NORMA GAYO: ”EDET MASA PUDAHA SAWAH SENI” PERSPEKTIF PERI MESTIKE DALAM PELESTARIAN BUDAYA
Keywords:
Adat Gayo, Peri Mestike, Imagologi, KestipAbstract
Resam, edet masa pudaha swah seni atau kebiasaan, adat masa dahulu sampai saat ini ditinjau melalui 2 (dua) metodelogi dan pendekatan, yakni berdasarkan metode kajian; (1) Peri Mestike (PM) (Joni, 2017) dan (2) Kajian Imagology (Hudjolly, 2011). Kajian ini merupakan bentuk kajian makna tentang dasar adat, resam, istiadat, dan atur dalam masyarakat suku Gayo. PM merupakan tuturan yang mengandung konsep nilai dan norma hidup masyarakat Gayo. Tuturan PM didominasi oleh bentuk tuturan yang bijak dan bernalar. Kajian tentang berbagai bentuk alam yang dinalar manusia memiliki makna dan kekuatan yang kemudian ditransformasikan menjadi pemahaman bernalar konstruktif dalam bentuk mitos. Hal ini menciptakan pemahaman bernuansa imajinatif agar dapat dipahami oleh generasi selanjutnya. Imagology menggabungkan sifat kata dalam gambar dan menyediakan gambar untuk menggantikan kata-kata. Dasar terbentuknya adat-istiadat suku Gayo ditinjau melalui PM dan Imagology memiliki prinsip “Kestip”, yang berarti tertib, teratur, taat, dan rapi. Konsep ini mencakup aturan, petunjuk, arahan, dan nasihat yang disampaikan melalui tuturan singket, pedet, mu-wet, dan mu-edet. Sebaliknya, unsur yang harus dihindari adalah sumang, jis-jengkat, madu ni edet, dan kemali. Saat ini, keteraturan adat suku Gayo mulai mengalami degradasi, terlihat dari perubahan dalam pernikahan, kerja sama, dan sopan santun. Budaya lebih diadatkan, padahal seharusnya adat yang dibudayakan.