PENGEMBANGAN METODE PERTANIAN VERTIKAL UNTUK MENINGKATKAN PRODUKSI DALAM KETERBATASAN LAHAN

 

Riska Sukmawati

Institut Teknologi dan Bisnis (ITB) Ruyadlul ‘Ulum, Indonesia

riskasukmawati@itb-ru.ac.id

Keywords

Abstract

Development, Vertical Farming, Land Scarcity

Global population growth and rapid urbanization have posed great challenges in meeting the world's food needs, especially in limited agricultural land. This research aims to examine more deeply the development of vertical farming methods to emerge as an innovative solution to increase food production in limited space. The method used is qualitative research with data collection through literature study. Furthermore, the data was analyzed through three stages, namely verification, reduction, and conclusion drawing. The results showed that vertical farming utilizes vertical space by growing crops in multilevel structures such as shelves, towers, or walls. By utilizing technologies such as hydroponics, aeroponics, and aquaponics, vertical farming can optimize the use of water, energy, and plant nutrients. In addition, innovations such as the use of technologies like IoT have aided in the efficient management of vertical farming. By integrating these technologies, vertical farming has the potential to be a sustainable solution to meet the growing demand for food, while reducing environmental impact and pressure on conventional farmland. The expected implication is that the development of vertical farming methods has a significant influence in meeting global food needs in the midst of land limitations while reducing environmental impacts and opening up new economic opportunities. Vertical farming can help address the challenges of modern agriculture efficiently, while providing sustainable solutions for food security and environmental protection.

Kata Kunci

Abstrak

Pengembangan, Pertanian Vertikal, Keterbatasan Lahan

Pertumbuhan populasi global dan urbanisasi yang cepat telah menimbulkan tantangan besar dalam memenuhi kebutuhan pangan dunia, terutama dalam keterbatasan lahan pertanian. Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji lebih dalam mengenai pengembangan metode pertanian vertikal muncul sebagai solusi inovatif untuk meningkatkan produksi pangan dalam ruang yang terbatas. Metode yang digunakan adalah penelitian kualitatif dengan pengumpulan data melalui studi literatur. Selanjutnya, data dianalisis melalui tiga tahapan, yaitu verifikasi, reduksi, dan penarikan kesimpulan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pertanian vertikal memanfaatkan ruang vertikal dengan menanam tanaman dalam struktur bertingkat seperti rak, menara, atau dinding. Dengan memanfaatkan teknologi seperti hidroponik, aeroponik, dan aquaponik, pertanian vertikal dapat mengoptimalkan penggunaan air, energi, dan nutrisi tanaman. Selain itu, inovasi seperti penggunaan teknologi seperti IoT telah membantu dalam pengelolaan pertanian vertikal secara efisien. Dengan mengintegrasikan teknologi ini, pertanian vertikal memiliki potensi untuk menjadi solusi yang berkelanjutan dalam memenuhi kebutuhan pangan yang terus meningkat, sambil mengurangi dampak lingkungan dan tekanan terhadap lahan pertanian konvensional. Implikasi yang diharapkan adalah dengan pengembangan metode pertanian vertikal memiliki pengaruh yang signifikan dalam memenuhi kebutuhan pangan global di tengah keterbatasan lahan serta mengurangi dampak lingkungan dan membuka peluang ekonomi baru. Pertanian vertikal dapat membantu mengatasi tantangan pertanian modern dengan efisien, sambil memberikan solusi yang berkelanjutan untuk ketahanan pangan dan perlindungan lingkungan

Corresponding Author: Riska Sukmawati

riskasukmawati@itb-ru.ac.id

 

 

PENDAHULUAN

Kemajuan pembangunan dan pertumbuhan ekonomi yang cepat di wilayah perkotaan, meningkatkan permintaan akan lahan di daerah tersebut sehingga menyebabkan lahan-lahan pertanian yang ada dialihfungsikan menjadi zona komersial. Untuk mencegah perubahan fungsi tersebut, pemerintah telah mengeluarkan Undang-Undang No.41 tahun 2009 tentang Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan. Salah satu masalah utama yang dihadapi di wilayah perkotaan yang sedang berkembang adalah keterbatasan lahan dan peningkatan harga tanah. Akibatnya, rumah-rumah di kawasan perkotaan umumnya memiliki halaman yang kecil, sehingga pertanian perkotaan menjadi opsi alternatif untuk mengatasi keterbatasan lahan tersebut (Sudarmo, 2018).

            Pertanian vertikal menjadi salah satu strategi dalam memenuhi kebutuhan pangan penduduk perkotaan menghadapi berkurangnya lahan pertanian di wilayah tersebut. Salah satu cara untuk memastikan pasokan pangan adalah melalui penanaman berbagai jenis sayuran di pekarangan. Pekarangan memiliki potensi besar jika dimanfaatkan dengan tepat, seperti sebagai sumber pangan bagi keluarga, mengurangi pengeluaran rumah tangga, dan meningkatkan pendapatan keluarga (Anggraheni & Hanifuddin, 2021).

Penelitian yang dilakukan oleh (Puji Lestari, Riduan, Eliyanti, & Martino, 2020), menunjukkan bahwa metode bercocok tanam hidroponik ini mampu menciptakan pasokan makanan yang segar dan sehat setiap hari. Oleh karena itu, penerapan teknik ini dalam area terbatas dapat menjadi solusi yang sangat efektif dalam menghadapi berbagai masalah perkotaan, seperti mengurangi polusi udara, meningkatkan pendapatan rumah tangga, dan berperan sebagai sumber pangan yang andal untuk keluarga.

Penelitian lainnya oleh (Fadli, Suryadi, & Kembaren, 2020) menjelaskan bahwa pelatihan kelompok usaha hidroponik merupakan cara yang efektif untuk memperkenalkan jenis teknik budi daya hidroponik sebagai potensi dalam pengembangan kewirausahaan agribisnis. Mayoritas generasi muda di wilayah penelitian memiliki waktu senggang yang dapat mereka manfaatkan untuk aktivitas tertentu, termasuk budidaya tanaman hidroponik, yang diharapkan dapat memberikan manfaat bagi mereka seperti peningkatan pendapatan dan kesejahteraan melalui usaha hidroponik yang berhasil mereka kembangkan setelah mendapatkan pelatihan.

Pertanian vertikal adalah pendekatan inovatif yang memiliki potensi besar untuk meningkatkan hasil produksi secara signifikan. Dengan menggunakan teknologi modern seperti hidroponik atau aeroponik, tanaman dapat ditanam dalam lapisan vertikal, memaksimalkan pemanfaatan ruang yang terbatas. Hal ini memungkinkan petani untuk menghasilkan lebih banyak tanaman dalam luas lahan yang lebih kecil, sehingga meningkatkan produktivitas pertanian secara keseluruhan. Selain itu, kontrol lingkungan yang ketat dalam sistem pertanian vertikal memungkinkan optimalisasi faktor-faktor seperti suhu, kelembaban, dan nutrisi tanah, yang secara langsung berdampak pada pertumbuhan dan hasil panen yang lebih baik. Berdasarkan uraian permasalahan diatas, maka peneliti tertarik untuk mengkaji lebih dalam mengenai pengembangan pertanian vertikal untuk meningkatkan produksi dalam keterbatasan lahan.

 

METODE PENELITIAN

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian kualitatif, yaitu penedekatan sistematis untuk memahami fenomena sosial melalui pengumpulan dan analisis data non-angka (Niam et al., 2024). Pendekatan ini berfokus pada pemahaman mendalam tentang konteks, makna, dan pengalaman yang dialami oleh individu atau kelompok dalam situasi tertentu. Analisis data kualitatif sering dilakukan secara induktif, di mana pola, tema, dan konsep-konsep utama diidentifikasi dari data, dan peneliti berusaha untuk memahami konteks dan signifikansi dari temuan tersebut. Metode penelitian kualitatif memungkinkan peneliti untuk mengeksplorasi kompleksitas dan keragaman dalam pengalaman manusia serta memahami dinamika sosial dan budaya yang mendasari fenomena yang diteliti.

Pengumpulan data diambil melalui studi literatur, yaitu proses sistematis untuk mengumpulkan, meninjau, dan menganalisis literatur atau karya-karya yang relevan dengan topik penelitian tertentu (Achjar et al., 2023).  Metode ini melibatkan pencarian dan penelaahan bahan-bahan tertulis seperti artikel jurnal ilmiah, buku, tesis, laporan riset, dan dokumen-dokumen lainnya yang berkaitan dengan subjek atau masalah yang sedang diteliti. Tujuan dari studi literatur adalah untuk memahami perkembangan terkini dalam bidang penelitian yang bersangkutan, mengevaluasi kerangka konseptual yang telah ada, dan membangun dasar teoritis yang kuat untuk penelitian yang akan dilakukan. Data yang telah dikumpulkan kemudian dianalisis melalui tiga tahapan, yaitu verifikasi, reduksi, dan penarikan kesimpulan.

 

HASIL DAN PEMBAHASAN

 

Konsep pertanian vertikal merupakan suatu metode pertanian yang inovatif dimana tanaman ditanam secara vertikal dalam ruang terbatas, seperti dalam bangunan bertingkat, rak, menara, atau dinding. Dalam pertanian vertikal, tanaman tidak hanya ditanam di permukaan tanah secara horizontal, tetapi juga dimanfaatkan ruang vertikal untuk pertumbuhan tanaman. Hal ini memungkinkan penggunaan lahan yang lebih efisien, sehingga dapat menghasilkan jumlah tanaman yang lebih besar dalam area yang terbatas. Struktur pertanian vertikal biasanya terdiri dari rak atau lapisan bertingkat yang ditempatkan secara vertikal. Setiap lapisan dapat menampung satu atau beberapa jenis tanaman tergantung pada kebutuhan dan desain sistem. Sistem irigasi dan penyediaan nutrisi juga biasanya diatur secara vertikal untuk mendukung pertumbuhan tanaman. Selain itu, pencahayaan buatan sering digunakan untuk memastikan tanaman mendapatkan cahaya yang cukup, terutama jika pertanian vertikal dilakukan di dalam ruangan.

Pertanian vertikal merupakan salah satu solusi inovatif dalam menghadapi tantangan modern di bidang pertanian. Metode ini memberikan jawaban terhadap keterbatasan lahan yang semakin terasa dan pertumbuhan populasi yang terus meningkat, terutama di daerah perkotaan. Dengan mengadopsi teknologi tinggi seperti sistem hidroponik atau aeroponik, pertanian vertikal memungkinkan produksi tanaman di dalam ruangan dengan memanfaatkan ruang secara efisien (Chandra, 2024).

            Keunggulan utama dari pertanian vertikal adalah efisiensi dalam penggunaan sumber daya. Berbeda dengan pertanian tradisional, metode ini memerlukan jumlah air yang lebih sedikit dan memanfaatkan lahan secara lebih efisien, sementara menghasilkan produksi yang lebih besar. Hal ini mendukung keberlanjutan lingkungan dan ekonomi, karena mengurangi tekanan terhadap sumber daya alam dan biaya transportasi dengan memproduksi secara lokal.

            Salah satu keunggulan lainnya dari pertanian vertikal adalah kemampuannya untuk beradaptasi dengan berbagai lokasi dan ruang. Sistem yang dirancang untuk menyesuaikan diri dengan lingkungan yang berbeda, pertanian vertikal dapat diterapkan di beragam tempat, termasuk ruang kantor, apartemen di perkotaan, bahkan bangunan industri yang tidak terpakai. Hal ini membuka peluang untuk pengembangan pertanian kota yang berkelanjutan dan memperkuat kemandirian pangan lokal.

Penelitian yang dilakukan oleh (Fauziah & Bait, 2020) dalam pengabdiannya, masyarakat diberikan pengetahuan mengenai keuntungan memanfaatkan lahan pekarangan dan pilihan tanaman yang dapat ditanam di sana. Setelah itu, mereka membuat wadah tanam dan menanam sayuran dan buah-buahan di pekarangan rumah mereka. Total, 720 tanaman pangan ditanam, termasuk terong, cabai, dan pepaya. Bibit untuk tanaman tersebut disediakan oleh Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Bojonegoro. Selain jenis tanaman yang disebutkan, masyarakat juga dapat menambah jenis tanaman lain sesuai kebutuhan mereka. Dengan cara ini, pemanfaatan optimal lahan pekarangan tidak hanya memenuhi kebutuhan pangan, tetapi juga meningkatkan pendapatan keluarga.

Penelitian lainnya oleh (Wali, Pali, & Huar, 2021) menyatakan bahwa mengembangkan sayuran secara hidroponik terbukti lebih efisien daripada cara konvensional dalam hal pemanfaatan lahan dan produktivitasnya. Oleh karena itu, sistem hidroponik menjadi pilihan yang tepat dalam menerapkan pertanian perkotaan sebagai upaya untuk meningkatkan efisiensi penggunaan lahan.

            Teknologi dan alat-alat yang digunakan dalam pertanian vertikal mencakup berbagai sistem seperti hidroponik, aeroponik, dan aquaponik. Pertama, hidroponik adalah budidaya tanaman dengan hanya memanfaatkan air tanpa menggunakan tanah. Prioritasnya adalah pemenuhan kebutuhan nutrisi tanaman. Air yang dibutuhkan dalam penanaman hidroponik tentunya lebih sedikit dari kebutuhan air dalam budidaya tanaman dengan tanah. Untuk menghindari kekurangan pangan, diperlukan teknik-teknik baru dalam pertanian. Misalnya dengan teknik penanaman yang bisa dilakukan tanpa menggunakan media tanah yaitu dengan teknik hidroponik. Meski penanaman dilakukan di air, namun teknik hidroponik membutuhkan sedikit air. Sehingga penanaman hidroponik sangat cocok dilakukan di daerah yang minim suplai air. Dalam rangka meningkatkan produksi pertanian, pemerintah sangat mendukung upaya pengembangan teknologi pertanian dan peningkatan ilmu pengetahuan dan teknologi. Target penanaman hidroponik ini bisa dimulai dari rumah tangga. Pada umumnya ibu rumah tangga yang tidak bekerja memiliki banyak waktu luang, sehingga dapat mengembangkan sayuran hidroponik di pekarangan rumah. Manfaat yang bisa didapat dari menanam hidroponik adalah membuat taman yang indah dan hasil tanam hidroponik akan memberikan asupan gizi bagi keluarga. Manfaat yang lebih baik adalah mampu memberikan manfaat ekonomi untuk menunjang perekonomian keluarga (Syidiq, 2022).

Sistem hidroponik memanfaatkan larutan nutrisi yang diberikan langsung kepada akar tanaman tanpa menggunakan tanah. Tanaman ditempatkan dalam wadah atau pot yang berisi larutan nutrisi yang terkontrol, dan akar tanaman akan menyerap nutrisi langsung dari larutan tersebut. Dengan menggunakan sistem hidroponik, pertumbuhan tanaman menjadi lebih efisien karena tanaman dapat mengakses nutrisi dengan lebih mudah dan cepat. Selain itu, penggunaan air dalam sistem hidroponik jauh lebih efisien dibandingkan dengan pertanian konvensional karena air dapat digunakan kembali secara berulang.

Kedua, Sistem aeroponik adalah metode pertanian modern di mana tanaman ditanam tanpa menggunakan media tanah dan akarnya disemprotkan dengan larutan nutrisi secara periodik. Dalam sistem aeroponik, akar tanaman tergantung di udara atau dalam wadah tertutup, dan nutrisi disemprotkan secara teratur ke akar tanaman dalam bentuk kabut atau tetesan kecil. Teknologi ini memungkinkan tanaman untuk mendapatkan oksigen dan nutrisi dengan efisien, mempercepat pertumbuhan tanaman, dan menghasilkan hasil panen yang berkualitas. Sistem aeroponik sering digunakan dalam pertanian vertikal dan pertanian dalam ruangan karena membutuhkan ruang yang lebih sedikit dan mengoptimalkan penggunaan air dan nutrisi (Hendra & Andoko, 2014).

Ketiga, Sistem aquaponik adalah suatu metode pertanian yang menggabungkan budidaya ikan dengan budidaya tanaman dalam satu sistem tertutup. Dalam sistem ini, limbah organik yang dihasilkan oleh ikan digunakan sebagai sumber nutrisi bagi tanaman, sementara tanaman membersihkan air yang akan kembali ke lingkungan ikan. Nutrisi yang terkandung dalam limbah ikan diurai oleh bakteri menjadi bentuk yang dapat diserap oleh tanaman. Sebagai hasilnya, air yang kembali ke lingkungan ikan telah disaring dari limbah, sehingga menciptakan lingkungan yang sehat bagi ikan. Sistem aquaponik memungkinkan pertanian yang lebih efisien dalam penggunaan air dan nutrisi, sambil menghasilkan dua jenis produk sekaligus: ikan dan tanaman (Amiin, Yusuf, Julian, & Putri, 2022).

Secara keseluruhan, teknologi ini memungkinkan pertumbuhan tanaman secara efisien di ruang terbatas dengan mengoptimalkan penggunaan air, nutrisi, dan energi. Hal ini membuat pertanian vertikal menjadi solusi yang menarik dalam mengatasi keterbatasan lahan pertanian tradisional dan memproduksi pangan secara berkelanjutan.

Tanaman yang cocok untuk pertanian vertikal biasanya memiliki beberapa karakteristik khusus yang membuat mereka lebih sesuai untuk tumbuh dalam lingkungan yang terbatas (Aini & Azizah, 2018). Beberapa kriteria pemilihan tanaman yang umum meliputi ukuran tanaman, kebutuhan air, pencahayaan, dan waktu masa tanam.

Ukuran tanaman mencakup tanaman yang relatif kecil dan tidak membutuhkan ruang tumbuh yang besar. Tanaman yang memiliki sistem akar dangkal atau kompak serta batang yang tidak terlalu besar sangat cocok untuk pertanian vertikal. Kebutuhan air, yaitu  tanaman yang dapat bertahan dengan jumlah air yang relatif sedikit atau memiliki toleransi terhadap kekeringan lebih cocok untuk pertanian vertikal. Hal ini karena sistem irigasi dalam pertanian vertikal biasanya menggunakan air secara efisien dan mengoptimalkan penggunaan air.

Kebutuhan cahaya, yaitu tanaman yang dapat tumbuh dengan baik dalam kondisi cahaya yang terbatas atau redup lebih sesuai untuk pertanian vertikal dalam ruangan. Beberapa tanaman memiliki toleransi yang tinggi terhadap naungan atau cahaya buatan, sehingga dapat tumbuh dengan baik di dalam gedung atau ruangan yang minim cahaya matahari. Periode panen yang pendek, yaitu tanaman yang memiliki periode panen yang relatif singkat atau dapat dipanen secara berulang-ulang dalam waktu singkat lebih sesuai untuk pertanian vertikal. Hal ini memungkinkan untuk produksi yang berkelanjutan dan efisien dalam ruang yang terbatas.

Beberapa contoh tanaman yang cocok untuk pertanian vertikal termasuk sayuran seperti selada, bayam, tomat cherry, dan cabai rawit. Buah-buahan seperti stroberi dan anggur juga bisa tumbuh dengan baik dalam sistem pertanian vertikal yang tepat. Selain itu, herba seperti mint, basil, dan peterseli juga merupakan pilihan yang bagus untuk pertanian vertikal karena mereka dapat tumbuh dengan cepat dan relatif mudah dirawat.

Dalam lingkungan vertikal, tanaman ini dapat tumbuh dengan baik karena mereka mampu beradaptasi dengan kondisi ruang yang terbatas dan menggunakan sumber daya seperti air dan nutrisi dengan efisien. Dengan memilih tanaman yang sesuai dan merawatnya dengan baik, pertanian vertikal dapat menjadi solusi yang efektif dalam memproduksi pangan secara berkelanjutan dalam lingkungan yang terbatas.

            Pertanian vertikal memiliki sejumlah dampak positif terhadap lingkungan, termasuk pengurangan jejak karbon, pengurangan pemakaian air, dan potensi untuk mengurangi tekanan terhadap lahan pertanian konvensional (Nurlaelih & Damaiyanti, 2019).

Penggunaan ruang yang lebih efisien dalam pertanian vertikal dapat mengurangi jejak karbon secara signifikan. Dengan memanfaatkan ruang vertikal, pertanian vertikal memungkinkan produksi pangan yang lebih tinggi dalam area yang lebih kecil dibandingkan dengan pertanian konvensional. Hal ini mengurangi kebutuhan akan penggunaan lahan yang luas yang seringkali melibatkan deforestasi atau penggundulan hutan untuk memberikan ruang bagi pertanian. Dengan demikian, pertanian vertikal membantu mengurangi emisi karbon yang terkait dengan deforestasi dan penggunaan lahan yang berlebihan.

Pertanian vertikal juga dapat mengurangi pemakaian air karena sistem irigasi yang digunakan dalam pertanian vertikal cenderung lebih efisien dalam penggunaan air. Dalam sistem hidroponik atau aeroponik, air disirkulasikan dan digunakan kembali secara berulang, sehingga mengurangi kebutuhan akan air secara keseluruhan. Hal ini sangat penting mengingat tantangan global terkait ketersediaan air bersih, terutama di daerah-daerah yang mengalami kekeringan atau tekanan terhadap sumber daya air.

Pertanian vertikal memiliki potensi untuk mengurangi tekanan terhadap lahan pertanian konvensional. Dengan memanfaatkan ruang vertikal di dalam atau di sekitar bangunan perkotaan, pertanian vertikal dapat memberikan alternatif bagi lahan pertanian konvensional yang terus menerus mengalami tekanan akibat urbanisasi dan konversi lahan untuk penggunaan non-pertanian. Hal ini dapat membantu mempertahankan lahan pertanian yang ada dan mengurangi kebutuhan akan konversi lahan yang berharga tersebut.

            Tantangan utama dalam menerapkan pertanian vertikal meliputi pengaturan cahaya, kelembaban udara, dan penyediaan nutrisi tanaman (Bafdal & Ardiansah, 2020). Pengaturan cahaya menjadi tantangan karena tanaman membutuhkan cahaya yang cukup untuk fotosintesis namun sering kali pertanian vertikal dilakukan di dalam ruangan yang minim cahaya matahari. Solusi untuk mengatasi tantangan ini adalah dengan menggunakan pencahayaan buatan, seperti lampu LED spektrum penuh yang dirancang khusus untuk meniru spektrum cahaya matahari yang diperlukan oleh tanaman. Penempatan lampu yang tepat dan pengaturan intensitas cahaya yang sesuai dapat memastikan tanaman menerima cahaya yang cukup untuk pertumbuhan optimal.

Menjaga kelembaban udara menjadi penting karena lingkungan dalam ruangan cenderung kering, terutama dalam pertanian vertikal yang menggunakan sistem hidroponik atau aeroponik. Solusi untuk mengatasi masalah ini termasuk penggunaan pengubah kelembaban udara (humidifier) untuk menjaga kelembaban udara yang optimal, serta penyemprotan air secara berkala di sekitar tanaman untuk meningkatkan kelembaban udara di sekitarnya.

Penyediaan nutrisi tanaman, terutama dalam sistem hidroponik atau aeroponik di mana tanaman mendapatkan nutrisi langsung dari larutan nutrisi yang disediakan. Solusi untuk mengatasi tantangan ini adalah dengan memastikan kualitas dan komposisi larutan nutrisi yang tepat sesuai dengan kebutuhan tanaman. Pemantauan dan pengaturan pH larutan nutrisi serta pemantauan kadar nutrisi esensial seperti nitrogen, fosfor, dan kalium menjadi kunci dalam menjaga kesehatan dan pertumbuhan tanaman.

Selain itu, penggunaan teknologi sensor dan otomatisasi dalam pertanian vertikal juga dapat membantu mengatasi tantangan tersebut dengan memungkinkan pemantauan dan pengendalian kondisi lingkungan seperti cahaya, kelembaban udara, dan nutrisi tanaman secara real-time. Secara keseluruhan, dengan penggunaan teknologi dan strategi manajemen yang tepat, tantangan dalam menerapkan pertanian vertikal dapat diatasi dengan efektif, memungkinkan pertumbuhan tanaman yang sehat dan produktif dalam lingkungan yang terbatas seperti dalam ruangan atau di tengah perkotaan.

Pertanian vertikal memiliki potensi yang besar untuk menjadi bagian integral dari masa depan pertanian global (Bararah & Al Aminah, 2023). Kemajuan pesat dalam teknologi informasi telah membawa banyak inovasi ke berbagai sektor, termasuk pertanian di mana Internet of Things (IoT) menjadi salah satu teknologi yang sering digunakan. Teknologi ini memungkinkan koneksi internet untuk berbagai perangkat, memfasilitasi aplikasi seperti pembuatan nutrisi hidroponik secara otomatis melalui situs web. Penggunaan teknologi ini membutuhkan perangkat keras seperti mikrokontroler, sensor, dan perangkat robotik.

Untuk menyatukan antara sensor dan aplikasi web, diperlukan mikrokontroler sebagai pusat kontrol. Pembuatan aplikasi web dilakukan melalui bahasa pemrograman PHP, sedangkan mikrokontroler menggunakan bahasa pemrograman C++. Data akan ditampilkan dalam bentuk grafik di situs web, dan proses pengiriman data sensor dilakukan melalui server lokal. Mikrokontroler yang digunakan adalah Wemos D1R1 yang dilengkapi dengan modul wifi.

Hasil dari penelitian (Eoh, Andjarwirawan, & Lim, 2019) menunjukkan bahwa mikrokontroler berhasil mengelola aplikasi web dengan baik. Sistem dapat mengontrol dan memantau tingkat pH, konsentrasi, dan volume air sesuai dengan pengaturan yang ditentukan oleh pengguna. Antarmuka pengguna yang sederhana dan intuitif mempermudah penggunaan sistem.

            Studi yang dilakukan oleh (Musa, 2018) menguji sebuah sistem cerdas untuk mengawasi konsentrasi nutrisi dalam sistem hidroponik dengan menggunakan sensor nutrisi, suhu, dan kelembaban. Pemantauan nutrisi membutuhkan metode analitik untuk mengukur tingkat nutrisi, yang kemudian digunakan untuk menentukan daya hantar listrik (DHL) dalam sistem hidroponik. Berdasarkan hasil DHL yang diperoleh, jika nilai pengukuran berada di bawah ambang batas yang telah ditetapkan, sistem akan meningkatkan konsentrasi larutan nutrisi. Namun, jika nilai DHL melebihi batas yang telah ditetapkan, sistem akan menambahkan air. Penetapan batas ini akan memberikan dampak yang positif terhadap pertumbuhan tanaman hidroponik yang konsisten, serta mengelola konsentrasi nutrisi dan suhu dengan cara yang efektif dan efisien.

            Penelitian (Wibisono, 2021) melibatkan perancangan prototipe pemantauan nutrisi, suhu, dan kelembapan tanaman hidroponik berbasis IoT, yang diujicoba pada tanaman Selada menggunakan Mikrokontroller Arduino Uno dan Webserver Thingspeak. Internet of Things (IoT) adalah konsep yang bertujuan untuk memperluas manfaat dari koneksi internet yang tetap terhubung, memungkinkan interaksi dengan perangkat lainnya, benda fisik yang dilengkapi dengan sensor dan aktuator, untuk mengumpulkan data dan mengelola operasi secara mandiri. Dengan demikian, mesin dapat berkolaborasi dan bahkan bertindak berdasarkan informasi baru yang diperoleh secara otonom.

Kombinasi inovasi-inovasi ini pada pertanian vertikal memiliki potensi untuk menjadi solusi yang lebih terintegrasi, efisien, dan berkelanjutan dalam memenuhi kebutuhan pangan global di masa depan. Dengan terus mengembangkan teknologi dan strategi manajemen yang tepat, pertanian vertikal dapat berperan dalam meningkatkan ketahanan pangan, mengurangi dampak lingkungan, dan menciptakan sistem pangan yang lebih berkelanjutan untuk generasi mendatang.

Pertanian vertikal menjanjikan terobosan signifikan dalam evolusi pertanian global yang semakin bergantung pada teknologi. Dengan pendekatan inovatif ini, tanaman ditanam dalam lapisan vertikal di dalam struktur bangunan, mengubah lahan terbatas menjadi ladang subur yang produktif. Kemajuan teknologi, seperti sistem irigasi otomatis, pencahayaan LED yang disesuaikan, dan sensor lingkungan cerdas, memungkinkan pengendalian lingkungan pertumbuhan tanaman dengan presisi tinggi. Ini tidak hanya memaksimalkan hasil panen dan kualitas produk, tetapi juga mengurangi konsumsi air dan energi secara signifikan. Selain itu, pertanian vertikal memungkinkan produksi makanan sepanjang tahun, mengurangi ketergantungan pada musim dan cuaca eksternal. Dengan demikian, pertanian vertikal tidak hanya menawarkan solusi untuk meningkatkan ketahanan pangan global, tetapi juga memberikan kontribusi dalam mengatasi tantangan lingkungan dan sosial yang dihadapi oleh pertanian modern.

 

KESIMPULAN

Pengembangan metode pertanian vertikal menjanjikan solusi yang inovatif dan berkelanjutan untuk meningkatkan produksi pangan dalam keterbatasan lahan. Dengan memanfaatkan ruang vertikal, pertanian vertikal memungkinkan produksi pangan yang lebih tinggi dalam area yang terbatas, yang sangat diperlukan untuk memenuhi kebutuhan pangan yang terus meningkat di tengah pertumbuhan populasi global dan urbanisasi. Metode ini tidak hanya efektif dalam memanfaatkan ruang, tetapi juga dapat mengurangi dampak lingkungan dengan mengoptimalkan penggunaan sumber daya seperti air, energi, dan nutrisi. Melalui inovasi seperti penggunaan teknologi dan sistem cerdas, pertanian vertikal memiliki potensi besar untuk menjadi bagian integral dari masa depan pertanian global. Dengan terus mengembangkan dan mengimplementasikan teknologi ini, pertanian vertikal dapat membantu memastikan ketahanan pangan yang berkelanjutan di seluruh dunia, sambil menjaga keseimbangan lingkungan dan mengurangi tekanan terhadap lahan pertanian konvensional.

 

BIBLIOGRAFI

Achjar, Komang Ayu Henny, Rusliyadi, Muhamad, Zaenurrosyid, A., Rumata, Nini Apriani, Nirwana, Iin, & Abadi, Ayuliamita. (2023). Metode Penelitian Kualitatif: Panduan Praktis untuk Analisis Data Kualitatif dan Studi Kasus. PT. Sonpedia Publishing Indonesia.

Aini, Nurul, & Azizah, Nur. (2018). Teknologi Budidaya Tanaman Sayuran Secara Hidroponik. Universitas Brawijaya Press.

Amiin, Muhammad Kholiqul, Yusuf, Maulid Wahid, Julian, David, & Putri, Septi Malidda Eka. (2022). Optimalisasi Ruang Terbuka Hijau dengan Sistem Akuaponik Berbasis Pemberdayaan Masyarakat di Pahawang, Lampung. Jurnal Pengabdian Fakultas Pertanian Universitas Lampung, 1(2), 394–400.

Anggraheni, Zulfarida, & Hanifuddin, Iza. (2021). Pemenuhan kebutuhan sayur melalui pendayagunaan lahan pekarangan bersama masyarakat dusun Tegalrejo Lor. Jumat Ekonomi: Jurnal Pengabdian Masyarakat, 2(2), 53–64.

Bafdal, Nurpilihan, & Ardiansah, Irfan. (2020). Smart Farming Berbasis Internet Of Things dalam Greenhouse. Unpad Press.

Bararah, Kirani, & Al Aminah, Robiah. (2023). Strategi Pengembangan Pertanian Berkelanjutan: Optimalisasi Smart Greenhouse Di Kabupaten Mojokerto Melalui Penggunaan Agri-Voltaic. TheJournalish: Social and Government, 4(5), 353–363.

Chandra, Surya. (2024). Penggunaan Sistem Pertanian Vertikal Untuk Meningkatkan Produktivitas Tanaman Dalam Ruangan.

Eoh, Moses Gregoryan Ndolu, Andjarwirawan, Justinus, & Lim, Resmana. (2019). Sistem kontrol dan monitoring ph air serta kepekatan nutrisi pada budidaya hidroponik jenis sayur dengan teknik deep flow techcnique. Jurnal Infra, 7(2), 101–106.

Fadli, Fadli, Suryadi, Suryadi, & Kembaren, Emmia Tambarta. (2020). Pengembangan Kewirausahaan Agribisnis Melalui Pelatihan Kelompok Usaha Hidroponik. Agrifo: Jurnal Agribisnis Universitas Malikussaleh, 5(1), 9–13.

Fauziah, Zumrotul, & Bait, Mulabil. (2020). Optimalisasi Lahan Pekarangan Sebagai Upaya Pemenuhan Kebutuhan Pangan Keluarga: the Optimalisation of Yard Area As an Effort To Fulfill Family’S Food Necessity. Al-Umron: Jurnal Pengabdian Kepada Masyarakat, 1(1), 28–34.

Hendra, Heru Agus, & Andoko, Agus. (2014). Bertanam sayuran hidroponik ala paktani hydrofarm. AgroMedia.

Musa, Purnawarman. (2018). Penerapan sistem pemantauan dan pengaturan cerdas untuk unsur hara pada sistem hidroponik NFT. Jurnal Pertanian Presisi (Journal of Precision Agriculture), 2(1), 51–65.

Niam, M. Fathun, Rumahlewang, Emma, Umiyati, Hesti, Dewi, Ni Putu Sinta, Atiningsih, Suci, Haryati, Tati, Magfiroh, Illia Seldon, Anggraini, Raden Isma, Mamengko, Rullyana Puspitaningrum, & Fathin, Safira. (2024). Metode penelitian kualitatif.

Nurlaelih, Euis Elih, & Damaiyanti, Dewi Ratih Rizki. (2019). Urban farming untuk ketahanan pangan. Universitas Brawijaya Press.

Puji Lestari, Ardianingsih, Riduan, Ahmad, Eliyanti, Eliyanti, & Martino, Dede. (2020). Pengembangan sistem pertanian hidroponik pada lahan sempit komplek perumahan. SAINTIFIK: Jurnal Matematika, Sains, Dan Pembelajarannya, 6(2), 136–142.

Sudarmo, Agnes Puspitasari. (2018). Pemanfaatan pertanian secara hidroponik untuk mengatasi keterbatasan lahan pertanian di Daerah Perkotaan. Seminar Nasional Pengabdian Kepada Masyarakat Universitas Terbuka, 1(1), 1–8.

Syidiq, Ismail Hakim Asy. (2022). Hidroponik untuk meningkatkan ekonomi keluarga. Journal Science Innovation and Technology (SINTECH), 2(2), 16–19.

Wali, Marselina, Pali, Agustina, & Huar, Bonaventura Conradus Kelala. (2021). Pertanian modern dengan sistem hidroponik di kelurahan Potulando, kabupaten Ende. International Journal Of Community Service Learning, 5(4), 388–394.

Wibisono, Sigit. (2021). Perancangan Prototipe Monitoring Nutrisi, Suhu, Dan Kelembapan Tanaman Hidroponik Berbasis Internet Of Things Pada Tanaman Selada Menggunakan Arduino Dan Webserver. Ismetek, 12(01).