KAJIAN KUALITAS KIMIA DAGING SAPI TENDERLOIN DAN
SIRLOIN DI RPH TRADISIONAL DI KABUPATEN CIREBON
Supriyatin, Hery Prambudi
Akademi Analis Kesehatan An
Nasher Cirebon,
Jawa Barat, Indonesia
E-mail: supriyatinannasher@gmail.com
info artikel |
abstrak |
Tanggal diterima: 2 September 2020 Tanggal revisi: 10 September 2020 Tanggal yang diterima: 15 September 2020 |
Daging sapi merupakan salah satu sumber protein hewani yang paling
disukai konsumen karena mempunyai cita rasa yang lezat. Daging sapi merupakan
salah satu bahan makanan yang cukup popular di kalangan masyarakat. Daging sapi terdiri dari beberapa bagian, diantaranya adalah daging sapi has
dalam (Tenderloin) dan has luar (Sirloin). Daging
sapi yang beredar di masyarakat melalui pasar tradisional hingga saat ini
belum mendapat perhatian sehingga aspek kualitas daging cenderung terabaikan.
Kualitas daging dapat ditinjau dari beberapa aspek antara lain kualitas kimia
daging. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui
nilai
pH, lemak, protein, kadar
air, kadar abu pada daging sapi tenderloin & sirloin di RPH tradisional
Kabupaten Cirebon dan untuk mengetahui perbedaan yang bermakna nilai pH,
lemak, protein, kadar air, kadar abu pada daging sapi tenderloin &
sirloin di RPH tradisional Kabupaten Cirebon. Metode
yang digunakan metode deskriptif kuantitatif
yang dilakukan terhadap 5 RPH tradisional di Kabupaten Cirebon dengan
replikasi sebanyak 5 kali. Hasil dari
5 RPH Tradisional di Kabupaten Cirebon menunjukkan bahwa nilai
rata-rata pada daging tenderloin dengan parameter pH sebesar 5,55, kadar lemak sebesar 15,93%, kadar protein
sebesar 20,99%, kadar air sebesar 78,49% dan kadar abu sebesar 1,34%
sedangkan pada daging sirloin dengan parameter pH sebesar 5,96, kadar lemak
sebesar 14,24%, kadar protein sebesar 18,41%, kadar air sebesar 74,91% dan
kadar abu sebesar 1,46%. Nilai sig dari ke 5 RPH dibawah 0,05
yang artinya terdapat perebedaan yang bermakna dari setiap parameter yang di
teliti. Kesimpulan dari penelitian ini, keadaan daging sapi segar di RPH
tradisional Kabupaten Cirebon baik tenderloin maupun sirloin jika dilihat
dari rata-rata dengan berbagai parameter kualitas kimia di 5 RPH semua
memenuhi syarat dan layak di konsumsi oleh masyarakat luas. |
Kata kunci: Tenderloin, sirloin, pH, lemak, protein, air, abu. |
Pendahuluan
Daging sapi merupakan salah satu bahan makanan yang cukup populer di kalangan masyarakat (Diana, 2018) Hal ini dikarenakan daging sapi dapat diolah menjadi berbagai jenis makanan yang terkenal akan kelezatannya. Daging sapi mengandung
hingga 75% air,
dengan keseimbangan terdiri dari 20% protein, sekitar 2% lemak, dan sekitar 3% komponen kecil misalnya mineral, senyawa fosfat, dan vitamin (Pedersen et al., 2003). Kandungan air dari daging adalah salah satu parameter kualitas penting untuk mengolah daging karena berkaitan dengan produk
olahan daging yang dihasilkan
yang akan memberikan implikasi ekonomi terhadap
produsen dan konsumen (Bertram
et al., 2003). Kandungan gizi yang lengkap dan keanekaragaman
produk olahannya menjadikan daging sebagai bahan
pangan yang
hampir tidak
dapat dipisahkan dari kehidupan manusia,
namun demikian
kualitas daging yang beredar di masyarakat
seringkali tidak terjamin dengan baik (Bertram
et al., 2003). Bagian terpenting yang
menjadi acuan konsumen dalam pemilihan daging adalah kualitas fisik (Gunawan,
2017). Kualitas daging dapat ditinjau
dari beberapa aspek yaitu kualitas kimia daging, kualitas mikrobiologi daging
dan kualitas fisik daging (Fauziyah,
2018). Kualitas kimia daging antara lain pH, kadar lemak, kadar protein, kadar air dan kadar abu daging
daging. Tingginya kadar lemak daging ditentukan oleh
marbling daging pada tiap lokasi otot serta
umur sapi dan jenis sapi, (Beck, 2011) .
Kualitas kimia daging memegang peranan penting
dalam proses pengolahan dikarenakan kualitas kimia menentukan kualitas
serta jenis olahan yang akan dibuat. Kualitas kimia daging sangat dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain sebelum pemotongan dan setelah pemotongan.
Faktor penting sebelum pemotongan adalah perlakuan istirahat yang dapat menentukan tingkat cekaman (stres) pada sapi. Menurut Aberle, Forrest,
Hendrick, Judge and Merkel
(2001), sapi yang tidak diistirahatkan akan menghasilkan daging yang berwarna
gelap,
bertekstur keras, kering,
memiliki nilai pH tinggi dan daya mengikat air
tinggi. WHC dari daging sapi dara Brahman Cross adalah
25,54%,
30,67%,
dan 31,50%. bahwa semakin meningkatnya kadar
air akan diikuti tingginya nilai pH suatu daging (Tantan, 2011)
Faktor setelah pemotongan yang mempengaruhi kualitas daging adalah metode pelayuan metode pemasakan, tingkat
keasaman
(pH)
daging, kadar air, dan
kadar lemak. bahan tambahan
(termasuk enzim daging), lemak intramuskular (marbling), metode penyimpanan dan pengawetan macan otot daging,
serta lokasi otot (Maribo, 2008).
Daging sapi terdiri dari beberapa bagian, diantaranya adalah daging sapi has dalam
(Tenderloin) dan has luar (Sirloin). Letaknya yang berdekatan namun harganya cukup berbeda, membuat
masyarakat mengira dalam daging tersebut memiliki kandungan gizi yang berbeda, salah satunya adalah kandungan
protein dan lemaknya. Harga daging sapi bagian tenderloin tergolong mahal karena dagingnya yang empuk. Tenderloin biasa dimasak untuk
grill, steak, atau
sukiyaki, sedangkan harga bagian daging sirloin tergolong lebih murah dari tenderloin karena banyak mepunyai otot-otot yang
cukup keras dimana sering dipakai bekerja oleh sapi tersebut. Sirloin ini biasa dimasak rendang,
bistik.
Daging sapi yang beredar di
masyarakat melalui pasar tradisional hingga saat ini belum banyak mendapat
perhatian sehingga aspek kualitas daging pada tahap ini cenderung terabaikan.
Daging sapi yang beredar di masyarakat pada umumnya di RPH tradisional, yang
cukup banyak ada di masyarakat. Pemotongan sapi di RPH tradisonal tersebut kurang memperhatikan kualitas produk yang dihasilkan. Mereka lebih mementingkan bagaimana RPH itu tetap berproduksi (Arief, 2003), tanpa mempertimbangkan kualitas. Salah
satu contoh sapi yang sebelum pemotongan semestinya diistirahatkan dan dipuasakan.
Demikian pula sebelum dilakukan penyembelihan semestinya ternak tersebut di
pingsankan terlebih dahulu untuk mengurangi dampak stres pada sapi yang pada akhirnya mempengaruhi kualitas daging. Semua prosedur ini tidak dilaksanakan pada sistem
pemotongan di RPH tradisional tersebut.
Pada penelitian Setya Budi et al. (2005), tentang kualitas daging sapi di pasar kabupaten
semarang menunjukkan nilai rata-rata pH RPH kabupaten semarang 5,5; Ungaran I
5,7; Ungaran II 5,6; Babadan I 5,6; Babadan I 7,0; Projo I 5,8; Projo II 6,5;
Surabaya I 6,2 dan Surabaya II 6,3.
Penelitian sebelumnya
telah dilakukan Sriyani et al, 2014
yaitu kajian kualitas fisik daging kambing yang dipotong di RPH tradisional
Kota Denpasar didapatkan nilai pH daging kambing lebih tinggi.
Bertitik tolak dari permasalahan tersebut di
atas, maka sangat dibutuhkan penelitian untuk mengkaji kualitas fisik
daging sapi terderloin dan sirloin
di RPH Tradisional di Kabupaten Cirebon.
Metode Penelitian
Jenis penelitian yang
digunakan pada penelitian ini yaitu deskriptif kuantitatif. Metode
penelitian kuantitatif adalah metode yang lebih menekankan pada aspek
pengukuran secara obyektif terhadap suatu fenomena atau dapat diartikan sebagai
metode untuk meneliti pada suatu
populasi atau sampel tertentu dengan pengambilan sampel
dilakukan secara random (Sugiyono, 2017)
Penelitian ini berlokasi di Laboratorium Kimia
Akademi Analis Kesehatan An Nasher Cirebon. Penelitian ini dilaksanakan
pada bulan Januari sampai Agustus 2020.
Populasi dalam penelitian ini
adalah daging sapi segar bagian terderloin dan sirloin
± 100 gram setiap pengambilan sampel. Pengambilan sampel dan pemilihan 5 RPH tradisional dengan replikasi
5 kali dilakukan secara simple random
sampling yaitu teknik pengambilan
sampel yang dilakukan secara acak atau random. Sampel
± 100 gram dimasukan dalam box plastik yang dimasukkan dalam ice box yang
diberi es batu untuk dibawa ke laboratorium.
Pengolahan data
dan penelitian dari hasil laboratorium menggunakan spss metode Kruskal Willis Test.
Prosedur kerja penelitian kualitas fisik daging
sapi meliputi:
1. pH
(Derajat keasaman)
Menimbang 25 g sampel yang sudah dilumatkan dan
diencerkan dengan aquadest 25 ml, kalibrasi dengan larutan buffer untuk standar
7. Elektroda
dicuci dan keringkan, kemudian masukkan kedalam ekstrak, saklar dihidupkan dan
baca angka yang tertera pada pH meter.
2. Kadar
lemak (Soxhlet)
Masukkan kertas saring yang sudah dilipat rapih
kedalam badan (tabung) soxhlet secara perlahan-lahan kemudian hubungkan dengan
dengan labu soxhlet dan pendingin. Masukkan N-Hexan ke badan soxhlet, dengan volume
larutan yang digunakan ± 1˝ kali kapasitas
tabung soxhlet. Lakukan ekstraksi
sebanyak 4 kali diatas
pemanas
listrik. Setelah ekstraksi selesai pindahkan N-Hexan dari badan soxhlet
kedalam Erlenmeyer. Masukkan labu alas bulas ke dalam oven dengan suhu 100°C selama 1 jam. Dinginkan labu alas bulat ke dalam desikator, kemudian
timbang dengan ketelitian 0,2 g sampai mendapat berat konstan
(hingga selisih dua penimbangan berturut-turut tidak melebihi 0,2 g) (Alvarado,
2007).
3. Kadar
protein (Kjedahl)
Timbang
1 g sampel yang telah dihaluskan, masukkan kedalam labu kjedahl, tambahkan 7,5
g, K2SO4 dan 0,35
g raksa (II) oksida dan 15 ml H2SO4. Panaskankan sampai
mendidih dan cairan menjadi jernih. Tambahkan
pemanasan ± 30 menit dan dinginkan. Tambahkan 100 ml aquadest dalam labu
kjedahl, tambhah 15 ml larutan K2SO4 4% & tambahkan
perlahan NaOH 50% sebanyak 50 ml. Labu dipanaskan sampai kedua cairan
tercampur. Destilasi ditampung dalam erlenmeyer yang telah diisi dengan larutan
baku HCl 0,1N sebanyak 50 ml dan indikator MR 0,1% b/v
sebanyak 5 tetes. Sisa larutan HCl 0,1N. TAT terjadi
perubahan warna larutan dari merah menjadi kuning. Lakukan
titrasi blanko.
Rumus:
4. Kadar
air
Siapkan cawan yang sudah disterilkan (X). Timbang 5 g sampel (Y), masukkan dalam oven
105 oC selama 4-6 jam (sampai konstan). Angkat dan
dinginkan dalam eksikator. Timbang sampel yang sudah
dingin (Z).
5. Kadar
abu
Menimbang daging sapi segar yang sudah dilumatkan. Masukkan
kedalam cawan pijar yang sebelumnya sudah ditentukanpe nimbangan dengan berat
konstan. Masukkan dalam furnace dengan suhu 600–8000C
selama 4-6 jam, masukkan desikator dan timbang.
Hasil dan Pembahasan
a.
Hasil
Penelitian
Tabel
1 berikut menunjukkan hasil penelitian kualitas kimia pada daging sapi
tenderloin yang meliputi nilai pH (derajat keasaman), kadar
lemak, kadar protein, kadar air dan kadar abu pada daging sapi di 5 TPH
tradisional di Kabupaten Cirebon yang dengan replikasi selama 5 kali dan
pengambilan sampel selama 5 hari.
Tabel
1
Hasil
Penelitian Kualitas Kimia pada Daging Sapi Tenderloin dan Sirloin
RPH |
Parameter Kualitas Kimia Tenderloin |
Parameter Kualitas Kimia Sirloin |
||||||||
|
PH |
Kadar lemak (%) |
Kadar protein (%) |
Kadar air (%) |
Kadar abu (%) |
pH |
Kadar lemak (%) |
Kadar protein (%) |
Kadar air (%) |
Kadar abu (%) |
A1 |
5,07 |
15,86 |
21,69 |
74,47 |
1,14 |
5,41 |
13,79 |
17,03 |
67,16 |
1,27 |
A2 |
5,10 |
15,96 |
21,85 |
74,76 |
1,29 |
5,42 |
13,81 |
17,03 |
67,16 |
1,27 |
A3 |
5,12 |
16,03 |
21,94 |
74,93 |
1,44 |
5,45 |
13,89 |
17,07 |
67,19 |
1,28 |
A4 |
5,07 |
15,86 |
21,72 |
74,57 |
1,19 |
5,45 |
13,89 |
17,08 |
67,21 |
1,32 |
A5 |
5,08 |
15,89 |
21,74 |
74,65 |
1,23 |
5,47 |
13,98 |
17,34 |
67,45 |
1,43 |
B1 |
6,57 |
16,03 |
19,98 |
82,89 |
1,43 |
6,78 |
14,83 |
19,98 |
86,47 |
1,56 |
B2 |
5,98 |
16,03 |
18,95 |
81,78 |
1,44 |
6,74 |
14,85 |
19,96 |
85,98 |
1,57 |
B3 |
6,67 |
15,99 |
19,99 |
82,94 |
1,43 |
6,80 |
14,85 |
19,99 |
86,35 |
1,56 |
B4 |
6,43 |
15,96 |
19,64 |
82,79 |
1,29 |
6,71 |
14,83 |
19,87 |
85,79 |
1,58 |
B5 |
6,32 |
16,04 |
19,65 |
82,68 |
1,28 |
6,73 |
14,72 |
19,88 |
85,89 |
1,59 |
C1 |
5,09 |
15,94 |
21,86 |
74,78 |
1,29 |
5,78 |
14,79 |
17,75 |
67,98 |
1,52 |
C2 |
5,07 |
15,86 |
21,78 |
74,67 |
1,19 |
5,55 |
13,98 |
17,39 |
67,51 |
1,45 |
C3 |
5,07 |
15,84 |
21,79 |
74,69 |
1,24 |
5,56 |
14,17 |
17,39 |
67,52 |
1,47 |
C4 |
5,08 |
15,89 |
21,83 |
74,71 |
1,32 |
5,58 |
14,20 |
17,45 |
67,65 |
1,52 |
C5 |
5,09 |
15,92 |
21,85 |
74,76 |
1,29 |
5,60 |
14,27 |
17,48 |
67,65 |
1,52 |
D1 |
5,95 |
16,03 |
19,81 |
85,57 |
1,43 |
6,26 |
13,81 |
19,92 |
85,76 |
1,48 |
D2 |
5,98 |
16,07 |
19,87 |
85,62 |
1,45 |
6,45 |
13,87 |
20,04 |
85,92 |
1,52 |
D3 |
5,89 |
16,04 |
19,78 |
85,42 |
1,45 |
5,93 |
13,88 |
19,83 |
85,47 |
1,50 |
D4 |
6,23 |
16,02 |
19,89 |
85,67 |
1,45 |
6,47 |
13,89 |
20,09 |
86,04 |
1,45 |
D5 |
6,27 |
16,02 |
19,94 |
85,78 |
1,43 |
6,59 |
13,96 |
20,16 |
86,20 |
1,47 |
E1 |
5,12 |
16,04 |
21,93 |
74,93 |
1,42 |
5,61 |
14,20 |
17,49 |
67,66 |
1,54 |
E2 |
5,10 |
15,98 |
21,85 |
74,78 |
1,37 |
5,66 |
14,43 |
17,56 |
67,71 |
1,41 |
E3 |
5,10 |
15,97 |
21,85 |
74,76 |
135 |
5,66 |
14,43 |
17,54 |
67,73 |
1,43 |
E4 |
5,11 |
16,01 |
21,89 |
74,79 |
1,36 |
5,65 |
14,37 |
17,53 |
67,71 |
1,39 |
E5 |
5,11 |
15,98 |
21,89 |
74,78 |
1,37 |
5,65 |
14,37 |
17,53 |
67,70 |
1,38 |
Tabel
2
Nilai signifikan pada daging sapi Tenderloin dan Sirloin.
Parameter |
Daging sapi |
|
|
|||||
Kualitas |
Tenderloin |
Sirloin |
||||||
Kimia |
Minimal |
Maximal |
Mean |
Sig |
Minimal |
Maximal |
Mean |
Sig |
Nilai pH |
5,07 |
6,67 |
5,55 |
0,000 |
5,41 |
6,80 |
5,96 |
0,000 |
Kadar lemak |
15,04 |
16,07 |
15,93 |
0,006 |
13,79 |
14,85 |
14,24 |
0,000 |
Kadar protein |
18,95 |
21,94 |
20,99 |
0,001 |
17,03 |
20,16 |
18,41 |
0,000 |
Kadar Air |
74,47 |
85,78 |
78,49 |
0,000 |
67,16 |
86,47 |
74,91 |
0,000 |
Kadar Abu |
1,14 |
1,45 |
1,34 |
0,009 |
1,27 |
1,59 |
1,46 |
0,001 |
b.
Pembahasan
Tabel 1 dapat di lihat bahwa hasil
analisis dari parameter pertama, Nilai pH pada daging sapi tenderloin dan
sirloin dari ke 5 RPH dengan replikasi 5
kali selama 5 hari yaitu pH tenderloin lebih rendah dari pH sirloin. Nilai pH
dari ke 5 RPH diatas, menunjukkan bahwa baik daging tenderloin maupun sirloin terdapat
3 RPH dengan nilai pH normal yaitu 5,07-5,61 dan 2 RPH dengan nilai pH diatas
normal yaitu 5,89-6,71. pH daging segar
umumnya
berkisar antara 5,4-5,8 (Lawrie, 2003).
Pada penelitian Amri (2000), pH daging sapi BX
(Brahman Cross) berkisar pada 5,07-5,12. Hasil
penelitian pH yang diatas normal disebabkan oleh beberapa faktor yaitu intrinsik, ekstrinsik dan kenakalan TPH. Faktor intrinsik berupa spesies, umur, jenis otot, glikogen otot,
dan variabel
sapi. Faktor ekstrinsik
antara lain temperatur lingkungan, perlakuan bahan
aditif sebelum pemotongan dan tingkat stres sapi sebelum
pemotongan. Faktor kenakalan
(kecurangan) TPH seperti daging glonggongan yang beberapa jam sebelum pemotongan, sapi diminumkan air
(secara paksa) dalam jumlah besar dengan maksud meningkatkan massa,
hasilnya setelah sapi di potong bobot daging akan lebih tinggi (Dedy et al, 2011).
Daging yang memiliki pH lebih besar dari 5,93 akan menghasilkan daging yang berwarna cenderung gelap
dan permukaan daging tampak relatif kering. Produk daging ini juga bertekstur sangat tegas dan bisa sulit
untuk membedakan perpaduan antara kumpulan serat otot secara visual (Cheng, 2008). Daging ini saat
sapi tersebut mengalami stres. Stres
jangka panjang ini menyebabkan penipisan glikogen otot (Pradana W,
Rudyanti MD, 2014)
Glikogen adalah substrat untuk
memproduksi laktat dalam otot, semakin sedikit glikogen yang
ada
semakin sedikit
laktat yang dihasilkan dan selanjutnya pH akan menurun pada proses postmortem (Lonergan, 2010). Kondisi RPH tradisional yang berkaitan dengan
suhu mempunyai andil dalam menentukan nilai pH akhir yang berada pada suhu ±270C (Aberle et al. ,2001).
Hasil analisis dari parameter kedua, kadar lemak pada daging sapi tenderloin lebih tinggi dari
sirloin. kadar lemak tenderloin yaitu 15,04% - 16,02%,
sedangakan kadar lemak pada sirloin 13,79% - 14,72%. Kadar lemak pada daging
sapi tenderloin yaitu RPH A dan yang tertinggi pada RPH B sedangakan kadar lemak pada sirloin terendah pada RPH E dan tertinggi
pada RPH D.
Faktor yang mempengaruhi kadar
lemak tenderloin lebih tinggi yaitu sirloin terletak persis di belakang
bagian tenderloin (has
dalam) pada bagian
sirloin terdapat otot
pectoralis yang sering dipakai bekerja (aktifitas) sapi (Nugroho, 2008).
Bagian ini memiliki tekstur
daging yang cukup alot karena memiliki banyak serabut
otot
yang saling bersebrangan dan terdapat lemak yang
tebal (Pangestika,
2017).
Hasil analisis dari parameter ketiga yaitu kadar
protein. Kadar protein pada daging sapi tenderloin lebih tinggi
dari sirloin. Kadar protein daging sapi tenderloin yaitu 18,95-21,85% sedangkan kadar lemak pada sirloin yaitu
17,03-19,98%.
Kadar protein pada daging
tenderloin terendah didapat pada RPH B dan tertingggi pada RPH E sedangkan pada
daging sirloin terendah pada RPH A dan tertinggi pada RPH B. Hal ini
menunjukkan terdapat perbedaan yang mencolok. Kadar protein pada dagi sapi yang didapat masih berada pada kisaran
normal yaitu 16-22% (Buckle et al,
2007).
Penelitian Wistuba
Kegley, and Apple (2006), memperoleh hasil
rata-rata kadar protein daging dari sapi Angus Crossbred kastrasi 15,20%.
Bila dibandingkan dengan
penelitian ini, penelitian. Witsuba et al. (2006), mendapatkan kadar protein daging lebih rendah. Pada umumnya, daging mengandung
protein dalam jumlah yang relatif konstan. Perbedaan protein daging dari peneliti-peneliti
sebelumya dapat
disebabkan oleh beberapa faktor umur dan jenis kelamin dan perbedaan struktur
daging,
yang terutama terdiri dari protein miofibril dan jaringan ikat (Nugroho, 2008).
Protein mempunyai hubungan yang erat dengan kadar air daging, terutama sifat hidrofilik protein otot dalam
mengikat molekul-molekul air daging (Bond,JJ. 2004). Protein daging berperan
dalam pengikatan
air daging (Alberti, 2000).
Kadar protein
daging
yang
tinggi menyebabkan meningkatnya kemampuan menahan
air
daging sehingga
menurunkan kandungan air bebas, dan begitupula sebaliknya.
Semakin
tinggi jumlah
air
yang keluar, maka daya mengikat airnya semakin rendah (Lawrie, 2003).
Hasil analisis dari parameter keempat yaitu kadar
air. Kadar air pada daging sapi tenderloin lebih tinggi
dibandingkan dengan sirloin. Kadar air yang meningkat
seiring dengan meningkatnya nilai pH. Kadar air pada daging sapi tenderloin yaitu 74,47% - 85,42% sedangkan pada sirloin 67,16% - 85,79%. Kadar air pada tenderloin yang terendah
terdapat pada RPH A dan tertinggi pada RPH D sedangkan kadar
air pada sirloin terendah pada RPH A dan tertinggi pada RPH D.
Pada tabel 1 kadar air dari ke 5 RPH yang melebihi ambang batas baik
pada daging tenderloin maupun sirloin terdapat pada RPH B yaitu dan D. Kadar
air pada daging
tenderloin yang melebihi batas sebesar 85,42% dan pada daging
sirloin sebesar 85,79%. Kadar air yang dalam batas normal
terdapat pada RPH A, RPH C dan RPH E.
Daging sapi pada umumnya mengandung kadar air sekitar 65% - 80%. Kadar air yang tinggi disebabkan karena beberapa faktor antara lain nilai pH akhir yang tinggi, umur, jenis kelamin, dan RPH yang tidak bertanggung jawab yang memberikan minum secara paksa sebelum sapi di potong dalam hal ini “sapi gelonggongan”. Daging sapi gelonggongan mengandung kadar air cukup tinggi yaitu diatas 80% (Sarasati T, 2015) Kadar air yang tinggi mengakibatkan adanya bakteri pembusuk empat kali lebih banyak dibanding daging segar. Selain itu juga daging sapi ”gelonggongan” mengandung salmonella, clostridium dan listeria yang dapat menyebabkan penyakit diare dan keracunan bagi yang mengkonsumsinya (Boles and Shand, 2008).
Hasil
analisis dari parameter ke lima yaitu kadar abu. Kadar abu pada daging tenderloin lebih tinggi di bandingkan dengan
sirloin. Kadar abu pada daging tenderloin yaitu 1,14%
- 1,43% sedangkan kadar abu pada sirloin
yaitu 1,27% - 1 56%. Kadar abu pada daging tenderloin terendah terdapat pada
RPH A dan tertinggi pada RPH D sedangkan pada daging sirloin kadar
abu terendah pada RPH A dan tertinggi pada RPH B.
Hasil
penelitian ini didapatkan kadar abu dengan nilai
normal baik daging tenderloin maupun sirloin. Faktor yang memengaruhi kadar abu antara lain kadar lemak, protein, dan asupan
makanan sapi. (Onyango et al., 1998).
Wang et al. (2007)
melaporkan bahwa untuk sapi bangsa Limosin umur 12 bulan mempunyai kadar
abu
berkisar antara
1,64%
s/d
1,77%.
Bangsa sapi
Bos Indicus mempunyai nilai
kadar
abu 1,1%
(Onyango
et al.,1998).
Standar Codex Alimentarius (2005)
meyebutkan bahwa kadar abu daging sapi
berada
pada
kisaran 1,2%.
Pada tabel 2 dapat dilihat bahwa nilai sig tiap parameter dalam hal ini
kualitas kimia yang meliputi nilai pH, Kadar lemak, kadar
protein, kadar air dan kadar abu. dibawah 0,05 yang artinya terdapat perbedaan yang signifikan
kadar pH, Kadar Lemak, kadar protein, kadar air dan kadar abu dari masing
masing RPH tradisonal yang terdapat di Kabupaten Cirebon.
Kesimpulan dan Saran
Berdasarkan hasil dan pembahasan
maka dapat disimpulkan bahwa kualitas kimia daging sapi tenderloin dan sirloin
di RPH tradisional Kabupaten Cirebon memiliki nilai rata-rata pada daging
tenderloin dengan parameter pH sebesar 5,55, kadar lemak sebesar 15,93%, kadar
protein sebesar 20,99%, kadar air sebesar 78,49% dan kadar abu sebesar 1,34%
sedangkan pada daging sirloin dengan parameter pH sebesar 5,96, kadar lemak
sebesar 14,24%, kadar protein sebesar 18,41%, kadar air sebesar 74,91% dan
kadar abu sebesar 1,46%.
Keadaan daging sapi segar di RPH tradisional Kabupaten Cirebon baik tenderloin
maupun sirloin jika dilihat dari rata-rata dengan berbagai parameter kualitas
kimia di 5 RPH semua memenuhi syarat dan layak di konsumsi oleh masyarakat
luas.
Mengingat penelitian ini dilakukan pada daging sapi segar segera setelah pemotongan, dan sebelum sampai ditangan konsumen masih melalui proses pemasaran yang cukup panjang maka perlu dilakukan penelitian untuk mengetahui kualitas fisik maupun nutrisi daging sapi selama proses pemasaran.
Ucapan Terimakasih
Dalam kesempatan ini kami mengucapkan banyak
terimakasih yang sedalam-dalamnya kepada Yayasan, Direktur, LPPM dan Civitas
Akademika An Nasher Cirebon yang telah memberi
bantuan, motivasi dan dana demi terselenggaranya penelitian ini.
BIBILIOGRAFI
Beck, M. .. (2011).
Ilmu Gizi dan Diet. Yogyakarta: C.V Andi Offset.
Diana, Dkk. (2018).
Kualiats Fisik dan Kimiawi Daging Sapi Beku pada Berbagai Metode Trawing. Jurnal
Pertanian, 51.
Fauziyah, A. (2018).
Karakteristik Kualitas Kimia Daging Sapi Bali di Pasar Tradisional. Jurnal
Pertanian Ilmu Pertanian Universitas Al Asyariah Mandar.
Gunawan, L. (2017).
Analisa Perbandingan Kualitas Daging Sapi Impor dan Daging Sapi Lokal. Universitas
Kristen Petra, Surabaya.
Pangestika, R.
(2017). Kualitas Fisik dan Kimia pada Potongan Primal Karkas Sapi Krui Betina
di Kabupaten Pesisir Barat Lampung. Universitas Lampung, Bandarlampung.
Pradana W, Rudyanti
MD, Suada IK. (2014). Hubungan umur, bobot dan karkas sapi bali betina yang
dipotong di rumah potong hewan Temesi. Indonesia Medicus Veterinus 3(1):
37-42.
Sarasati T, Agustina
KK. (2015). Kualitas daging sapi wagyu dan daging sapi bali yang disimpan
pada Suhu -190C.
Sugiyono. (2017). metodologi
penelitian kuantitatif, kualitatif dan R&D.
Tantan, R. (2011).
Karakteristik Fisik Daging Sapi Dara Brahman Cross Dengan Pemberian Jenis
Konsentrat Yang Berbeda. Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor.
Copyright
holder: Supriyatin,
Hery Prambudi (2020) |
First
publication right: Jurnal
Health Sains |
|