KAJIAN KUALITAS KIMIA DAGING SAPI TENDERLOIN DAN SIRLOIN DI RPH TRADISIONAL DI KABUPATEN CIREBON

 

Supriyatin, Hery Prambudi

Akademi Analis Kesehatan An Nasher Cirebon, Jawa Barat, Indonesia

E-mail: supriyatinannasher@gmail.com

 

info artikel

abstrak

Tanggal diterima: 2 September 2020

Tanggal revisi: 10 September 2020

Tanggal yang diterima: 15 September 2020

Daging sapi merupakan salah satu sumber protein hewani yang paling disukai konsumen karena mempunyai cita rasa yang lezat. Daging sapi merupakan salah satu bahan makanan yang cukup popular di kalangan masyarakat. Daging sapi terdiri dari beberapa bagian, diantaranya adalah daging sapi has dalam (Tenderloin) dan has luar (Sirloin).  Daging sapi yang beredar di masyarakat melalui pasar tradisional hingga saat ini belum mendapat perhatian sehingga aspek kualitas daging cenderung terabaikan. Kualitas daging dapat ditinjau dari beberapa aspek antara lain kualitas kimia daging. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui nilai pH, lemak, protein, kadar air, kadar abu pada daging sapi tenderloin & sirloin di RPH tradisional Kabupaten Cirebon dan untuk mengetahui perbedaan yang bermakna nilai pH, lemak, protein, kadar air, kadar abu pada daging sapi tenderloin & sirloin di RPH tradisional Kabupaten Cirebon. Metode yang digunakan metode deskriptif kuantitatif  yang dilakukan terhadap 5 RPH tradisional di Kabupaten Cirebon dengan replikasi sebanyak 5 kali.  Hasil dari 5 RPH Tradisional di Kabupaten Cirebon menunjukkan bahwa nilai rata-rata pada daging tenderloin dengan parameter pH sebesar 5,55,  kadar lemak sebesar 15,93%, kadar protein sebesar 20,99%, kadar air sebesar 78,49% dan kadar abu sebesar 1,34% sedangkan pada daging sirloin dengan parameter pH sebesar 5,96, kadar lemak sebesar 14,24%, kadar protein sebesar 18,41%, kadar air sebesar 74,91% dan kadar abu sebesar 1,46%. Nilai sig dari ke 5 RPH dibawah 0,05 yang artinya terdapat perebedaan yang bermakna dari setiap parameter yang di teliti. Kesimpulan dari penelitian ini, keadaan daging sapi segar di RPH tradisional Kabupaten Cirebon baik tenderloin maupun sirloin jika dilihat dari rata-rata dengan berbagai parameter kualitas kimia di 5 RPH semua memenuhi syarat dan layak di konsumsi oleh masyarakat luas.

Kata kunci:

Tenderloin, sirloin, pH, lemak, protein, air, abu.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 


Pendahuluan

Daging sapi merupakan salah satu bahan makanan yang cukup populer di kalangan masyarakat (Diana, 2018) Hal ini dikarenakan daging sapi dapat diolah menjadi berbagai jenis makanan yang terkenal akan kelezatannya. Daging  sapi mengandung hingga   75%  air,  dengan  keseimbangan terdiri dari 20% protein, sekitar 2% lemak, dan sekitar 3% komponen kecil misalnya mineral,   senyawa   fosfat,   dan   vitamin (Pedersen et al., 2003). Kandungan air dari daging adalah salah satu parameter kualitas penting untuk mengolah daging karena berkaitan dengan produk   olahan   daging   yang   dihasilkan yang akan memberikan implikasi ekonomi terhadap produsen dan konsumen (Bertram et  al.,  2003). Kandungan gizi yang lengkap dan keanekaragaman produk olahannya  menjadikan  daging  sebagai  bahan pangan  yang  hampir  tidak  dapat  dipisahkan dari   kehidupan   manusia,   namun   demikian kualitas  daging  yang  beredar  di  masyarakat seringkali tidak terjamin dengan baik (Bertram et al., 2003). Bagian terpenting   yang   menjadi   acuan   konsumen dalam pemilihan daging adalah kualitas fisik (Gunawan, 2017). Kualitas daging dapat ditinjau dari beberapa aspek yaitu kualitas kimia daging, kualitas mikrobiologi daging dan kualitas fisik daging (Fauziyah, 2018).  Kualitas kimia daging antara lain pH, kadar lemak, kadar protein, kadar air dan kadar abu daging daging. Tingginya kadar lemak daging ditentukan oleh marbling daging pada tiap lokasi otot serta umur  sapi  dan  jenis  sapi,  (Beck, 2011) .

Kualitas kimia daging memegang peranan penting dalam   proses pengolahan dikarenakan kualitas kimia menentukan kualitas serta  jenis  olahan yang akan  dibuat.  Kualitas kimia daging sangat dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain sebelum pemotongan dan setelah pemotongan. Faktor penting sebelum pemotongan adalah perlakuan istirahat yang  dapat menentukan tingkat cekaman (stres) pada sapi. Menurut  Aberle, Forrest, Hendrick, Judge and Merkel  (2001), sapi yang tidak diistirahatkan akan menghasilkan  daging  yang   berwarna  gelap, bertekstur  keras,  kering,  memiliki  nilai  pH tinggi  dan  daya  mengikat  air  tinggi. WHC  dari  daging  sapi  dara  Brahman Cross  adalah  25,54%,  30,67%,  dan  31,50%. bahwa semakin meningkatnya kadar air akan diikuti tingginya nilai pH suatu daging (Tantan, 2011)

Faktor setelah  pemotongan yang mempengaruhi kualitas daging adalah metode pelayuan metode pemasakan,  tingkat  keasaman  (pH) daging, kadar air, dan kadar lemak.  bahan   tambahan   (termasuk enzim daging), lemak intramuskular (marbling), metode penyimpanan dan pengawetan macan otot daging, serta lokasi otot  (Maribo, 2008).

Daging sapi terdiri dari beberapa bagian, diantaranya adalah daging sapi has dalam (Tenderloin) dan has luar (Sirloin). Letaknya yang berdekatan namun harganya cukup berbeda, membuat masyarakat mengira dalam daging tersebut memiliki kandungan gizi yang berbeda, salah satunya adalah kandungan protein dan lemaknya.  Harga daging sapi bagian tenderloin tergolong mahal karena dagingnya yang empuk. Tenderloin biasa  dimasak untuk grill, steak, atau sukiyaki, sedangkan harga bagian daging sirloin tergolong lebih murah dari tenderloin karena banyak mepunyai otot-otot yang cukup keras dimana sering dipakai bekerja oleh sapi tersebut. Sirloin ini biasa dimasak rendang, bistik.

 Daging sapi yang beredar di masyarakat melalui pasar tradisional hingga saat ini belum banyak mendapat perhatian sehingga aspek kualitas daging pada tahap ini cenderung terabaikan. Daging sapi yang beredar di masyarakat pada umumnya di RPH tradisional, yang cukup banyak ada di masyarakat. Pemotongan sapi di RPH tradisonal tersebut kurang memperhatikan kualitas produk yang dihasilkan. Mereka lebih mementingkan bagaimana RPH itu tetap berproduksi (Arief, 2003), tanpa mempertimbangkan kualitas.  Salah satu contoh sapi yang sebelum pemotongan semestinya diistirahatkan dan dipuasakan. Demikian pula sebelum dilakukan penyembelihan semestinya ternak tersebut di pingsankan terlebih dahulu untuk mengurangi dampak stres pada sapi yang pada akhirnya mempengaruhi kualitas daging.  Semua prosedur ini tidak dilaksanakan pada sistem pemotongan di RPH tradisional tersebut.

Pada penelitian Setya Budi et al. (2005), tentang kualitas daging sapi di pasar kabupaten semarang menunjukkan nilai rata-rata pH RPH kabupaten semarang 5,5; Ungaran I 5,7; Ungaran II 5,6; Babadan I 5,6; Babadan I 7,0; Projo I 5,8; Projo II 6,5; Surabaya I 6,2 dan Surabaya II 6,3.

Penelitian sebelumnya telah dilakukan Sriyani et al, 2014 yaitu kajian kualitas fisik daging kambing yang dipotong di RPH tradisional Kota Denpasar didapatkan nilai pH daging kambing lebih tinggi.

Bertitik tolak dari permasalahan tersebut di atas, maka sangat dibutuhkan penelitian untuk mengkaji kualitas fisik daging sapi terderloin dan sirloin  di RPH Tradisional di Kabupaten Cirebon.

 

Metode Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan pada penelitian ini yaitu deskriptif kuantitatif. Metode penelitian kuantitatif adalah metode yang lebih menekankan pada aspek pengukuran secara obyektif terhadap suatu fenomena atau dapat diartikan sebagai metode untuk meneliti pada suatu populasi atau sampel tertentu dengan pengambilan sampel dilakukan secara random (Sugiyono, 2017)

Penelitian ini berlokasi di Laboratorium Kimia Akademi Analis Kesehatan An Nasher Cirebon.  Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Januari sampai Agustus 2020.

Populasi dalam penelitian ini adalah daging sapi segar bagian terderloin dan sirloin ± 100 gram setiap pengambilan sampel.  Pengambilan sampel dan pemilihan 5 RPH tradisional dengan replikasi 5 kali dilakukan secara simple random sampling yaitu teknik pengambilan sampel yang dilakukan secara acak atau random. Sampel ± 100 gram dimasukan dalam box plastik yang dimasukkan dalam ice box yang diberi es batu untuk dibawa ke laboratorium.

Pengolahan data dan penelitian dari hasil laboratorium menggunakan spss metode Kruskal Willis Test.  

 

Prosedur kerja penelitian kualitas fisik daging sapi meliputi:

 

1.      pH (Derajat keasaman)

Menimbang 25 g sampel yang sudah dilumatkan dan diencerkan dengan aquadest 25 ml, kalibrasi dengan larutan buffer untuk standar 7. Elektroda dicuci dan keringkan, kemudian masukkan kedalam ekstrak, saklar dihidupkan dan baca angka yang tertera pada pH meter.

 

2.      Kadar lemak (Soxhlet)

Masukkan kertas saring yang sudah dilipat rapih kedalam badan (tabung) soxhlet secara perlahan-lahan kemudian hubungkan dengan dengan labu soxhlet dan pendingin. Masukkan N-Hexan ke badan soxhlet, dengan volume larutan yang digunakan ± 1˝ kali kapasitas tabung soxhlet. Lakukan ekstraksi sebanyak 4 kali diatas pemanas listrik. Setelah ekstraksi selesai pindahkan N-Hexan dari badan soxhlet kedalam Erlenmeyer. Masukkan labu alas bulas ke dalam oven dengan suhu 100°C selama 1 jam. Dinginkan labu alas bulat ke dalam desikator, kemudian timbang  dengan ketelitian 0,2 g sampai mendapat berat konstan (hingga selisih dua penimbangan berturut-turut tidak melebihi 0,2 g) (Alvarado, 2007).

 

3.      Kadar protein (Kjedahl)

Timbang 1 g sampel yang telah dihaluskan, masukkan kedalam labu kjedahl, tambahkan 7,5 g,  K2SO4 dan 0,35 g raksa (II) oksida dan 15 ml H2SO4.  Panaskankan sampai mendidih dan cairan menjadi jernih. Tambahkan pemanasan ± 30 menit dan dinginkan. Tambahkan 100 ml aquadest dalam labu kjedahl, tambhah 15 ml larutan K2SO4 4% & tambahkan perlahan NaOH 50% sebanyak 50 ml. Labu dipanaskan sampai kedua cairan tercampur. Destilasi ditampung dalam erlenmeyer yang telah diisi dengan larutan baku HCl 0,1N sebanyak 50 ml dan indikator MR 0,1% b/v sebanyak 5 tetes. Sisa larutan HCl 0,1N. TAT terjadi perubahan warna larutan dari merah menjadi kuning. Lakukan titrasi blanko.

Rumus:

 

 

 

4.      Kadar air

Siapkan cawan yang sudah disterilkan (X). Timbang 5 g sampel (Y), masukkan dalam oven 105 oC selama 4-6 jam (sampai konstan). Angkat dan dinginkan dalam eksikator. Timbang sampel yang sudah dingin (Z).

 

 

 

5.      Kadar abu

Menimbang daging sapi segar yang sudah dilumatkan. Masukkan kedalam cawan pijar yang sebelumnya sudah ditentukanpe nimbangan dengan berat konstan. Masukkan dalam furnace dengan suhu 600–8000C selama 4-6 jam, masukkan desikator dan timbang.

 

Hasil dan Pembahasan

a.      Hasil Penelitian

Tabel 1 berikut menunjukkan hasil penelitian kualitas kimia pada daging sapi tenderloin yang meliputi nilai pH (derajat keasaman), kadar lemak, kadar protein, kadar air dan kadar abu pada daging sapi di 5 TPH tradisional di Kabupaten Cirebon yang dengan replikasi selama 5 kali dan pengambilan sampel selama 5 hari.

 

 

 

 

 


Tabel 1

Hasil Penelitian Kualitas Kimia pada Daging Sapi Tenderloin dan Sirloin

 

RPH

Parameter Kualitas Kimia Tenderloin

Parameter Kualitas Kimia Sirloin

 

PH

Kadar lemak

(%)

Kadar protein

(%)

Kadar air  

(%)

Kadar abu

(%)

pH

Kadar lemak

(%)

Kadar protein

(%)

Kadar air

(%)

Kadar abu

(%)

A1

5,07

15,86

21,69

74,47

1,14

5,41

13,79

17,03

67,16

1,27

A2

5,10

15,96

21,85

74,76

1,29

5,42

13,81

17,03

67,16

1,27

A3

5,12

16,03

21,94

74,93

1,44

5,45

13,89

17,07

67,19

1,28

A4

5,07

15,86

21,72

74,57

1,19

5,45

13,89

17,08

67,21

1,32

A5

5,08

15,89

21,74

74,65

1,23

5,47

13,98

17,34

67,45

1,43

B1

6,57

16,03

19,98

82,89

1,43

6,78

14,83

19,98

86,47

1,56

B2

5,98

16,03

18,95

81,78

1,44

6,74

14,85

19,96

85,98

1,57

B3

6,67

15,99

19,99

82,94

1,43

6,80

14,85

19,99

86,35

1,56

B4

6,43

15,96

19,64

82,79

1,29

6,71

14,83

19,87

85,79

1,58

B5

6,32

16,04

19,65

82,68

1,28

6,73

14,72

19,88

85,89

1,59

C1

5,09

15,94

21,86

74,78

1,29

5,78

14,79

17,75

67,98

1,52

C2

5,07

15,86

21,78

74,67

1,19

5,55

13,98

17,39

67,51

1,45

C3

5,07

15,84

21,79

74,69

1,24

5,56

14,17

17,39

67,52

1,47

C4

5,08

15,89

21,83

74,71

1,32

5,58

14,20

17,45

67,65

1,52

C5

5,09

15,92

21,85

74,76

1,29

5,60

14,27

17,48

67,65

1,52

D1

5,95

16,03

19,81

85,57

1,43

6,26

13,81

19,92

85,76

1,48

D2

5,98

16,07

19,87

85,62

1,45

6,45

13,87

20,04

85,92

1,52

D3

5,89

16,04

19,78

85,42

1,45

5,93

13,88

19,83

85,47

1,50

D4

6,23

16,02

19,89

85,67

1,45

6,47

13,89

20,09

86,04

1,45

D5

6,27

16,02

19,94

85,78

1,43

6,59

13,96

20,16

86,20

1,47

E1

5,12

16,04

21,93

74,93

1,42

5,61

14,20

17,49

67,66

1,54

E2

5,10

15,98

21,85

74,78

1,37

5,66

14,43

17,56

67,71

1,41

E3

5,10

15,97

21,85

74,76

135

5,66

14,43

17,54

67,73

1,43

E4

5,11

16,01

21,89

74,79

1,36

5,65

14,37

17,53

67,71

1,39

E5

5,11

15,98

21,89

74,78

1,37

5,65

14,37

17,53

67,70

1,38

 

Tabel 2

Nilai signifikan pada daging sapi Tenderloin dan Sirloin.

 

Parameter

Daging sapi

 

 

Kualitas

Tenderloin

Sirloin

Kimia

Minimal

Maximal

Mean

Sig

Minimal

Maximal

Mean

Sig

Nilai pH

5,07

6,67

5,55

0,000

5,41

6,80

5,96

0,000

Kadar lemak

15,04

16,07

15,93

0,006

13,79

14,85

14,24

0,000

Kadar protein

18,95

21,94

20,99

0,001

17,03

20,16

18,41

0,000

Kadar Air

74,47

85,78

78,49

0,000

67,16

86,47

74,91

0,000

Kadar Abu

1,14

1,45

1,34

0,009

1,27

1,59

1,46

0,001

 

 

b.                  Pembahasan

Tabel 1 dapat di lihat bahwa hasil analisis dari parameter pertama, Nilai pH pada daging sapi tenderloin dan sirloin dari ke  5 RPH dengan replikasi 5 kali selama 5 hari yaitu pH tenderloin lebih rendah dari pH sirloin. Nilai pH dari ke 5 RPH diatas, menunjukkan bahwa baik daging tenderloin maupun sirloin terdapat 3 RPH dengan nilai pH normal yaitu 5,07-5,61 dan 2 RPH dengan nilai pH diatas normal yaitu 5,89-6,71. pH daging segar umumnya berkisar antara 5,4-5,8 (Lawrie, 2003).

Pada penelitian Amri (2000), pH daging sapi  BX  (Brahman Cross) berkisar pada 5,07-5,12. Hasil penelitian pH yang diatas normal disebabkan oleh beberapa faktor yaitu intrinsik, ekstrinsik dan kenakalan TPH. Faktor intrinsik berupa spesies, umur, jenis otot, glikogen otot, dan  variabel  sapi. Faktor  ekstrinsik  antara lain  temperatur lingkungan, perlakuan bahan aditif  sebelum pemotongan dan tingkat stres sapi sebelum pemotongan. Faktor kenakalan (kecurangan) TPH seperti daging glonggongan yang beberapa jam sebelum pemotongan, sapi diminumkan air (secara paksa) dalam jumlah besar dengan maksud meningkatkan massa, hasilnya setelah sapi di potong bobot daging akan lebih tinggi (Dedy et al, 2011).  

Daging yang memiliki pH lebih besar dari 5,93 akan menghasilkan daging yang berwarna cenderung gelap dan permukaan daging tampak  relatif  kering.  Produk daging ini juga bertekstur sangat tegas dan bisa sulit untuk membedakan             perpaduan antara kumpulan serat otot secara visual (Cheng, 2008). Daging ini saat sapi tersebut mengalami stres. Stres jangka panjang ini menyebabkan penipisan glikogen otot (Pradana W, Rudyanti MD, 2014)

Glikogen   adalah substrat untuk memproduksi laktat dalam otot, semakin sedikit glikogen yang ada semakin sedikit laktat yang dihasilkan dan selanjutnya pH akan menurun pada proses postmortem (Lonergan, 2010). Kondisi RPH tradisional yang berkaitan dengan suhu mempunyai andil dalam menentukan nilai pH akhir yang berada pada suhu ±270C (Aberle et al. ,2001).

Hasil analisis dari parameter kedua, kadar lemak pada daging sapi tenderloin lebih tinggi dari sirloin. kadar lemak tenderloin yaitu 15,04% - 16,02%, sedangakan kadar lemak pada sirloin 13,79% - 14,72%. Kadar lemak pada daging sapi tenderloin yaitu RPH A dan yang tertinggi pada RPH B sedangakan kadar lemak pada sirloin terendah pada RPH E dan tertinggi pada RPH D.

Faktor yang mempengaruhi kadar lemak tenderloin lebih tinggi yaitu sirloin terletak persis di belakang bagian tenderloin (has dalam) pada bagian sirloin terdapat otot pectoralis yang sering dipakai bekerja (aktifitas) sapi (Nugroho, 2008).

Bagian ini memiliki tekstur daging yang cukup alot karena memiliki banyak serabut otot yang saling bersebrangan dan terdapat lemak yang tebal (Pangestika, 2017).

  Kandungan lemak sapi berkisar antara (0,5  13,0%),   yang   terdiri   dari   lemak   dan lemak  netral  meliputi;  fosfolipid,  serebrosid dan kolesterol 0,5-1,5% (Buckle et al., 2007).

Hasil analisis dari parameter ketiga yaitu kadar protein. Kadar protein pada daging sapi tenderloin lebih tinggi dari sirloin. Kadar protein daging sapi tenderloin yaitu 18,95-21,85% sedangkan kadar lemak pada sirloin yaitu 17,03-19,98%.

Kadar protein pada daging tenderloin terendah didapat pada RPH B dan tertingggi pada RPH E sedangkan pada daging sirloin terendah pada RPH A dan tertinggi pada RPH B. Hal ini menunjukkan terdapat perbedaan yang mencolok. Kadar protein pada dagi sapi yang didapat masih berada pada kisaran normal yaitu 16-22% (Buckle et al, 2007).  

Penelitian  Wistuba Kegley, and Apple (2006), memperoleh hasil rata-rata kadar protein daging dari sapi Angus Crossbred  kastrasi 15,20%.  Bila dibandingkan dengan penelitian ini, penelitian. Witsuba  et  al.  (2006),  mendapatkan  kadar protein daging lebih rendah. Pada umumnya, daging mengandung protein dalam jumlah yang relatif konstan. Perbedaan protein daging dari peneliti-peneliti sebelumya dapat disebabkan  oleh  beberapa faktor umur dan jenis kelamin dan perbedaan  struktur  daging, yang terutama terdiri dari protein miofibril dan jaringan ikat (Nugroho, 2008).

Protein mempunyai hubungan yang erat dengan kadar air daging, terutama sifat hidrofilik protein otot dalam mengikat molekul-molekul air daging (Bond,JJ. 2004). Protein daging berperan dalam pengikatan air daging (Alberti, 2000).    

Kadar  protein  daging  yang  tinggi  menyebabkan meningkatnya kemampuan menahan  air  daging   sehingga  menurunkan kandungan air bebas, dan begitupula sebaliknya.  Semakin  tinggi  jumlah  air  yang keluar, maka daya mengikat airnya semakin rendah (Lawrie, 2003).

Hasil analisis dari parameter keempat yaitu kadar air. Kadar air pada daging sapi tenderloin lebih tinggi dibandingkan dengan sirloin. Kadar air yang meningkat seiring dengan meningkatnya nilai pH.  Kadar air pada daging sapi tenderloin yaitu 74,47% - 85,42% sedangkan pada sirloin 67,16% - 85,79%.  Kadar air pada tenderloin yang terendah terdapat pada RPH A dan tertinggi pada RPH D sedangkan kadar air pada sirloin terendah pada RPH A dan tertinggi pada RPH D.

Pada tabel 1 kadar air dari ke 5 RPH yang melebihi ambang batas baik pada daging tenderloin maupun sirloin terdapat pada RPH B yaitu dan D. Kadar air pada daging  tenderloin yang melebihi batas sebesar 85,42% dan pada daging sirloin sebesar 85,79%. Kadar air yang dalam batas normal terdapat pada RPH A, RPH C dan RPH E.

Daging sapi pada umumnya mengandung kadar air sekitar 65% - 80%. Kadar air yang tinggi disebabkan karena beberapa faktor antara lain nilai pH akhir yang tinggi, umur, jenis kelamin, dan RPH yang tidak bertanggung jawab yang memberikan minum secara paksa sebelum sapi di potong dalam hal ini “sapi gelonggongan”. Daging sapi gelonggongan mengandung kadar air cukup tinggi yaitu diatas 80% (Sarasati T, 2015) Kadar air yang tinggi mengakibatkan adanya bakteri pembusuk empat kali lebih banyak dibanding daging segar. Selain itu juga  daging sapi   gelonggongan   mengandung   salmonella, clostridium dan listeria yang dapat menyebabkan penyakit diare dan keracunan bagi yang mengkonsumsinya (Boles and Shand, 2008).

Hasil analisis dari parameter ke lima yaitu kadar abu. Kadar abu pada daging tenderloin lebih tinggi di bandingkan dengan sirloin. Kadar abu pada daging tenderloin yaitu 1,14% -  1,43% sedangkan kadar abu pada sirloin yaitu 1,27% - 1 56%. Kadar abu pada daging tenderloin terendah terdapat pada RPH A dan tertinggi pada RPH D sedangkan pada daging sirloin kadar abu terendah pada RPH A dan tertinggi pada RPH B.

Hasil penelitian ini didapatkan kadar abu dengan nilai normal baik daging tenderloin maupun sirloin. Faktor yang memengaruhi kadar abu antara lain kadar lemak, protein, dan asupan makanan sapi.  (Onyango et al., 1998).

Wang et al. (2007) melaporkan   bahwa untuk   sapi      bangsa Limosin umur 12 bulan mempunyai kadar abu   berkisar  antara  1,64%  s/d  1,77%. Bangsa sapi  Bos Indicus mempunyai nilai kadar  abu   1,1%  (Onyango  et  al.,1998). Standar Codex Alimentarius (2005) meyebutkan bahwa kadar abu daging sapi berada  pada  kisaran  1,2%.

Pada tabel 2 dapat dilihat bahwa nilai sig tiap parameter dalam hal ini kualitas kimia yang meliputi nilai pH, Kadar lemak, kadar protein, kadar air dan kadar abu.   dibawah 0,05 yang artinya terdapat perbedaan yang signifikan kadar pH, Kadar Lemak, kadar protein, kadar air dan kadar abu dari masing masing RPH tradisonal yang terdapat di Kabupaten Cirebon.

 

Kesimpulan dan Saran

Berdasarkan hasil dan pembahasan maka dapat disimpulkan bahwa kualitas kimia daging sapi tenderloin dan sirloin di RPH tradisional Kabupaten Cirebon memiliki nilai rata-rata pada daging tenderloin dengan parameter pH sebesar 5,55, kadar lemak sebesar 15,93%, kadar protein sebesar 20,99%, kadar air sebesar 78,49% dan kadar abu sebesar 1,34% sedangkan pada daging sirloin dengan parameter pH sebesar 5,96, kadar lemak sebesar 14,24%, kadar protein sebesar 18,41%, kadar air sebesar 74,91% dan kadar abu sebesar 1,46%.

Keadaan daging sapi segar di RPH tradisional Kabupaten Cirebon baik tenderloin maupun sirloin jika dilihat dari rata-rata dengan berbagai parameter kualitas kimia di 5 RPH semua memenuhi syarat dan layak di konsumsi oleh masyarakat luas.

Mengingat  penelitian  ini  dilakukan pada daging sapi segar segera setelah pemotongan, dan sebelum sampai ditangan konsumen masih melalui proses pemasaran yang cukup panjang maka perlu dilakukan penelitian untuk mengetahui kualitas fisik maupun  nutrisi  daging  sapi  selama proses pemasaran.

 

Ucapan Terimakasih

Dalam kesempatan ini kami mengucapkan banyak terimakasih yang sedalam-dalamnya kepada Yayasan, Direktur, LPPM dan Civitas Akademika An Nasher Cirebon yang telah memberi bantuan, motivasi dan dana demi terselenggaranya penelitian ini.

 

 

BIBILIOGRAFI

 

Beck, M. .. (2011). Ilmu Gizi dan Diet. Yogyakarta: C.V Andi Offset.

Diana, Dkk. (2018). Kualiats Fisik dan Kimiawi Daging Sapi Beku pada Berbagai Metode Trawing. Jurnal Pertanian, 51.

Fauziyah, A. (2018). Karakteristik Kualitas Kimia Daging Sapi Bali di Pasar Tradisional. Jurnal Pertanian Ilmu Pertanian Universitas Al Asyariah Mandar.

Gunawan, L. (2017). Analisa Perbandingan Kualitas Daging Sapi Impor dan Daging Sapi Lokal. Universitas Kristen Petra, Surabaya.

Pangestika, R. (2017). Kualitas Fisik dan Kimia pada Potongan Primal Karkas Sapi Krui Betina di Kabupaten Pesisir Barat Lampung. Universitas Lampung, Bandarlampung.

Pradana W, Rudyanti MD, Suada IK. (2014). Hubungan umur, bobot dan karkas sapi bali betina yang dipotong di rumah potong hewan Temesi. Indonesia Medicus Veterinus 3(1): 37-42.

Sarasati T, Agustina KK. (2015). Kualitas daging sapi wagyu dan daging sapi bali yang disimpan pada Suhu -190C.

Sugiyono. (2017). metodologi penelitian kuantitatif, kualitatif dan R&D.

Tantan, R. (2011). Karakteristik Fisik Daging Sapi Dara Brahman Cross Dengan Pemberian Jenis Konsentrat Yang Berbeda. Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor.


Copyright holder:

Supriyatin, Hery Prambudi (2020)

 

First publication right:

Jurnal Health Sains

 

This article is licensed under: