How to cite:
Kuncoro. C. S. (2022). Peran Probiotik Terhadap Tingkat Rekurensi
Bakterial Vaginosis Jurnal Health Sains 3 (8).
http//10.46799/jhs.v3i7.530
E-ISSN:
2723-6927
Published by:
Ridwan Institute
Jurnal Health Sains: p–ISSN: 2723-4339 e-ISSN: 2548-1398
Vol. 3, No.8, Agustus 2022
PERAN PROBIOTIK TERHADAP TINGKAT REKURENSI
BAKTERIAL VAGINOSIS
Cynthia Sandra Kuncoro
Alumni Universitas Airlangga
Email: cynthia_s_k@hotmail.com
ARTIKEL INFO
ABSTRAK
Diterima:
02 Agustus 2022
Direvisi:
Agustus 2022
Dipublish:
Agustus 2022
Vaginosis bakterial (BV) merupakan penyebab keputihan tersering
pada wanita usia reproduktif. Pada BV, dominasi Lactobacillus pada
mikrobiota vagina mengalami pergeseran dan digantikan oleh bakteri
anaerob fakultatif ataupun obligat. Walaupun efikasi terapi lini
pertama BV masih cukup tinggi, tetapi rekurensi BV masih sering
terjadi. Tujuan kajian literatur ini adalah untuk mengulas hasil uji
klinis terkait peran probiotik sebagai terapi ajuvan pada tatalaksana BV
sehingga diharapkan dapat menurunkan angka rekurensi BV. Pencarian
literatur dilakukan dengan menggunakan database PubMed dan
Cochrane dengan kata kunci berupa probiotik, lactobacillus, recurrent,
dan bacterial vaginosis. Ditemukan 9 studi yang memenuhi kriteria
inklusi. Setelah itu, dilakukan telaah lebih lanjut terhadap studi
tersebut untuk dijadikan bahan penulisan tinjauan pustaka.
Berdasarkan hasil dari tinjauan literatur, penggunaan strain probiotik,
dosis, dan durasi probiotik yang berbeda dapat memberi hasil yang
bervariasi juga. Pada beberapa uji klinis, probiotik menunjukkan
potensi dalam menurunkan rekurensi BV dibandingkan dengan plasebo
atau antibiotik sebagai monoterapi. Namun, masih diperlukan
penelitian lebih lanjut dengan skala lebih besar untuk menentukan
durasi dan dosis probiotik yang tepat dalam pengobatan BV.
Kata Kunci: probiotik; lactobacillus; rekurensi; bakterial vaginosis
ABSTRACT
Known as the most common cause of vaginal discharge in women of
reproductive age, Bacterial Vaginosis (BV) is characterized by shfting
of lactobacillus¬-dominated vagina microbiota to facultative or
obligate anaerob bacteria. Inspite of first line treatment showing high
efficacy toward BV, BV recurrences still frequently occur. The purpose
of this study is to review the results of current clinical trials regarding
probiotic as adjuvant therapy in the management of BV to reduce the
recurrence of BV. Literature search was conducted by using PubMed
and Cochrane database with keyword probiotics, lactobacillus,
recurrent, and bacterial vaginosis. It results on 9 clinical trials, which
match to inclusion criteria and will be evaluated further. Diverse
probiotic strains, dosage and duration of probiotics lead to varied
outcomes in this review. In several studies, probiotic has potency in
reducing the recurrence of BV compared to placebo. However, further
large scale studies are still needed to determine the precised duration
Kata Kunci:
peran; probiotik;
lactobacillus;
rekurensi; bakterial
vaginosis
Keywords:
Role; probiotics;
lactobacillus;
recurrence;
Cynthia Sandra Kuncoro
886
bacterial vaginosis.
and dosage of probiotics given in the BV management.
Pendahuluan
Vaginosis bakterial (BV) merupakan
infeksi vagina dan penyebab keputihan yang
paling sering terjadi pada wanita usia
reproduktif (Larsson et al., 2011; Ling et al.,
2013). Etiologi pasti BV masih kontroversial,
tetapi BV sendiri ditandai dengan pergeseran
mikrobiota vagina yang awalnya didominasi
oleh bakteri Lactobacillus kemudian
digantikan oleh bakteri patogen yang bersifat
anaerob fakultatif dan obligat seperti
Gardnerella vaginalis, Pretovella spp.,
Bacteroides sp., Mobiluncus spp., atau
mikoplasma (Muzny dan Kardas, 2020;
Darmayanti et al., 2017). Pergeseran pada
mikrobiota vagina ini menyebabkan kenaikan
pH, produksi sialidase dan produksi amin
yang menyebabkan timbulnya gejala dan
tanda BV (Ling et al., 2013).
Diagnosa BV paling sering ditegakkan
dengan kriteria Amsel dimana kriteria ini
memiliki sensitivitas 81% dan spesifisitas
94% (Hull and McLellan, 2016). Sedikitnya 3
dari 4 kriteria Amsel harus terpenuhi untuk
menegakkan diagnosa BV. Kriteria tersebut
antara lain sekret vagina yang bersifat putih
keabuan, cair, dan homogen; pH vagina >4.5,
amin tes positif, keberadaan clue cell pada
preparat basah sekret vagina (Muzny dan
Kardas, 2020; Webb, 2021). Standar baku
emas diagnosa BV sendiri adalah skor Nugent
pada pewarnaan gram sekret vagina. Skor ini
memiliki sensitivitas 96% dan spesifisitas
96%. Namun, metode ini tidak rutin
digunakan pada setting klinis dikarenakan
memerlukan waktu dan keahlian khusus (Hull
and McLellan, 2016). Terdapat 3 klasifikasi
skor Nugent, antara lain skor 0-3 berarti
mikrobiota vagina didominasi oleh
Lactobacillus, skor 4-6 intermediate, dan skor
7-10 berarti BV (Muzny dan Kardas, 2020).
Hingga saat ini metronidazole dan
klindamisin masih merupakan lini pertama
pengobatan BV. Efikasi pengobatan ini cukup
tinggi. Namun, tingkat rekurensi BV juga
cukup tinggi dimana rekurensi BV
didefinisikan sebagai tiga atau lebih episode
BV dalam 12 bulan (Wilson, 2004). Larsson
et al (2011) menemukan bahwa efikasi
pengobatan ini tidak lebih dari 60% setelah 4
minggu. Pada studi lanjutan, setahun setelah
terapi metronidazole selama 7 hari ditemukan
tingkat rekurensi BV sebesar 58% (49-66%)
dan flora vagina abnormal ditemukan
sebanyak 69% (61-77%) (Bradshaw et al.,
2006), sedangkan menurut Borris et al (1997)
pada follow-up 6,9 tahun kemudian, rekurensi
BV terjadi sebanyak 52% bahkan setelah
terapi metronidazole selama 10 hari. Tingkat
rekurensi klindamisin hamper sama dengan
metronidazole, tetapi studi terkait rekurensi
jangka panjang setelah penggunaan
klindamisin masih belum tersedia (Muzny
dan Kardas, 2020).
Tingginya rekurensi BV dapat
menyebabkan penggunaan antibiotik yang
berkepanjangan, meningkatkan resiko
munculnya berbagai efek samping obat, serta
berpotensi terjadinya komplikasi akibat
infeksi BV (Webb et al., 2021). Oleh karena
itu, hingga saat ini pencarian terapi alternatif
untuk mencegah atau menurunkan rekurensi
BV masih dilakukan, salah satunya adalah
dengan penggunaan probiotik.
Probiotik merupakan mikro-organisme
hidup yang memberi manfaat kesehatan jika
diberikan pada jumlah tertentu dan
merupakan alternatif yang aman untuk
mengembalikan keseimbangan mikrobiota
pada saluran reproduksi wanita (Sobel et al.,
2022). Sudah terdapat beberapa uji klinis
yang menggunakan probiotik sebagai terapi
ajuvan untuk pengobatan BV, tetapi review
dan penjabaran beberapa hasil uji klinis peran
probiotik terhadap rekurensi BV masih
terbatas khusunya dalam 10 tahun terakhir ini.
Cynthia Sandra Kuncoro
622 Jurnal Health Sains, Vol. 3, No.8, Agustus 2022
Selain itu, masih banyak variasi pada dosis,
rute, dan jenis probiotik yang digunakan
sebagai ajuvan terapi BV sehingga kajian
literatur ini bertujuan untuk mengulas
beberapa hasil uji klinis terkait peran
probiotik (termasuk strain dan dosis probiotik
yang digunakan) pada tingkat rekurensi BV
Metode Penelitian
Jenis studi yang digunakan adalah
kajian literatur. Pencarian literatur dilakukan
dengan menggunakan database PubMed dan
Cochrane dengan kata kunci berupa probiotik,
recurrent, dan bacterial vaginosis. Dilakukan
limitasi pencarian berupa tahun publikasi
2012-2022 dan jenis studi berupa uji acak
terkontrol. Pencarian literatur dilakukan pada
14 Juli 2022 dan menghasilkan 60 studi.
Setelah mengabaikan artikel studi yang
terduplikasi, didapatkan 37 artikel. Artikel ini
kemudian di skrining sesuai kriteria inklusi.
Studi akan dieksklusi jika studi dilakukan
pada kelompok post-menopause dan hamil,
tidak tersedia teks lengkap, tidak dalam
bahasa Inggris ataupun bahasa Indonesia,
adanya koinfeksi dengan vaginitis lainnya,
dan diagnosa BV yang tidak menggunakan
kriteria Amsel ataupun skor Nugent. Variasi
pengobatan (intervensi) yang diberikan, jenis
dan dosis pobiotik yang digunakan, durasi
pengobatan dan pemeriksaan lanjutan tidak
termasuk kriteria. Hasil akhir didapatkan 9
studi yang memenuhi kriteria. Artikel studi
selanjutnya akan ditelaah lebih lanjut untuk
dijadikan referensi dalam penulisan kajian
literatur ini.
Hasil dan Pembahasan
Salah satu studi yang menunjukkan
berkurangnya persentase rekurensi BV secara
signifikan diawali dengan pemberian
probiotik pada fase induksi dilanjutkan
probiotik pada fase perawatan. Pada fase
induksi diberikan metronidazol oral 2x500
mg selama 7 hari. Bersamaan dengan terapi
antibiotik tersebut diberikan kapsul campuran
dari L. acidophilus, L. rhamnosus, dan
lactoferrin bovin selama 5 hari pertama
kemudian dilanjutkan 10 hari berturut-turut.
Selanjutnya, pada fase perawatan yang
berlangsung selama 6 bulan, kapsul diberikan
selama 10 hari beruturut-turut dimulai dari
hari pertama siklus menstruasi. Pemberian
selama masa menstruasi didasarkan bahwa
darah menstruasi meningkatkan pH vagina
sehingga wanita akan lebih rentan terkena BV
selama masa menstruasi. Hasil studi
menunjukkan bahwa setelah follow-up 6
bulan, kelompok antibiotik-probiotik
mengalami rekurensi lebih rendah (29.17%)
secara signifikan (P<0.05) daripada kelompok
antibiotik-plasebo (58.33%). Hal yang sama
juga terjadi pada follow-up bulan pertama dan
ke-4 dimana episode relaps BV berkurang
secara signifikan pada kelompok probiotik
25% vs 45.83% (bulan pertama) dan 33.33%
vs 87.5% (bulan ke-4) (Russo et al., 2019).
Studi oleh Reznichenko et al (2020)
menyatakan pemberian kombinasi probiotik
L. crispatus LMG s-29995, L. brevis, L.
acidophilus per oral memberi hasil yang
signifikan dalam menurunkan rekurensi BV.
Pemberian probiotik dimulai dari 48 jam
setelah dinyatakan sembuh dari BV sebanyak
dua kali sehari selama 7 hari pertama
dilanjutkan sekali sehari hingga hari ke-120.
Dosis ganda pada awal pemberian bertujuan
untuk mempercepat pengembalian flora
normal vagina dan pemberian jangka panjang
bertujuan untuk meningkatkan kolonisasi.
Rekurensi BV terjadi pada 15/82 wanita
(18.3%) pada kelompok probiotik dan 27/82
wanita (32.1%) pada kelompok plasebo (p=
0.014). Selain itu, rerata (SD) masa rekurensi
BV pada kelompok probiotik 97.3 (26.7) hari
jika dibandingkan dengan 74.7 (27.7) hari
kelompok plasebo (p = 0.018).
Pemberian terapi metronidazol dan
kapsul probiotik yang mengandung campuran
≥108 CFU L. gasseri 57C, L. fermentum 57A,
dan L. plantarum 57B menunjukkan bahwa
waktu terjadinya rekurensi pada kelompok
Peran Probiotik Terhadap Tingkat Rekurensi
Bakterial Vaginosis
Jurnal Health Sains, Vol. 3, No. 8, Agustus 2022 623
antibiotik-probiotik 51% (71.4 hari) lebih
panjang secara signifikan (p=0.0125)
daripada pada kelompok antibiotik-plasebo
(47.3 hari). Pemberian probiotik secara oral
dilakukan dua kali sehari selama 10 hari,
kemudian dilanjutkan sekali sehari selama 3
bulan yang dimulai dari hari ke-18 siklus
menstruasi. Pada studi ini ditemukan bahwa
persentase rekurensi berdasarkan gejala klinis
pada dua kelompok tersebut tidak
menunjukkan perbedaan signifikan. Namun,
persentase rekurensi berdasarkan kriteria
mikrobiologis (dimana ditemukan >105 CFU
bakteri penyebab BV/AV) pada kelompok
plasebo lebih tinggi daripada kelompok
probiotik (47% vs 45.2%), p=0.087 (Heczko
et al., 2015).
Selain rute oral, probiotik intravaginal
juga menurunkan persentase rekurensi BV
secara signifikan. Bohbot et al (2018)
menggunakan L. crispatus IP 174178 yang
diberikan sekali sehari selama 14 hari dimulai
pada hari pertama siklus menstruasi dan
diberikan selama 4 siklus menstruasi.
Sebanyak 79.5% pasien dari kelompok
probiotik tidak mengalami rekurensi hingga
akhir studi (hari ke-0 s.d hari ke-112),
sedangkan pada kelompok plasebo sebanyak
59% (p=0.0497). Selain itu, waktu rekurensi
pertama pada kelompok probiotik lebih
panjang daripada kelompok plasebo yaitu
2.84±0.17 bulan vs 3.76±0.17 bulan
(p=0.0149). Hasil yang serupa juga terlihat
dari studi oleh Cohen et al (2020). L.
crispatus CTV-05 diberikan 48 jam setelah
terapi metronidazol gel berakhir yaitu
sebanyak sekali sehari selama 4 hari pada
minggu pertama, kemudian dilanjutkan dua
kali seminggu selama 10 minggu. Rekurensi
BV pada minggu ke-12 kelompok probiotik
lebih rendah secara signifikan daripada
kelompok plasebo dengan risk ratio 0.66
(95% CI 0.44-0.87, p=0.01), sedangkan risk
ratio pada minggu ke-24 yaitu 0.73 (95% CI
0.54-0.92).
Pemberian probiotik oral dan semprot
vagina (L.acidophilus, L.rhamnosus GG, B.
bifidum, B. longum) secara bersamaan diteliti
oleh Happel et al (2020). Selain metronidazol
topical 0.75%, probiotik oral satu kapsul per
hari diberikan selama 5 hari. Kemudian,
selama 10 hari probiotik oral dilanjutkan
bersamaan dengan probiotik semprot
intravagina sebanyak dua kali sehari.
Sebanyak 3 dari 7 orang di kelompok kontrol
yang telah sembuh dari BV kembali BV
positif (Nugent 7-10) pada bulan ke-3,
sedangkan 4 dari 6 orang di kelompok
probiotik tidak mengalami rekurensi. Namun
perbedaan antara dua kelompok ini tidak
signifikan.
Bodean et al (2013) membandingkan
antara tiga kelompok yaitu kelompok
antibiotik tanpa probiotik, antibiotik-probiotik
oral, dan antibiotik-probiotik intravaginal.
Rekurensi BV ditemukan lebih rendah pada
kelompok probiotik kapsul oral (L.
acidophilus dan L. bifidus) dibandingkan
dengan probiotik kapsul vagina (L.
rhamnosus b, L. acidophilus, L. bulgaricus
dan S. thermophilus) ataupun plasebo.
Persentase rekurensi 3 bulan setelah terapi
hanya 15% dibandingkan dengan 30% dan
50% pada kelompok probiotik kapsul vagina
dan plasebo. Probiotik oral diberikan
sebanyak dua kali sehari selama 10 hari,
sedangkan probiotik intravaginal diberikan
sekali sehari selama 6 hari dimana keduanya
diberikan 2 jam setelah konsumsi
metronidazol oral dan krim.
Hasil berbeda ditunjukkan oleh studi
Bradshaw et al (2012). Penggunaan pesarium
vagina yang mengandung L. acidophilus
KS400 selama 12 hari bersamaan dengan
terapi metronidazol oral tidak menunjukkan
penurunan rekurensi BV jika dibandingkan
dengan kombinasi metronidazol-plasebo dan
metronidazol-krim klindamisin. Persentase
rekurensi BV (NS 7-10) pada bulan pertama
3.6%, 6.8%, dan 9.6% pada kelompok
Cynthia Sandra Kuncoro
624 Jurnal Health Sains, Vol. 3, No.8, Agustus 2022
metronidazol-krimklindamisin, metronidazol-
probiotik, dan metronidzol-plasebo (p=0.13),
sedangkan di bulan ke-6 rekurensi BV sebsar
26.7%, 27.8%, dan 30% pada kelompok
plasebo, probiotik, dan klindamisin (p=0.82).
Studi pilot pada sekelompok wanita di
Afrika menunjukkan bahwa suplementasi
probiotik kapsul vagina mampu menghasilkan
kolonisasi strain lactobacillus, tetapi tidak
memiliki efek signifikan pada penyembuhan
ataupun pencegahan rekurensi. Pada
penelitian ini didapatkan persentase rekurensi
pada kelompok antibiotik-probiotik dan
kelompok antibiotik saja adalah 40% dan
25%. Probiotik yang berisi L. Gasseri DSM
14869 dan L. rhamnosus DSM 14870
diberikan segera setelah pengobatan sefiksim
400 mg dan metronidazol 2g dosis tunggal,
dan doksisiklin 2x100 mg selama 7 hari dan
lama terapi probiotik selama 190 hari
(Marcotte et al., 2019).
Tabel 1
Literatur terkait Uji Klinis Probiotik terhadap Rekurensi BV
Penulis
Populasi
Intervensi
Frekuensi
Russo et
al. (2019)
Romania
Wanita
usia 18-50
tahun
(48 orang)
I: MTZ + Campuran
lactobacillus (5x109
) CFU
L. acidophilus GLA-
14, L. rhamnosus
HN 001, Bovine
lactoverin
K: MTZ + plasebo
2 kaps/hari (5 hari)
lanjut 1 kaps/hari
(10 hari) lanjut 1
kaps/hari (10 hari
tiap bulan, pada
hari pertama siklus
haid selama 6
bulan.
Bohbot et
al. (2018)
Perancis
usia >18
tahun
(98 orang)
I: L. crispatus IP
174178
10 9CFU/g
K: plasebo
1 kali/hari (14
hari), pada hari I
siklus haid (selama
4 siklus haid).
Rezniche
nko et al
(2020)
Ukrana
Wanita 18-
45 tahun
(166
orang)
I: Campuran total
5.4miliar
L. crispatus LMG
s29995(60%)
L. brevis (20%)
L. acidophilus (20%)
K: plasebo
2x1 kapsul (7 hari),
lanjut 1 kaps/hari
(hari ke 8-120)
Happel et
al (2020)
Afrika
Selatan
Wanita 18-
45 tahun
(30 orang)
I: MTZ + Campuran
≥2x10 9CFU
L.acidophilus
L.rhamnosus GG
B. bifidum
B. longum
K: MTZ
1 kaps/hari (5 hari),
lanjut 1 kaps/hari
kapsul + semprot
vagina 2 kali sehari
(10 hari)
Cohen et
al (2020)
Amerika
Wanita
pre-
menopause
I: L. crispatus CTV-
05(Lactin-V)
K: plasebo
1 kali sehari
(selama 4 hari pada
minggu ke-1),
Cynthia Sandra Kuncoro
622 Jurnal Health Sains, Vol. 3, No.8, Agustus 2022
18-45
tahun (228
orang)
lanjut 2 kali
seminggu (10
minggu)
Heczko
et al
(2015)
Polandia
Wanita 18-
50 tahun
(578
orang)
I:MTZ + Campuran
≥108 CFU
L. gasseri 57C
L. fermentum 57A
L. plantarum 57B
K: MTZ + plasebo
2x1 kaps (10 hari),
lanjut 1x1 kaps (10
hari) dari hari ke-
18 sd hari ke-22
siklus haid, selama
3 bulan
Bradsha
w et al
(2012)
Australia
Wanita 18-
50 tahun
(450
orang)
I: MTZ + L.
acidophilus KS400
≥107 CFU atau
MTZ-klindamisin
K: MTZ + plasebo
1 Pessarium vagina
digunakan selama
12 malam
Marcotte
et al
(2019)
Afrika
Selatn
Wanita 18-
40 tahun
pre-
menopause
(39 orang)
I: Antibiotik +
Probiotik
K: Antibiotik
1 ovula/hari (30
hari), lanjut 1
ovula/minggu s.d
hari ke-190
Bodean
et al
(2013)
Rumania
Wanita 20-
45 tahun
(173
orang)
I: antibiotik + L.
acidophilus 750x106
CFU dan L. bifidus
250x106 CFU atau
antibiotik + L.
rhamnosus b
L. acidophilus
S. thermophilus
L. bulgaricus
K: antibiotik
Oral: 2x1 kaps,
selama 10 hari
Intravaginal: 1x1
ovula selama 6 hari
Intervensi diberika
selama 3 periode
haid.
MTZ: metronidazol Kaps: kapsuln
CFU: Colony Forming Uni
I: Intervensi K: kontrol
P: hasil primer S: hasil sekunder
Pembahasan
BV merupakan infeksi vagina tersering
pada wanita usia reproduktif dan berpotensi
memengaruhi kesehatan fisik dan mental
seseorang. Selain itu, infeksi BV merupakan
faktor resiko terjadinya komplikasi dalam
masa kehamilan seperti kelahiran prematur,
membran ruptur prematur, berat bayi lahir
rendah, keguguran berulang, korioamnionitis,
dan meningkatkan insiden infeksi menular
seksual. Metronidazol dan klindamisin masih
menjadi terapi lini pertama di berbagai negara
(Liu and Yi, 2022). Namun, rendahnya efikasi
antibiotik untuk mencegah rekurensi dapat
disebabkan oleh ketidakmampuan antibiotik
dalam mengeradikasi biofilm bakteri BV
(Russo et al., 2019). Lebih lanjut, Sobel et al
(2022) menjelaskan bahwa terdapat 3
hipotesis penyebab tingginya angka rekurensi
antara lain karena ketidakpatuhan dalam
pengobatan, reinfeksi melalui transmisi
seksual dari partner wanita ataupun pria, dan
relaps akibat kegagalan dalam mengeradikasi
bakteri pathogen termasuk biofilm atau
kegagalan mengembalikan flora vagina
normal yang didominasi oleh Lactobacillus.
Selain itu, tingginya rekurensi BV
menyebabkan penggunaan antibiotik yang
berlebihan dan berkepanjangan yang dapat
berakibat pada resistensi antibiotik (Webb et
al., 2021). Oleh karena itu, terapi alternatif
diperlukan untuk menurunkan tingkat
Cynthia Sandra Kuncoro
622 Jurnal Health Sains, Vol. 3, No.8, Agustus 2022
rekurensi BV dan memperpanjang masa
remisi BV. Sebanyak 5 dari 9 uji coba klinis
yang ditemukan pada kajian literatur ini
menunjukkan hasil yang signifikan dalam
menurunkan rekurensi BV. Dua studi lainnya
menunjukkan angka rekurensi yang lebih
rendah dengan pemberian probiotik, tetapi
masih diperlukan uji signifikansi terhadap
hasil tersebut. Berbanding terbalik dengan 7
studi sebelumnya, hasil studi oleh Bradshaw
et al (2012) dan Marcotte et al (2019) tidak
menunjukkan adanya penurunan angka
rekurensi BV jika dibandingan dengan
kelompok plasebo. Namun, Marcotte et al
(2019) menunjukkan peningkatan kolonisasi
Lactobacillus secara signifikan pada
kelompok probiotik tetapi tidak menimbulkan
efek signifikan pada tingkat kesembuhan dan
pencegahan BV. Hasil uji klinis yang
bervariasi dapat disebabkan oleh perbedaan
strain lactobacillus, metode, dan durasi
pemberian probiotik yang digunakan.
Beragam jenis probiotik memiliki
karakteristik yang juga berbeda sehingga
dapat memengaruhi hasil dari terapi BV.
Belum ada ketentuan yang jelas terkait
protokol pemberian probiotik pada terapi BV
(Liu dan Yi, 2022). Hasil penelitian yang
bervariasi juga terlihat pada studi Tidbury et
al (2020) dimana persentase rekurensi BV
yang lebih rendah ditunjukkan oleh uji klinis
dengan durasi pemberian probiotik yang lebih
panjang, khususnya probiotik yang diberikan
pada siklus menstruasi. Selain itu, jumlah
flora vagina normal dan jumlah Lactobacillus
ditemukan lebih banyak secara signifikan
dibandingkan dengan kelompok plasebo.
Berdasarkan hasil ini, sediaan Lactobacillus
oral ataupun vagina dapat menyeimbangkan
mikrobiota vagina dan menurunkan angka
rekurensi yang relatif tinggi. Meta analisis
oleh Darmayanti et al (2017) menunjukkan
kombinasi probiotik dan pengobatan
antimikroba menurunkan resiko rekurensi BV
(RR= 0.49; 95% CI= 0.17-1.44) dibandingkan
pengobatan antibiotik saja walaupun tidak
bermakna secara statistik. Di sisi lain, sebuah
meta analisis oleh Aldikha et al (2022)
menunjukkan bahwa tingkat rekurensi BV
pada kelompok probiotik L.crispatus lebih
rendah secara signifikan daripada kelompok
plasebo (p=0.008) dengan risk ratio 0.694
(95% CI= 0.532-0/906, p= 0.007). Pada
kajian literatur ini, studi pada kelompok
wanita paska menopause tidak termasuk
dalam kriteria inklusi dikarenakan perubahan
hormoVn khususnya estrogen diperkirakan
meningkatkan resiko terjadinya BV dan
memengaruhi efikasi terapi. Paska menopaue
terjadi penurunan sekresi estrogen yang
berhubungan dengan penurunan jumlah
Lactobacillus dan proliferasi epitelium
vagina. Selain itu, hormon progesteron
selama masa menstruasi diketahui berperan
pada proses sitolisis sel epitel vagina dimana
glikogen akibat sitolisis sel digunakan
kembali oleh Lactobacillus untuk
metabolisme dan konversi glikogen menjadi
glukosa dan maltosa. Kemudian keduanya
akan dikonversi menjadi asam laktat sehingga
pH 3.8-4.4 pada kondisi normal (Darmayanti
et al., 2019).
Dari beberapa uji klinis terlihat dosis
pemberian probiotik berkisar antara 107–109
CFU, baik terdiri dari strain tunggal probiotik
ataupun kombinasi, dengan durasi selama
minimal 12 hari. Lama pemberian probiotik
pada periode yang panjang (1-3 bulan)
bermanfaat secara signifikan untuk
menurunkan angka rekurensi dan masa remisi
BV (Liu dan Yi, 2022). Homayouni et al
(2013) menyatakan bahwa pemberian
probiotik oral ≥ 108 CFU (L. acidophilus, L.
rhamnosus GR-1, dan L.fermentum RC 14)
selama 2 bulan dapat mencegah rekurensi dan
meningkatkan kolonisasi Lactobacillus vagina
sehingga mengembalikan normal mikrobiota
pada vagina. Darmayanti et al (2019)
mengemukakan bahwa dosis pemberian
Lactobacillus 2x108 CFU lebih efektif
daripada 1x108 CFU, tetapi hasil ini tidak
bermakna secara statistik. Saat antibiotik
Peran Probiotik Terhadap Tingkat Rekurensi
Bakterial Vaginosis
Jurnal Health Sains, Vol. 3, No. 8, Agustus 2022 623
digunakan sebagai terapi BV, tidak hanya
bakteri pathogen yang ikut terbunuh tetapi
juga bakteri non-patogen sehingga
menciptakan lingkungan yang steril.
Mekanisme pemberian probiotik pada
beberapa uji klinis di kajian literatur ini yaitu
bersamaan dengan antibiotik. Pemberian
probiotik pada momentum ini bertujuan
meningkatkan kolonisasi flora normal vagina
secara cepat dan diharapkan dapat mencegah
terjadinya rekurensi (Liu dan Yi, 2022).
Lactobacillus melindungi epitel vagina
melalui 3 cara yaitu; pertama, memproduksi
asam laktat sebagai hasil dari metabolisme
glikogen pada sel-sel dinding vagina sehingga
meningkatkan keasaman vagina (pH 4.0-4.5)
dan pathogen tidak dapat tumbuh. Kedua,
lactobacillus mampu menghasilkan hidrogen
peroksida yang menghambat pertumbuhan
mikroba. Ketiga, lactobacillus bersaing
dengan mikroorganisme pathogen dalam
melakukan adhesi pada dinding vagina. Strain
lactobacillus tertentu mampu melakukan
koagregasi dengan Gardnerella vaginalis dan
menghalangi perlekatan G. vaginalis pada
epithelial vagina (Parma et al, 2013).
Probiotik juga dapat menekan reaksi
inflamasi, menormalkan permeabilitas
mukosa, meningkatkan pertahanan
imunologis terutama respons IgA sehingga
memberi stimulus pada sistem kekebalan
tubuh (Darmayanti et al., 2019).
Selain itu, pemberian probiotik yang
bersamaan dengan pemberian antibiotik
diterapkan pada beberapa uji klinis.
Penggunaan metronidazol sebagai antibiotik
yang efektif terhadap bakteri obligat anaerob
memiliki efek minimal terhadap pertumbuhan
flora normal vagina dan mempertahankan
Lactobacillus endogen (Simoes et al, 2001).
(Agnew & Hillier, 1995) melaporkan bahwa
metronidazol vagina dan oral meningkatkan
kolonisasi Lactobacillus, tetapi separuh dari
wanita kehilangan Lactobacillus penghasil
hidrogen peroksida. Di sisi lain, penggunaan
krim klindamisin menyebabkan penurunan
18% terhadap Lactobacillus seminggu setelah
terapi. Konsentrasi metronidazol <512 µg/ml
memiliki tendensi untuk memberi stimulasi
pertumbuhan Lactobacillus. Metronidazol gel
0.75% intravaginal 37.5 mg mencapai
konsentrasi serum maksimal 0.2 µg/ml dan
konsentrasi di vagina mencapai 1000 µg/ml.
Kandungan metronidazol pada serum
umumnya 12.5 µg/ml dan pada vagina 26
µg/ml setelah pemberian oral (Simoes et al,
2001). Bayer et al (1978) menyatakan bahwa
minimum inhibitory concentration (MIC) dan
minimum bactericidal concentration (MBC)
metronidazol terhadap Lactobacillus > 320
µg/ml. Konsentrasi metronidazol ≥1000
µg/ml mampu menghambat pertumbuhan
Lactobacillus vagina secara in-vitro.
Selain disbiosis vagina, terdapat
beberapa faktor resiko yang juga
memengaruhi rekurensi dari BV. Walaupun
BV tidak termasuk dalam infeksi menular
seksual, tetapi berhubungan dengan aktivitas
seksual, seperti partner seksual multiple dan
penggunaan kondom yang tidak teratur
berpengaruh terhadap rekurensi BV.
Rekurensi BV juga ditemukan pada kelompok
partner seksual yang konsisten. Namun,
penggunaan kondom dan kontrasepsi
hormonal memberi efek protektif terhadap
BV (Coudray et al., 2020). Bradshaw et al
(2006) menyatakan bahwa riwayat BV
sebelumnya dan partner seksual wanita juga
berhubungan dengan rekurensi BV.
Kesimpulan
Perawatan BV yang rekuren
merupakan tantangan tersendiri bagi klinisi
karena belum ada pedoman yang pasti terkait
pengobatan dan pencegahan infeksi rekuren
berulang. Probiotik sebagai terapi ajuvan
masih memberikan hasil yang bervariasi
dalam penurunan tingkat rekurensi dan
pencegahan rekurensi BV. Pada beberapa uji
klinis probiotik memang menunjukkan
Cynthia Sandra Kuncoro
624 Jurnal Health Sains, Vol. 3, No.8, Agustus 2022
potensi dalam meningkatkan kolonisasi
Lactobacillus sebagai flora normal vagina,
memperpanjang masa remisi BV, dan
diharapkan dapat mengurangi angka rekurensi
BV secara signifikan, tetapi masih diperlukan
penelitian lebih lanjut terkait durasi dan dosis
yang tepat dalam pemberian probiotik. Selain
itu, diperlukan pengendalian ketat terkait
faktor-faktor resiko untuk mengurangi tingkat
rekurensi BV.
Bibliografi
Agnew, K. J., & Hillier, S. L. (1995). The
effect of treatment regimens for
vaginitis and cervicitis on vaginal
colonization by lactobacilli. Sexually
Transmitted Diseases, 269–273. Google
Scholar
Aldikha, I., Riyanto, P., Budiastuti, A., Malik,
D. A., Widayati, R. I., Mulimin,
Hardian. (2022). The Effectiveness of
Lactobacillus crispatus Probiotics as
Prophylactic Therapy for Bacterial
Vaginosis Recurrence: A Systematic
Review and Meta-analysis. American
Journal of Dermatological Research
and Reviews. 5(54), 1-13. Google
Scholar
Bayer, A. S., Chow A. W., Concepcion, N.,
dan Guze, L. B. (1978). Susceptibility
of 40 Lactobacili to Six Antimicrobial
Agents with Broad Gram-Positive
Anaerobic Spectra. Antimicrobial
Agents and Chemotherapy. 14(5), 720-
722. Google Scholar
Bodean, O., Munteanu, O., Cirstoiu, C.,
Secara, D., Cirstoiu, M. (2013).
Probiotics- a helpful additional therapy
for bacterial vaginosis. Journal of
Medicine and Life. 6(4), 434-436.
Google Scholar
Bohbot, J. M., Darai, E., Bretelle, F., Brami,
G., Daniel, C., dan Cardot, J. M.
(2018). Efficacy and safety of vaginally
administered lyphophilized
Lactobacillus crispatus IP 174178 in
the prevention of bacterial vaginosis
recurrence. J Gynecol Obstet Hum
Reprod. Google Scholar
Boris, J., Pahlson C., Larsson, P. G. (1998).
Six Years Observation after Successful
Treatment of Bacterial Vaginosis.
Infectious Diseases in Obstetric and
Gynecology. 5, 297-302. Google
Scholar
Bradshaw, C.S., Morton A. N., Hocking J.,
Garland S. M., Morris. M. B., Moss, L.
M., Horvath L. B., Kuzevska I., dan
Fairley, C. K. (2006). High Recurrence
Rates of Bacterial Vaginosis over the
Course of 12 Months after Oral
Metronidazole Therapy and Factors
Associated with Recurrence. The
Journal of Infectious Diseases. 193,
1478-1496. Google Scholar
Bradshaw, C. S., Pirotta, M., De Guingand,
D., Hocking, J. S., Morton, A. N,
Garland, S. M., et al. (2012). Plos
ONE. 7(4): 1-10. Google Scholar
Cohen, C. R., Wierzbicki, M. R., French, A.
L., Morris, S., Newmann, S., Reno, H.,
et al. (2020). Randomized Trial of
Lactin-V to Prevent Recurrence of
Bacterial Vaginosis. N Engl J Med. 382
(20): 1906-1915. Google Scholar
Coudray, M. S., Sheehan, D. M., Tan, L.,
Cook, R. L., Schwebke, J., dan
Madhivanan, P. (2020). Factors
Associaed with the Recurrence,
Persistence, and Clearance of
Asymptomatic Bacterial Vaginosis
among Young African American
Women: A Repeated-Measures Latent
Class Analysis. Sexually Transmitted
Diseases. 47(12), 832-839. Google
Scholar
Darmayanti, A. T., Murti, B., Susilawati, T.
N. (2017). The efectiveness of Adding
Probiotic on Antimicrobial for
Bacterial Vaginosis: A systematic
review. Indonesian Journal of
Medicine. 2(3): 161-168. Google
Scholar
Peran Probiotik Terhadap Tingkat Rekurensi
Bakterial Vaginosis
Jurnal Health Sains, Vol. 3, No. 8, Agustus 2022 625
Darmayanti, A. T., Susilawati, T. N., dan
Murti, B. (2019). Giving Probiotic for a
Better Therapy of Bacterial Vaginosis.
The 1st International Conference on
Health, Technology and Life Sciences,
KnE Life Sciences. 239-246. Google
Scholar
Happel, A., Singh R., Mitchdev, N., Mlisana,
K., Jaspan, H.B., Barnabas, S. L., dan
Passmore J.S. (2020). Testing the
regulatory framework in South Africa-
a single-blind randomized pilot trial of
commercial probiotic supplementation
to stadard therapy in women with
bacterial vaginosis. BMC Infectious
Diseases. 20 (491), 1-13. Google
Scholar
Heczko, P. B., Tomusiak, A., Adamski, P.,
Jakimiuk, A. J., Stefanski, G.,
Mikolajczyk-Cichonska, A., et al.
(2015). Supplementation of standard
antibiotic therapy with oral probiotics
for bacterial vaginosis and aerobic
vaginitis: a randomised, double-blin,
placebo-controlled trial. BMC
Women’s Health. 15 (115), 1-12.
Google Scholar
Homayouni, A., Bastani, P., Ziyadi, S.,
Mohammad-Alizadeh-Charandabi, S.,
Ghalibaf, M., Mortazavian, A. M., dan
Mehrabany, E. V. (2014). Effects of
Probiotics on the Recurrence of
Bacterial Vaginosis: A Review. Journal
of Lower Genital Tract Disease. 18(1),
79-86. Google Scholar
Hull C. E., and McLellan, A. R. (2016).
Acute and Recurrent Bacterial
Vaginosis.Clinician Reviews. 43-48.
Google Scholar
Larsson, P., Brandsborg, E., Forsum, U.,
Pendharkar, S., Andersen, K. K., Nasic,
S., Hammarstrom, L., dan Marcotte, H.
(2011). Extended antimicrobial
treatment of bacterial vaginosis
combined with human lactobacilli to
find the best treatment and minimize
the risk of relapses. 2011. BMC
Infectious Diseases. 11(223), 1-14.
Google Scholar
Ling Z., Liu, X., Chen, W., Luo, Y., Yuan, L.,
Xia, Y., et al. (2013). The Restoration
of the Vaginal Microbiota after
Treatment for Bacterial Vaginosis with
Metronidazole or Probiotics. Microb
Ecol. 65, 773-780. Google Scholar
Liu, H. F. Dan Yi, N. (2022). A systematic
review and meta-analyss on the
efficacy of probiotics for bacterial
vaginosis. European Review for
Medical and Pharmacological Sciences.
26, 90-98. Google Scholar
Marcotte, H., Larsson, P.G., Andersen, K. K.,
Zuo, F., Mikkelsen, L.S., Brandsborg,
E., et al. (2019). An exploratory pilot
study evaluating the supplementation
of standard antibiotic therapy with
probiotic lactobacilli in South African
women with bacterial vaginosis. BMC
Infectious Disases. 19(824), 1-15.
Google Scholar
Muzny, C. A and Kardas, P. (2020). A
Narrative Review of Current
Challenges in the Diagnosis and
Management of Bacterial Vaginosis.
Sex Transm Dis. 47(7): 441-446.
Google Scholar
Parma, M., Dindelli, M., Caputo, L., Redaelli,
A., Quaranta, L., dan Candiani, M.
(2013). The role of vaginal
Lactobacillus Rhamnosus (Normogin)
in preventing Bacterial Vaginosis in
women with history of recurrences,
undergoing surgical menopause: a
prospective pilot study. European
Review for Medical and
Pharmacological Sciences. 17, 1399-
1403. Google Scholar
Reznichenko, H., Henyk, N., Maliuk, V.,
Khyzhnyak, T., Tynna, Y., Filipiuk, I.
et al. (2020). Oral intake of Lactobacilli
Can be Helpful in Symptomatic
Cynthia Sandra Kuncoro
626 Jurnal Health Sains, Vol. 3, No.8, Agustus 2022
Bacterial Vaginosis: A Radomized
Clinical Study. J Low Genit Tract Dis.
24, 284-289. Google Scholar
Russo, R., Karadja, E., dan De Seta, F.
(2019). Evidence-based mixture
containing Lactobacillus strains and
lactoferrin to prevent recurrent
bacterial vaginosis: a double blind,
pacebo controlled, randomsed clinical
trial. Beneficial Microbes. 10(1), 19-
26. Google Scholar
Simoes, J. A., Aroutcheva, A. A., Shott, S.,
Faro, S. (2001). Effect of
metronidazole on the growth of vaginal
lactobacilli in vitro. Infect Dis Obstet
Gynecol. 9, 41-45. Google Scholar
Sobel, J. D. (2022). Bacterial Vaginosis:
treatment. Tersedia dari:
uptodate.com/contents/bacterial-
vaginosis-treatment#H1785151692.
Google Scholar
Tidbury, F. D., Langhart, A., Weidlinger, S.,
Stute, P. (2020). Non-antibiotic
treatment of bacterial vaginosis-a
systematic review. Archives of
Gynecology and Obstetrics. Google
Scholar
Webb, L. (2021). Probiotics for preventing
recurrent bacterial vaginosis. Journal
American Academy of Physician
Assistants. Google Scholar
Wilson, J. (2004). Managing recurrent
bacterial vaginosis. Sex Transm Infect.
80, 8-11. Google Scholar
Copyright holder:
Cynthia Sandra Kuncoro (2022)
First publication right:
Jurnal Health Sains
This article is licensed under: