Jurnal
Health Sains: p–ISSN: 2723-4339 e-ISSN:
2548-1398
Vol. 2, No. 9, September 2021
GAMBARAN
HASIL PEMERIKSAAN HBSAG PADA PENDONOR DI UNIT DONOR DARAH PALANG MERAH
INDONESIA KABUPATEN KUDUS
Catur
Retno Lestari, Arief Adi Saputro
Universitas
Ivet Semarang, Universitas Muhammadiyah Kudus (UMKU) Jawa Tengah, Indonesia
Email: caturretno.lestari@gmail.com,
ariefadi_s_dr@yahoo.com
info
artikel |
abstraK |
Diterima 5 September 2021 Direvisi 15 September 2021 Disetujui 25 September 2021 |
Hepatitis B merupakan salah satu
penyakit infeksi yang menyerang hati dapat bersifat akut dan kronik.
Transfusi darah merupakan salah satu jalur penularan VHB secara horizontal
yang sering terjadi. Pada pendonor yang menderita penyakit hepatitis B atau
menjadi karier hepatitits B, maka darah yang mengandung virus hepatitis B
tersebut dapat ditularkan kepada resipien melalui transfusi darah. Beberapa
tindakan yang dilakukan untuk mencegah penularan hepatitis yaitu dengan
adanya pemeriksaan HBsAg. Apabila HBsAg positif maka pendonor tidak
diperbolehkan untuk mendonor. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui
gambaran gambaran hasil pemeriksaan HBsAg pada pendonor di Unit Donor Darah
Palang Merah Indonesia Kabupaten Kudus selama Tahun 2020. Pendonor di Unit
Transfusi Darah Kabupaten Kudus selama Tahun 2020. Penelitian dilaksanakan
pada bulan Januari 2021 bertempat di Unit Transfusi Darah Kabupaten Kudus.
Uji diagnostik dilakukan dengan menggunakan Distribusi Frekuensi. Hasil
Penelitian menunjukkan bahwa jumlah pendonor reaktif sebanyak 96 (0.60%)
pendonor dari jumlah total 16.081 pendonor. Jumlah pendonor reaktif lebih
banyak pada laki yaitu 78 (81.25%) dari total pendonor yang reaktif,
sedangkan pada perempuan 18 (18.75%). Kasus HbsAg reaktif dengan pendonor
terbanyak yaitu pada bulan februari 2020 dan kasus terendah pada bulan
november 2020. Hpatitis B lebih banyak mengenai laki-laki daripada perempuan.
Hal ini disebabkan oleh karena laki-laki umumnya lebih aktif dari pada
perempuan sedangkan penularan hepatitis adalah melalui transmisi cairan tubuh
yang mungkin bisa terjadi karena aktivitas, misalnya melalui luka yang
didapat sewaktu bekerja atau saat bercukur. ABSTRACT Hepatitis
B is an infectious disease that attacks the liver which can be acute and
chronic. Blood transfusion is one of the most common horizontal HBV
transmission routes. In donors who suffer from hepatitis B disease or become
carriers of hepatitis B, the blood containing the hepatitis B virus can be
transmitted to recipients through blood transfusions. Several measures are
taken to prevent the transmission of hepatitis, namely by checking for HBsAg.
If HBsAg is positive, the donor is not allowed to donate. The purpose of this
study was to find out an overview of the results of HBsAg examination on
donors at the Indonesian Red Cross Blood Donor Unit, Kudus Regency during
2020. Donors at the Kudus Regency Blood Transfusion Unit during 2020. The
study was carried out in January 2021 at the Kudus Regency Blood Transfusion
Unit. . Diagnostic tests are performed using the Frequency Distribution. The
results showed that the number of reactive donors was 96 (0.60%) of the total
16,081 donors. The number of reactive donors was more in males, namely 78
(81.25%) of the total reactive donors, while 18 (18.75%). Reactive HBsAg
cases with the most donors were in February 2020 and the lowest cases were in
November 2020. Hepatitis B affects men more than women. This is because men
are generally more active than women, while hepatitis is transmitted through
bodily fluids, which may occur due to activity, for example, through wounds
received at work or while shaving. |
Kata Kunci: HbsAg; pendonor; transfusi darah
Keywords: HbsAg; donor; blood
transfusion |
Pendahuluan
Hepatitis B merupakan suatu penyakit infeksi yang
menyerang hati dapat bersifat akut dan kronik serta dapat menyebabkan sirosis
(pengerasan hati) dan kanker hati. Diperkirankan 2 milyar penduduk dunia telah
terinfeksi Virus Hepatitis B dan lebih dari 240 juta orang mengidap Hepatitis
kronik. Kematian karena Hepatitis B diperkirakan 600.000 setiap tahun (Lestary & Sugiharti, 2007).
Infeksi Virus Hepatitis B merupakan penyebab utama hepatitis akut, hepatitis
kronis, sirosis dan kanker hati di dunia. setiap tahunnya. Hanya 25% dari
mereka yang mengalami ikterus. Transfusi darah merupakan salah satu jalur
penularan VHB secara horizontal yang sering terjadi (Siswanto & Octavianur, 2020).
Hepatitis B merupakan penyakit infeksi atau
inflamasi pada hepatosit yang disebabkan oleh virus hepatitis B (VHB) yang
dapat menyebabkan peradangan hati akut atau menahun (Wijayanti, 2016).
Penularan virus hepatitis B dapat terjadi melalui pola horizontal, pada pola
horizontal infeksi virus hepatitis B dapat melalui luka di kulit atau selaput
lendir, misalnya melalui suntikan, transfusi darah, alat operasi, tusuk jarum,
pembuatan tato, tindik, luka pada selaput lendir, mulut, hidung, dan genitalia
(hubungan intim) (Handojo et al., 2016).
Berdasarkan data dari World Health Organization (WHO), virus hepatitis B kronis
diperkirakan menyerang 350 juta orang di dunia, terutama Asia Tenggara dan
Afrika, dan menyebabkan kematian 1,2 juta orang pertahun (Organization, 2016).
Dari jumlah itu 15-25% yang terinfeksi kronis meninggal dunia karena komplikasi
dari sirosis dan kanker hati. Virus hepatitis B menjadi pembunuh nomor 10 di
dunia dengan jumlah orang terinfeksi mencapai 2 milyar jiwa (Febri Rahmadani, 2019).
Hasil Riset Kesehatan Dasar tahun 2007 menunjukkan bahwa Hepatitis klinis
terdeteksi di seluruh provinsi di Indonesia dengan prevalensi sebesar 0,6%
(rentang: 0,2% - 1,9%). Hasil Riskesdas Biomedis tahun 2007 dengan jumlah
sampel 10.391 orang menunjukkan bahwa presentase HBsAg positif 9,4%.
Berdasarkan Data Riset Kesehatan Dasar yang dilakukan oleh Balitbangkes tahun
2013, penderita hepatitis B dan C di Indonesia diperkirakan 20 juta orang
(Prevalensi hepatitis B sebesar 7,1% dan hepatitis C 1%). Indonesia digolongkan
ke dalam daerah dengan Prevalensi hepatitis B dengan tingkat endemisitas menengah
sampai tinggi (PPKPA & Terlampir, 2013).
Transfusi darah merupakan salah satu jenis terapi
pada pasien di Rumah Sakit untuk penyelamatan hidup seperti kecelakaan, pendarahan
ibu, anemia, operasi dan sejumlah kondisi medis dan bedah lainnya (Organization, 2018).
Transfusi darah merupakan salah satu jalur penularan VHB secara horizontal yang
sering terjadi. Pendonor darah tersebut berasal dari donor darah sukarela atau
donor pengganti dari keluarga atau dari komunitas tertentu (Organization, 2018).
WHO merekomendasikan donor darah sukarela dari pada donor pengganti karena
tingkat keamanan darah dari kedua kelompok. Hasil donor darah yang sukarela
dilakukan uji screning terlebih dahulu di karenakan untuk keselamatan donor
dan/atau keselamatan penerima donor darah, yang disebut sebagai penangguhan
donor (Birjandi et al., 2013). Pada pendonor
yang menderita penyakit hepatitis B atau menjadi karier hepatitits B, maka
darah yang mengandung virus hepatitis B tersebut dapat ditularkan kepada
resipien melalui transfusi darah. Pengurangan potensi transmisi dapat dilakukan
berupa uji saring darah untuk mendeteksi antigen virus hepatitis B pada
pendonor. Antigen yang dapat dideteksi adalah Hepatitis B Surface Antigen dan
Hepatitis Be Antigen. (HBeAg), sedangkan antibodi yang dapat dideteksi adalah
anti HBs, anti HBc dan anti Hbe (Yuniarti et al., 2020).
Virus DNA masuk kedalam hepatosit dan disentesis
secara berlebih sehingga protein virus dilepaskan ketika hepatosit menjalani
apoptosis. Antigen permukaaan hepatitis B disentesis secara berlebih oleh
hepatosit yang terinfeksi, beredar dalam darah dan disajikan ke sel dendrik,
kemudian menginduksi sel Th 2, sementara itu HBsAg sendiri merangsang apoptosis
yang dimediasi TRAIL dari hepatosit. Produksi HBsAg yang berlebih diproduksi
ketika virus DNA berinteraksi kedalam sel genom dan mengganggu pembentukan
antibodi (Balmasova et al., 2014).
HBsAg adalah antigen permukaan virus hepatitis B, yang dapat dideteksi 2 minggu
setelah terinfeksi VHB dan menghilang pada masa konvalesen (penyembuhan),
tetapi dapat juga menetap lebih dari 6 bulan pada penderita VHB karier. HBsAg
positif menandakan seseorang terinfeksi hepatitis B akut, kronis, ataupun
karier (Yuniarti et al., 2020).
Beberapa peneliti telah melakukan penelitian
tentang HbsAg pada uji saring darah di PMI bahwa hepatitis b positif sebesar
3.61% banyak terdapat pada laki-laki (Yuniarti et al., 2020). Adapun tujuan
penelitian ini dilakukan adalah untuk mengetahui gambaran gambaran hasil
pemeriksaan HBsAg pada pendonor di Unit Donor Darah Palang Merah Indonesia
Kabupaten Kudus selama Tahun 2020.
Metode
Penelitian
Jenis Penelitian
ini adalah deskriptif untuk melihat
gambaran hasil pemeriksaan HBsAg pada pendonor di Unit Transfusi Darah
Kabupaten Kudus selama Tahun 2020. Penelitian dilaksanakan pada bulan Januari
2021 bertempat di Laboratorium Uji Saring IMLTD Unit Transfusi Darah Kabupaten
Kudus. Populasi dalam penelitian ini adalah semua pendonor selama tahun 2020 sebanyak 16.081 Pendonor
yang memeriksa HBsAg di Unit Transfusi Darah Kabpaten Kudus. Sampel adalah
bagian dari populasi yang diambil yaitu selama setahun adalah pendonor yang
hasil pemeriksaan HbsAg reaktif sebanyak 96 orang dengan hasil total sampel.
Telah dilakukan penelitian
pada pendonor di Unit Transfusi Darah pada Bulan Januari Tahun 2021 data
diambil selama setahun, yang dilihat adalah uji screening pemeriksaan HBsAg
dengan jenis kelamin serta hasil pemeriksaan dapat dilihat pada tabel:
Tabel 1
Distribusi Frekuensi Subyek Hasil Pemeriksaan HBsAg Pada Pendonor di Unit
Transfusi Darah Kabupaten Kudus Tahun 2020
HBsAg |
f |
Persentase (%) |
Reaktif |
96 |
0.60 |
Non Reaktif |
15985 |
99.40 |
Total |
16081 |
100 |
Pada tabel 1 diatas dari
16.081 pendonor yang memeriksakan HbsAg, terdapat 96 (0.60%) pendonor dengan
hasil reaktif.
Grafik 1
Distribusi Frekuensi Subyek Hasil Pemeriksaan HbsAg reaktif berdasarkan
Jenis Kelamin Pada Pendonor di Unit Transfusi Darah Kabupaten Kudus Tahun 2020
Pada Grafik 1 menunjukkan
bahwa jumlah pendonor reaktif HbsAg adalah berjenis kelamin laki-laki 78
(81.25%).
Grafik 2
Gambaran Hasil Pemeriksaan HbsAg Pada Pendonor di Unit Transfusi Darah
Kabupaten Kudus Tahun 2020
Hasil penelitian
menunjukkan bahwa lebih dari 0.05% pendonor dengan hasil HbsAg reaktif. Total pendonor selama Tahun 2020 sebanyak
16.081 dengan 96 pendonor reaktif. Jumlah pendonor berjenis laki-laki (81.25%)
yang reaktif lebih besar dibanding pendonor perempuan (18.75%), disebabkan
karena lebih sulit bagi perempuan untuk mendonorkan darah karena terhalang
keadaan haid, hamil dan menyusui, selain itu juga dapat dikarenakan wanita
merasakan takut untuk mendonorkan darahnya.
Hasil penelitian ini
sesuai dengan hasil laporan RIKESDAS Tahun 2009 di seluruh kota dan kabupaten
di Indonesia yang menunjukan lebih kecilnya frekuensi HBsAg pada perempuan
dibanding laki-laki dengan persentase HBsAg pada laki-laki 9,7% dan perempuan
9,3% (Yuniarti et al., 2020).
Secara umum, hepatitis B lebih banyak mengenai laki-laki daripada perempuan.
Hal ini disebabkan oleh karena laki-laki umumnya lebih aktif dari pada
perempuan sedangkan penularan hepatitis adalah melalui transmisi cairan tubuh
yang mungkin bisa terjadi karena aktivitas, misalnya melalui luka yang didapat
sewaktu bekerja atau saat bercukur (Febri Rahmadani, 2019).
Uji saring darah ini dilakukan untuk mengetahui kondisi darah jika terdapat
virus-virus penyakit berbahaya pada darah yang bisa ditularkan lewat transfusi
darah seperti Hepatitis B (HBsAg), Hepatitis C (anti-HCV), HIV, dan Sifilis.
Meskipun transmisi Hepatitis B melalui transfusi darah sudah diminimalisir
dengan tindakan screening HBsAg pada darah pendonor namun, angka kejadian
hepatitis B masih tinggi. ini terkait dengan cara penularan virus Hepatitis B
dapat melalui kulit disebabkan parenteral (tusukan yang jelas) atau tusukan
yang tidak jelas, selaput lendir, secara vertikal, atau dengan cara penularan
lain (Nurminha et al., 2019).
Oleh karena itu uji saring atau uji screening pada calon darah donor sangatlah
penting agar darah yang didonorkan kepada resipien aman dari virus Hepatitis B
sehingga, resiko terjadinya Hepatitis B paska transfusi dapat dihindari dan uji
saring sangat bermanfaat selain pendonor mengetahui kondisi dengan baik, uji
saring ini juga dapat menghindari penyebaran virus Hepatitis B melalui
transfusi darah.
Asia merupakan penyumbang
kanker hati terbesar di dunia dan laki-laki lebih banyak kena dibandingkan
perempuan dengan perbandingan sebesar 3:1 sampai 5:1 untuk laki-laki. Asia
Pasifik sebanyak 70 persen penyebab kanker hati akibat hepatitis B, Sampai saat
ini penyebab pasti mengapa laki-laki lebih banyak menderita kanker hati masih
belum jelas betul (La Regina et al., 2019).
Beberapa hal diduga menjadi penyebabnya seperti: adanya perbedaan hormonal,
laki-laki lebih sering terpapar penyebab hepatitis karena lebih banyak berada
di luar rumah. Tapi memang diketahui penyakit hepatitis B paling banyak terjadi
pada kaum laki-laki dibanding perempuan. Perjalanan untuk menjadi kanker hati
terbilang panjang, awalnya virus hepatitis B masuk ke dalam tubuh lalu
menimbulkan kerusakan dan merangsang sel-sel beraktivasi. Akibatnya akan timbul
nodul-nodul (tonjolan) pada hati yang jika berlangsung terus menerus bisa
menyebabkan sirosis hingga menjadi kanker hati. Jika dalam riwayat keluarga ada
yang memiliki penyakit hepatitis atau kanker maka harus diwaspadai, karena
faktor gen yang diwariskan ini bisa mempercepat timbulnya abnormal nodul yang
menjadi bakat kanker (Febri Rahmadani, 2019).
Kesimpulan
Jumlah pendonor reaktif
lebih banyak pada laki yaitu 78 (81.25%) dari total pendonor yang reaktif,
sedangkan pada perempuan 18 (18.75%). Kasus HbsAg reaktif dengan pendonor
terbanyak yaitu pada bulan februari 2020 dan kasus terendah pada bulan November
2020.
BIBLIOGRAFI
Balmasova,
I. P., Yushchuk, N. D., Mynbaev, O. A., Alla, N. R., Malova, E. S., Shi, Z.,
& Gao, C.-L. (2014). Immunopathogenesis Of Chronic Hepatitis B. World
Journal Of Gastroenterology: Wjg, 20(39), 14156. Google Scholar
Birjandi,
N., Younesi, H., Bahramifar, N., Ghafari, S., Zinatizadeh, A. A., &
Sethupathi, S. (2013). Optimization Of Coagulation-Flocculation Treatment On
Paper-Recycling Wastewater: Application Of Response Surface Methodology. Journal
Of Environmental Science And Health, Part A, 48(12), 1573–1582.
Google Scholar
Febri
Rahmadani, F. (2019). Gambaran Hasil Pemeriksaan Hbsag Pada Pendonor Di Unit
Donor Darah Palang Merah Indonesia Kota Padang. Stikes Perintis Padang.
Google Scholar
Handojo,
K., Sjakti, H. A., Yanuarso, P. B., & Akib, A. A. P. (2016). Fungsi
Sistolik Dan Diastolik Jantung Pada Pasien Anak Dengan Osteosarkoma Yang
Mendapat Terapi Doksorubisin Di Rs Cipto Mangunkusumo. Sari Pediatri, 16(3),
149–156. Google Scholar
La Regina,
G., Coluccia, A., Naccarato, V., & Silvestri, R. (2019). Towards Modern
Anticancer Agents That Interact With Tubulin. European Journal Of
Pharmaceutical Sciences, 131, 58–68. Google Scholar
Lestary,
H., & Sugiharti, S. (2007). Perilaku Berisiko Remaja Di Indonesia
Menurut Survey Kesehatan Reproduksi Remaja Indonesia (Skrri) Tahun 2007.
Google Scholar
Nurminha,
N., Sugiarti, M., & Aulia, M. G. (2019). Hubungan Derajat Keparahan Dbd
Dengan Kadar Albumin Pada Penderita Demam Berdarah Dengue Di Rsud Dr. H. Abdul
Moeloek Provinsi Lampung. Jurnal Analis Kesehatan, 7(2), 717–723.
Google Scholar
Organization,
W. H. (2016). World Health Statistics 2016: Monitoring Health For The Sdgs
Sustainable Development Goals. World Health Organization. Google Scholar
Organization,
W. H. (2018). Who Expert Consultation On Rabies: Third Report (Vol.
1012). World Health Organization. Google Scholar
Ppkpa, P.
P., & Terlampir, Y. (2013). Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Profil
Kesehatan Indonesia Tahun. Google Scholar
Siswanto,
S., & Octavianur, E. (2020). Epidemiologi Penyakit Hepatitis. Mulawarman
University Press. Google Scholar
Wijayanti,
R. (2016). Pengaruh Pengungkapan Sustainability Report Terhadap Kinerja
Keuangan Perusahaan. Google Scholar
Yuniarti,
D., Subiyakto, B., & Putra, M. A. H. (2020). Economic Activities In Kuin
Floating Market As A Learning Resource On Social Studies. The Kalimantan
Social Studies Journal, 1(2), 130–140. Google Scholar
Copyright holder: Catur Retno Lestari, Arief Adi Saputro (2021) |
First publication right: Jurnal Health Sains |
This article is licensed under: |