Jurnal
Health Sains: pISSN: 2723-4339 e-ISSN:
2548-1398
Vol. 3, No.8, Agustus 2022
Nenda Wulandari
Nurzakiah, Evi Martha, Jusuf Kristianto
Universitas Indonesia,
Depok, Indonesia
Email: nendanurzakiah@gmail.com, evimartha@gmail.com,
jusufkristianto@gmail.com
artikel info |
abstraK |
Diterima: 02 Agustus 2022 Direvisi: Agustus 2022 Dipublish: Agustus 2022 |
Rendahnya penggunaan
metode kontrasepsi jangka panjang terutama pada ibu pascasalin disebabkan
oleh berbagai macam faktor. KB pascasalin adalah pelayanan KB yang diberikan
setelah melahirkan sampai 6 minggu, dilaksanakan di fasilitas pelayanan
kesehatan yang dilakukan oleh tenaga kesehatan professional yaitu dokter
spesialis, dokter umum dan bidan. Upaya peningkatan pelayanan KB khususnya
pascasalin dinilai merupakan strategi yang tepat karena cakupan layanan ANC
dan cakupan persalinan oleh tenaga kesehatan cukup tinggi. Kebijakan mengenai
KB mengarah pada penggunaan metode kontrasepsi jangka panjang. Penelitian ini
membahas hubungan usia, pengambilan keputusan KB dan infomasi KB dengan
penggunaan MKJP pada wanita pascasalin di Indonesia dengan menganalisis data
sekunder SDKI 2017. Penelitian ini adalah penelitian kuantitatif Desain
penelitian cross sectional, dengan analisis univariat dan bivariate. Sampel
dalam penelitian ini adalah wanita usia subur pascasalin di Indonesia Hasil
penelitian yaitu sebagian besar responden menggunakan metode Non MKJP yaitu
80,2%. Sebagian besar responden berusia 15-34 tahun;
sebagian besar responden melakukan keputusan penggunaan KB bersama dan
sebagian besar responden mendapatkan informasi KB dari bukan tenaga
kesehatan. Terdapat hubungan antara usia, pengambil keputusan KB dan sumber
informasi KB dengan penggunaan MKJP pada ibu pascasalin di Indonesia.
Perlunya konseling KB pascasalin yang melibatkan suami dengan menggunakan
media yang mudah dimengerti. Peningkatan pengetahuan mengenai KB pada ibu
pascasalin melalui KIE diharapkan menjadi lebih baik sehingga akan
mempengaruhi peningkatan jumlah penggunaan MKJP pascasalin. ABSTRACT The low use of long-term contraceptive methods, especially in postpartum mothers, is caused by various factors. Postpartum family planning is a family planning service that is given after giving birth for up to 6 weeks, carried out in health care facilities carried out by professional health workers, namely specialist doctors, general practitioners and midwives. Efforts to improve family planning services, especially postpartum, are considered the right strategy because the coverage of ANC services and delivery coverage by health workers is quite high. Policies regarding family planning lead to the use of long-term contraceptive methods. This study discusses the relationship between age, family planning decision making and family planning information with the use of long-term contraceptive methods in postpartum women in Indonesia by analyzing secondary data from the 2017 IDHS. This study is a quantitative study. Cross sectional research design, with univariate and bivariate analysis. The sample in this study were women of childbearing age postpartum in Indonesia. The results of the study were that most of the respondents used the Non long-term contraceptive methods method, namely 80.2%. Most of the respondents are 15-34 years old; most of the respondents make decisions on the use of shared family planning and most of the respondents get family planning information from non-health workers. There is a relationship between age, family planning decision makers and sources of family planning information and the use of long-term contraceptive methods in postpartum mothers in Indonesia. The need for postpartum family planning counseling that involves the husband using easy-to-understand media. Increased knowledge about family planning in postpartum mothers through IEC is expected to be better so that it will affect the increase in the number of postpartum long-term contraceptive methods use |
Kata
Kunci: KB
Pascasalin, Metode Kontrasepsi Jangka Panjang. Keywords: Post-partum Family planning, Long
Acting Contraceptive Methods |
Pendahuluan
Metode
kontrasepsi jangka panjang (MKJP) merupakan metode kontrasepsi yang digunakan
untuk menunda, menjarangkan kehamilan, serta menghentikan kesuburan yang
digunakan dengan jangka panjang, yang meliputi IUD (Intra Uterine Device),
implant (susuk KB) dan kontap (kontrasepsi mantap). MKJP dikenal dengan Long
Acting Contraceptive Methods (LACM) adalah metode kontrasepsi yang penggunaanya
tidak setiap hari (seperti pil) atau tidak digunakan setiap melakukan sanggama
(seperti kondom). MKJP dikelompokan menjadi 2 yaitu
MKJP non permanen (reversibel) terdiri dari IUD dan Implan sedangkan MKJP
permanen (Ireversibel) yaitu kontap pria (MOP) dan kontap wanita (MOW).
Angka Penggunaan MKJP cukup rendah, yaitu 3,8%
menggunakan metode kontrasepsi mantap wanita. 0,2%
menggunakan metode kontrasepsi mantap pria. 4,7%
menggunakan Intra Uterine Device (IUD) dan 3,4% menggunakan implan. Hanya 12,1% dari wanita usia subur yang menggunakan MKJP. 74% wanita menyatakan ingin ber-KB, 28% ]diantaranya
ingin menjarangkan kelahiran dan 47% ingin membatasi kelahiran. Masih ada 7% wanita yang belum terpenuhi keinginan ber-KB untuk
membatasi kelahiran yang perlu diarahkan untuk memilih MKJP. Disamping
mempercepat penurunan TFR, penggunaan MKJP juga lebih efisien karena dapat
dipakai dalam waktu yang lama serta lebih aman dan efektif Pelayanan MKJP perlu didukung oleh tenaga
kesehatan yang profesional dan kompeten mulai dari dilakukan konseling secara
dini sejak menjadi calon pengantin, merencanakan kehamilan dan periode masa
nifas. KB pascaslin adalah pelayanan KB yang diberikan
setelah melahirkan sampai 6 minggu, dilaksanakan di fasilitas pelayanan
kesehatan yang dilakukan oleh tenaga kesehatan professional yaitu dokter
spesialis, dokter umum dan bidan. Program pemerintah
yang pernah dilakukan untuk menaikkan penggunaan MKJP salah satunya yaitu
jampersal (jaminan persalinan). Sesuai dengan juknis
jampersal, menetapkan pelayanan yang termasuk dalam pembiayaan jampersal adalah
KB pasca salin, persalinan tak terbatas namun banyak ibu yang melahirkan dengan
program jampersal tetapi tidak semua ibu mengikuti program KB pascasalin.
(Bulto et al., 2014)
Upaya peningkatan pelayanan KB khususnya pascasalin
dinilai merupakan strategi yang tepat karena cakupan layanan ANC dan cakupan
persalinan oleh tenaga kesehatan cukup tinggi. Peningkatan KB pascasalin sangat mendukung tujuan pembangunan
kesehatan. Pelayanan KB pascasalin sangat mendukung tujuan pembangunan
kesehatan dan hal ini ditunjang dengan banyaknya calon peserta KB baru yang
sudah kontak dengan tenaga kesehatan diharapkan dengan adanya kontak yang lebih
banyak pada saat pemeriksaan kehamilan dan persalinan dapat memotivasi mereka
untuk menggunakan kontrasepsi segera setelah persalinan.seorang ibu yang baru
melahirkan biasanya lebih mudah untuk diajak menggukana kontrasepsi, sehingga
waktu setelah melahirkan adalah waktu yang paling tepat untuk mengajak seorang
ibu unruk menggunakan kontrasepsi. KB pascasalin dihrapkan
dapat menurunkan kejadian kehamilan dengan jarak yan gterlalu dekat. Dengan KB pascasalin diharapkan dapat berkontribusi dengan
menghindari terjadinya komplikasi dalam kehamilan, persalinan dan nifas yang
sering menyebabkan kematian ibu.
Penelitian
Woldu (2020) di Ethiopia Selatan, menemukan bahwa hanya 5% dari wanita
pascasalin menginginkan kehamilan lagi dalam kurun waktu 2 tahun, tetapi
rata-rata hanya 70% yang menggunakan metode kontrasepsi untuk mengatur interval
kelahiran. Penelitian ini juga melaporkan bahwa penggunaan MKJP hanya 36,5%. Alasan utama tidak menggunakan MKJP dikarenakan tidak mendapatkan
informasi yang jelas mengenai efek samping dan ada keterkaitan antara
komunikasi dengan petugas kesehatan dengan penggunaan MKJP.
Berdasarkan
penelitian Triyanto tahun 2018 didapatkan bahwa mayoritas wanita usia subur di Provinsi Jawa Timur sudah menggunakan
kontrasepsi modern. Rata-rata pengguna MKJP jenis IUD pada WUS di Provinsi Jawa
Timur berumur 30 tahun ke atas dengan latar belakang pendidikan SD. Mayoritas
WUS menggunakan metode IUD dalam menerapkan MKJP padahal metode lain juga ada
yang lebih efektif. Kurangnya penyampaian informasi yang dibutuhkan menjadi hal
yang berpengaruh dalam penelitian ini.(Ahmed et al., 2017)
Berdasarkan
data SDKI tahun 2012 diketahui faktor yang mempengaruhi dalam pemilihan MKJP
adalah usia, pengetahuan, tingkat pendidikan, daerah tempat tinggal, status
perkawinan, status bekerja, status social ekonomi, jumlah anak, info KB dari
media massa, info KB dari petugas pelayanan, dukungan suami dan sumber
pelayanan KB.
Masih
adanya angka kebutuhan ber-KB yang belum terpenuhi pada wanita usia subur dengan rentang usia 35-49 tahun memiliki risiko
kehamilan yang tidak diinginkan dan kehamilan berisiko tinggi. Diperlukannya
pemilihan MKJP pada usia berisiko ini agar
meminimalisir terjadi hal-hal tersebut karena MKJP dipakai dalam jangka waktu
yang panjang dengan tingkat kegagalan rendah. Dimungkinkan terdapat
faktor-faktor yang membuat kurangnya penggunaan MKJP terutama penggunaan KB
MKJP pascasalin sehingga dapat dilakukan evaluasi lebih lanjut untuk
peningkatan penggunaan MKJP terutama pada ibu pascasalin yang sudah memasuki usia berisiko untuk hamil lagi.
Tujuan
dilakukan penelitian ini yaitu untuk mengetahui hubungan usia,
pengambil keputusan KB dan sumber informasi KB dengan penggunaan MKJP pada ibu
pascasalin. Selain itu juga untuk mengetahui distribusi frekuensi penggunaan
metode kontrasepsi jangka panjang pada ibu pascasalin, mengetahui hubungan
usia, pengambil keputusan KB dan sumber informasi KB dengan penggunaan MKJP
pada ibu pascasalin di
Indonesia.
Metode Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif
menggunakan data sekunder SDKI 2017, kemudian peneliti melakukan permohonan
untuk menggunaan data pada Demographic Health Survey Program (DHS Program). Setelah
ditelaah oleh DHS Program, peneliti mendapatkan izin menggunaan data set yang
diberikan dengan bukti surat dari Intermediate Care
Facilituies
(ICF) DHS Program. Pemilik data primer saat melakukan pengambilan
data primer sudah memiliki
kaji etik dan melakukan inform consent. Desain
penelitian cross sectional, dengan analisis univariat dan bivariate.
Sampel penelitian merupakan wanita usia subur yang
pernah melahirkan di Indonesia.
Hasil
dan Pembahasan
Tabel 1
Status Penggunaan KB Pascasalin
KB |
Jumlah |
Persentase |
Non-MKJP |
8544 |
80,2 |
MKJP |
2108 |
19,8 |
Berdasarkan
tabel 1, diketahui bahwa sebagian besar responden menggunakan KB jenis Non-MKJP
yaitu sebesar 80,2%
dibandingkan dengan KB jenis
MKJP yaitu sebesar 19,8%.
Tabel
2
Distribusi
Frekuensi karakteristik dengan Jenis KB Pada Wanita Usia
Subur Pascasalin Di Indonesia Tahun 2017
Variabel |
Jenis KB MKJP Non MKJP |
Nilai p |
OR |
95% CI OR (Min-Maks) |
|
Usia |
|
|
|
|
|
15
34 Tahun |
6170
(84,1) |
1165
(15,9) |
|
|
|
35
49 Tahun |
2374
(71,6) |
943
(28,4) |
0,0005 |
2,104 |
1,864
2,375 |
Keputusan KB |
|
|
|
|
|
Suami/Istri/Lainnya |
3699
(83,3) |
740
(16,7) |
|
|
|
Suami
dan Istri |
4845
(78,0) |
1368
(22,0) |
0,0005 |
1,412 |
1,256
1,588 |
Informasi KB |
|
|
|
|
|
Bukan
Nakes |
5330
(79,3) |
1393
(20,7) |
|
|
|
Nakes |
3214
(81,8) |
715
(18,2) |
0,010 |
0,851 |
0,754
0,962 |
Hasil
analisis hubungan usia dengan penggunaan jenis KB terlihat bahwa responden yang
menggunakan jenis KB MKJP paling besar pada responden yang berusia 35 49
tahun (28,4%) dibandingkan dengan responden yang berusia 15 34 tahun (15,9%).
Hasil uji statistik didapatkan terdapat perbedaan risiko antara usia dengan penggunaan jenis KB. Selain itu pada responden
yang berusia 35 49 Tahun didapatkan nilai OR sebesar 2,104 yang berarti
responden yang berusia 35 49 Tahun mempunyai kecenderungan 2 kali lebih
tinggi dibandingkan responden yang berusia 15 34 tahun untuk menggunakan KB
jenis MKJP.
Hasil
analisis hubungan keputusan penggunaan KB dengan penggunaan jenis KB terlihat
bahwa responden yang menggunakan jenis KB MKJP paling besar pada responden yang
melakukan keputusan KB suami dan istri (22,0%) dibandingkan dengan responden
yang melakukan keputusan KB suami/istri/lainnya (16,7%). Hasil
uji statistik didapatkan terdapat perbedaan risiko antara keputusan penggunaan
KB dengan penggunaan jenis KB. Selain itu pada responden yang melakukan
keputusan penggunan KB suami dan istri didapatkan nilai OR sebesar 1,412 yang
berarti responden yang melakukan keputusan penggunan KB suami dan istri
mempunyai kecenderungan 1,4 kali lebih tinggi dibandingkan
responden yang melakukan keputusan KB suami/istri/lainnya. (Mahmudah & Indrawati, 2015) SDKI 2012.
Hasil analisis hubungan informasi KB
dengan penggunaan jenis KB terlihat bahwa responden yang menggunakan jenis KB
MKJP paling besar pada responden yang mendapatkan informasi KB bukan dari
tenaga kesehatan (20,7%) dibandingkan dengan responden yang mendapatkan
informasi KB dari tenaga kesehatan (18,2%). Hasil uji
statistik didapatkan terdapat perbedaan risiko antara informasi KB dengan
penggunaan jenis KB. Selain itu pada responden yang mendapatkan
informasi KB dari tenaga kesehatan didapatkan nilai OR sebesar 0,851 yang
berarti responden yang mendapatkan informasi KB bukan dari tenaga kesehatan
mempunyai kecenderungan (1/0,851)1,1 kali
lebih tinggi dibandingkan responden yang mendapatkan informasi KB dari
tenaga kesehatan untuk menggunakan jenis KB MKJP.(Budiarti et al., 2017).
Pembahasan
Sebuah studi di beberapa
negara yang dilakukan pada tahun 2010 mengungkapkan bahwa penggunaan
kontrasepsi dapat mengurangi kematian ibu secara global sebesar 44,0% (Ahmed et al., 2012). Masih rendahnya jumlah pengguna
MKJP ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Yuanti, 2018 menunjukkan
bahwa cakupan MKJP di Kota Depok hanya sebesar 25,3% yang masih dibawah target
nasional yaitu 26,7%. Penelitian Yuanti juga menyebtukan
terdapat factor-faktor yang mempengaruhi yaitu pengetahuan, budaya, dukungan
suami, dan sumber informasi. Budaya merupakan factor yang paling berpengaruh
terhadap
Variabel
yang berhubungan dengan penggunaan MKJP adalah variabel pengetahuan
kontrasepsi, umur, pendidikan, status bekerja, status sosial ekonomi, jumlah
anak hidup, dan sumber pelayanan KB. Variabel dominan adalah variabel sumber layanan KB dengan
nilai OR = 9,4. Pemilihan metode KB dipengaruhi oleh
beberapa faktor diantanya yaitu faktor sosiodemografi meliputi tingkat pendidikan,
umur, pekerjaan dan jumlah anak.menurut Betrand, karakteristik sosiodemografi
yang dikelompokkan kedalam presisposisi lebih lanjut dapat mendeskripsikan
fakta-fakta bahwa seseorang memlikiki kecenderungan yang berbeda-beda terhadap
suatu pelayanan kontrasepsi. (Goma, 2020)
Ibu yang tergolong usia kurang dari 35 tahun tergolong pada usia reproduksi
yang sehat, untuk itu perlu bagi ibu usia kurang dari 35 tahun untuk
memperhatikan, menjaga dan memanfaatkan reproduksinya dengan metode keluarga
berencana sehingga jumlah interval kehamilan dapat diperhitungkan untuk
menignkatkan kualitas generasi selanjutnya. Penelitian yang dilakukan Nur Dewi
(2020) yang menyatakan umur ibu tidak berpengaruh dengan penggunaan MKJP,
dikarenakan responden paling banyak adalah usia dibawah 35 tahun yang tergolong
usia reproduksi. Sedangkan pada penelitian yang dilakukan Puji Laksmini (2018)
yang menyatakan adanya hubungan antara usia dengan
penggunaan MKJP. (Mahendra, 2017)
Usia kurang dari 20 tahun merupakan fase menunda kehamilan karena pasangan muda
masih tinggi frekuensi bersenggamanya serta ibu hamil berusia kurang dari 20
tahun kondisi panggul belum berkembang secara optimal dan kondisi mental yang
belum siap menghadapi kehamilan dan menjalankan peran sebagai ibu sehingga
dimungkinkan akan mempunyai kegagalan yang tinggi. Usia
20-35 merupakan periode menjarangkan kehamilan, usia paling baik untuk
melahirkan dengan jumlah anak 2 orang dan jarak antara kelahiran 2-4 tahun. Alasan menjarangkan kehamilan karena umur antara 20-35 tahun
merupakan periode yang baik untuk mengandung dan melahirkan. Segera setelah anak pertama lahir maka dianjurkan untuk memakai KB.
Sesuai dengan penelitian Dewi
(2014) perentase yang paling besar adalah responden pengguna MKJP
berusia 20-30 tahun sebesar 33,3%. Sedangkan pada usia 35 tahun atau lebih merupakan fase
mengakhiri kehamilan.(Nissa et al., 2017)
Metode kontrasepsi mantap sangat efektif dan tidak
menimbulkan efek samping jangka panjang untuk pasangan yang sudah tidak
menginginkan anak lagi. Pada usia ini,
organ-organ menua da nada kemungkinan besar ibu hamil mendapat anak cacat,
terjadi komplikasi dalam persalinan. Sesuai dengan penelitian Laksmini terdapat
hubungan antara umur dengan penggunaan MKJP, wanita yang berusia >35 tahun memiliki
peluang 2,1 kali lebih tinggi untuk menggunakan MKJP
daripada wanita yang berusia <35 tahun karena umur pada wanita sangat
mempengaruhi kehamilan dan setelahnya.
Dalam melihat hubungan antara suami
istri dalam keluarga terdapat hubungan antara laki-laki dan perempuan atas
dasar perkawinan itu, masing-masing pihak mempunyai kekuasaan, dalam arti
masing-masing mempunyai potensi untuk mempengaruhi perilaku orang lain dan jika
hal itu terjadi maka gejala tersebut digambarkan sebagai proses dimana telah
terjadi pengambilan keputusan. Kekuasaan yang terdapat antara kedua belah pihak
itu dianggap wajar, karena itu diakui sebagai wewenang masing-masing (Kiranantika, 2015)
Pengambilan keputusan dalam ber-KB perlu dilakukan secara bersama oleh pasangan
suami istri. Petugas kesehatan perlu menjelaskan kepada pasangan usia subur, bahwa tanggung jawab ber-KB bukan hanya pada
istri, tetapi juga menjadi tanggung jawab suami. Keterlibatan langsung suami
dalam ber-KB yaitu dengan menggunakan metode kontrasepsi, seperti vasektomi,
kondom, sanggama terputus dan sistem kalender. Bentuk keterlibatan suami
dalam ber-KB secara tidak langsung antara lain dengan mendukung istri untuk
memilih kontrasepsi yang sesuai dengan kondisinya, memeriksakan IUD secara
teratur, membantu mencari pengobatan medis ketika istri mengalami komplikasi
penggunaan kontrasepsi dan memutuskan secara bersama dengan istri mengenai
jumlah anak yang diinginkan. Menurut Mahendra (2017),
Wanita usia subur 2,3 kali lebih besar menggunakan
MKJP jika melibatkan suami dalam pengambilan keputusan dibandingkan dengan WUS
yang memutuskan sendiri. (BKKBN, 2012).
Sumber
informasi merupakan faktor yang sangat penting untuk meningkatkan keikutsertaan
calon akseptor pascasalin yang penyampaiannya didukung oleh media cetak dan
media elektronik.
Pemanfaatan media cetak dama memberikan informasi mengenai
kontrasepsi dan KB dapat menignkatkan pengetahuan masyarakat tentang metode KB,
keefektifan, efek samping sehingga masyarakat dapat memilih metode kontrasepsi
sesuai dengan kebutuhan dan keinginannya. Program
komunikasi edukasi dan informasi KIE KB di Indonesia merupakan kegiatan
penerangan dan sosialisai program KB melalui berbagai media. (Khan & Islam, 2018)
Media memiliki peranan penting dalam mensosialisasikan
keluarga berencana. Informasi mengenai keterpaparan media penting bagi
perencana program untuk menentukan target populasi yang efektif dalam
pelaksanaan KIE program KB baik media cetak Koran majalah, leaflet, poster
maupun media elektronik radio dan televisi digunakan untuk menyebarluasakan
pesan KB. (Handayani et al., 2012)
Jumlah tenaga kesehatan yang menginformasikan KB tidak
sebanding dengan jumlah akseptor KB. Selain itu responden telah
mendapatkan informasi dari sumber lain. Menurut penelitian Christiani, dkk 2014
meskipun sosialisasi tentang program KB telah dilakukan melalui berbagai
kegiatan seperti kegiatan posyandu, pengajian, maupun metode jemput bola serta
obrolan santai, tetap saja penggunaan MKJP belum mencapai target yang
diharapkan. Menurutnya hal tersebut dikarenakan oleh pelaksanaan sosialisasi
yang belum maksimal karena acara tersebut masih tergabung dengan acara lain sehingga masyarakat belum begitu memahami tentang
program KB khususnya MKJP. (Husnani & Rizki, 2019)
Tenaga kesehatan mempunyai peran penting dalam memberikan
pelayanankepada masyarakat. Peran petugas meliputi promotif, preventif,
kuratif dan rehabilitative.(Ismiyati & Nugraha, 2020)
Tenaga kesehatan merupakan faktor penting dalam berkontibusi
dalam menentukan metode kontrasepsi pada wanita khususnya pascasalin.Tidak
adanya hubungan antara keterpaparan informasi dengan penggunaan MKJP
kemungkinan disebabkan oleh informasi MKJP yang didaptkan responden lebih
banyak dari bukan tenaga kesehatan atau petugas KB. Informasi KB dari
tenaga kesehatan yang rendah dibandingkan informasi yang didapatkan dari sumber
lain, (Hartanto, 2004)
kemungkinan disebabkan oleh kurangnya tenaga kesehatan yang memberikan KIE pada
calon akseptor di daerah pedesaan. Pemberian konseling
bertujuan agar akseptor mempertimbangkan keputusan secara matang dan memahami
seluruh konsekuensi dan keputusannya. Konseling yang
baik diperlukan agar memastikan keputusan akseptor adalah sukarela tanpa
paksaan dari pihak manapun. Konseling merupakan sarana
untuk membantu akseptor dalam pemilihan metode kontrasepsi. (Sally, 2017)
Kesimpulan
Penggunaan MKJP pada ibu
pascasalin adalah 19,8%, lebih rendah daripada yang
menggunakan non-MKJP. Terdapat hubungan antara usia,
pengambil keputusan KB dan sumber informasi KB dengan penggunaan MKJP pada ibu
pascasalin di Indonesia. Perlunya konseling KB pascasalin dan mengenai
kehamilan dan persalinan dengan risiko tinggi serta pentingnya KB bagi
kesehatan ibu dan anak yang lebih ditekankan pada ibu yang berusia >35 tahun, memiliki >2 orang
anak. Peningkatan pengetahuan mengenai KB pada ibu pascasalin melalui KIE
diharapkan menjadi lebih baik sehingga akan
mempengaruhi peningkatan jumlah penggunaan MKJP pascasalin. Dalam
pemberian konseling KB hendaknya melibatkan suami atau keluarga dan dengan
menggunakan media yang mudah dimengerti.
Ahmed, H. M. A.,
Versiani, M. A., De‐Deus, G., & Dummer, P. M. H. (2017). A new system
for classifying root and root canal morphology. International Endodontic Journal, 50(8), 761770.Google Scholar
BKKBN, K. R. I. (2012). Pedoman Pelayanan Keluarga Berencana
Pasca Persalinan di Fasilitas Kesehatan. Jakarta:
BKKBN, Kemenkes RI. Google Scholar
Budiarti, I., Nuryani, D. D., & Hidayat, R. (2017).
Determinan Penggunaan Metode Kontrasepsi Jangka Panjang (MKJP) pada Akseptor
KB. Jurnal Kesehatan, 8(2), 220224. Google Scholar
Bulto, G. A., Zewdie, T. A., & Beyen, T. K. (2014).
Demand for long acting and permanent contraceptive methods and associated
factors among married women of reproductive age group in Debre Markos Town,
North West Ethiopia. BMC Womens
Health, 14(1), 112. Google Scholar
Goma, E. I. (2020). Situasi Keluarga Berencana di Provinsi
Kalimantan Timur. Jurnal Georafflesia:
Artikel Ilmiah Pendidikan Geografi, 4(2), 201210. Google Scholar
Handayani, L., Latifah, C., & Hariastuti, I. (2012).
Peningkatan Informasi Tentang KB: Hak Kesehatan Reproduksi yang Perlu
Diperhatikan oleh Program Pelayanan Keluarga Berencana (Enhance the Information
of Family Planning: Reproductive Health Rifht Should be Paid Attention by
Family Planning Program). Buletin
Penelitian Sistem Kesehatan, 15,
3. Google Scholar
Hartanto, H. (2004). Keluarga
berencana dan kontrasepsi. Google Scholar
Husnani, H., & Rizki, F. S. (2019). Formulasi Krim Antijerawat
Ekstrak Etanol Bawang Dayak (Eleutherina palmifolia (L.) Merr). Jurnal Ilmu Farmasi Dan Farmasi Klinik,
16(01), 814. Google Scholar
Ismiyati, I., & Nugraha, D. G. (2020). Faktor-Faktor
Penggunaan Kontrasepsi Diwilayah Pedesaan Provinsi Banten Selly Analisis Data
SDKI 2019). Jurnal Medikes (Media
Informasi Kesehatan), 7(1),
231236. Google Scholar
Khan, M. N., & Islam, M. M. (2018). Womens attitude towards
wife-beating and its relationship with reproductive healthcare seeking
behavior: a countrywide population survey in Bangladesh. PLoS One, 13(6), e0198833. Google Scholar
Kiranantika, A. (2015). pola pengambilan kepuKiranantika,
Anggaunita. (2015). pola pengambilan keputusan mengenai partisipasi dalam
program keluarga berencana pada keluarga muda di Kota Malang. Jurnal Sejarah
Dan Budaya, 7(1), 5161.tusan mengenai partisipasi dalam program kelua. Jurnal Sejarah Dan Budaya, 7(1), 5161. Google Scholar
Mahendra, B. (2017). Eksistensi sosial remaja dalam Instagram
(sebuah perspektif komunikasi). Jurnal
Visi Komunikasi, 16(1),
151160. Google Scholar
Mahmudah, L. T. N., & Indrawati, F. (2015). Analisis
faktor yang berhubungan dengan pemilihan metode kontrasepsi jangka panjang
(MKJP) pada akseptor KB Wanita di Kecamatan Banyubiru KabupateAn Semarang. Unnes Journal of Public Health, 4(3). Google Scholar
Nissa, P. A. E., Widjajanegara, H., & Purbaningsih, W.
(2017). Kontrasepsi hormonal sebagai faktor risiko kanker payudara di RSUD
Al-Ihsan Bandung. Bandung Meeting on
Global Medicine & Health (BaMGMH), 1(1), 112119. Google Scholar
Sally, M. J. A. (2017). Hubungan antara Penggunaan Kontrasepsi Pil dengan Kejadian Hipertensi
pada Wanita Usia Subur di Kecamatan Padang Timur. Universitas Andalas. Google Scholar
Copyright
holder: Nenda Wulandari Nurzakiah,
Evi Martha (2022) |
First
publication right: Jurnal Health Sains |
|