FAKTOR YANG
BERHUBUNGAN DENGAN KEPATUHAN PERAWAT DALAM MELAKUKAN 6 LANGKAH CUCI TANGAN
Mora Zilliansyah Dongoran
STIKes Wijaya Husada Bogor,
Indonesia
Keywords |
Abstract |
Hand Washing Compliance, Motivation,
Facilities, Supervision. |
Compliance is a major problem faced by
hospitals and is still quite high in Indonesia. Failure to maintain good and
proper hand hygiene is a major cause of nosocomial infections. Nurses as
health workers who interact the most with patients must be obedient in
practicing the 6 steps of hand washing. This study aims to determinethe factors
associated with nurse compliance in performing the 6 steps of hand washing in
the Surgical and Internal Room of Labuang BajiHospital Makassar. The design
ofthisstudy was a crosssectionalstudy with a total sampling technique.
Research respondents numbered 41 respondents. The analysis used chi square analysis
with significance level<0.05. The results showed there was a relationship
between motivation and compliance in doing the 6 steps of washing hands (p =
value 0.04), there was no relationship between facilities with compliance in
doing the 6 steps of washing hands (p = value of 0.564), and there was no
relationship between supervision the head of the room with adherence to the 6
steps of hand washing (p = value 0.229). The conclusion of this study is
there is a relationship of motivation with compliance in doing the 6 steps of
washing hands, there is no relationship between facilities with compliance in
doing the 6 steps of washing hands, and there is no relationship between
supervision of the head of the room with compliance in doing the 6 steps of
washing hands. It is expected that an educational program on the 6 steps of
hand washing and equality of perception of the importance of the 6 steps of
hand washing can reduce nosocomial infections in RSUD Labuang Baji Makassar. |
Kata Kunci |
Abstrak |
Kepatuhan
Cuci Tangan, Motivasi, Fasilitas, Supervisi. |
Kepatuhan
merupakan masalah besar yang dihadapi rumah sakit dan masih cukup tinggi terjadi
di Indonesia.Kegagalan dalam menjaga kebersihan tangan dengan baik dan
benarmerupakan penyebab utama infeksi nosokomial. Perawat sebagai tenaga
kesehatan yang paling banyak berinteraksi dengan pasien harus patuh dalam
melakukan praktik 6 langkah cuci tangan. Penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui faktor yang berhubungan dengan kepatuhan perawat dalam melakukan 6
langkah cuci tangan di ruang Bedah dan Interna RSUD Labuang Baji Makassar.
Desain Penelitian ini adalah cross sectional study dengan teknik pengambilan
sampel total sampling. Responden penelitian berjumlah 41 responden. Analisis
yang digunakan analisis chi square dengan tingkat kemaknaan α < 0,05.
Hasil penelitian menunjukkan ada hubungan antara motivasi dengan kepatuhan
dalam melakukan 6 langkah cuci tangan (p=value 0,04), tidak ada hubungan
antara fasilitas dengan kepatuhan dalam melakukan 6 langkah cuci tangan
(p=value 0,564), dan tidak ada hubungan antara supervisi kepala ruangan
dengan kepatuhan dalam melakukan 6 langkah cuci tangan (p=value 0,229).
Kesimpulan dari penelitian ini adalah ada hubungan motivasi dengan kepatuhan
dalam melakukan 6 langkah cuci tangan, tidak ada hubungan antara fasilitas
dengan kepatuhan dalam melakukan 6 langkah cuci tangan, dan tidak ada
hubungan antara supervisi kepala ruangan dengan kepatuhan dalam melakukan 6
langkah cuci tangan. Di harapkan adanya suatu program pendidikan tentang 6
langkah cuci tangan dan persamaan persepsi terhadap pentingnya 6 langkah cuci
tangan yang dapat mengurangi infeksi nosokomial di RSUD Labuang Baji Makassar. |
Corresponding: Mora
Zilliansyah Dongoran
PENDAHULUAN
Survey
yang dilakukan WHO di 55 rumah sakit dari 14 negara dikawasan Eropa, Timur Tengah,
Asia Tenggara dan Pasifik Barat, ditemukan sebanyak 8,7 % kejadian infeksi
nosokomial dan 10 % kejadian infeksi nosokomial di temukan di Asia Tenggara.
WHO menyatakan bahwa pada 7 juta orang yang terkena infeksi nosokomial,
terdapat peningkatan biaya perawatan sebesar 80 milyar dolar Amerika. Central
of Disease Control (CDC) memperkirakan biaya yang dikeluarkan rumah sakit
meningkat menjadi 208% dikarenakan infeksi tersebut (Zingg,
Huttner, Sax, & Pittet, 2014)
Menurut
penelitian yang dilakukan oleh (Ratnawati
& Sianturi, 2018) di RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou Manado,
didapatkan data tingkat kepatuhan tenaga kesehatan dalam melakukan 6 langkah
cuci tangan sebesar 5,2% dan tidak patuh sebanyak 94,8 %, sedangkan untuk
perawat sendiri tingkat kepatuhan dalam melakukan 6 langkah cuci tangan hanya
sebesar 6,6%. Enam langkah cuci tangan adalah suatu upaya mencegah infeksi yang
ditularkan melalui tangan dengan menghilangkan kotoran dan debris serta
menghambat atau membunuh mikroorganisme pada kulit yang dapat diperoleh dari
kontak antara pasien dengan lingkungan. Tangan yang terkontaminasi merupakan penyebab
utama perpindahan. Kegagalan untuk melakukan kebersihan tangan dengan baik dan benar
merupakan penyebab utama Infeksi nosokomial dan penyebaran mikroorganisme multiresisten
di fasilitas pelayanan kesehatan (Hidayah
& Ramadhani, 2019).
Kepatuhan
perawat dalam melakukan 6 langkah cuci tangan sangat penting dilakukan karena
ketidakpatuhan dapat menimbulkan dampak antara lain : (1) Bagi pasien,
penambahan diagnosa penyakit dan memperpanjang jumlah hari rawat selama di
rumah sakit hingga dapat menyebabkan kematian; (2) Bagi pengunjung, dapat
menularkan kepada orang lain setelah meninggalkan rumah sakit; (3) Bagi
perawat, akan menjadi barier (pembawa kuman) yang menularkan kepada pasien lain
dan diri sendiri; (4) Bagi rumah sakit, menurunkan mutu pelayanan rumah sakit
hingga pencabutan ijin operasional rumah sakit. Motivasi juga mempengaruhi
perawat dalam melaksanakan asuhan keperawatan yang sesuai dengan standar
prosedur RSUD Leuwi Liang Kabupaten Bogor Barat. Perawat yang mempunyai
motivasi yang tinggi, muncul suatu keinginan untuk memenuhi kebutuhan penerapan
6 langkah cuci tangan Dalam penerapan cuci tangan, supervisi juga di sini salah
satu faktor yang dapat memengaruhi kepatuhan perawat. Perawat yang mendapatkan
supervisi cenderung patuh dibandingkan perawat yang tidak mendapatkan
supervisi. Supervisi bagian dari fungsi directing (pergerakan/pengarahan) dalam
fungsi manajemen yang berperan mempertahankan agar segala kegiatan yang telah
diprogramkan dapat dilaksanakan dengan benar dan lancar. Dan fasilitas juga
sangat mempengaruhi karena ketersediaan fasilitas yang kurang memadai membuat
perawat sulit untuk melakukan 6 langkah cuci tangan.
Observasi
awal yang dilakukan dengan mengambil hanya 3 ruangan diantaranya ruang Internal
yaitu ruangan Baji Mamminasa berjumlah 14 perawat, Baji Pammai 13 perawat, dan
ruang Bedah Baji Kamase berjumlah 14 perawat. Sehingga ke 3 Ruang tersebut
Bedah dan Interna RSUD Labuang Baji Makassar berjumlah 41 orang.
Hasil
observasi peneliti lakukan di ruang Bedah dan Interna RSUD Labuang Baji
Makassar tanggal 19 Maret sampai dengan 4 Mei 2019 dengan melakukan observasi
terhadap 10 perawat pelaksana saat melakukan 6 langkah cuci tangan didapat 7
perawat yang tidak melakukan 6 langkah cuci tangan dan 3 perawat yang melakukan
6 langkah cuci tangan.
Hasil
wawancara yang dilakukan peneliti kepada salah satu perawat pelaksana mengatakan
bahwa kadang-kadang mencuci tangan menggunakan westafel tetapi kebanyakan perawat
lebih memakai handrub. Jenis cuci tangan yang di ruang Bedah dan Interna adalah
handrub dan westafel. Fasilitas yang ada di ruang Interna yaitu terdapat 2 cuci
tangan air mengalir (westafel) dan di ruang Bedah 1 westafel. Handrub terdapat
7 di ruang Interna dan terdapat 5 handrub di ruang Bedah. Berdasarkan data
tersebut maka peneliti tertarik untuk mengetahui “Faktor yang berhubungan
dengan kepatuhan perawat dalam melakukan 6 langkah cuci tangan di ruang Bedah dan
Interna RSUD Labuang Baji Makassar”.
METODE
PENELITIAN
Desain
yang digunakan dalam penelitian ini adalah analitik observasional menggunakan pendekatan
kuantitatif dengan metode cross sectional study. Penelitian ini dilaksanakan
pada bulan April-Agustus 2019. Sampel pada penelitian ini adalah perawat yang
bekerja di ruang Bedah dan Interna RSUD Labuang Baji Makassar. Teknik
pengambilan sampel yang digunakan adalah Total Sampling. Instrumen dalam
penelitian ini berupa kuesioner yang akan diberikan kepada perawat dengan
menggunakan lembar kuesioner dan observasi dalam bentuk pernyataan.
Variabel-variabel tersebut dianalisis dengan menggunakan uji uji chi square,
apabila p=value yang diperoleh lebih kecil dibandingkan dengan p<a = 0,05,
maka Ho ditolak. Apabila p=value yang diperoleh lebih besar dibandingkan dengan
p>a = 0,05, maka Ho gagal ditolak atau Ha diterima.
HASIL
DAN PEMBAHASAN
1.
Karakteristik
responden
a.
Umur
Tabel.1
Distribusi
Frekuensi Responden Berdasarkan Umur di RSUD Leuwi Liang Kabupaten Bogor Barat
Umur |
n |
% |
17-25 |
4 |
9,8 |
26-35 |
11 |
26,1 |
36-45 |
23 |
56,1 |
46-55 |
3 |
7,3 |
Total |
41 |
100,0 |
Berdasarkan tabel.1
dapat diketahui bahwa sebagian besar responden berusia 36-45 tahun (dewasa
akhir) yaitu sebesar 56,1% dan sebagian kecil responden berusia 46-55 tahun
(lansia awal) yaitu sebesar 7,3%.
b.
Jenis
kelamin
Tabel.2
Distribusi
Frekuensi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin di RSUD Leuwi Liang Kabupaten
Bogor Barat
Jenis Kelamin |
n |
% |
Laki-Laki |
2 |
4,9 |
Perempuan |
39 |
95,1 |
Total |
41 |
100,0 |
Berdasarkan tabel .2
dapat diketahui bahwa sebagian besar responden berjenis kelamin perempuan yaitu
sebesar 95,1%.
c.
Pendidikan
terakhir
Tabel.3
Distribusi
Frekuensi Responden Berdasarkan Pendidikan Terakhir di RSUD Leuwi Liang
Kabupaten Bogor Barat
Pendidikan
terakhir |
n |
% |
D3 |
9 |
22,0 |
S1 |
20 |
48,8 |
Ners |
12 |
29,3 |
Total |
41 |
100,0 |
Berdasarkan tabel.3
dapat diketahui bahwa sebagian besar tingkat pendidikan terakhir responden
lulusan S1 yaitu sebesar 48,8% dan sebagian kecil lulusan D3 yaitu sebesar
22,0%.
d.
Lama
kerja
Tabel.4
Distribusi
Frekuensi Responden Berdasarkan Lama Kerja di RSUD Leuwi Liang Kabupaten Bogor
Barat
Lama kerja |
n |
% |
Baru |
11 |
26,8 |
Lama |
30 |
73,2 |
Total |
41 |
100,0 |
Berdasarkan
tabel 5.4 dapat diketahui bahwa sebagian besar responden lama kerjanya yaitu
terbilang lama lebih dari 5 tahun mencapai 73,2% dan yang baru sebanyak 26,8%.
e.
Pernah
mengikuti latihan PPI (pencegahan dan pengendalian infeksi)
Tabel.5
Distribusi
Frekuensi Responden Berdasarkan Pernah Mengikuti Pelatihan PPI di RSUD Leuwi
Liang Kabupaten Bogor Barat
Pernah mengikuti
pelatihan PPI |
n |
% |
Ya
|
16 |
39,0 |
Tidak |
25 |
61,0 |
Total |
41 |
100,0 |
Berdasarkan tabel .5
dapat diketahui bahwa sebagian besar responden tidak pernah mengikuti pelatihan
PPI yaitu sebesar 61,0% dan sebagian kecil responden pernah mengikuti pelatihan
PPI yaitu sebesar 39,0%.
2.
Analisis
univariat
a.
Motivasi
Tabel.6
Distribusi
Frekuensi Berdasarkan Motivasi Responden dalam Melakukan 6 Langkah Cuci Tangandi
RSUD Leuwi Liang Kabupaten Bogor Barat
Motivasi |
n |
% |
Termotivasi |
37 |
90,2 |
Kurang termotivasi |
4 |
9,8 |
Total |
41 |
100,0 |
Berdasarkan
tabel.6 dapat diketahui bahwa sebagian besar responden termotivasi dalam
melakukan 6 langkah cuci tangan yaitu sebesar 90,2% dan sebagian kecil kurang termotivasi
yaitu sebesar 9,8%.
b.
Fasilitas
Tabel.7
Distribusi
Frekuensi Berdasarkan Fasilitas Responden dalam Melakukan 6 Langkah Cuci Tangandi
RSUD Leuwi Liang Kabupaten Bogor Barat
Fasilitas |
n |
% |
Tersedia |
27 |
65,9 |
Tidak tersedia |
14 |
34,1 |
Total |
41 |
100,0 |
Berdasarkan
tabel .7 dapat diketahui bahwa sebagian besar responden Fasilitas tersedia
dalam melakukan 6 langkah cuci tangan yaitu sebesar 65,9% dan sebagian kecil
fasilitas tidak tersedia yaitu sebesar 34,1%.
c.
Supervisi
kepala ruangan
Tabel.8
Distribusi
Frekuensi Supervisi Kepala Ruangan Responden dalam Melakukan 6 Langkah Cuci
Tangandi RSUD Leuwi Liang Kabupaten Bogor Barat
Supervisi kepala
ruangan |
n |
% |
Dilakukan |
32 |
78,0 |
Tidak dilakukan |
9 |
22,0 |
Total |
41 |
100,0 |
Berdasarkan tabel .8
dapat diketahui bahwa sebagian besar responden Supervisi kepala ruangan
dilakukan dalam melakukan 6 langkah cuci tangan yaitu sebesar 78,0% dan sebagian
kecil Supervisi kepala ruangan tidak dilakukan yaitu sebesar 22,0%.
d.
Keptuhan
Tabel.9
Distribusi
Frekuensi Kepatuhan Responden dalam Melakukan 6 Langkah Cuci Tangandi RSUD
Leuwi Liang Kabupaten Bogor Barat
Kepatuhan |
n |
% |
Patuh |
36 |
87,8 |
Kurang patuh |
5 |
12,2 |
Total |
41 |
100,0 |
Berdasarkan
tabel 5.9 dapat diketahui bahwa sebagian besar responden patuh dalam melakukan
6 langkah cuci tangan yaitu sebesar 87,8% dan sebagian kecil kurang patuh yaitu
sebesar 12,2%.
3.
Analisis
bivariat
a.
Hubungan
motivasi dengan kepatuhan perawat dalam melakukan 6 langkah cuci tangan
Tabel.10
Hubungan
Motivasi Dengan Kepatuhan Perawat Dalam Melakukan 6 Langkah Cuci Tangan di RSUD
Leuwi Liang Kabupaten Bogor Barat
|
Kepatuhan |
|
|||||
Motivasi |
Patuh |
Kurang patuh |
total |
ρ-Value |
|||
|
n |
% |
n |
% |
n |
% |
|
Termotivasi |
35 |
94,6 |
2 |
5,4 |
37 |
100 |
|
Kurang termotivasi |
1 |
25,0 |
3 |
75,0 |
4 |
100 |
0,004 |
Total |
36 |
87,8 |
5 |
12,5 |
41 |
100 |
|
Berdasarkan
tabel .10 diketahui bahwa proporsi responden yang motivasinya termotivasi cenderung
patuh dalam melakukan 6 langkah cuci tangan yaitu sebesar 94,6% lebih kecil
jika dibandingkan dengan responden yang motivasinya kurang termotivasi yaitu
sebesar 25,0%. Hasil uji statistik (chi square) didapatkan nilai ρ=Value
sebesar 0,04< ɑ = 0,05 yang artinya ada hubungan yang bermakna antara
motivasi dengan kepatuhan perawat dalam melakukan 6 langkah cucitangan.
b.
Hubungan
antara fasilitas dengan kepatuhan perawat dalam melakukan 6 langkah cuci tangan
Tabel.11
Hubungan
Antara Fasilitas Dengan Kepatuhan Perawat Dalam Melakukan 6 Langkah Cuci Tangan
di RSUD Leuwi Liang Kabupaten Bogor Barat
|
Kepatuhan |
|
|||||
Fasilitas |
Patuh |
Kurang patuh |
total |
ρ-Value |
|||
|
n |
% |
n |
% |
n |
% |
|
Tersedia |
24 |
88,9 |
3 |
11,1 |
27 |
100 |
|
Tidak tersedia |
12 |
85,7 |
2 |
14,3 |
14 |
100 |
0,564 |
Total |
36 |
87,8 |
5 |
12,5 |
41 |
100 |
|
Berdasarkan
Tabel .11 diketahui bahwa fasilitas yang tersedia cenderung responden patuh
dalam melakukan 6 langkah cuci tangan yaitu sebesar 88,9% lebih kecil jika
dibandingkan dengan fasilitas yang tidak tersedia yaitu sebesar 85,7%. Hasil
uji statistik (chi square) didapatkan nilai ρ=Value sebesar 0,564 ≤ ɑ
= 0,05 yang artinya tidak ada hubungan yang bermakna antara fasilitas dengan
kepatuhan perawat dalam melakukan 6 langkah cuci tangan.
c.
Hubungan
supervisi kepala ruangan dengan kepatuhan perawat dalam melakukan 6 langkah
cuci tangan
Tabel.12
Hubungan
Antara Supervisi Kepala Ruangan Dengan Kepatuhan Perawat Dalam Melakukan 6
Langkah Cuci Tangan di RSUD Leuwi Liang Kabupaten Bogor Barat
Supervisi
kepala |
Kepatuhan |
|
|||||
Ruangan |
Patuh |
Kurang patuh |
total |
ρ-Value |
|||
|
n |
% |
n |
% |
n |
% |
|
Dilakukan |
29 |
90,6 |
3 |
9,4 |
32 |
100 |
|
Tidak dilakukan |
7 |
77,8 |
2 |
22,2 |
9 |
100 |
0,229 |
Total |
36 |
87,8 |
5 |
12,5 |
41 |
100 |
|
Berdasarkan
tabel .12 diketahui bahwa proporsi responden yang supervisi kepala ruangan
dilakukan cenderung patuh dalam melakukan 6 langkah cuci tangan yaitu sebesar 90,6%
lebih kecil jika dibandingkan dengan responden yang supurvisi kepala ruangan
tidak dilakukan yaitu sebesar 77,8%. Hasil uji statistik (chi square)
didapatkan nilai ρ=value sebesar 0,299> ɑ = 0,05 yang artinya
tidak ada hubungan yang bermakna antara supervisi kepala ruangan dengan
kepatuhan perawat dalam melakukan 6 langkah cuci tangan.
PEMBAHASAN
1.
Hubungan
antara motivasi dengan kepatuhan perawat dalam melakukan 6 langkah cuci tangan
di RSUD Leuwi Liang Kabupaten Bogor Barat
Motivasi
dalam penelitian ini terbagi atas 2 kriteria yaitu termotivasi dan kurang
termotivasi. Hasil penelitian dari seluruh sampel perawat yang diteliti yaitu
sebanyak 41 perawat RSUD Leuwi Liang
Kabupaten Bogor Barat didapatkan bahwa yang termotivasi yaitu sebanyak 94,6%
dan masih terdapat 5,4% perawat yang termotivasi namun kurang patuh. Hal ini
disebabkan oleh usia perawat yang masih masuk dalam usia remaja akhir dan
tingkat pendidikan perawat yang hanya D3. Motivasi seseorang berkaitan dengan kebutuhan meliputi
tempat dan suasana lingkungan kerja sehingga perawat yang bekerja mengalami
penurunan motivasi yang mengakibatkan hasil kerja yang tidak memuaskan dan
mengakibatkan tindakan perawat menurun. Beberapa hal ini lah yang membuat perawat
masih kurang patuh dalam melakukan 6 langkah cuci tangan.
Kemudian
perawat yang masuk kategori kurang termotivasi namun memiliki kepatuhan sebanyak
25,0% hal ini dikarenakan lama kerja yang masih tergolong baru merupakan salah
satu alasan yang meningkatkan kepatuhan perawat. Perawat yang lama kerja
dikategorikan baru ini telah merasa cukup sesuai lama kerja yang dijalani.
Adapun saat pengisian kuesioner perawat mengatakan keputusan 6 langkah cuci
tangan yang dilakukan adalah kewenangan pribadi masing-masing perawat. Jadi
patuh dengan tidak nya seseorang tergantung dari diri sendri.
Asumsi
penelitian bahwa semakin termotivasi seseorang melakukan 6 langkah cuci tangan maka
semakin tinggi pula tingkat kepatuhannya, pada dasarnya patuh merupakan salah
satu cara seseorang dalam melakukan 6 langkah cuci tangan untuk memenuhi
motivasi yang diinginkan. Motivasi yang dimiliki oleh perawat maka akan
meningkatkan kepatuhan perawat dalam melakukan 6 langkah cuci tangan. Salah
satu cara untuk meningkatkan kepatuhan perawat adalah dengan memberikan reward
bagi perawat yang melaksanakan kepatuhan perawat dalam melakukan 6 langkah cuci
tangan dengan baik dan punishment bagi yang tidak melakukan 6langkah cuci
tangan dengan baik dan benar.
Motivasi
merupakan ciri proses spisikolog yang dapat menjelaskan perilaku seseorang berkaitan
dengan kepatuhan, kewajiban dan juga kesadaran diri sendiri tanpa ada paksaan
dari orang lain. Berdasarkan hasil penelitian diperoleh nilai ρ=0,04. Dari
hasil penelitian tersebut membuktikan
bahwa ada hubungan yang bermakna antara motivasi dengan kepatuhan perawat dalam
melakukan 6 langkah cuci tangan di RSUD Labuang Baji Makassar.
Penelitian
ini sejalan dengan penelitian (Hutahaean,
Anggraini, & Nababan, 2019) yang mengatakan adanya hubungan
motivasi dengan kepatuhan perawat dalam Pencegahan dan Pengendalian Infeksi.
Hal ini diperkuat dalam (Jama,
2020) yang menyatakan dalam penelitiannya ada hubungan motivasi
dengan kepatuhan perawat dalam praktik hand hygiene DI IGD, ICU DAN IBS RSUD
Ade Muhammad Djoen Sintang menunjukkan bahwa ada hubungan yang bermakna antara
motivasi dengan kepatuhan perawat dalam melakukan hand hygiene dibuktikan
dengan nilai hasil uji statistik didapatkan nilai ρ-value 0,07. Nilai PR
1,890 dengan nilai 95% CI, artinya proporsi responden yang motivasinya rendah
cenderung untuk tidak patuh dalam melakukan hand hygiene 1,890 atau 2 kali lipat
lebih besar dibandingkan dengan proporsi responden yang motivasinya tinggi.
Hasil ini diperkuat dari hasil analisis sebagian besar motivasi perawat rendah
dalam melakukan hand hygiene yaitu sebesar 72,1%. Hasil jawaban beberapa item
kuisioner yang diisi responden pada kuisioner diketahui 94,1% responden mengisi
tidak adanya poster tentang hand hygiene membuat responden sering lalai
melaksanakan tahapan hand hygiene.
Dari
hasil observasi sebagian besar responden memiliki kepatuhan yang tidak patuh
dalam melakukan hand hygiene yaitu sebesar 69,1%. Ketidakpatuhan perawat yang
tertinggi adalah tidak melakukan hand hygiene saat tiba di ruangan jaga.
Perawat merasa saat tiba diruangan tangan sudah dalam keadan bersih, Selain itu
juga tidak ada reward yang diberikan kepada perawat jika melaksanakan kepatuhan
hand hygiene dengan baik dan tidak ada punishment bagi yang tidak melakukan
hand hygiene dengan baik.
Teori
(Samsudin dalam Andriyani) Motivasi merupakan proses mempengaruhi atau mendorong
dari luar terhadap seseorang atau kelompok kerja agar mereka mau melaksanakan sesuatu
yang telah ditetapkan. Sedangkan menurut Liang Gie dalam Samsudin menyatakan
bahwa motivasi adalah pekerjaan yang dilakukan oleh manajer dalam memberikan
inspirasi, semangat dan dorongan kepada orang lain, dalam hal ini karyawannya,
untuk mengambil tindakan-tindakan tertentu (Ningsih,
2019).
2.
Hubungan
antara Fasilitas dengan kepatuhan perawat dalam melakukan 6 langkah cuci tangan
di RSUD Leuwi Liang Kabupaten Bogor Barat
Fasilitas dalam penelitian ini
terbagi atas 2 kriteria yaitu tersedia dan tidak tersedia. Hasilpenelitian dari
seluruh sampel perawat yang diteliti yaitu sebanyak 41 perawat di RSUD Leuwi
Liang Kabupaten Bogor Barat didapatkan
bahwa tersedia yaitu sebanyak 88,9% dan masih terdapat 11,1% fasilitasnya
tersedia namun kurang patuh. Hal ini disebabkan oleh tingkat pendidikan terakhir
yang hanya D3 dan kurangnya mengikuti pelatihan PPI (pencegahan dan
pengendalian infeksi) diketahui sebagian besar responden tidak pernah mengikuti
pelatihan, ini yang menyebabkan tingkat pengetahuanya berkurang tentang
pentingnya 6 langkah cuci tangan.
Perawat yang masuk kategori
fasilitas tidak tersedia namun patuh 85,7% dan masih terdapat kurang patuh
14,3% hal ini dikarnakan lama kerja perawat cenderung patuh walaupun fasilitas tidak
tersedia perawat hanya mengunakan handrub. Ketersediaan fasilitas diperlukan
untuk mendukung terjadinya perilaku patuh. Berdasarkan observasi yang dilakukan
peneliti ketersediaan fasilitas seperti westafel masih banyak yang tidak
berfungsi namun dalam penelitian ini tidak ada hubungan signifikan. Walaupun
dalam penelitian ini tidak ada hubungan, maka ketersediaan fasilitas juga dapat
mempengaruhi kepatuhan dalam malakukan 6 langkah cuci tangan. Oleh sebab itu
diharapkan rumah sakit untuk lebih memfasilitasi cuci tangan seperti westafel
yang tidak berfungsi untuk diperbaiki dan juga lebih meningkatkan pemeliharaan
fasilitas sehingga perawat lebih patuh.
Asumsi penelitian bahwa
ketersediaan sarana dan prasarana merupakan salah satu faktor yang mendukung
individu untuk bekerja. Fasiltas yang tersedia dimasing-masing ruangan seperti alkohol
handrub, sabun antimikroba, tissue atau handuk sangat memengaruhi tingkat
kepatuhan perawat dalam melakukan 6 langkah cuci tangan. Fasilitas yang baik
akan mempengaruhi minat perawat untuk melakukan 6 langkah cuci tangan sehingga
perawat sadar dan peduli akan kesehatanya. Berdasarkan hasil penelitian analisa
statistik dengan menggunakan uji chi square diperoleh nilai ρ=0,564 dimana
nilai ρ lebih besar dari α=0,05 maka hasil penelitian tersebut membuktikan
bahwa tidak ada hubungan antara fasilitas dengan kepatuhan perawat dalam melakukan
6 langkah cuci tangan.
Dalam penyempurnaan pelaksanaan 6
langkah cuci tangan pendekatan multimodal harus dilakukan untuk melengkapi
keterbatasan fasilitas lagi guna meningkatkan kepatuhan yaitu kebiasaan dari
setiap individu dan suasana dari institusi. Penelitian ini sejalan dengan
penelitian (IVAN
AGUS YANTO, 2018) yang menyatakan dalam
penelitiannya tidak ada hubungan fasilitas dengan kepatuhan perawat dalam
praktik hand hygiene RSUD gunungsitoli. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
tidak ada hubungan yang bermakna antara Fasilitas dengan kepatuhan perawat
dalam melakukan hand hygiene dibuktikan dengan nilai uji statistik (chi square)
ρ=value 0,663 Fasilitas yang baik cenderung untuk responden tidak patuh
dalam melakukan hand hygiene (82,9%) dan yang kurang mencapai 17,1%. Penelitian
ini juga sejalan dengan hasil penelitian (Agustanti
& Rokhanawati, 2017) di ruang Bougenvile RSUD Dr.
Soedirman Kebumen Tahun 2017 menunujukkan tidak ada hubungan antara fasilitas dengan
kepatuhan hand hygiene 5 moment dengan nilai ρ=value 0,27%.
Hasil penelitian ini berbanding
terbalik dengan penelitian yang dilakukan oleh (Jama,
2020) hasil penelitian menunjukkan bahwa ada hubungan yang
bermakna antara ketersediaan Fasilitas dengan kepatuhan perawat dalam melakukan
hand hygiene dibuktikan dengan nilai uji statistik p=value 0,010. Nilai PR
2,019 dengan nilai 95% CI, proporsi fasilitas yang ada cenderung untuk responden
dalam melakukan hand hygiene 2,019 atau 2 kali lipat lebih besar dibandingkan
dengan proporsi fasilitsas yang tidak ada.
Hasil dari fasilitas yang
disediakan meliputi masing-masing ruangan yang dilengkapi dengan sabun
antimikroba dan kertas tissue dan alcohol hand rub. Namun tingkat kepatuhan
melakukan 6 langkah cuci tangan masih rendah(Utomo,
2019). Hasil penelitian ini bertentangan dengan hasil
penelitian yang dilakukan oleh pitted menyatakan bahwa salah satu kendala dalam
ketidak patuhan terhadap 6 langkah cuci tangan adalah sulitnya mengakses tempat
cuci tangan atau persediaan alat lainya yang di gunakan untuk melakukan 6
langka cuci tangan, kemudahan mengakses persediaan alat-alat untuk melakukan 6
langkah tangan, bak cuci tangan, sabun atau alcohol jell adalah sangat penting untuk
membuat kepatuhan menjadi optimal sesuai standar (Damanik,
2012).
Didukung dengan teori Notoatmodjo
bahwa fasilitas hand hygiene (sarana dan prasarana) adalah segala sesuatu yang
dapat digunakan untuk mencegah terjadinya penularan infeksi. Didukung oleh WHO
bahwa untuk meningkatkan kepatuhan dalam melakukan hand hygiene diperlukan
multidimensi strategi. Pendekatan tersebut meliputi perubahan sistem dengan menyediakan
hand rub berbasis alkohol selain wastafel dan sabun antiseptik di setiap titik
perawatan (Notoatmodjo,
2005).
3.
Hubungan
antara supervisi kepala ruangan dengan kepatuhan perawat dalam melakukan 6
langkah cuci tangan di RSUD Leuwi Liang Kabupaten Bogor Barat
Supervisi kepala ruangan dalam
penelitian ini terbagi atas 2 kriteria yaitu dilakukan dan tidak dilakukan.
Hasil penelitian dari seluruh sampel perawat yang diteliti yaitu sebanyak
41perawat di RSUD Lewi Liang Kabupaten
Bogor Barat didapatkan bahwa yang dilakukan sebanyak 90,6% dan masih terdapat
77,8% perawat yang tidak dilakukan namun patuh. Hal ini disebabkan tingkat pendidikan
diketahui sebagian besar lulusan Ners maka tingkat pengetahuanya tinggi dan
paham akan 6 langkah cuci tangan. Adapun supervisi kepala ruangan yang
dilakukan namun kurang patuhnya tinggi hal ini dikarnakan pihak kepala ruangan
tidak melakukan pengawasan langsung dalam melaksanakan kebersihan tangan
perawat, dan rumah sakit tidak memberikan sanksi bagi perawat yang tidak
melaksanakan kebersihan tangan. Seseorang akan patuh bila pengawasan menegur
maka perilaku akan ditinggalkan, ketika pengawasan itu sudah mulai menurun maka
kepatuhan perawat menurun pula. Beberapa dari kuesioner hanya lulusan D3 3
perawat hal ini menyebabkan pengetahuan kurang tentang 6 langkah cuci tangan.
Asumsi penelitian bahwa supervisi
kepala ruangan hendaknya selalu memberikan informasi secara terus menerus
tentang 6 langkah cuci tangan kepada bawahannya sedangkan supervisi yang kurang
dilakukan memiliki tingkat kepatuhan yang tinggi pula karena sebagian besar
responden paham akan 6 langkah cuci tangan tanpa adanya arahan dari supervisi.
Supervisi sebaiknya dilakukan dengan
metode pendekatan pengamatan, karena pengamatan langsung sering menimbulkan
berbagai dampak negatif, misalnya rasa takut dan tidak senang.
Supervisi kepala ruangan merupakan
salah satu proses atau sebagian dari fungsi pengawasan dan pengendalian.
Supervisi sebagai suatu proses kemudahan sumber yang yang diperlukan untuk
menyelesaikan suatu tugas yang berkaitan dengan perencanaan kegiatan dan informasi
dari kepemimpinan dan mengevaluasi setiap kinerja perawat. Berdasarkan hasil penelitian
analisa statistik dengan menggunakan uji chi square diperoleh nilai ρ=
0,229. Dari hasil penelitian tersebut membuktikan bahwa tidak ada hubungan yang
bermakna antara supervisi kepala ruangan dengan kepatuhan perawat dalam
melakukan 6 langkah cuci tangan di RSUD Leuwi Liang Kabupaten Bogor Barat.
Penelitian ini juga sejalan dengan
hasil penelitian (Hutahaean
et al., 2019) yang menjelaskan bahwa peran dan
fungsi kepala ruangan berpengaruh terhadap kepatuhan perawat dalam pencegahan
dan pengendalian infeksi. Hal ini diperkuat dalam penelitian Arifianto di ruang
Bougenvile RSUD Dr. Soedirman Kebumen Tahun 2017 menunjukkan ada hubungan
antara supervisi kepala ruangan dengan kepatuhan hand shygiene 5 moment dengan
nilai p=value 0,843 (Kustriyani,
Aini, & Arifianto, 2019). Sejalan dengan penelitian yang
dilakukan oleh Tahir menunjukan bahwa ada hubungan yang bermakna antara
supervisi dengan kepatuhan perawat dalam melaksanakan hand hygiene di Rumah
Sakit Universitas Hasanuddin Tahun 2016 dengan nilai p-value 0,87 (Lubis,
Sugiyono, & Dewi, 2023). Penelitian ini juga didukung oleh
penelitian Fina di ruangan rawat inap RSUD dr. Rasidin Padang Tahun 2015
terdapat hubungan yang bermakna antara supervisi dengan kepatuhan perawat pelaksana
melaksanakan hand hygiene dengan nilai p=value 0,38 (Widyanto,
2021). Supervisi merupakan pemberi bantuan,
bimbingan/pengajaran, dukungan pada perawat dalam melakukan hand hygiene sesuai
kebijakan dan prosedur. Supervisi perlu dilakukan secara berkesinambungan yang
pada akhirnya dapat meningkatkan pengetahuan dan kepatuhan perawat dalam
melakukan hand hygiene.
Didukung dengan teori Suarli yang
menyatakan bahwa supervisi yang dilakukan kepala ruangan harus dilakukan secara
objektif yang bertujuan untuk pembinaan. Pelaksanaan supervisi bukan hanya
untuk mengawasi apakah perawat melakukan hand hygiene dengan baik dan benar sesuai
dengan kebijakan dan prosedur suervisi juga melakukan pengamatan secra langsung
dan berkala untuk kemudian bila ditemukan masalah segera diberikan bantuan yang
bersifat langsung (Widyanto,
2021) . Pendapat ini sejalan dengan Nursalam yang
manyatakan bahwa dalam melakukan supervisi yang tepat, supervisor harus dapat
kapan dan apa yang harus dilakukan supervisi (Nursalam,
2014).
KESIMPULAN
Berdasarkan
hasil penelitian yang dilakukan RSUD Leuwi Liang Bogor Barat, maka dapat ditarik
kesimpulan bahwa : Ada hubungan antara motivasi dengan kepatuhan perawat dalam melakukan
6 langkah cuci tangan, Tidak ada hubungan antara fasilitas dengan kepatuhan
perawat dalam melakukan 6 langkah
cuci tangan, Tidak ada hubungan antara supervisi kepala ruangan dengan kepatuhan perawat dalam
melakukan 6 langkah cuci tangan.
Penelitian ini
menegaskan bahwa peran kepala ruangan berpengaruh signifikan terhadap kepatuhan
perawat dalam menjalankan praktik pencegahan dan pengendalian infeksi, sesuai
dengan penelitian sebelumnya. Temuan Hutahaean et al. (2019), Arifianto (2017),
Tahir (2016), dan Fina (2015) semuanya menunjukkan adanya hubungan yang positif
antara supervisi kepala ruangan dan kepatuhan perawat dalam menjalankan hand
hygiene. Supervisi ini tidak hanya berfungsi sebagai pengawasan, tetapi juga
sebagai bentuk bantuan, bimbingan, dan dukungan untuk perawat dalam mematuhi
kebijakan dan prosedur yang ada. Teori Suarli dan pendapat Nursalam juga
menekankan pentingnya supervisi yang objektif dan berkesinambungan dalam
membina kinerja perawat. Dengan demikian, supervisi yang tepat dapat
meningkatkan pengetahuan dan kepatuhan perawat dalam menjalankan hand hygiene,
sesuai dengan standar yang ditetapkan
BIBLIOGRAFI
Agustanti, Nastiti, & Rokhanawati, Dewi. (2017). Faktor-faktor
yang mempengaruhi kepatuhan hand hygiene 5 moment pada bidan di ruang bersalin
dan ruang bougenvil RSUD DR Soedirman Kebumen. Universitas’ Aisyiyah
Yogyakarta.
Damanik, Sri Melfa. (2012). Kepatuhan Hand Hygiene di Rumah
Sakit Immanuel Bandung. Students E-Journal, 1(1), 29.
Hidayah, Nur, & Ramadhani, Nur Fadhliyah. (2019).
Kepatuhan Tenaga Kesehatan Terhadap Implementasi Hand Hygiene Di Rumah Sakit
Umum Daerah Haji Kota Makassar. Jurnal Manajemen Kesehatan Yayasan RS. Dr.
Soetomo, 5(2), 182–193.
Hutahaean, Serri, Anggraini, Nourmayansa Vidya, &
Nababan, Dosmaida. (2019). Analysis of Factors Related to the Head of the
Nurses in the Implementation of Prevention and Control of Infections in the
Hospital. JMMR (Jurnal Medicoeticolegal Dan Manajemen Rumah Sakit), 8(3),
158–162.
IVAN AGUS YANTO, G. E. A. (2018). ANALISIS FAKTOR-FAKTOR
YANG MEMENGARUHI KEPATUHAN PERAWAT DALAM PENERAPAN HAND HYGIENE DI INSTALASI
RAWAT INAP RSUD GUNUNGSITOLI KABUPATEN NIAS TAHUN 2018. INSTITUT KESEHATAN
HELVETIA.
Jama, Fatma. (2020). Faktor Yang Berhubungan Dengan Kepatuhan
Perawat Dalam Melakukan 6 Langkah Cuci Tangan. Jurnal Keperawatan Widya
Gantari Indonesia, 4(2), 96–109.
Kustriyani, Menik, Aini, Dwi Nur, & Arifianto, Arifianto.
(2019). Hubungan Supervisi Kepala Ruang Dengan Pelaksanaan Identifikasi Pasien
Secara Benar Di Ruang Rawat Inap Rumah Sakit. Prosiding Seminar Nasional
Widya Husada.
Lubis, Vebry Haryati, Sugiyono, Sugiyono, & Dewi,
Rosmala. (2023). Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Kepatuhan Perawat Dalam
Melakukan Hand Hygiene Di Ruangan Rawat Inap, Rawat Jalan Dan UGD Rumah Sakit
Mitra Husada Tangerang. Jurnal Kesehatan STIKes IMC Bintaro, 6(1),
65–75.
Ningsih, Dhurotul Elisa Sulistia. (2019). Pengaruh
Kompensasi Terhadap Motivasi Karyawan Bank Muamalat Indonesia Cabang Kediri.
IAIN Kediri.
Notoatmodjo, Soekidjo. (2005). Metodologi penelitian
kesehatan.
Nursalam, Dr. (2014). Manajemen Keperawatan" Aplikasi
dalam Praktik Keperawatan Profesional. Salemba Medika.
Ratnawati, Latifah, & Sianturi, Sondang Ratnauli. (2018).
Faktor–Faktor Yang Berhubungan Dengan Kepatuhan Perawat Dalam Menerapkan Hand
Hygiene. Jurnal Ilmu Keperawatan Dan Kebidanan, 9(2), 148–154.
Utomo, Budi. (2019). HUBUNGAN LINGKUNGAN KERJA PERAWAT DENGAN
KEPATUHAN HAND HYGIENE SEBELUM TINDAKAN INJEKSI IV LINE DI RUANG ICU/ICCU RSUD
DR SOEGIRI LAMONGAN. Surya, 11(01), 34–42.
Widyanto, Rio. (2021). FAKTOR–FAKTOR YANG BERHUBUNGAN
DENGAN KEPATUHAN MASYARAKAT DALAM PENERAPAN KEBIJAKAN SOSIAL DAN PHYSICAL
DISTANCING DI KECAMATAN LOKSADO KABUPATEN HULU SUNGAI SELATAN TAHUN 2020.
Rio Widyanto.
Zingg, Walter, Huttner, Benedikt D., Sax, Hugo, & Pittet,
Didier. (2014). Assessing the burden of healthcare-associated infections
through prevalence studies: what is the best method? 1. Infection Control
& Hospital Epidemiology, 35(6), 674–684.