Jurnal
Health Sains: p–ISSN: 2723-4339 e-ISSN: 2548-1398
Vol. 3, No. 6, Juni 2022
POTENSI
TANAMAN HERBAL INDONESIA SEBAGAI ANTI SPF (Sun Protection Factor)
Adam
Permana, Tria Alfina Damayanti, Nia Yuniarsih
Universitas Buana
Perjuangan, Karawang
Email: fm19.adampermanai@mhs.ubpkarawang.ac.id, fm19.trialfinadamayanti@mhs.ubpkarawang.ac.id,
nia.yuniarsih@ubpkarawang.ac.id
artikel
info |
abstraK |
Diterima: 15 Juni 2022 Direvisi: 18 Juni 2022 Dipublish: 25 Juni 2022 |
Radiasi UV dapat menimbulkan efek buruk pada kulit.
Upaya untuk mencegah efek buruk tersebut salah satunya dengan menggunakan
tabir surya. Ekstrak etanol daun jeruju mengandung beberapa senyawa metabolit
sekunder berupa flavonoid dan fenolik sehingga berpotensi sebagai agen tabir
surya. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui potensi tumbuhan dan tanaman
herbal Indonesia sebagai anti SPF. Metode
yang digunakan dalam artikel ini adalah literature review. Hasil skrining
fitokimia, ekstrak etanol temugiring mengandung senyawa flavonoid, fenolik
(tanin), dan kurkumin, dimana ketiganya berpotensi sebagai antioksidan dan
berguna sebagai bahan aktif yang berpotensi sebagai tabir surya. Dari hasil
yang didapatkan pada fraksi metanol dan n-heksan daun kebiul dapat digunakan
sebagai bahan tabir surya, pada konsentrasi 600 ppm, 800 ppm dan 1000 ppm
termasuk ke dalam kategori suntan (proteksi sedang sampai ekstra), dimana
akan sedikit dapat menyerap sinar UV-A, namun sebagian besar dapat menyarap
sinar UV-B. Kategori suntan masih dapat menyebabkan kulit berubah warna
menjadi coklat, namun hanya bersifat sementara. Nilai SPF dari ekstrak etanol
daun jeruju dapat dilihat pada tabel. Berdasarkan tabel, nilai SPF rata-rata
ekstrak etanol daun jeruju mengalami peningkatan pada setiap kenaikan
konsentrasi ekstrak. Nilai SPF berkisar antara 0 sampai 100, dan kemampuan
tabir surya yang dianggap baik berada diatas nilai SPF 15. Berdasarkan
literatur menyebutkan Flavonoid adalah salah satu senyawa alami yang
berpotensi sebagai agen fotoprotektif karena memiliki kemampuan dalam
menyerap sinar UV serta dapat menjadi senyawa antioksidan. ABSTRACT UV radiation
can have an adverse effect on the skin. One of the ways to prevent these bad
effects is to use sunscreen. The ethanol extract of jeruju leaves contains
several secondary metabolites in the form of flavonoids and phenolics so that
it has the potential as a sunscreen agent. This study aims to determine the
potential of Indonesian herbs and plants as anti SPF. The method used in this
article is a literature review. The results of phytochemical screening,
temugiring ethanol extract contains flavonoid, phenolic (tannin) compounds,
and curcumin, all of which have the potential as antioxidants and are useful
as active ingredients that have the potential as sunscreens. From the results
obtained, the methanol and n-hexane fractions of kebiul leaves can be used as
sunscreen ingredients, at concentrations of 600 ppm, 800 ppm and 1000 ppm are
included in the suntan category (moderate to extra protection), which will
slightly absorb UV- A, but most can absorb UV-B rays. The suntan category can
still cause the skin to turn brown, but only temporarily. The SPF value of
the ethanol extract of jeruju leaves can be seen in the table. Based on the
table, the average SPF value of the ethanol extract of jeruju leaves
increased with each increase in the concentration of the extract. The SPF
value ranges from 0 to 100, and the ability of a sunscreen that is considered
good is above the SPF 15 value. Based on the literature, it is stated that
flavonoids are one of the natural compounds that have the potential as
photoprotective agents because they have the ability to absorb UV rays and
can be antioxidant compounds. |
Kata Kunci: SPF; tabir surya; temugiring,bunga telang; daun kebiul; daun jeruju;
bunga telang. Keywords: SPF; sunscreen; temugiring, telang flower;
kebiul leaf; jeruju leaves; butterfly flower. |
Pendahuluan
Matahari memberi banyak Manfaat bagi
organisme termasuk seperti cahaya, energi, fotosintesis pada tanaman, serta
sintesis vitamin D, Di sisi lain, radiasi matahari, terutama sinar matahari
Sinar ultraviolet (UV) dapat berdampak buruk berupa kerusakan kulit dengan
menyebabkan proses pencitraan, onkogenesis kanker optic bahkan dapat
menyebabkan kanker kulit di manusia dengan secara langsung mempengaruhi sel
Target. Sekarang tabir surya Tabir surya dan produk anti aging didominasi oleh
bahan kimia sintetik yang dapat menyebabkan efek samping dan bahkan ditemukan
memiliki efek samping dalam darah, hal ini menyebabkan minat para ilmuwan di
seluruh dunia (Rodrigues & Jose, 2020). Ilmuwan saat ini
terhadap formulasi herbal karena adanya toksisitas molekul sintetis ini.
Indonesia adalah negara tropis yang
cerah. Paparan sinar matahari yang berkepanjangan dapat menyebabkan berbagai
masalah kulit, mulai dari kemerahan,hiperpegmentasi,dan bahkan resiko kanker
dalam jangka waktu yang lama.
Salah satu cara untuk mengurangi efek
negatif dari paparan sinar matahari adalah dengan menggunakan tabir surya.
Ultraspray kaya akan senyawa bioaktif seperti senyawa fenolik, terutama
flavonoid, sehingga berpotensi untuk digunakan sebagai tabir surya.
Berdasarkan
analisis data World Healt Organization (WHO) tahun 2018 di Indonesia
terdapat sekitar 1.392 kasus kanker kulit melanoma. Melanoma merupakan salah
satu jenis kanker yang lebih membahayakan dan dapat menyebabkan kematian, pada
tahun 2018 di Indonesia terdapat 797 kasus kematian yang disebabkan oleh kanker
kulit melanoma. Penanganan masalah tersebut dapat dilakukan salah satunya
dengan menggunakan tabir surya.
Kulit
merupakan organ terluar dan terbesar dari tubuh manusia dan mudah terkena sinar
matahari. Sinar matahari merupakan sumber energi yang bermanfaat bagi kehidupan
hayati di seluruh dunia, termasuk Indonesia. Paparan sinar ultraviolet (UV)
memiliki beberapa manfaat, salah satunya membantu proses sintesis vitamin D.
tubuh dan membantu proses fotosintesis tumbuhan.Namun, disamping efek
menguntungkan, paparan sinar matahari memberikan dampak merugikan
pada tubuh manusia bergantung pada panjang gelombang dan frekuensi paparan,
intensitas sinar matahari, dan sensitivitas individu yang terpapar (Amnuaikit & Boonme, 2013). Paparan sinar
ultraviolet yang berlebih dapat mengakibatkan penuaan dini,
hiperpigmentasi bahkan kanker kulit (Damogalad et al., 2013). Salah satu cara untuk
mengatasi masalah yang ditimbulkan dari bahaya paparan sinar UV adalah dengan
penggunaan tabir surya (Rejeki & Wahyuningsih, 2015). Tabir surya adalah bahan
yang dapat mengabsorbsi, dan memantulkan radiasi UV sehingga dapat
menjaga kulit dari efek yang membahayakan (Sopyan et al., 2018).
Tabir surya sering
diproduksi dengan menggunakan bahan kimia sintetis, tetapi dapat memiliki efek
samping yang berbahaya pada kulit jika digunakan terus menerus (Yani & Dirmansyah, 2021). Tabir surya dengan bahan
alami menjadi salah satu solusi untuk mengurangi efek samping tersebut. Tabir
surya bisa dibuat menjadi krim. Krim adalah bentuk sediaan semipadat yang
mengandung satu atau lebih bahan farmasi yang dilarutkan atau didispersikan
dalam basa yang sesuai. Ada dua jenis krim: jenis minyak dalam air (W / A) dan
jenis air dalam minyak (W / W). Efektivitas tabir surya ditunjukkan dengan
nilai Sun Protection Factor (SPF). Nilai SPF ditentukan secara in vitro
menggunakan spektrofotometri UV-Vis berdasarkan persamaan Mansur (Maske et al., 2013). Menambahkan ekstrak ke formulasi formulasi
krim memiliki dampak yang signifikan terhadap kualitas fisik formulasi.
konsentrasi ekstrak Produk farmasi harus didefinisikan secara tepat sehingga
dapat berfungsi sebagai zat aktif tergantung pada penggunaannya.
Metode Penelitian
Metode
yang digunakan dalam artikel ini adalah literature review. Ini adalah cara yang
sistematis, eksplisit dan dapat direproduksi untuk mengidentifikasi,
mengevaluasi, dan mensintesis makalah penelitian dan ide-ide yang dibuat oleh peneliti
dan praktisi, sumber perpustakaan yang digunakan untuk membuat ulasan, dan
dokumen ini di situs web. Ini adalah metode yang mungkin. Dibuat oleh jurnal
nasional dan internasional seperti Google Schoolar, PubMeds, Proquest, Science
Direct, Scopus dan Elsevier.
Hasil dan Pembahasan
A. Temu Giring
Rimpang temugiring mengandung senyawa kurkumin (Syarifah et al., 2019) yang berpotensi sebagai
tabir surya. Sesuai penelitian (Murelina & Wijayanti, 2018) aktivitas antioksidan
ekstrak temugiring ditentukan secara in vitro menggunakan DPPH, diperoleh nilai
IC50 338.18±8.17 µg/mL. Dalam penelitian tersebut diketahui bahwa konsentrasi kurkumin mempunyai korelasi dengan aktivitas antioksidan ekstrak temugiring. Penentuan
nilai SPF dilakukan secara in vitro menggunakan metode spektrofotometri UV-Vis
dengan rentang panjang gelombang 290 – 320 nm. Selanjutnya data absorbansi dari hasil pengukuran diolah menggunakan persamaan Mansur.
Pada penelitian ini, nilai Correction Factor (CF) adalah 10 (Noviardi et al., 2019).
Diketahui bahwa semakin tinggi konsentrasi ekstrak,
semakin tinggi nilai SPF sediaan krim. SPF adalah indikator universal yang
menjelaskan efektivitas produk dalam perlindungan UV. Peningkatan nilai SPF
juga disebabkan oleh semakin tingginya konsentrasi senyawa yang berkontribusi
terhadap penyerapan sinar UV karena konsentrasi ekstrak temgirin yang
ditambahkan ke dalam formulasi semakin tinggi. Sesuai dengan hasil skrining
fitokimia, temugiring mengandung senyawa flavonoid, fenolik
(tanin) dan kurkumin. Dimana ketiganya berpotensi sebagai antioksidan dan
berguna sebagai bahan aktif yang berpotensi sebagai tabir surya karena adanya
gugus kromofor yang mampu menyerap sinar UV, baik UV A dan UV B, sehingga
mengurangi intensitas radiasi UV yang sampai pada kulit (Nurhasnawati et al., 2021). FDA mensyaratkan tabir
surya yang beredar di pasaran harus memiliki nilai SPF minimal 2. Apabila nilai
SPF kurang dari 2, maka tidak memiliki kemampuan untuk melindungi kulit dari sinar
matahari atau tidak berpotensi sebagai tabir surya.
B. Daun Kebiul
Tanaman kebiul merupakan tanaman yang memiliki daun,
batang dan biji, namun yang sering digunakan untuk obat tradisional oleh masyarakat
adalah biji kebiul. Biji kebiul (Caesalpinia Bonduc) sering dimanfaatkan
masyarakat di Bengkulu sebagai obat penyakit malaria, darah tinggi, diabetes,
dan kencing batu (Kusrahman et al., 2012). Menurut (Yani & Dirmansyah, 2021) biji kebiul memiliki
aktivitas tabir surya, dengan nilai SPF tertinggi 19,8 (proteksi ultra) pada fraksi
metanol cangkang biji. Selain itu ekstrak metanol daun kebiul (Caesalpinia
Bonduc) memiliki aktivitas antioksidan dengan nilai IC50 sebesar 104.17
g/ml. Uji aktivitas tabir surya dilakukan dengan metode analisis data yaitu
menggunakan data absorbansi. Data absorbansi yang didapat dihitung dengan
menggunakan rumus Mansur.
Berdasarkan nilai SPF yang dihasilkan pada tabel 1.
konsentrasi 1000 ppm memililiki nilai SPF tertinggi. Nilai SPF pada fraksi
metanol dan n-heksan daun kebiul sama-sama berproteksi ekstra yaitu 7,78 dan
6,51 pada konsentrasi 1000 ppm. Hasil nilai SPF fraksi metanol dan n-heksan
tidak jauh berbeda hal ini diduga karena pengaruh senyawa yang terkandung dalam
kedua fraksi masih memiliki kesamaan kandungan seperti kandungan senyawa flavonoid.
Dari hasil yang didapatkan pada fraksi metanol dan n-heksan daun kebiul dapat
digunakan sebagai bahan tabir surya, pada konsentrasi 600 ppm, 800 ppm dan 1000
ppm termasuk ke dalam kategori suntan (proteksi sedang sampai ekstra), dimana
akan sedikit dapat menyerap sinar UV-A, namun sebagian besar dapat menyarap
sinar UV-B. Kategori suntan masih dapat menyebabkan kulit berubah warna menjadi
coklat, namun hanya bersifat sementara.
C. Daun Jeruju
Salah satu tanaman di alam yang mempunyai aktivitas
antioksidan yang tinggi dan memilki kandungan senyawa flavonoid adalah daun
jeruju. Aktivitas antioksidan ekstrak etanol daun jeruju tergolong sangat kuat.
Diketahui bahwa ekstrak etanol daun jeruju mengandung metabolit sekunder berupa
flavonoid, alkaloid dan fenol. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, ekstrak
etanol daun jeruju mengandung senyawa alkaloid, flavonoid, fenolik, terpenoid
dan saponin. Berdasarkan penelitian lainnya, ekstrak kental etanol daun jeruju
mengandung flavonoid, alkaloid dan fenol. Terdapat beberapa perbedaan senyawa
metabolit sekunder yang terkandung dari masing-masing daun jeruju. Hal ini
disebabkan karena adanya perbedaan sampel yang digunakan yaitu meliputi lokasi
tumbuh dan usia tumbuhan saat pemanenan. Pemeriksaan metabolit sekunder
tersebut dapat dijadikan sebagai gambaran mengenai potensi ekstrak daun jeruju
dalam menghambat radiasi sinar ultraviolet dikarenakan metabolit sekunder
berupa flavonoid dan fenolik diketahui memiliki aktivitas sebagai antioksidan
yang dapat menangkal radikal bebas.
Nilai SPF dari ekstrak etanol daun jeruju dapat
dilihat pada tabel. Berdasarkan tabel, nilai SPF rata-rata ekstrak etanol daun
jeruju mengalami peningkatan pada setiap kenaikan konsentrasi ekstrak. Nilai
SPF berkisar antara 0 sampai 100, dan kemampuan tabir surya yang dianggap baik
berada diatas nilai SPF 15 (Kanani et al., 2017). Konsentrasi yang dibutuhkan untuk mencapai
nilai SPF yang baik dapat ditentukan dengan menggunakan persamaan
regresi antara konsentrasi dan nilai absorbansi. Adapun persamaan regresinya
adalah y = 0,006x + 0,530. Berdasarkanpersamaan regresi tersebut dapat diketahui
bahwa konsentrasi ekstrak yang diperlukan untuk mendapatkan nilai SPF 15 yaitu
sebesar 2.411,67 ppm.
D. Bunga Telang
Salah satu bahan alam yang dapat digunakan sebagi
tabir surya adalah bunga telang (Clitoria Ternatea). Bunga telang telah
diteliti memiliki kandungan kimia flavonoid, antosianin, flavonol glikosida,
kaempferol glikosida, quersetin glikosida, mirisetin glikosida terpenoid,
flavonoid, tannin dan steroid (Kazuma et al., 2003). Berdasarkan literatur menyebutkan
Flavonoid adalah salah satu senyawa alami yang berpotensi sebagai agen
fotoprotektif karena memiliki kemampuan dalam menyerap sinar UV
serta dapat menjadi senyawa antioksidan (Saewan & Jimtaisong, 2013).
E. Kulit Buah Mundar
Tumbuhan yang berasal dari alam dapat digunakan sebagai
tanaman obat atau kosmetik. Penggunaan bahan alam sangat populer di Indonesia.
Penggunaan bahan alam dianggap lebih aman dari bahan sintetik karena memiliki
efek samping yang relatif kecil. Kalimantan Selatan merupakan daerah lahabasah
terdiri lebih dari 4.000 spesies tumbuhan. Tumbuhan tersebut sangat berpotensi digunakan
sebagai bahan obat baru. Tumbuhan mundar (Garcinia Forbesii) merupakan
salah satu tumbuhan yang tumbuh di daerah Kalimantan Selatan. Hasil menunjukkan
nilai SPF berbanding lurus dengan ekstrak atau fraksi yaitu semakin besar
konsentrasi ekstrak atau fraksi yang ditambahkan, semakin meningkatnya nilai
SPF. Hal ini berarti ekstrak dan fraksi memiliki kemampuan untuk melindungi
kulit dari radiasi sinar matahari. Fraksi n-heksan memiliki kemampuan daya
proteksi sinar UV paling kuat dibandingkan ekstrak dan fraksi etil asetat.
Fraksi n-heksan memiliki kemampuan antioksidan yang paling kuat diantara
ekstrak dan fraksi lain, sehingga diduga memiliki korelasi dengan daya proteksi
sinar UV paling kuat disbanding ekstrak dan fraksi etil asetat. Hal tersebut
didukung data penelitian lain yang menyatakan bahwa kadar fenolik paling tinggi
terdapat pada fraksi n-heksan (Marsella, 2018). Urutan kemampuan proteksi sinar UV dari paling
kuat yaitu fraksi n-heksan, ekstrak etanol, dan fraksi etil asetat. Hal
tersebut berkorelasi dengan penelitian lain yang menyatakan pada ekstrak dan
fraksi n-heksan buah mundar mengandung senyawa alfa mangostin berdasarkan data
kromatografi, sedangkan pada fraksi etil asetat tidak terdapat senyawa
tersebut. Diduga senyawa alfa mangostin yang terdapat pada buah munda
terhadap daya proteksi sinar UV pada kulit buah mundar. Senyawa alfa mangostin
mengandung gugus kromofor sehingga mampu menyerap radiasi dan mengurangi
intensitas sinar ultraviolet yang mengenai kulit terdalam. Kemampuan tabir
surya ekstrak dan fraksi kulit buah mundar dipengaruhi oleh konsentrasinya. Semakin besar konsentrasi yang digunakan maka kemampuannya dalam melindungi kulit semakin
besar. Hal ini menunjukkan bahwa kandungan senyawa dalam tumbuhan menentukan
terhadap tinggi rendahnya nilai SPF dari tumbuhan tersebut, sehingga
mempengaruhi nilai SPF pada tumbuhan.
Kesimpulan
Radiasi UV dapat menimbulkan efek buruk pada kulit.
Upaya untuk mencegah efek buruk tersebut salah satunya dengan menggunakan tabir
surya. Berdasarkan hasil penelitian yang pernah dilakukan, tanaman herbal
Indonesia mempunyai kandungan senyawa flavonoid yang mampu mengatasi paparan
sinar ultraviolet yang membahayakan untuk kulit, diantaranya bunga telang, daun
jeruju, temu giring, daun kebiul dan kulit buah mundar. Perlu dilakukan
penelitian lebih lanjut terkait dengan pengembangan bahan aktif tabir surya
sebagai anti SPF (Sun Protection Factor) dalam bentuk krim atau lotion
dari bahan alam.
Bibliografi
Amnuaikit, T., & Boonme, P. (2013). Formulation and
characterization of sunscreen creams with synergistic efficacy on SPF by
combination of UV filters. Journal of Applied Pharmaceutical Science, 3(8),
1–5. Google Scholar
Damogalad, V., Edy, H. J., & Supriati, H. S. (2013).
Formulasi krim tabir surya ekstrak kulit nanas (Ananas comosus L Merr) dan uji
in vitro nilai sun protecting factor (SPF). Pharmacon, 2(2). Google
Scholar
Kanani, N., Rochmat, A., Pahlevi, R., & Rohani, F. Y. (2017). Pengaruh
Temperatur Terhadap Nilai Sun Protecting Factor (Spf) Pada Ekstrak Kunyit Putih
Sebagai Bahan Pembuat Tabir Surya Menggunakan Pelarut Etil Asetat Dan Metanol. Jurnal
Integrasi Proses, 6(3), 143–147. Google Scholar
Kazuma, K., Noda, N., & Suzuki, M. (2003). Flavonoid
composition related to petal color in different lines of Clitoria ternatea. Phytochemistry,
64(6), 1133–1139. Google
Scholar
Kusrahman,
A., Zamzaili, Z., & Ruyani, A. (2012). Isolasi, karakterisasi senyawa
aktif dan uji farmaka ekstrak biji kebiul pada mencit (Mus musculus) serta
penerapannya dalam pembelajaran kimia di SMAN 1 Bengkulu Selatan.
Universitas Bengkulu. Google
Scholar
Marsella, C.
(2018). Penetapan Kadar Fenol Dan Tanin Total Serta Uji Aktivitas
Antioksidan Fraksi Etil Asetat Kulit Buah Mundar (Garcinia Forbesii King.)
Dengan Metode Frap. Google
Scholar
Maske, P. P., Lokapure, S. G., Nimbalkar, D., Malavi, S., & D’souza,
J. I. (2013). In vitro determination of Sun Protection Factor and
chemical stability of Rosa kordesii extract gel. Journal of Pharmacy
Research, 7(6), 520–524. Google Scholar
Murelina, E. M., & Wijayanti, E. D. (2018). Perbandingan
Kadar Fenolik Total Sari Rimpang Temu Giring (Curcuma heyneana) Segar dan
Terfermentasi. JC-T (Journal Cis-Trans): Jurnal Kimia Dan Terapannya, 2(2).
Google Scholar
Noviardi, H., Ratnasari, D., & Fermadianto, M. (2019).
Formulasi sediaan krim tabir surya dari ekstrak etanol buah bisbul (Diospyros
blancoi). Jurnal Ilmu Kefarmasian Indonesia, 17(2), 262–271. Google Scholar
Nurhasnawati, H., Helmidanora, R., Sukawaty,
Y., Priyoherianto, A., & Purwati, E. (2021). Penentuan Aktivitas Tabir Surya
dan Antioksidan Ekstrak Etanol Benalu (Henslowia Frutescens) Inang Jeruk Bali
Secara In Vitro. Jurnal Ilmiah Ibnu Sina, 6(1), 124–132. Google Scholar
Rejeki, S., & Wahyuningsih, S. S. (2015). Formulasi gel
tabir surya minyak nyamplung (Tamanu Oil) dan uji nilai SPF secara in vitro.
Google
Scholar
Rodrigues, L. R., & Jose, J. (2020). Exploring the photo
protective potential of solid lipid nanoparticle-based sunscreen cream
containing Aloe vera. Environmental Science and Pollution Research, 27(17),
20876–20888. Google
Scholar
Saewan, N., & Jimtaisong, A. (2013). Photoprotection of natural
flavonoids. Journal of Applied Pharmaceutical Science, 3(9), 129–141.
Google
Scholar
Sopyan, I., Gozali, D., & Tiassetiana, S. (2018). Formulation
of tomato extracts (Solanum lycopersicum L.) as a sunscreen lotion. National
Journal of Physiology, Pharmacy and Pharmacology, 8(3), 453–458. Google Scholar
Syarifah, A. L., Rurini, R., & Hermin, S. (2019).
Characterization of the curcuminoids fingerprints profile in curcuma and
zingiber genera by TLC-digital image analysis. J. Pure App. Chem. Res, 8(2),
147–161. Google
Scholar
Yani, D. F., & Dirmansyah, R. (2021). Uji Aktivitas Fraksi
Metanol dan N-Heksan Kulit Dan Kernel Biji Kebiul (Caesalpinia Bonduc L.)
Sebagai Tabir Surya. Jurnal Sains Dasar, 10(1), 1–5. Google Scholar
Copyright holder: Adam Permana, Tria Alfina
Damayanti, Nia Yuniarsih (2022) |
First publication
right: Jurnal Health Sains |
|