PENGARUH PEMBERIAN TERAPI TRANSCUTANEOUS ELECTRICAL NERVE STIMULATION (TENS) TERHADAP PENGURANGAN NYERI PADA PASIEN LANSIA
DENGAN LOW BACK PAIN DI FISIOTERAPI RUMAH SAKIT AN-NISA
TANGERANG TAHUN 2020
Rafika Ulandari , Rina Puspitasari
STIKes YATSI Tangerang
Email: rafikaulandari17042017@gmail.com,
lintangalifah@gmail.com
info artikel |
abstrak |
Tanggal diterima: 2 September 2020 Tanggal revisi: 10 September 2020 Tanggal yang diterima: 15 September 2020 |
Salah
satu masalah kesehatan
yang sering dialami
oleh lansia adalah gangguan sistem muskuloskeletal dengan “Low Back Pain” (LPB). Berfokus pada
modalitas elektroterapi yang dapat memproduksi
berbagai jenis gelombang elektronik untuk meredakan
rasa nyeri, termasuk pada kasus LBP. Beberapa review elektroterapi
yang berbasis bukti menemukan bahwa terapi dengan Transcutaneous Electrical Nerve Stimulation (TENS) bermanfaat pada beberapa pasien dengan LBP. Terlepas dari adanya bukti mengenai manfaat dari
terapi
TENS untuk kasus LBP, TENS merupakan
modalitas yang sering diberikan pada kasus LBP dikarenakan tingginya permintaan
terhadap intervensi nonfarmakologis yang non invasif. Tujuan
penelitian ini adalah
untuk mengetahui
Pengaruh pemberian terapi Transcutaneous Electrical Nerve Stimulation (TENS) terhadap pengurangan nyeri pada pasien lansia dengan Low Back
Pain di Fiioterapi Rumah Sakit An-Nisa Tangerang Tahun 2020. Metode penelitian yang digunakan
dalam penelitian ini adalah desain quasi eksperimental design : one
group pre test and post test design. Populasi dalam
penelitian ini berjumlah 50 responden. Tehnik yang digunakan untuk pengambilan data adalah total sampling
. Hasil penelitian : Berdasarkan uji statistik di
dapatkan nilai P Value yaitu 0,007 maka dapat
disimpulkan ada pengaruh antara pemberian terapi Transcutaneous Electrical
Nerve Stimulation (TENS) terhadap skala nyeri
pada pasien lansia dengan Low Back Pain di Fisioterapi Rumah Sakit An-Nisa Tangerang.
Kesimpulan
: ada
pengaruh antara pemberian terapi Transcutaneous Electrical Nerve Stimulation (TENS) terhadap
skala nyeri pada pasien lansia dengan Low Back Pain di
Fisioterapi
Rumah Sakit An- Nisa Tangerang |
Kata kunci: TENS, LPB, Nyeri,
Lansia |
Pendahuluan
Menua atau menjadi
tua
adalah suatu
keadaan yang terjadi di
dalam kehidupan manusia. Proses menua merupakan
proses
sepanjang hidup, tidak hanya dimulai dari suatu waktu
tertentu, tetapi
dimulai sejak
permulaan kehidupan. Menjadi
tua merupakan
proses alamiah, yang berarti
seseorang
telah
melalui
tiga
tahap
kehidupannya, yaitu anak, dewasa, dan tua (M. A. Nugroho, 2015). Saat ini, di seluruh dunia, jumlah lanjut usia
diperkirakan
lebih dari 629
juta jiwa, dan pada tahun 2025,lanjut usia akan mencapai 1,2
milyar. Fenomena ini jelas mendatangkan
sejumlah
konsekuensi, antara
lain timbulnya masalah
fisik, mental, sosial,
serta kebutuhan
pelayanan kesehatan
dan keperawatan. Dampak
perubahan epidemiologis, penyakit pada lanjut usia cenderung ke arah
penyakit degeneratif
(W.
Nugroho, 2015) Proses penuaan
atau aging process
merupakan
suatu proses
biologis dan alamia yang
tidak dapat dihindari,
berjalan secara
terus menerus, dan
berkesinambungan. Selanjutnya
akan
menyebabkan perubahan
anatomis,
fisiologis, dan
biokimia pada
tubuh, sehingga akan mempengaruhi fungsi dan
kemampuan tubuh secara keseluruhan (Maryam
et al., 2020) Salah satu perubahan fisiologis yang terjadi yaitu penurunan
pada sistem muskuloskeletal yang ditandai dengan
adanya keterbatasan gerakan akibat nyeri pada persendian atau
punggung. Hal ini
akan
mengganggu aktivitas sehari-hari
dan menurunkan produktivitas yang akan berdampak terhadap penurunan
kualitas hidup serta dapat mengganggu kenyamanan.
Perubahan
fisiologis
yang terjadi seiring dengan
proses penuaan berupa adanya
perubahan pada
sistem muskuloskeletal. Perubahan
sistem muskuloskeletal
ini ditandai dengan
adanya nyeri pada sendi
penopang tubuh
yaitu salah satunya sendi
lutut. Seiring
dengan adanya proses penuaan, tulang
belakang menyesuaikan dengan
keausan gravitasi
dan
beban biomekanik melalui kompensasi struktural
dan perubahan
neurokimia, beberapa di
antaranya dapat
maladaptif dan menyebabkan
rasa sakit, cacat
fungsional, dan
merubah
sirkuit neurofisiologis.
Beberapa reaksi
kompensasi bersifat jinak; Namun, ada
pula
yang merusak
dan mengganggu
kapasitas organisme untuk
berfungsi dan mengatasi nyeri
tersebut. Nyeri
tulang
belakang
sangat beragam, yang melibatkan
struktural,
biomekanik,
biokimia, medis, dan
pengaruh
psikososial
yang mengakibatkan dilema kompleksitas sehingga pengobatan
seringkali sulit atau
tidak efektif.
Disaat proses degeneratif berlangsung,
kekuatan relatif transmisianterior-ke-posterior
mendekati keseimbangan. Fungsi tulang belakang merupakan yang terbaik dalam bidang
stabilitas statis dan dinamis. Arsitektur tulang dan
struktur jaringan
lunak
khusus
yang terkait, terutama
diskus intervertebralis, memberikan
stabilitas statis. Stabilitas
dinamis, dilakukan melalui sistem
dukungan otot dan ligamen yang
bertindak selama berbagai aktivitas
fungsional
dan pekerjaan dilakukan.
Penelitian
yang dilakukan oleh
(Rahmawati
& Ningsih, 2016).
di Kota
Tangerang melaporkan bahwa prevalensi kasus muskuloskeletal terbanyak
yang ditemukan pada lansia adalah
osteoartritis lutut, yaitu sebanyak 87% dan Low
Back
Pain (LBP)
yaitu
sebanyak 72%. Salah satu
masalah
kesehatan yang
sering dialami
oleh lansia adalah gangguan
sistem muskuloskeletal dengan “Low Back
Pain”
(LBP),
sering disebut
nyeri punggung bawah
(NPB), nyeri pinggang,
boyok, merupakan
keluhan yang sering dijumpai. Hampir 70-80% penduduk
di Negara maju pernah mengalami
LBP, dan satu diantara 20
penderita harus dirawat dirumah sakit karena serangan akut. Prevalensi LBP di
Indonesia sebesar 18%. Prevalensi LBP meningkat sesuai
dengan bertambahnya
usia
dan paling sering
terjadi
pada usia dekade tengah dan awal
dekade empat. LBP adalah nyeri yang dirasakan di
daerah punggung bawah, dapat merupakan nyeri lokal maupun nyeri
radikuler atau keduanya
(Maliawan
et al., 2009) dalam (Hartanto et al., 2015). LBP merupakan gejala yang sering timbul
di masyarakat, hampir setiap orang pernah mengalami episode
nyeri punggung bawah
di sepanjang hidupnya. Nyeri dapat bervariasi
dari
ringan
sampai
berat dan
dapat berlangsung
sebentar,
sedang
atau lama. LBP merupakan
salah
satu alasan paling sering mengapa pasien mendatangi seorang dokter praktik dan IGD, dengan perkiraan terjadi
61 juta kedatangan pasien LBP pada tahun
2007 (Djamil & Basjiruddin, 2009) dalam (Hartanto et al., 2015). Prevalensi di Amerika
Serikat sekitar 1520 ,tertinggi pada
usia 45-60 tahun, sedangkan
di Indonesia
menurut Community
Oriented Program for
Control of Rheumatic
Disease 1318%
dengan puncak insidens terjadi pada usia
antara 45-60 tahun. LBP harus mendapat perhatian
penting karena berefek terhadap pekerjaan pasien,
80% orang dewasa bekerja
akan
mengalami nyeri punggung
bawah dan 1 dari tiga jumlah tersebut tidak
dapat
bekerja karena nyeri
punggung
bawah. LBP juga memiliki keterkaitan dengan
komorbiditas yang signifikan
dan biaya pelayanan
kesehatan oleh
karena
adanya peningkatan
pemanfaatan pelayanan kesehatan (Evers et al., 2016).
Masalah
utama pada penderita Low
Back Pain adalah rasa nyeri yang akan menggangu
aktifitas fungsional (Borenstein et al., 2011). LBP merupakan keluhan yang
umum dan
hampir semua
orang
pernah
mengalaminya,
tetapi
jarang yang
berakibat fatal,
biasanya bisa sembuh
sendiri
selama 2-4 minggu. Sedangkan sekitar 10%-20%
nyeri punggung bawah
tidak membaik dalam 4 – 6 minggu dan
akan menetap menjadi kronis, sekitar 85%
nyeri punggung bawah
kronis tersebut tidak dapat diagnosis karena sulit mendapatkan
hubungan
antara simtom,
pemeriksaan fisik klinis dan
pencitraan
radiologi (Shoemaker
& Cohen, 2012) dalam (Hartanto et al., 2015).
Banyak sekali
pilihan
terapi yang ada
untuk
kasus
LBP, namun penelitian
Randomized Control Sampling (RCT) yang membuktikan manfaat dari
terapi- terapi tersebut masih terbatas. Identifikasi dari terapi non farmakologis yang non invasif serta relatif tidak mahal
namun
bermanfaat dapat sangat berarti
dan
akan mengakibatkan
terjadinya perbaikan tingkat morbiditas serta biaya pada
populasi
LBP tersebut (Zhou et al., 2017) Berfokus pada modalitas elektroterapi
yang dapat memproduksi berbagai jenis gelombang
elektronik
untuk meredakan
rasa nyeri, termasuk pada kasus
LBP. Beberapa review elektroterapi
yang berbasis bukti menemukan bahwa terapi dengan
Transcutaneous
Electrical Nerve Stimulation (TENS) bermanfaat
pada beberapa pasien dengan LBP (Adams & Zaniewski, 2012) dalam (Hartanto
et al., 2015).
Meskipun beberapa
penelitian telah TENS merupakan modalitas
fisioterapi yang paling sering digunakan
untuk mengatasi
nyeri, misalnya untuk
kasus-kasus
trauma, inflamasi,
cidera, seperti wiplash injury dan nyeri punggung bawah. TENS dapat digunakan untuk nyeri kronis dan akut pada segala kondisi (Facci et al., 2015). TENS menghasilkan
arus
yang akan disampaikan
ke permukaan kulit punggung bawah melalui elektrode.
TENS
yang diaplikasikan pada punggung bawah
akan
menimbulkan tanggap rangsang fisiologis dari jaringan yang bersangkutan baik sebagai
akibat langsung maupun
tidak langsung. Pengaruh
langsung terjadi
di tingkat sel, jaringan,
segmental maupun sistim (Alon et al., 1987) dikutip oleh (Parjoto, 2000). Penggunaan AL-TENS terbukti
bermanfaat
dalam mengurangi nyeri pada beberapa penelitian yang sudah dilakukan sebelumnya. Penelitian (Facci
et al., 2015).
pada subjek dengan diagnosis nyeri punggung bawah menyimpulkan
bahwa
terjadi
penurunan
nyeri dengan penggunaan TENS ber durasi 330 µdetik dan frekuensi 20 Hz Terlepas dari adanya bukti mengenai manfaat dari terapi TENS untuk kasus LBP, TENS merupakan
modalitas yang
sering diberikan
pada kasus LBP
dikarenakan
tingginya permintaan
terhadap intervensi nonfarmakologis yang
non invasif. Hal ini
dikarenakan lebih sedikitnya biaya yang dikeluarkan dan
sedikitnya
efek samping yang terjadi. Oleh karena itu, identifikasi
terapi elektroterapi
dengan bukti yang berkualitas mengenai manfaat,
sedikitnya
biaya yang
dikeluarkan, dan
sedikitnya efek samping
ini
sangat diharapkan
guna memperbaiki status fungsional
pasien,
meringankan nyeri
yang ada, menurunkan morbiditas,
memperbaiki produktivitas dan
menurunkan biaya
kesehatan secara
keseluruhan (Sung-Suh et al., 2004).
Berdasarkan data yang tercatat di Poli
Fisioteraspi
RS An-nisa dalam
kurun waktu 3 bulan
yaitu
September– November 2019, nyeri punggung
merupakan keluhan yang
menempati
urutan ke 3 dibawah
Osteoartritis dan
Rematik Ekstra Artikuler. Pasien yang datang tiap bulannya
dengan mengeluh Low Back Pain adalah berkisar 350 pasien
dengan rata rata perhari 10-15 pasien
dengan usia lanjut (An-Nisa, 2011).
Metode Penelitian
Rancangan penelitian quasi eksperimental design : one group pre test and post
test.
Populasi pada penelitian ini berjumlah 50 orang. Teknik sampling yang
digunakan
dalam penelitian
ini adalah purposive
sampling. Alat pengumpulan
data
menggukanan
lembar
observasi
skala nyeri.
Hasil
Penelitian
A. Univariat
Berdasarkan tabel 5.1 distribusi frekuensi umur responden dari 50 responden,
didapatkan
hasil responden yang
berusia 60-65 Tahun
sebanyak
21 orang
(42,0%) dan
responden yang berusia > 65
tahun sebanyak 29 orang (58,0%).
Berdasarkan tabel 5.2 distribusi
frekueni
jenis kelamin dari 50 responden,
didapatkan hasil bahwa responden berjenis kelamin laki-laki
sebanyak
33 orang
(66,0%) dan
responden
berjenis
kelamin
perempuan sebanyak 17 orang (34,0%) Berdasarkan tabel 5.3 distribusi frekuensi
skala nyeri dari 50 responden, didapatkan
hasil
nilai mean skala nyeri sebelum
dilakukan terapi TENS adalah 6,78. Pada pengukuran kedua di dapat rata- rata skala nyeri
setelah dilakukan terapi TENS adalah 3,78. nilai median skala nyeri sebelum dilakukan terapi TENS adalah 7. Pada pengukuran kedua
di dapat nilai median skala nyeri setelah dilakukan terapi TENS adalah 4, nilai modus skala
nyeri sebelum dilakukan terapi
TENS
adalah 7.
Pada pengukuran kedua di dapatkan nilai
modus skala nyeri setelah dilakukan terapi TENS adalah 4, nilai maksimal
skala nyeri sebelum dilakukan terapi
TENS
adalah 8.
Pada pengukuran kedua di dapat nilai
maksimal skala nyeri sesudah dilakukan terapi TENS adalah 5. nilai minimal skala
nyeri sebelum
dilakukan terapi
TENS adalah 5. Pada pengukuran kedua di
dapat
nilai minimal skala nyeri
sesudah
dilakukan terapi TENS adalah
B. Bivariat
Rata – rata
pengukuran nilai mean skala nyeri
sebelum
dilakukan terapi
TENS adalah 6,78 dengan standar deviasi 7,37. Pada pengukuran kedua
di dapat
dapat
nilai mean skala nyeri setelah dilakukan
terapi
TENS
adalah 3,78 dengan standar deviasi 8,64. Terlihat nilai mean perbedaan antara pengukuran pertama dan
kedua adalah 3. Dari hasil uji statistik di dapatkan nilai P Value yaitu 0,007 maka dapat
disimpulkan ada
pengaruh antara
pemberian terapi
Transcutaneous Electrical
Nerve Stimulation
(TENS)
terhadap skala nyeri
pada pasien lansia dengan Low Back Pain di
Fisioterapi
Rumah Sakit An-Nisa Tangerang.
Pembahasan
Distribusi frekuensi umur responden dari 50 responden, didapatkan
hasil
responden yang berusia 60-65 Tahun
sebanyak 21 orang (42,0%) dan
responden
yang berusia > 65 tahun sebanyak 29 orang (58,0%).
Usia
setiap orang berbeda-beda karena perbedaan
antara kelahiran maupun
kematian
seseorang.
Menurut (Azwar, 2007), Usia merupakan tingkat kehidupan
manusia. Semakin bertambah
umur
seorang
individu,
mereka mendapat
jenjang pendidikan
yang lebih
tinggi
sehingga pengetahuan yang didapat terus
bertambah
dan berkembang sehingga ia
biasa berfikir lebih realistis.
Hasil penelitian ini sesuai dengan
penelitian yang dilakukan oleh (Sari et al., 1995). Yang
menyatakan bahwa responden yang terbanyak adalah responden yang berusia >
56 tahun sebanyak 76 orang (76,0%). Faktor resiko dari LBP salah satunya adalah faktor individu. Faktor individu
yang sering berkaitan dengan LBP adalah
usia, di Amerika Serikat
sering terjadi pada
pekerja
berat pada
usia
45 tahun, namun dari berbagai studi epidemiologi kejadian LBP
miningkat
pada usia 35 tahun dan mencapai puncaknya pada usia sekitar 55 tahun.
Hasil penelitian ini sesuai dengan
penelitian yang dilakukan oleh
Hartanto (2016) yang menyatakan
bahwa untuk karakteristik usia, pada kelompok TENS didapatkan usia dengan rentang usia yang
terbanyak yaitu usia >54 tahun sebesar 53,3%, kemudian
rentang usia 35-44 tahun sebesar 23%, dan yang paling sedikit =34
tahun sebesar 3,3%.
Hal ini sesuai
dengan studi (Evers et al., 2016). yang menyatakan bahwa salah satu
faktor resiko fisiologis
LBP yaitu usia
20-50 tahun, (Benzon et al., 2011). juga menyatakan
bahwa risiko LBP meningkat pada pasien
yang bertambah
usia, namun begitu mencapai usia sekitar 65 risiko berhenti
meningkat. risiko lebih besar untuk nyeri
pinggang,
sementara
penelitian lain menunjukkan
bahwa perempuan lebih mungkin untuk
mengalami
LBP. Wanita
yang pernah mengalami dua
atau lebih
kehamilan
memiliki risiko lebih tinggi terkena nyeri pinggang.
Hasil
penelitian ini juga sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh (Sari et al., 1995). yang menyatakan
bahwa jumlah
subyek laki-laki lebih banyak dibanding
subyek perempuan, yaitu laki-laki berjumlah
4 orang
dengan prosentase 66,7% dan perempuan
berjumlah 2 orang dengan prosentase 33,3%. Menurut (Yildiz
et al., 2014).
jenis kelamin, laki-
laki dan perempuan mempunyai resiko
NPB non spesifik yang sama sampai usia sekitar 60
tahun. Hal ini
terkait dengan proses degeneratif dan osteoporosis.
a.
Gambaran Berdasarkan Skala Nyeri sebelum dan sesudah dilakukan Terapi TENS
Distribusi frekuensi skala nyeri dari 50 responden, didapatkan hasil nilai
mean skala
nyeri sebelum dilakukan terapi TENS
adalah
6,78.
Pada
pengukuran
kedua di dapat rata- rata skala nyeri setelah
dilakukan terapi TENS adalah 3,78. nilai
median skala nyeri sebelum
dilakukan
terapi TENS
adalah 7. Pada pengukuran kedua di
dapat nilai median skala nyeri setelah dilakukan terapi TENS adalah 4,
nilai modus skala nyeri sebelum dilakukan terapi TENS adalah 7. Pada pengukuran kedua di
dapatkan nilai modus skala nyeri setelah dilakukan terapi TENS adalah 4,
nilai maksimal skala nyeri
sebelum dilakukan terapi
TENS
adalah 8. Pada pengukuran kedua di
dapat nilai maksimal skala nyeri sesudah dilakukan terapi TENS adalah 5. nilai minimal skala nyeri
sebelum
dilakukan terapi TENS adalah 5.
Pada pengukuran kedua di
dapat nilai minimal skala nyeri
sesudah
dilakukan
terapi TENS adalah 2
Hasil diatas menunjukan adanya penurunan skala nyeri dengan
perbedaan
nilai
mean antara pengukuran pertama dan
kedua adalah 3.
Hasil penelitian ini sesuai dengan
penelitian yang dilakukan
oleh (Margawati & Astuti, 2018). yang menunjukkan
terjadi
pengurangan
intensitas
nyeri
secara bermakna sebelum dan sesudah terapi
baik pada terapi
TENS
dengan nilai mean sebelum terapi TENS adalah 5 dan sesudah
dilakukan terapi TENS adalah
2,88.
TENS adalah satu dari banyak terapi yang digunakan
untuk mengatasi masalah saraf. Arus listrik yang dikirimkan dari TENS unit akan mengaliri sistem saraf pusat.
Hal ini dapat
mengurangi kemampuan
saraf
dalam mengirimkan sinyal nyeri menuju otak dan saraf tulang belakang sehingga
nyeri perlahan berkurang.
b.
Terhadap
skala nyeri pada pasien lansia dengan Low Back
Pain di Fisioterapi Rumah Sakit An-Nisa Tangerang Tahun 2020
Pengurangan
nyeri punggung bawah nonspesifik. Hasil penelitian ini sesuai dengan
penelitian yang dilakukan oleh Hartanto
yang mengatakan bahawa hasil uji t untuk
membandingkan
rata-rata perubahan
skala nyeri
sebelum
dan
sesudah tindakan. antara Pemberian terapi TENS
terhadap pengurangan skala nyeri
LBP. Penelitian ini juga diperkuat
oleh penelitian yang dilakukan oleh (Dale et al., 2013)dan review (Fakoya et al., 2008). bahwa pemberian terapi
tambahan TENS lebih efektif
dalam menurunkan nyeri kronik.
Hasil pengujian
sampel menunjukkan nilai sig t hitung untuk uji ODI sebesar 0,000; karena
nilai
signifikan
<0,05 sehingga
ada pengaruh Rata – rata pengukuran nilai
mean
skala nyeri
sebelum
dilakukan
terapi
TENS
adalah 6,78 dengan standar deviasi 7,37. Pada pengukuran kedua
di dapat
dapat
nilai
mean
skala nyeri
setelah dilakukan terapi TENS adalah 3,78 dengan
standar deviasi 8,64.
Terlihat nilai mean perbedaan antara pengukuran pertama dan
kedua adalah 3. Dari hasil uji statistik di dapatkan nilai
P Value yaitu 0,007 maka
dapat disimpulkan ada pengaruh antara
pemberian terapi Transcutaneous Electrical
Nerve Stimulation (TENS) terhadap skala nyeri pada pasien lansia dengan Low Back Pain di
Fisioterapi
Rumah Sakit An-Nisa Tangerang Penelitian
ini sesuai dengan penelitian
yang dilakukan oleh Yuspita Sari yang menyatakan
bahwa Hasil uji
hipotesis terdapat
12 subyek setelah
perlakuan TENS dengan nilai
probabilitas
(p value)=0,004 yang berarti terdapat
perbedaan
yang bermakna antara terapi tens
terhadap
pengurangan
nyeri punggung. Dengan
demikian hipotesis
penelitian ini
diterima, terdapat perbedaan pengaruh
antara TENS
terhadap Nyeri
punggung.
Terapi
TENS adalah 3,78 dengan standar deviasi 8,64. Terlihat nilai mean perbedaan
antara pengukuran pertama dan kedua adalah 3. Dari hasil uji statistic di
dapatkan nilai P Value yaitu 0,007 maka dapat disimpulkan ada pengaruh antara
pemberian terapi Transcutaneous
Electrical Nerve Stimulation (TENS) terhadap skala nyeri pada pasien lansia
dengan Low Back Pain di Fisioterapi Rumah Sakit An-Nisa Tangerang, Penelitian
ini sesuai dengan penelitian ini sesuai dengan yang dilakukan oleh Yuspita Sari
yang menyatakan bahwa Hasil uji hipotesis terdapat 12 subyek setelah perlakuan
TENS dengan nilai probabilitas (p value)=0,004 yang berarti terdapat perbedaan
yang bermakna antara terapi tens terhadap pengurangan nyeri punggung. Dengan
demikian hipotesis penelitian ini diterima, terdapat perbedaan pengaruh antara
TENS terhadap nyeri punggung.
Ucapan Terima Kasih
1.
Pembimbing dan
perpustakaan STIKes YATSI Tangerang.
2.
Orang Tua, Suami, Adik, serta sahabat-sahabat tercinta
3.
Partisipan Responden
BIBILIOGRAFI
Adams, M. D., & Zaniewski, K. (2012). Effects of recreational rock
climbing and environmental variation on a sandstone cliff-face lichen
community. Botany, 90(4), 253–259.
Alon, G., McCombe, S. A., Koutsantonis, S., Stumphauzer, L. J., Burgwin,
K. C., Parent, M. M., & Bosworth, R. A. (1987). Comparison of the effects
of electrical stimulation and exercise on abdominal musculature. Journal of
Orthopaedic & Sports Physical Therapy, 8(12), 567–573.
An-Nisa, M. N. (2011). An Analysis Of The Compatibility Of Let’s Talk
Textbook With The School Level-Based Curriculum. Universitas Muhammadiyah
Surakarta.
Azwar, S. (2007). Sikap Manusia Teori dan Pengukurannya, Edisi ke-2. Yogyakarta:
Pustaka Pelajar Offset.
Benzon, H., Raja, S. N., Fishman, S. E., Liu, S. S., & Cohen, S. P.
(2011). Essentials of pain medicine E-book. Elsevier Health Sciences.
Borenstein, M., Hedges, L. V, Higgins, J. P. T., & Rothstein, H. R.
(2011). Introduction to meta-analysis. John Wiley & Sons.
Dale, A. M., Harris-Adamson, C., Rempel, D., Gerr, F., Hegmann, K.,
Silverstein, B., Burt, S., Garg, A., Kapellusch, J., & Merlino, L. (2013).
Prevalence and incidence of carpal tunnel syndrome in US working populations:
pooled analysis of six prospective studies. Scandinavian Journal of Work,
Environment & Health, 39(5), 495.
Djamil, Y., & Basjiruddin, A. (2009). Paralisis Bell. Dalam:
Harsono, Ed. Kapita Selekta Neurologi, 297–300.
Evers, S., elle Goossens, M., De Vet, H., Van Tulder, M., Banta, D.,
Buxton, M., Coyle, D., Donaldson, C., Drummond, M., & Elixhauser, A.
(2016). Criteria list for assessment of methodological quality of economic
evaluations: Consensus on Health Economic Criteria The authors thank the
following persons for their participation in the Delphi panel. In International
journal of technology assessment in health care (pp. 240–245).
Facci, A. L., Sánchez, D., Jannelli, E., & Ubertini, S. (2015).
Trigenerative micro compressed air energy storage: Concept and thermodynamic
assessment. Applied Energy, 158, 243–254.
Fakoya, A., Lamba, H., Mackie, N., Nandwani, R., Brown, A., Bernard, E.
J., Gilling‐Smith, C., Lacey, C., Sherr, L., & Claydon, P. (2008).
British HIV Association, BASHH and FSRH guidelines for the management of the
sexual and reproductive health of people living with HIV infection 2008. HIV
Medicine, 9(9), 681–720.
Hartanto, H. B., Jäger, B., Reina, L., & Wackeroth, D. (2015). Higgs
boson production in association with top quarks in the POWHEG BOX. Physical
Review D, 91(9), 94003.
Maliawan, S., Mahadewa, T. G. B., & Putra, A. A. (2009). Lateral
orbitotomy for traumatic optic neuropathy and traumatic opthalmoplegia: Is it
beneficial? Neurology Asia, 14(1).
Margawati, A., & Astuti, A. M. (2018). Pengetahuan ibu, pola makan dan
status gizi pada anak stunting usia 1-5 tahun di Kelurahan Bangetayu, Kecamatan
Genuk, Semarang. Jurnal Gizi Indonesia (The Indonesian Journal of Nutrition),
6(2), 82–89.
Maryam, S., Al Mauludi, M. A., Martiadi, M. D., Baskoro, F.,
Miftahulfalah, A., & Munawar, C. M. (2020). PEMBINAAN LITERASI DAN BAHASA
SANTUN MELALUI TUJUH PILAR BUDAYA CIANJUR. JPM17: Jurnal Pengabdian
Masyarakat, 5(01), 13–19.
Nugroho, M. A. (2015). Impact of government support and competitor
pressure on the readiness of SMEs in Indonesia in adopting the information
technology. Procedia Computer Science, 72, 102–111.
Nugroho, W. (2015). KEPERAWATAN GERONTIK & GERIATRIK (; E. Monica
& E. Tiar, eds.). Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Parjoto, S. (2000). Assesment Fisioterapi pada osteoarthritis sendi lutut.
Semarang: Poltekes Surakarta.
Rahmawati, L., & Ningsih, M. P. (2016). Faktor-faktor yang berhubungan
dengan kejadian asfiksia pada bayi baru lahir di ruang medical record RSUD
Pariaman. Bidan Prada: Jurnal Publikasi Kebidanan Akbid YLPP Purwokerto,
7(1).
Sari, H., Karam, G., & Jeanclaude, I. (1995). Transmission techniques
for digital terrestrial TV broadcasting. IEEE Communications Magazine, 33(2),
100–109.
Shoemaker, P. J., & Cohen, A. A. (2012). News around the world:
Content, practitioners, and the public. Routledge.
Sung-Suh, H. M., Choi, J. R., Hah, H. J., Koo, S. M., & Bae, Y. C.
(2004). Comparison of Ag deposition effects on the photocatalytic activity of
nanoparticulate TiO2 under visible and UV light irradiation. Journal of
Photochemistry and Photobiology A: Chemistry, 163(1–2), 37–44.
Yildiz, G., Lathouwers, T., Toraman, H. E., Van Geem, K. M., Marin, G. B.,
Ronsse, F., Van Duren, R., Kersten, S. R. A., & Prins, W. (2014). Catalytic
fast pyrolysis of pine wood: effect of successive catalyst regeneration. Energy
& Fuels, 28(7), 4560–4572.
Zhou, B., Bentham, J., Di Cesare, M., Bixby, H., Danaei, G., Cowan, M. J.,
Paciorek, C. J., Singh, G., Hajifathalian, K., & Bennett, J. E. (2017).
Worldwide trends in blood pressure from 1975 to 2015: a pooled analysis of 1479
population-based measurement studies with 19· 1 million participants. The
Lancet, 389(10064), 37–55.
Copyright
holder: Rafika Ulandari , Rina Puspitasari (2020) |
First
publication right: Jurnal Health Sains |
This
article is licensed under: |