DUKUNGAN
KELUARGA TERHADAP KUALITAS HIDUP PASIEN GAGAL GINJAL KRONIK YANG MENJALANI
TERAPI DI RS ADVENT BANDAR LAMPUNG
Novita Verayanti
Manalu
Universitas Advent Indonesia, Jawa Barat, Indonesia
Email: verayantimanalu@unai.edu vera_napitupulu@yahoo.com
info artikel |
abstrak |
Tanggal diterima: 2
September 2020 Tanggal revisi: 10
September 2020 Tanggal yang
diterima: 15 September 2020 |
Hemodialisis
merupakan salah satu terapi pengganti ginjal untuk pasien Gagal Ginjal
Kronik. Selama menjalani terapi, pasien dapat kehilangan kebebasan terhadap
hidupnya karena pasien memiliki pantangan-pantangan atau aturan-aturan yang
perlu diperhatikan guna tidak memperburuk kondisi pasien. Tujuan penelitian
ini adalah untuk mengetahui ada tidaknya hubungan dukungan keluarga terhadap
kualitas hidup pasien gagal ginjal kronik yang menjalani terapi hemodialisa
di RS Advent Bandar Lampung. Desain penelitian yang digunakan adalah deskriptif
korelasi yang bertujuan untuk mendapatkan gambaran hubungan dukungan keluarga
dengan kualitas hdup pasien hemodialisa. Teknik pengambilan sampel
menggunakan purposive sampling dengan jumlah responden sebanyak 127 orang.
Kriteria responden adalah pasien hemodialisa di RS Advent Bandar Lampung.
Pengambilan data menggunakan kuesioner. Analisa data menggunakan metode
univariat dan bivariat. Berdasarkan hasil uji statistic sebagian besar
responden atau 107 orang (84.3%) mendapat dukungan keluarga yang baik, dan 20
responden mendapatkan dukungan keluarga yang cukup. Sedangkan 126 responden
(99.2%) memiliki kualitas hidup baik dan 1 responden (0.8%) memiliki kualitas
hidup buruk. Dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa dukungan
keluarga sangat dibutuhkan untuk menjaga kualitas hidup pasien hemodialisa
tetap baik. Orang yang hidup dalam lingkungan yang penuh kasih sayang,
perhatian dan motivasi maka kondisi kesehatannya jauh lebih baik dari mereka
yang tidak memiliki lingkungan itu. |
Kata kunci: Dukungan
Keluarga, Kualitas Hidup, Hemodialisa |
Pendahuluan
Ginjal merupakan salah satu organ
vital dalam tubuh, apabila tubuh mengalami kekurangan atau kelebihan cairan dan
elektrolit dalam jangka waktu yang cukup lama maka dapat menyebabkan kerusakan
fungsi ginjal (Kemenkes RI, 2013).
Fungsi ginjal yang terganggu dapat menyebabkan gagal ginjal.
Penyakit tersebut dapat menyerang setiap golongan baik pria
maupun wanita tanpa memandang umur.
Prevalensi penyakit gagal ginjal
kronik di dunia dan di Indonesia cenderung mengalami peningkatan setiap
tahunyaa. Menurut US Renal Data System (Sistem Data Ginjal US), pada akhir 2003 total
441.051 orang dirawat dengan ESRD, kira-kira 28% melakukan transplantasi, 66%
menerima hemodialysis, dan 5% menjalani dialisis peritoneal (Black & Hawks,
2014). Berdasarkan data yang diambil dari Kemenkes RI (2016),
pasien gagal ginjal yang menjalani hemodialysis regular jumlahnya semakin
meningkat yaitu berjumlah sekitar empat kali lipat dalam 5 tahun terakhir.
Hasil Riset Kesehatan dasar (Riskesdas) tahun 2013
oleh Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan menunjukkan bahwa prevalensi
penyakit gagal ginjal di Indonesia sebesar 0,2% atau 2 per 1000 penduduk,
sekitar 60% penderita gagal ginjal tersebut harus menjalani terapi dialisis. Prevalensi penyakit gagal ginjal tertinggi terdapat di Provinsi
Sulawesi Tengah sebesar 0, 5%. Dari sisi pembiayaan kesehatan, data
Badan Penyelenggara Jaminan Kesehatan (BPJS) tahun 2017 menunjukkan bahwa
sebanyak 10.801.787 peserta jaminan kesehatan nasional (JKN) mendapat pelayanan
untuk penyakit Katastropik. Tahun 2016, penyakit ginjal
kronis merupakan penyakit katastropik kedua terbesar setelah penyakit jantung
yang menghabiskan biaya kesehatan sebesar 2, 6 triliun rupiah.
Berdasarkan data Indonesian Renal Registry (IRR) tahun 2016, sebanyak 98%
penderita gagal ginjal menjalani terapi Hemodialisis dan 2% menjalani terapi
Peritoneal Dialisis (PD). Penyebab Penyakit Ginjal Kronis
terbesar adalah nefropati diabetik (52%) dan hipertensi (24%).
Penderita Gagal Ginjal mendapatkan
dua tahapan perawatan yaitu terapi konservatif dan terapi pengganti ginjal.
Terapi pengganti ginjal yang dilakukan ialah hemodialysis, Continuous Ambulatory Peritoneal Dialysis (CAPD)
dan transplantasi ginjal. Hemodialisis merupakan salah satu terapi
pengganti ginjal untuk pasien Gagal Ginjal Kronik dimana tindakannya
menggunakan alat yaitu dialyzer yang akan menyaring
dan membuang sisa produk metabolism toksik yang seharusnya dibuang oleh ginjal.
Terapi hemodialisa tidak menyembuhkan penyakit yang diderita.
Pasien harus menjalani hemodialisa sepanjang umur hidupnya sampai pasien
mendapat ginjal baru dari hasil pencangkokan ginjal (Rahman, 2013).
Pasien harus menjalani terapi
hemodialisa sepanjang hidupnya biasanya 1-3 kali dalam seminggu dalam setiap
pertemuannya menghabiskan waktu 2-5 jam.
Ketergantungan yang dialami pasien
terhadap terapi hemodialisa selama masa hidupnya mengakibatkan terjadinya
perubahan dalam kehidupan penderita atau pasien.
(Brunner, 2014). Selama menjalani terapi, pasien dapat
kehilangan kebebasan terhadap hidupnya karena pasien memiliki
pantangan-pantangan atau aturan-aturan yang perlu diperhatikan guna tidak
memperburuk kondisi pasien.
Penderita Gagal Ginjal Kronik juga
perlu mengontrol gejala dan komplikasi dari penyakitnya guna meningkatkan atau
tidak memperburuk kualitas hidup pasien.
Kualitas hidup merupakan indikator penting untuk mengevaluasi hasil
hemodialisis pada pasien Gagal Ginjal Kronik (Griva, K., Mooppiln N., Seet, p., 2011).
Selain itu juga terdapat berbagai faktor yang dapat mempengaruhi
kualitas hidup pasien gagal ginjal yaitu aspek fisik, psikologis, sosio,
ekonomi dan lingkungan. Dukungan keluarga merupakan
salah satu faktor yang dapat mempengaruhi pasien dalam perawatan hemodialisa.
Salah satu faktor pendukung keberhasilan pelayanan
keperawatan adalah dengan melibatkan keluarga pasien.
Dukungan keluarga yang dimaksud
berupa dukungan informasional, emosional, pengharapan dan dukungan harga diri.
Menurut Nurchayati (2011) mengatakan bahwa apabila dukungan
keluarga tidak didapatkan maka presentase kondisi kesehatan pasien memburuk.
Hasil studi di Amerika Serikat terhadap sejumlah pasien dengan penyakit gagal
ginjal kronis, didapat bahwa dukungan keluarga dapat meningkatkan kesehatan
pasien yang sedang menjalani terapi hemodialisa dipengaruhi oleh faktor
geografis, status sosial ekonomi dan kebudayaan pada pasien gagal ginjal kronis
(Widyastuti, 2014).
Dukungan keluarga berkaitan dengan
kualitas hidup seseorang. Hal
ini dikarenakan kualitas hidup seseorang merupakan suatu persepsi yang hadir
dalam kemampuan, keterbatasan, gejala serta sifat psikososial hidup individu
baik dalam lingkungan budaya dan nilai dalam menjalankan peran serta fungsi
seharusnya. Kualitas hidup pasien Gagal Ginjal Kronik
yang optimal menjadi isu penting yang harus diperhatikan dalam memberikan
pelayanan keperawatan yang komprehensif. Hasil
penelitian Ibrahim (2009) menunjukkan bahwa 57, 1% pasien yang menjalani
hemodialysis mempersepsikan kualitas hidupnya pada tingkat yang rendah dan 42,
9% pada tingkat tinggi.
Sebuah penelitian yang dilakukan oleh Hotnida (2015)
terhadap 35 pasien gagal ginjal kronis yang menjalani terapi hemodialisa di
RSUD DOK II Jayapura mengatakan bahwa ada hubungan yang signifikan antara
dukungan keluarga dengan kualitas hidup pasien gagal ginjal kronis. Lebih lanjut penelitian Susanti dan Santoso (2016) menunjukkan
pasien yang menjalani hemodialisa mendapatkan dukungan keluarga yang baik
sebesar 25, 7%, dukungan keluarga cukup 29, 2% dan dukungan keluarga yang
kurang 45, 1%.
Hasil penelitian Fitri (2015)
menunjukan bahwa pasien yang menjalani hemodialisa memiliki hidup yang lebih
buruk dibandingkan dengan masyarakat pada umumnya dan mengalami gangguan yang
lebih rendah disebagian besar domain kualitas hidup.
Metode
Penelitian
Dalam penelitian ini menggunakan
desain penelitian deskriptif korelasi yang bertujuan untuk mendapatkan gambaran
tentang dukungan keluarga dan kualitas hidup pasien hemodialisa di RS Advent
Bandar Lampung.
Populasi merupakan Wilayah generalisasi yang terdiri
dari objek atau subjek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang
ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan selanjutnya dibuat kesimpulan (Sugiyono, 2016).
Populasi dalam penelitian ini adalah keseluruhan pasien yang
menjalani hemodialisa di RS Advent Bandar Lampung yang berjumlah 165 orang.
Pertimbangan yang diambil dalam
penelitian ini terdiri dari kriteria inklusi dan ekslusi.
Menurut Nursalam (2017), kriteria inklusi adalah penentuan sampel yang didasari
pada karakteristik umum pada subjek penelitian diambil dari populasi yang sudah
memenuhi syarat untuk melakukan penelitian. Kriteria inklusi untuk pasien
paliatif: CKD on HD adalah sebagai berikut:
1. Pasien
hemodialisa RS Advent Bandar Lampung yang menjalani proses terapi secara rutin
2. Bersedia
menjadi Sampel
3. Dapat
berkomunikasi dengan baik
Adapun sampel pada penelitian ini
sejumlah 127 orang pasien gagal ginjal kronik yang menjalani terapi hemodialisa
di RS Advent Bandar Lampung.
Instrumen yang digunakan pada
penelitian ini adalah kuesioner yang terdiri dari 2 bagian yang diantaranya,
kuesioner mengenai pernyataan tentang dukungan keluarga dan kuesioner mengenai
kualitas hidup pasien hemodialisa.
Dalam kuesioner ini juga disertakan lembaran Format
Persetujuan (Informed Consent) pada
halaman pertama.
Hasil
dan Pembahasan
1. Hasil
Univariat
Gambaran dukungan keluarga terhadap pasien Gagal
Ginjal Kronik yang menjalani terapi Hemodialaisa di RS Advent Bandar Lampung
adalah sebagai berikut:
Dukungan
Keluarga |
|||
|
Frequency |
Percent |
|
Valid |
Dukungan Keluarga Cukup |
20 |
15.7 |
Dukungan Keluarga Baik |
107 |
84.3 |
|
Total |
127 |
100.0 |
Berdasarkan analisis data diatas,
tingkat dukungan keluarga masuk dalam kategori baik.
Tingkat dukungan keluarga masuk dalam kategori baik karena dari 20 pernyataan
kuesioner, responden memberikan jawaban mengenai adanya dukungan keluarga yang
terdiri dari dukungan instrumental, dukungan informasional, dukungan emosional,
dukungan penghargaan, dan dukungan harga diri yang mereka terima. Peneliti juga
mendapati bahwa tidak sedikit keluarga mendampingi pasien dalam proses
hemodialisa sampai selesai. Tetapi ada juga yang tidak dapat
mendampingi pasien yang cuci darah karena anggota keluarganya sedang bekerja
jadi anggota keluarga hanyak mengantar dan menjemput setelahnya.
Dalam penelitiannya,
Pratiwi (2014) menyatakan bahwa terdapat faktor yang dapat mempengaruhi
dukungan diantaranya adalah umur, jenis kelamin, pendidikan dan status
perkawinan. Berdasarkan penjelasan tersebut, Pratiwi
memberi kesimpulan bahwa respon keluarga yang berubah dan dukungan keluarga
yang dinilai negative oleh responden dapat memberikan pengaruh terhadap
kesehatan bahkan memperburuk kondisi pasien.
Hal ini didukung oleh Friedman
(2010) dalam Siti (2016) yang memaparkan bahwa terpenuhinya kelima bagian yang
terdapat dalam dukungan keluarga menghasilkan persentase dengan hasil dukungan
keluarga tinggi yaitu 75%. Dalam penelitian
Hotnida (2015) menyebutkan bahwa pasien gagal ginjal kronik yang menjalani
terapi hemodialisa di RSUD DOK II Jayapura menunjukkan bahwa dukungan keluarga
baik dukungan instrumental, informasional, emosional, penghargaan, dan harga
diri pada penelitian tersebut ialah sangat baik.
Gambaran kualitas hidup dari pasien Gagal Ginjal Kronik yang
menjalani terapi Hemodialisa di RS Advent Bandar Lampung adalah sebagai berikut:
Kualitas Hidup |
|||
|
Frequency |
Percent |
|
Valid |
Kualitas Hidup Buruk |
1 |
.8 |
Kualitas Hidup Baik |
126 |
99.2 |
|
Total |
127 |
100.0 |
Berdasarkan analisis data diatas, sebanyak 0.8% memiliki kualitas
hidup yang buruk. Sebagian besar dengan persentase
yaitu 99.2% memiliki kualitas hidup yang baik. Peneliti
menemukan bahwa antar pasien masih dapat bersosialisasi dengan sangat baik.
Banyak dari mereka saling membantu rekannya yang lain
yang menjajahkan dagangannya. Hal-hal yang mempengaruhi
kualitas hidup diantaranya adalah kesehatan fisik, keadaan fisiologis, tingkat
kemandirian, hubungan sosial (dukungan sosial), keyakinan pribadi dan status
sosial ekonomi (CDC, 2011).
Dalam penelitiannya, Mariyanti
(2013) menjelaskan bahwa pasien yang sudah lama menjalani hemodialisa cenderung
mempersepsikan kualitas hidupnya semakin menurun.
Kualitas hidup yang menurun ini sejalan dengan perubahan kehidupan ekonomi
tingginya biaya yang harus dikeluarkan untuk satu kali proses hemodialisa yang
kerap dirasakan membebani penderita, ketergantungan juga membuat aktivitas
penderita menjadi terbatas serta penurunan kondisi kesehatan fisik dan
psikososial dari waktu ke waktu. Berdasarkan hasil analisis domain fisik dan
hubungan sosial sebagian besar responden diketahui menilai kualitas hidup pada
masalah fisik buruk sebanyak 21 orang (55,3%) dan hubungan sosial sebanyak 32
orang (84,2%) (Susilowati, 2019).
2. Hasil
Bivariat
Analisa hubungan yang
signifikan antara dukungan keluarga terhadap kualitas hidup pasien Gagal Ginjal Kronik yang menjalani terapi
Hemodialisa di RS Advent Bandar Lampung adalah sebagai berikut:
Correlations |
||||
|
Dukungan Keluarga |
Kualitas Hidup |
||
Spearman’s rho |
Dukungan Keluarga |
Correlation Coefficient |
1.000 |
.718 |
Sig. (2 tailed) |
. |
.000 |
||
N |
127 |
127 |
||
Kualitas Hidup |
Correlation Coefficient |
.718** |
1.000 |
|
Sig. (2 tailed) |
.000 |
. |
||
N |
127 |
127 |
||
**. Correlation is
significant at the 0.01 level (2-tailed). |
Dari hasil pengolahan data diatas, peneliti
mendapati bahwa hubungan antara dukungan keluarga terhadap kualitas hidup
pasien gagal ginjal kronik yang menjalani terapi hemodialisa di RS Advent
Bandar Lampung sangatlah signifikan. Dengan
0.718% koefisien korelasi yang didapatkan, maka peneliti menyimpulkan bahwa
hubungan antara dukungan keluarga terhadap kualitas hidup pasien gagal ginjal
kronik di RS Advent Bandar Lampung ialah kuat. Hasil penelitian ini
sejalan dengan hasil penelitian Rahmawati (2014) di wilayah kerja Puskesmas
Situ Sumedang. Pada penelitiannya ditemukan bahwa
dukungan keluarga mempunyai pengaruh positif terhadap peningkatan kualitas
hidup pasien diabetes mellitus tepi dua. Dukungan keluarga sangat
membantu pasien DM tipe 2 untuk dapat meningkatkan keyakinan akan
kemampuannya melakukan tindakan perawatan diri. Dukungan
keluarga seperti inilah yang dapat meningkatkan kualitas hidup pasien DM tipe
2. Dukungan yang diberikan keluarga menguatkan pasien juga melindungi
pasien dari rasa stress dan depresi sehingga dukungan emosional yang diberikan
oleh keluarga berfungsi sebagai mekanisme koping stress, kecemasan dan depresi (Tamara, 2014).
Dukungan keluarga erat kaitannya dalam menunjang kualitas
hidup seseorang. Hal ini dikarenakan kualitas hidup
merupakan suatu persepsi yang hadir dalam kemampuan, keterbatasan, gejala serta
sifat psikososial hidup individu baik dalam lingkungan budaya dan nilainya
dalam menjalankan peran serta fungsinya sebagaimana mestinya (Mailini, 2015).
Penelitian ini juga didukung oleh penelitian
Steinhauser, dkk (2010) yang mengemukakan bahwa keluarga berperan penting dalam
kualitas hidup pasien. Peran keluarga dalam proses
medikasi membawa dampak psikososial dan makna spiritual yang semakin kuat
seiring semakin lamanya proses medikasi. Oleh karenanya dalam tenaga medis dan
rumah sakit harus memfasilitasi perananan keluarga dalam proses medikasi
pasien. Dalam penelitian Zurmeli, dkk (2017) yang dilakukan di RSUD Arifin
Pekanbaru mendapati hasil dari uji statistic disimpulkan bahwa ada hubungan
antara dukungan keluarga dengan kualitas hidup pasien Gagal Ginjak Kronik (GGK)
yang menjalani terapi hemodialysis. Kemudian lebih lanjut
dijelaskan bahwa pasien dengan dukungan keluarga yang positif 3,684 kali
memiliki kualitas hidup yang baik dibandingkan pasien yang dukungan keluarganya
negatif.
Berdasarkan hasil analisa data dukungan keluarga yang didapat oleh
responden masuk dalam kategori baik dimana penyebabnya ialah dukungan yang
didapatkan, diantaranya dukungan instrumental dimana pasien masih didukung
dalam biaya pengobatannya, makanannya, dan hal lainnya. Dukungan selanjutnya yang mereka dapatkan ialah dukungan
informasional dimana pasien diberikan informasi-informasi yang pasien butuhkan
demi menjaga kesehatan pasien, bahkan ada keluarga pasien yang sampai
menyarankan pasien untuk memberikan informasi yang keluarga berikan kepada
teman-teman yang menjalani terapi serupa. Dukungan
yang lainnya yang banyak didapatkan ialah dukungan emosional dimana pasien
merasakan nyaman dan damai bila bersama keluarga. Dukungan
penghargaan dan dukungan harga diri juga didapatkan oleh pasien-pasien sehingga
mereka merasa sangat terbantu dan sangat bahagia dengan dukungan keluarga yang
didapatkan sehingga mempengaruhi kualitas hidupnya.
Hal di atas didukung oleh pernyataan Susilowati (2019), yaitu ada
hubungan yang signifikan antara dukungan keluarga dengan kualitas hidup pasien
gagal ginjal terminal yang menjalani terapi hemodialisis di Ruang Hemodialisa
RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta sehingga kecenderungannya yang didapat ialah
semakin baik dukungan kelaurga yang diberikan keluarga kepada pasien maka
semakin tinggi pula kualitas hidup pasien yang menjalani terapi hemodialisis. Dari hasil pengamatan peneliti selama melakukan penelitian tampak
adanya hubungan baik antara pasien dengan keluarga pasien. Banyak responden mengatakan dukungan yang diberikan keluarga
membuat pasien menjadi lebih semangat untuk menjalani hemodialisis dan
termotivasi untuk bisa sembuh dari penyakit. Bentuk dukungan
keluarga dirumah yang banyak didapatkan pasien diantaranya ialah membatasi
pasien minum dirumah dan menjaga asupan cairan dirumah agar tidak terjadi edema
dan sesak, keluarga juga mengingatkan pasien untuk melakukan jadwal terapi
hemodialisis dan mengantarkannya.
Kesimpulan
Berdasarkan hasil analisa data dan uji statistic mengenai hubungan
antaradukungan keluarga terhadap kualitas hidup pasien gagal ginjal kronik yang
menjalani terapi hemodialisa, maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:
1.
Rata-rata dukungan keluarga yang
didapat pasien hemodialisa di RS Advent Bandar Lampung masuk dalam kategori
baik dengan persentase 84.3%. Sedangkan dukungan keluarga cukup memiliki
persentase 15.7%.
2.
Rata-rata kualitas hidup pasien
masuk kategori baik dengan persentase 99.2% dan kualitas hidup buruk
persentasenya 0.8%.
3.
Ada hubungan signifikan antara
dukungan keluarga dengan kualitas hidup. Hubungan yang didapatkan masuk dalam
kategori Kuat. Artinya semakin baik dukungan keluarga yang didapatkan maka
kualitas hidup juga terangkat.
BIBLIOGRAFI
Brunner, Suddarth. (2014). Keperawatan Medikal Bedah edisi
12. Jakarta: EGC.
Griva, K., Mooppiln N.,
Seet, p., dkk. (2011). The Nkf-Nus Hemodialysis Trial Protocol-A Randomized
Controlled Trial to Determine the Effectiveness of a Self-Management
Intervention for Hemodyalisis Patient. Biomed Central Nephrology.
Mailini, F. (2015). Kualitas
Hidup Pasien Penyakit Ginjal Kronik Yang Menjalani Hemodialisis: Systematic
Review. Ners Jurnal Keperawatan.
Rahman. (2013). Hubungan
Antara Adekuasi Hemodialisis dan Kualitas Hidup Pasien Di RSUD Ulin
Banjarmasin. Banjarmasin.
Sugiyono. (2016). Metode
Penelitian Kuantitatif, Kualitataif dan R&D. Bandung: Alfabeta.
Susilowati. (2019).
Hubungan Dukungan Keluarga dengan Kualitas Hidup Pasien Gagal Ginjal Terminal
yang Menjalani Terapi Hemodialisis Di RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta. Universitas
‘Aisyiyah Yogyakarta.
Tamara, E. (2014). Hubungan
Antara Dukungan Keluarga Dan Kualitas Hidup Pasien DM Tipe II di RSUD Arifin
Achmad Provinsi Riau.
Widyastuti, R. (2014). Korelasi
Lama Menjalani Hemodialisa Dengan Indeks Massa Tubuh Pasien Gagal Ginjal Kronik
di RSUD Arifin Achmad Provinsi Riau. Riau.
Copyright holder: Novita Verayanti Manalu (2020) |
First publication right: Jurnal Health Sains |
This article is licensed under: |