan dan kekurangan stok sediaan farmasi (Holm et al., 2015). Untuk selanjutnya, manajemen kontrol persediaan seharusnya beralih ke sistem digital. Pengendalian persediaan harus terkomputerisasi dan semua sistem harus dipelihara oleh sistem perangkat lunak seperti analisis sistem dan pemrosesan data (System Analysis and Data Processing; SAP) perangkat luna (Buckley et al., 2017)

Kesimpulan

           Berdasarkan penelitian Analisa Perencanaan dan Pengendalian Antibiotik Berdasarkan Metode Konsumsi ABC dengan Penerapan Minimum-Maximum Stock Level terhadap Nilai Persediaan, Month Stock dan Turn Over Ratio yang dilakukan di Instalasi Farmasi RSU. Sentra Medika Sanggau pada bulan Oktober hingga Desember 2021, dapat diambil kesimpulan sebagai berikut :

a.    Hasil penerapan metode Minimum-Maximum Stock Level (MMSL) pada perencanaan persediaan farmasi memberikan pengaruh yang cukup bermakna pada efisiensi persediaan obat yaitu adanya penurunan nilai month-stock dan peningkatan nilai ITOR (Inventory Turn Over Ratio) pada kelompok intervensi dibandingkan kelompok non-intervensi.

b.    Sedangkan hasil penerapan metode Minimum-Maximum Stock Level (MMSL) pada perencanaan persediaan farmasi tidak memberikan pengaruh yang cukup bermakna terhadap penurunan nilai persediaan, namun menunjukkan efisiensi hingga 13,48% pada kelompok intervensi dibandingkan kelompok non-intervensi

 

Bibliografi

Dampung, V., Maidin, A., & Mardiana, R. (2018). Penerapan Metode Konsumsi dengan Peramalan, EOQ, MMSL dan Analisis ABC-VEN dalam Manajemen Perbekalan Farmasi di Rumah Sakit Pelamonia Makassar. Media Farmasi, 14(1), 124–131. Google Scholar

Doso, T., Sunarni, T., & Herdwiani, W. (2020). Analisa Pengendalian Persediaan Dengan Metode EOQ, JIT dan MMSL DiInstalasi Farmasi Rumah Sakit XXX Kota Mojokerto. Jurnal Farmasi Sains Dan Terapan, 7(2), 81–85. Google Scholar

Fadhila, R. (2013). Studi Pengendalian Persediaan Obat Generik Melalui Metode Analisis ABC, Economic Order Quantity (EOQ) dan Reorder Point (ROP) di Gudang Farmasi Rumah Sakit Islam Asshobirin Tahun 2013. Google Scholar

Gizaw, T., & Jemal, A. (2021). How is Information from ABC–VED–FNS Matrix Analysis Used to Improve Operational Efficiency of Pharmaceuticals Inventory Management? A Cross-Sectional Case Analysis. Integrated Pharmacy Research & Practice, 10, 65. Google Scholar

Heizer, J., Render, B., Munson, C., & Sachan, A. (2017). Operations management: sustainability and supply chain management, 12/e. Pearson Education. Google Scholar

Herist, K.N., Rollins B., Perri M., (2011), Managing Inventory Turnover in Financial Aspect of Inventory Management in Financial Analysis in Pharmacy Practice, Pharmaceutical Press.

 

Holm, M., Rudis, M., & Wilson, J. (2015). Pharmaceutical supply chain management through implementation of a hospital Pharmacy Computerized Inventory Program (PCIP) in Haiti. Annals of Global Health, 81(1). Google Scholar

Indarti, T. R., Satibi, S., & Yuniarti, E. (2019). Pengendalian Persediaan Obat dengan Minimum-Maximum Stock Level di Instalasi Farmasi RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta. Jurnal Manajemen Dan Pelayanan Farmasi (Journal of Management and Pharmacy Practice), 9(3), 192–202. Google Scholar

Jacobs F.R, Chase R.B. Operations and Supply Chain Management: The Core. 5 ed. McGraw-Hill. 2020. New York. P373-375

 

Kemenkes, R. I. (2019). Pedoman Penyusunan Rencana Kebutuhan Obat dan Pengendalian Persediaan Obat di Rumah Sakit. Jakarta: Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. Google Scholar

Kencana, G. G. (2018). Analisis Perencanaan dan Pengendalian Persediaan Obat Antibiotik di RSUD Cicalengka Tahun 2014. Jurnal Administrasi Rumah Sakit Indonesia, 3(1). Google Scholar

Kumalasari, A., & Rochmah, T. N. (2016). Pengendalian Persediaan Obat Generik Dengan Metode MMSL (Minimum-Maximum Stock Level) di Unit Farmasi Rumah Sakit Islam Surabaya. Jurnal Manajemen Kesehatan Yayasan RS. Dr. Soetomo, 2(2), 143–152. Google Scholar

Kusuma, H. (2009). Manajemen Produksi. Yogyakarta: Andi. Google Scholar

Ma’wa J, Rivai F, Masni, Sistem Pengendalian Persediaan Obat Menggunakan Kombinasi Metode Analisis ABC, Minimum Maximum Stock Level (MMSL) Dan Reorder Point (ROP) Di Rumah Sakit Universitas Hasanuddin Tahun 2017, Tesis, Unhas, Makasar

 

Nopiana, A. N. (2021). Analysis of Cardiovascular Drugs Inventory Control Using ABC-EOQ-ROP-SS Method at Jakarta Islamic Hospital. Journal: JMMR (Jurnal Medicoeticolegal Dan Manajemen Rumah Sakit), 9(3), 237–247. Google Scholar

Nur, A. K., Kautsar, A. P., Hilmi, I. L., & Abdulah, R. (2019). Efficiency Fast-Moving Drug Plan with Reorder Point Intervention at a Private Hospital in Bandung. Pharmacology and Clinical Pharmacy Research, 4(3), 61–66. Google Scholar

Suciati, S. (2010). Analisis Perencanaan Obat Berdasarkan ABC Indeks Kritis di Instalasi Farmasi. Depok: Jurnal Manajemen Pelayanan Kesehatan, Volume 9 Nomor 1. volume 9(no 1). Google Scholar

Waters, D. (2003). Inventory Control and Management. Wiley. Google Scholar

 


Copyright holder:

Yudha Pranata, Agusdini Banun, Mohamad Reza Hilmy (2022)

 

First publication right:

Jurnal Health Sains

This article is licensed under: