FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEPATUHAN PERAWAT DALAM MELAKUKAN 6 LANGKAH CUCI TANGAN

 

Mora Zilliansyah Dongoran

STIKes Wijaya Husada Bogor, Indonesia

mtunited018@gmail.com

Keywords

Abstract

Hand Washing Compliance, Motivation, Facilities, Supervision.

Compliance is a major problem faced by hospitals and is still quite high in Indonesia. Failure to maintain good and proper hand hygiene is a major cause of nosocomial infections. Nurses as health workers who interact the most with patients must be obedient in practicing the 6 steps of hand washing. This study aims to determinethe factors associated with nurse compliance in performing the 6 steps of hand washing in the Surgical and Internal Room of Labuang BajiHospital Makassar. The design ofthisstudy was a crosssectionalstudy with a total sampling technique. Research respondents numbered 41 respondents. The analysis used chi square analysis with significance level<0.05. The results showed there was a relationship between motivation and compliance in doing the 6 steps of washing hands (p = value 0.04), there was no relationship between facilities with compliance in doing the 6 steps of washing hands (p = value of 0.564), and there was no relationship between supervision the head of the room with adherence to the 6 steps of hand washing (p = value 0.229). The conclusion of this study is there is a relationship of motivation with compliance in doing the 6 steps of washing hands, there is no relationship between facilities with compliance in doing the 6 steps of washing hands, and there is no relationship between supervision of the head of the room with compliance in doing the 6 steps of washing hands. It is expected that an educational program on the 6 steps of hand washing and equality of perception of the importance of the 6 steps of hand washing can reduce nosocomial infections in RSUD Labuang Baji Makassar.

Kata Kunci

Abstrak

Kepatuhan Cuci Tangan, Motivasi, Fasilitas, Supervisi.

Kepatuhan merupakan masalah besar yang dihadapi rumah sakit dan masih cukup tinggi terjadi di Indonesia.Kegagalan dalam menjaga kebersihan tangan dengan baik dan benarmerupakan penyebab utama infeksi nosokomial. Perawat sebagai tenaga kesehatan yang paling banyak berinteraksi dengan pasien harus patuh dalam melakukan praktik 6 langkah cuci tangan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor yang berhubungan dengan kepatuhan perawat dalam melakukan 6 langkah cuci tangan di ruang Bedah dan Interna RSUD Labuang Baji Makassar. Desain Penelitian ini adalah cross sectional study dengan teknik pengambilan sampel total sampling. Responden penelitian berjumlah 41 responden. Analisis yang digunakan analisis chi square dengan tingkat kemaknaan α < 0,05. Hasil penelitian menunjukkan ada hubungan antara motivasi dengan kepatuhan dalam melakukan 6 langkah cuci tangan (p=value 0,04), tidak ada hubungan antara fasilitas dengan kepatuhan dalam melakukan 6 langkah cuci tangan (p=value 0,564), dan tidak ada hubungan antara supervisi kepala ruangan dengan kepatuhan dalam melakukan 6 langkah cuci tangan (p=value 0,229). Kesimpulan dari penelitian ini adalah ada hubungan motivasi dengan kepatuhan dalam melakukan 6 langkah cuci tangan, tidak ada hubungan antara fasilitas dengan kepatuhan dalam melakukan 6 langkah cuci tangan, dan tidak ada hubungan antara supervisi kepala ruangan dengan kepatuhan dalam melakukan 6 langkah cuci tangan. Di harapkan adanya suatu program pendidikan tentang 6 langkah cuci tangan dan persamaan persepsi terhadap pentingnya 6 langkah cuci tangan yang dapat mengurangi infeksi nosokomial di RSUD Labuang Baji Makassar.

Corresponding: Mora Zilliansyah Dongoran

mtunited018@gmail.com

 

 

 

PENDAHULUAN

Survey yang dilakukan WHO di 55 rumah sakit dari 14 negara dikawasan Eropa, Timur Tengah, Asia Tenggara dan Pasifik Barat, ditemukan sebanyak 8,7 % kejadian infeksi nosokomial dan 10 % kejadian infeksi nosokomial di temukan di Asia Tenggara. WHO menyatakan bahwa pada 7 juta orang yang terkena infeksi nosokomial, terdapat peningkatan biaya perawatan sebesar 80 milyar dolar Amerika. Central of Disease Control (CDC) memperkirakan biaya yang dikeluarkan rumah sakit meningkat menjadi 208% dikarenakan infeksi tersebut (Zingg, Huttner, Sax, & Pittet, 2014)

Menurut penelitian yang dilakukan oleh (Ratnawati & Sianturi, 2018) di RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou Manado, didapatkan data tingkat kepatuhan tenaga kesehatan dalam melakukan 6 langkah cuci tangan sebesar 5,2% dan tidak patuh sebanyak 94,8 %, sedangkan untuk perawat sendiri tingkat kepatuhan dalam melakukan 6 langkah cuci tangan hanya sebesar 6,6%. Enam langkah cuci tangan adalah suatu upaya mencegah infeksi yang ditularkan melalui tangan dengan menghilangkan kotoran dan debris serta menghambat atau membunuh mikroorganisme pada kulit yang dapat diperoleh dari kontak antara pasien dengan lingkungan. Tangan yang terkontaminasi merupakan penyebab utama perpindahan. Kegagalan untuk melakukan kebersihan tangan dengan baik dan benar merupakan penyebab utama Infeksi nosokomial dan penyebaran mikroorganisme multiresisten di fasilitas pelayanan kesehatan (Hidayah & Ramadhani, 2019).

Kepatuhan perawat dalam melakukan 6 langkah cuci tangan sangat penting dilakukan karena ketidakpatuhan dapat menimbulkan dampak antara lain : (1) Bagi pasien, penambahan diagnosa penyakit dan memperpanjang jumlah hari rawat selama di rumah sakit hingga dapat menyebabkan kematian; (2) Bagi pengunjung, dapat menularkan kepada orang lain setelah meninggalkan rumah sakit; (3) Bagi perawat, akan menjadi barier (pembawa kuman) yang menularkan kepada pasien lain dan diri sendiri; (4) Bagi rumah sakit, menurunkan mutu pelayanan rumah sakit hingga pencabutan ijin operasional rumah sakit. Motivasi juga mempengaruhi perawat dalam melaksanakan asuhan keperawatan yang sesuai dengan standar prosedur RSUD Leuwi Liang Kabupaten Bogor Barat. Perawat yang mempunyai motivasi yang tinggi, muncul suatu keinginan untuk memenuhi kebutuhan penerapan 6 langkah cuci tangan Dalam penerapan cuci tangan, supervisi juga di sini salah satu faktor yang dapat memengaruhi kepatuhan perawat. Perawat yang mendapatkan supervisi cenderung patuh dibandingkan perawat yang tidak mendapatkan supervisi. Supervisi bagian dari fungsi directing (pergerakan/pengarahan) dalam fungsi manajemen yang berperan mempertahankan agar segala kegiatan yang telah diprogramkan dapat dilaksanakan dengan benar dan lancar. Dan fasilitas juga sangat mempengaruhi karena ketersediaan fasilitas yang kurang memadai membuat perawat sulit untuk melakukan 6 langkah cuci tangan.

Observasi awal yang dilakukan dengan mengambil hanya 3 ruangan diantaranya ruang Internal yaitu ruangan Baji Mamminasa berjumlah 14 perawat, Baji Pammai 13 perawat, dan ruang Bedah Baji Kamase berjumlah 14 perawat. Sehingga ke 3 Ruang tersebut Bedah dan Interna RSUD Labuang Baji Makassar berjumlah 41 orang.

Hasil observasi peneliti lakukan di ruang Bedah dan Interna RSUD Labuang Baji Makassar tanggal 19 Maret sampai dengan 4 Mei 2019 dengan melakukan observasi terhadap 10 perawat pelaksana saat melakukan 6 langkah cuci tangan didapat 7 perawat yang tidak melakukan 6 langkah cuci tangan dan 3 perawat yang melakukan 6 langkah cuci tangan.

Hasil wawancara yang dilakukan peneliti kepada salah satu perawat pelaksana mengatakan bahwa kadang-kadang mencuci tangan menggunakan westafel tetapi kebanyakan perawat lebih memakai handrub. Jenis cuci tangan yang di ruang Bedah dan Interna adalah handrub dan westafel. Fasilitas yang ada di ruang Interna yaitu terdapat 2 cuci tangan air mengalir (westafel) dan di ruang Bedah 1 westafel. Handrub terdapat 7 di ruang Interna dan terdapat 5 handrub di ruang Bedah. Berdasarkan data tersebut maka peneliti tertarik untuk mengetahui “Faktor yang berhubungan dengan kepatuhan perawat dalam melakukan 6 langkah cuci tangan di ruang Bedah dan Interna RSUD Labuang Baji Makassar”.

 

 

METODE PENELITIAN

Desain yang digunakan dalam penelitian ini adalah analitik observasional menggunakan pendekatan kuantitatif dengan metode cross sectional study. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April-Agustus 2019. Sampel pada penelitian ini adalah perawat yang bekerja di ruang Bedah dan Interna RSUD Labuang Baji Makassar. Teknik pengambilan sampel yang digunakan adalah Total Sampling. Instrumen dalam penelitian ini berupa kuesioner yang akan diberikan kepada perawat dengan menggunakan lembar kuesioner dan observasi dalam bentuk pernyataan. Variabel-variabel tersebut dianalisis dengan menggunakan uji uji chi square, apabila p=value yang diperoleh lebih kecil dibandingkan dengan p<a = 0,05, maka Ho ditolak. Apabila p=value yang diperoleh lebih besar dibandingkan dengan p>a = 0,05, maka Ho gagal ditolak atau Ha diterima.

 

HASIL DAN PEMBAHASAN

1.         Karakteristik responden

a.       Umur

Tabel.1

Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Umur di RSUD Leuwi Liang Kabupaten Bogor Barat

Umur

n

%

17-25

4

9,8

26-35

11

26,1

36-45

23

56,1

46-55

3

7,3

Total

41

100,0

Berdasarkan tabel.1 dapat diketahui bahwa sebagian besar responden berusia 36-45 tahun (dewasa akhir) yaitu sebesar 56,1% dan sebagian kecil responden berusia 46-55 tahun (lansia awal) yaitu sebesar 7,3%.

b.       Jenis kelamin

Tabel.2

Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin di RSUD Leuwi Liang Kabupaten Bogor Barat

Jenis Kelamin

n

%

Laki-Laki

2

4,9

Perempuan

39

95,1

Total

41

100,0

Berdasarkan tabel .2 dapat diketahui bahwa sebagian besar responden berjenis kelamin perempuan yaitu sebesar 95,1%.

c.       Pendidikan terakhir

Tabel.3

Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Pendidikan Terakhir di RSUD Leuwi Liang Kabupaten Bogor Barat

Pendidikan terakhir

n

%

D3

9

22,0

S1

20

48,8

Ners

12

29,3

Total

41

100,0

Berdasarkan tabel.3 dapat diketahui bahwa sebagian besar tingkat pendidikan terakhir responden lulusan S1 yaitu sebesar 48,8% dan sebagian kecil lulusan D3 yaitu sebesar 22,0%.

d.       Lama kerja

Tabel.4

Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Lama Kerja di RSUD Leuwi Liang Kabupaten Bogor Barat

Lama kerja

n

%

Baru

11

26,8

Lama

30

73,2

Total

41

100,0

Berdasarkan tabel 5.4 dapat diketahui bahwa sebagian besar responden lama kerjanya yaitu terbilang lama lebih dari 5 tahun mencapai 73,2% dan yang baru sebanyak 26,8%.

e.       Pernah mengikuti latihan PPI (pencegahan dan pengendalian infeksi)

Tabel.5

Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Pernah Mengikuti Pelatihan PPI di RSUD Leuwi Liang Kabupaten Bogor Barat

Pernah mengikuti pelatihan PPI

n

%

Ya 

16

39,0

Tidak

25

61,0

Total

41

100,0

Berdasarkan tabel .5 dapat diketahui bahwa sebagian besar responden tidak pernah mengikuti pelatihan PPI yaitu sebesar 61,0% dan sebagian kecil responden pernah mengikuti pelatihan PPI yaitu sebesar 39,0%.

 

2.         Analisis univariat

a.       Motivasi

Tabel.6

Distribusi Frekuensi Berdasarkan Motivasi Responden dalam Melakukan 6 Langkah Cuci Tangandi RSUD Leuwi Liang Kabupaten Bogor Barat

Motivasi

n

%

Termotivasi

37

90,2

Kurang termotivasi

4

9,8

Total

41

100,0

Berdasarkan tabel.6 dapat diketahui bahwa sebagian besar responden termotivasi dalam melakukan 6 langkah cuci tangan yaitu sebesar 90,2% dan sebagian kecil kurang termotivasi yaitu sebesar 9,8%.

b.       Fasilitas

Tabel.7

Distribusi Frekuensi Berdasarkan Fasilitas Responden dalam Melakukan 6 Langkah Cuci Tangandi RSUD Leuwi Liang Kabupaten Bogor Barat

Fasilitas

n

%

Tersedia

27

65,9

Tidak tersedia

14

34,1

Total

41

100,0

Berdasarkan tabel .7 dapat diketahui bahwa sebagian besar responden Fasilitas tersedia dalam melakukan 6 langkah cuci tangan yaitu sebesar 65,9% dan sebagian kecil fasilitas tidak tersedia yaitu sebesar 34,1%.

c.       Supervisi kepala ruangan

Tabel.8

Distribusi Frekuensi Supervisi Kepala Ruangan Responden dalam Melakukan 6 Langkah Cuci Tangandi RSUD Leuwi Liang Kabupaten Bogor Barat

Supervisi kepala ruangan

n

%

Dilakukan

32

78,0

Tidak dilakukan

9

22,0

Total

41

100,0

Berdasarkan tabel .8 dapat diketahui bahwa sebagian besar responden Supervisi kepala ruangan dilakukan dalam melakukan 6 langkah cuci tangan yaitu sebesar 78,0% dan sebagian kecil Supervisi kepala ruangan tidak dilakukan yaitu sebesar 22,0%.

d.       Keptuhan

Tabel.9

Distribusi Frekuensi Kepatuhan Responden dalam Melakukan 6 Langkah Cuci Tangandi RSUD Leuwi Liang Kabupaten Bogor Barat

Kepatuhan

n

%

Patuh

36

87,8

Kurang patuh

5

12,2

Total

41

100,0

Berdasarkan tabel 5.9 dapat diketahui bahwa sebagian besar responden patuh dalam melakukan 6 langkah cuci tangan yaitu sebesar 87,8% dan sebagian kecil kurang patuh yaitu sebesar 12,2%.

 

3.         Analisis bivariat

a.       Hubungan motivasi dengan kepatuhan perawat dalam melakukan 6 langkah cuci tangan

Tabel.10

Hubungan Motivasi Dengan Kepatuhan Perawat Dalam Melakukan 6 Langkah Cuci Tangan di RSUD Leuwi Liang Kabupaten Bogor Barat

 

Kepatuhan

 

Motivasi

Patuh

Kurang patuh

total

ρ-Value

 

n

%

n

%

n

%

 

Termotivasi

35

94,6

2

5,4

37

100

 

Kurang termotivasi

1

25,0

3

75,0

4

100

0,004

Total

36

87,8

5

12,5

41

100

 

Berdasarkan tabel .10 diketahui bahwa proporsi responden yang motivasinya termotivasi cenderung patuh dalam melakukan 6 langkah cuci tangan yaitu sebesar 94,6% lebih kecil jika dibandingkan dengan responden yang motivasinya kurang termotivasi yaitu sebesar 25,0%. Hasil uji statistik (chi square) didapatkan nilai ρ=Value sebesar 0,04< ɑ = 0,05 yang artinya ada hubungan yang bermakna antara motivasi dengan kepatuhan perawat dalam melakukan 6 langkah cucitangan.

b.       Hubungan antara fasilitas dengan kepatuhan perawat dalam melakukan 6 langkah cuci tangan

Tabel.11

Hubungan Antara Fasilitas Dengan Kepatuhan Perawat Dalam Melakukan 6 Langkah Cuci Tangan di RSUD Leuwi Liang Kabupaten Bogor Barat

 

Kepatuhan

 

Fasilitas

Patuh

Kurang patuh

total

ρ-Value

 

n

%

n

%

n

%

 

Tersedia

24

88,9

3

11,1

27

100

 

Tidak tersedia  

12

85,7

2

14,3

14

100

0,564

Total

36

87,8

5

12,5

41

100

 

Berdasarkan Tabel .11 diketahui bahwa fasilitas yang tersedia cenderung responden patuh dalam melakukan 6 langkah cuci tangan yaitu sebesar 88,9% lebih kecil jika dibandingkan dengan fasilitas yang tidak tersedia yaitu sebesar 85,7%. Hasil uji statistik (chi square) didapatkan nilai ρ=Value sebesar 0,564 ≤ ɑ = 0,05 yang artinya tidak ada hubungan yang bermakna antara fasilitas dengan kepatuhan perawat dalam melakukan 6 langkah cuci tangan.

c.       Hubungan supervisi kepala ruangan dengan kepatuhan perawat dalam melakukan 6 langkah cuci tangan

Tabel.12

Hubungan Antara Supervisi Kepala Ruangan Dengan Kepatuhan Perawat Dalam Melakukan 6 Langkah Cuci Tangan di RSUD Leuwi Liang Kabupaten Bogor Barat

Supervisi kepala

Kepatuhan

 

Ruangan

Patuh

Kurang patuh

total

ρ-Value

 

n

%

n

%

n

%

 

Dilakukan  

29

90,6

3

9,4

32

100

 

Tidak dilakukan   

7

77,8

2

22,2

9

100

0,229

Total

36

87,8

5

12,5

41

100

 

Berdasarkan tabel .12 diketahui bahwa proporsi responden yang supervisi kepala ruangan dilakukan cenderung patuh dalam melakukan 6 langkah cuci tangan yaitu sebesar 90,6% lebih kecil jika dibandingkan dengan responden yang supurvisi kepala ruangan tidak dilakukan yaitu sebesar 77,8%. Hasil uji statistik (chi square) didapatkan nilai ρ=value sebesar 0,299> ɑ = 0,05 yang artinya tidak ada hubungan yang bermakna antara supervisi kepala ruangan dengan kepatuhan perawat dalam melakukan 6 langkah cuci tangan.

PEMBAHASAN

 

1.              Hubungan antara motivasi dengan kepatuhan perawat dalam melakukan 6 langkah cuci tangan di RSUD Leuwi Liang Kabupaten Bogor Barat

Motivasi dalam penelitian ini terbagi atas 2 kriteria yaitu termotivasi dan kurang termotivasi. Hasil penelitian dari seluruh sampel perawat yang diteliti yaitu sebanyak 41 perawat RSUD Leuwi  Liang Kabupaten Bogor Barat didapatkan bahwa yang termotivasi yaitu sebanyak 94,6% dan masih terdapat 5,4% perawat yang termotivasi namun kurang patuh. Hal ini disebabkan oleh usia perawat yang masih masuk dalam usia remaja akhir dan tingkat pendidikan perawat yang hanya D3. Motivasi  seseorang berkaitan dengan kebutuhan meliputi tempat dan suasana lingkungan kerja sehingga perawat yang bekerja mengalami penurunan motivasi yang mengakibatkan hasil kerja yang tidak memuaskan dan mengakibatkan tindakan perawat menurun. Beberapa hal ini lah yang membuat perawat masih kurang patuh dalam melakukan 6 langkah cuci tangan.

Kemudian perawat yang masuk kategori kurang termotivasi namun memiliki kepatuhan sebanyak 25,0% hal ini dikarenakan lama kerja yang masih tergolong baru merupakan salah satu alasan yang meningkatkan kepatuhan perawat. Perawat yang lama kerja dikategorikan baru ini telah merasa cukup sesuai lama kerja yang dijalani. Adapun saat pengisian kuesioner perawat mengatakan keputusan 6 langkah cuci tangan yang dilakukan adalah kewenangan pribadi masing-masing perawat. Jadi patuh dengan tidak nya seseorang tergantung dari diri sendri.

Asumsi penelitian bahwa semakin termotivasi seseorang melakukan 6 langkah cuci tangan maka semakin tinggi pula tingkat kepatuhannya, pada dasarnya patuh merupakan salah satu cara seseorang dalam melakukan 6 langkah cuci tangan untuk memenuhi motivasi yang diinginkan. Motivasi yang dimiliki oleh perawat maka akan meningkatkan kepatuhan perawat dalam melakukan 6 langkah cuci tangan. Salah satu cara untuk meningkatkan kepatuhan perawat adalah dengan memberikan reward bagi perawat yang melaksanakan kepatuhan perawat dalam melakukan 6 langkah cuci tangan dengan baik dan punishment bagi yang tidak melakukan 6langkah cuci tangan dengan baik dan benar.

Motivasi merupakan ciri proses spisikolog yang dapat menjelaskan perilaku seseorang berkaitan dengan kepatuhan, kewajiban dan juga kesadaran diri sendiri tanpa ada paksaan dari orang lain. Berdasarkan hasil penelitian diperoleh nilai ρ=0,04. Dari hasil penelitian tersebut  membuktikan bahwa ada hubungan yang bermakna antara motivasi dengan kepatuhan perawat dalam melakukan 6 langkah cuci tangan di RSUD Labuang Baji Makassar.

Penelitian ini sejalan dengan penelitian (Hutahaean, Anggraini, & Nababan, 2019) yang mengatakan adanya hubungan motivasi dengan kepatuhan perawat dalam Pencegahan dan Pengendalian Infeksi. Hal ini diperkuat dalam (Jama, 2020) yang menyatakan dalam penelitiannya ada hubungan motivasi dengan kepatuhan perawat dalam praktik hand hygiene DI IGD, ICU DAN IBS RSUD Ade Muhammad Djoen Sintang menunjukkan bahwa ada hubungan yang bermakna antara motivasi dengan kepatuhan perawat dalam melakukan hand hygiene dibuktikan dengan nilai hasil uji statistik didapatkan nilai ρ-value 0,07. Nilai PR 1,890 dengan nilai 95% CI, artinya proporsi responden yang motivasinya rendah cenderung untuk tidak patuh dalam melakukan hand hygiene 1,890 atau 2 kali lipat lebih besar dibandingkan dengan proporsi responden yang motivasinya tinggi. Hasil ini diperkuat dari hasil analisis sebagian besar motivasi perawat rendah dalam melakukan hand hygiene yaitu sebesar 72,1%. Hasil jawaban beberapa item kuisioner yang diisi responden pada kuisioner diketahui 94,1% responden mengisi tidak adanya poster tentang hand hygiene membuat responden sering lalai melaksanakan tahapan hand hygiene.

Dari hasil observasi sebagian besar responden memiliki kepatuhan yang tidak patuh dalam melakukan hand hygiene yaitu sebesar 69,1%. Ketidakpatuhan perawat yang tertinggi adalah tidak melakukan hand hygiene saat tiba di ruangan jaga. Perawat merasa saat tiba diruangan tangan sudah dalam keadan bersih, Selain itu juga tidak ada reward yang diberikan kepada perawat jika melaksanakan kepatuhan hand hygiene dengan baik dan tidak ada punishment bagi yang tidak melakukan hand hygiene dengan baik.

Teori (Samsudin dalam Andriyani) Motivasi merupakan proses mempengaruhi atau mendorong dari luar terhadap seseorang atau kelompok kerja agar mereka mau melaksanakan sesuatu yang telah ditetapkan. Sedangkan menurut Liang Gie dalam Samsudin menyatakan bahwa motivasi adalah pekerjaan yang dilakukan oleh manajer dalam memberikan inspirasi, semangat dan dorongan kepada orang lain, dalam hal ini karyawannya, untuk mengambil tindakan-tindakan tertentu (Ningsih, 2019).

 

2.              Hubungan antara Fasilitas dengan kepatuhan perawat dalam melakukan 6 langkah cuci tangan di RSUD Leuwi Liang Kabupaten Bogor Barat

Fasilitas dalam penelitian ini terbagi atas 2 kriteria yaitu tersedia dan tidak tersedia. Hasilpenelitian dari seluruh sampel perawat yang diteliti yaitu sebanyak 41 perawat di RSUD Leuwi Liang  Kabupaten Bogor Barat didapatkan bahwa tersedia yaitu sebanyak 88,9% dan masih terdapat 11,1% fasilitasnya tersedia namun kurang patuh. Hal ini disebabkan oleh tingkat pendidikan terakhir yang hanya D3 dan kurangnya mengikuti pelatihan PPI (pencegahan dan pengendalian infeksi) diketahui sebagian besar responden tidak pernah mengikuti pelatihan, ini yang menyebabkan tingkat pengetahuanya berkurang tentang pentingnya 6 langkah cuci tangan.

Perawat yang masuk kategori fasilitas tidak tersedia namun patuh 85,7% dan masih terdapat kurang patuh 14,3% hal ini dikarnakan lama kerja perawat cenderung patuh walaupun fasilitas tidak tersedia perawat hanya mengunakan handrub. Ketersediaan fasilitas diperlukan untuk mendukung terjadinya perilaku patuh. Berdasarkan observasi yang dilakukan peneliti ketersediaan fasilitas seperti westafel masih banyak yang tidak berfungsi namun dalam penelitian ini tidak ada hubungan signifikan. Walaupun dalam penelitian ini tidak ada hubungan, maka ketersediaan fasilitas juga dapat mempengaruhi kepatuhan dalam malakukan 6 langkah cuci tangan. Oleh sebab itu diharapkan rumah sakit untuk lebih memfasilitasi cuci tangan seperti westafel yang tidak berfungsi untuk diperbaiki dan juga lebih meningkatkan pemeliharaan fasilitas sehingga perawat lebih patuh.

Asumsi penelitian bahwa ketersediaan sarana dan prasarana merupakan salah satu faktor yang mendukung individu untuk bekerja. Fasiltas yang tersedia dimasing-masing ruangan seperti alkohol handrub, sabun antimikroba, tissue atau handuk sangat memengaruhi tingkat kepatuhan perawat dalam melakukan 6 langkah cuci tangan. Fasilitas yang baik akan mempengaruhi minat perawat untuk melakukan 6 langkah cuci tangan sehingga perawat sadar dan peduli akan kesehatanya. Berdasarkan hasil penelitian analisa statistik dengan menggunakan uji chi square diperoleh nilai ρ=0,564 dimana nilai ρ lebih besar dari α=0,05 maka hasil penelitian tersebut membuktikan bahwa tidak ada hubungan antara fasilitas dengan kepatuhan perawat dalam melakukan 6 langkah cuci tangan.

Dalam penyempurnaan pelaksanaan 6 langkah cuci tangan pendekatan multimodal harus dilakukan untuk melengkapi keterbatasan fasilitas lagi guna meningkatkan kepatuhan yaitu kebiasaan dari setiap individu dan suasana dari institusi. Penelitian ini sejalan dengan penelitian (IVAN AGUS YANTO, 2018) yang menyatakan dalam penelitiannya tidak ada hubungan fasilitas dengan kepatuhan perawat dalam praktik hand hygiene RSUD gunungsitoli. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak ada hubungan yang bermakna antara Fasilitas dengan kepatuhan perawat dalam melakukan hand hygiene dibuktikan dengan nilai uji statistik (chi square) ρ=value 0,663 Fasilitas yang baik cenderung untuk responden tidak patuh dalam melakukan hand hygiene (82,9%) dan yang kurang mencapai 17,1%. Penelitian ini juga sejalan dengan hasil penelitian (Agustanti & Rokhanawati, 2017) di ruang Bougenvile RSUD Dr. Soedirman Kebumen Tahun 2017 menunujukkan tidak ada hubungan antara fasilitas dengan kepatuhan hand hygiene 5 moment dengan nilai ρ=value 0,27%.

Hasil penelitian ini berbanding terbalik dengan penelitian yang dilakukan oleh (Jama, 2020) hasil penelitian menunjukkan bahwa ada hubungan yang bermakna antara ketersediaan Fasilitas dengan kepatuhan perawat dalam melakukan hand hygiene dibuktikan dengan nilai uji statistik p=value 0,010. Nilai PR 2,019 dengan nilai 95% CI, proporsi fasilitas yang ada cenderung untuk responden dalam melakukan hand hygiene 2,019 atau 2 kali lipat lebih besar dibandingkan dengan proporsi fasilitsas yang tidak ada.

Hasil dari fasilitas yang disediakan meliputi masing-masing ruangan yang dilengkapi dengan sabun antimikroba dan kertas tissue dan alcohol hand rub. Namun tingkat kepatuhan melakukan 6 langkah cuci tangan masih rendah(Utomo, 2019). Hasil penelitian ini bertentangan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh pitted menyatakan bahwa salah satu kendala dalam ketidak patuhan terhadap 6 langkah cuci tangan adalah sulitnya mengakses tempat cuci tangan atau persediaan alat lainya yang di gunakan untuk melakukan 6 langka cuci tangan, kemudahan mengakses persediaan alat-alat untuk melakukan 6 langkah tangan, bak cuci tangan, sabun atau alcohol jell adalah sangat penting untuk membuat kepatuhan menjadi optimal sesuai standar (Damanik, 2012).

Didukung dengan teori Notoatmodjo bahwa fasilitas hand hygiene (sarana dan prasarana) adalah segala sesuatu yang dapat digunakan untuk mencegah terjadinya penularan infeksi. Didukung oleh WHO bahwa untuk meningkatkan kepatuhan dalam melakukan hand hygiene diperlukan multidimensi strategi. Pendekatan tersebut meliputi perubahan sistem dengan menyediakan hand rub berbasis alkohol selain wastafel dan sabun antiseptik di setiap titik perawatan (Notoatmodjo, 2005).

 

3.         Hubungan antara supervisi kepala ruangan dengan kepatuhan perawat dalam melakukan 6 langkah cuci tangan di RSUD Leuwi Liang Kabupaten Bogor Barat

Supervisi kepala ruangan dalam penelitian ini terbagi atas 2 kriteria yaitu dilakukan dan tidak dilakukan. Hasil penelitian dari seluruh sampel perawat yang diteliti yaitu sebanyak 41perawat di  RSUD Lewi Liang Kabupaten Bogor Barat didapatkan bahwa yang dilakukan sebanyak 90,6% dan masih terdapat 77,8% perawat yang tidak dilakukan namun patuh. Hal ini disebabkan tingkat pendidikan diketahui sebagian besar lulusan Ners maka tingkat pengetahuanya tinggi dan paham akan 6 langkah cuci tangan. Adapun supervisi kepala ruangan yang dilakukan namun kurang patuhnya tinggi hal ini dikarnakan pihak kepala ruangan tidak melakukan pengawasan langsung dalam melaksanakan kebersihan tangan perawat, dan rumah sakit tidak memberikan sanksi bagi perawat yang tidak melaksanakan kebersihan tangan. Seseorang akan patuh bila pengawasan menegur maka perilaku akan ditinggalkan, ketika pengawasan itu sudah mulai menurun maka kepatuhan perawat menurun pula. Beberapa dari kuesioner hanya lulusan D3 3 perawat hal ini menyebabkan pengetahuan kurang tentang 6 langkah cuci tangan.

Asumsi penelitian bahwa supervisi kepala ruangan hendaknya selalu memberikan informasi secara terus menerus tentang 6 langkah cuci tangan kepada bawahannya sedangkan supervisi yang kurang dilakukan memiliki tingkat kepatuhan yang tinggi pula karena sebagian besar responden paham akan 6 langkah cuci tangan tanpa adanya arahan dari supervisi. Supervisi sebaiknya  dilakukan dengan metode pendekatan pengamatan, karena pengamatan langsung sering menimbulkan berbagai dampak negatif, misalnya rasa takut dan tidak senang.

Supervisi kepala ruangan merupakan salah satu proses atau sebagian dari fungsi pengawasan dan pengendalian. Supervisi sebagai suatu proses kemudahan sumber yang yang diperlukan untuk menyelesaikan suatu tugas yang berkaitan dengan perencanaan kegiatan dan informasi dari kepemimpinan dan mengevaluasi setiap kinerja perawat. Berdasarkan hasil penelitian analisa statistik dengan menggunakan uji chi square diperoleh nilai ρ= 0,229. Dari hasil penelitian tersebut membuktikan bahwa tidak ada hubungan yang bermakna antara supervisi kepala ruangan dengan kepatuhan perawat dalam melakukan 6 langkah cuci tangan di RSUD Leuwi Liang Kabupaten Bogor Barat.

Penelitian ini juga sejalan dengan hasil penelitian (Hutahaean et al., 2019) yang menjelaskan bahwa peran dan fungsi kepala ruangan berpengaruh terhadap kepatuhan perawat dalam pencegahan dan pengendalian infeksi. Hal ini diperkuat dalam penelitian Arifianto di ruang Bougenvile RSUD Dr. Soedirman Kebumen Tahun 2017 menunjukkan ada hubungan antara supervisi kepala ruangan dengan kepatuhan hand shygiene 5 moment dengan nilai p=value 0,843 (Kustriyani, Aini, & Arifianto, 2019). Sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Tahir menunjukan bahwa ada hubungan yang bermakna antara supervisi dengan kepatuhan perawat dalam melaksanakan hand hygiene di Rumah Sakit Universitas Hasanuddin Tahun 2016 dengan nilai p-value 0,87 (Lubis, Sugiyono, & Dewi, 2023). Penelitian ini juga didukung oleh penelitian Fina di ruangan rawat inap RSUD dr. Rasidin Padang Tahun 2015 terdapat hubungan yang bermakna antara supervisi dengan kepatuhan perawat pelaksana melaksanakan hand hygiene dengan nilai p=value 0,38 (Widyanto, 2021). Supervisi merupakan pemberi bantuan, bimbingan/pengajaran, dukungan pada perawat dalam melakukan hand hygiene sesuai kebijakan dan prosedur. Supervisi perlu dilakukan secara berkesinambungan yang pada akhirnya dapat meningkatkan pengetahuan dan kepatuhan perawat dalam melakukan hand hygiene.

Didukung dengan teori Suarli yang menyatakan bahwa supervisi yang dilakukan kepala ruangan harus dilakukan secara objektif yang bertujuan untuk pembinaan. Pelaksanaan supervisi bukan hanya untuk mengawasi apakah perawat melakukan hand hygiene dengan baik dan benar sesuai dengan kebijakan dan prosedur suervisi juga melakukan pengamatan secra langsung dan berkala untuk kemudian bila ditemukan masalah segera diberikan bantuan yang bersifat langsung (Widyanto, 2021) . Pendapat ini sejalan dengan Nursalam yang manyatakan bahwa dalam melakukan supervisi yang tepat, supervisor harus dapat kapan dan apa yang harus dilakukan supervisi (Nursalam, 2014).

 

 

 

 

KESIMPULAN

 

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan RSUD Leuwi Liang Bogor Barat, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa : Ada hubungan antara motivasi dengan kepatuhan perawat dalam melakukan 6 langkah cuci tangan, Tidak ada hubungan antara fasilitas dengan kepatuhan perawat dalam melakukan 6 langkah cuci tangan, Tidak ada hubungan antara supervisi kepala ruangan dengan kepatuhan perawat dalam melakukan 6 langkah cuci tangan.

Penelitian ini menegaskan bahwa peran kepala ruangan berpengaruh signifikan terhadap kepatuhan perawat dalam menjalankan praktik pencegahan dan pengendalian infeksi, sesuai dengan penelitian sebelumnya. Temuan Hutahaean et al. (2019), Arifianto (2017), Tahir (2016), dan Fina (2015) semuanya menunjukkan adanya hubungan yang positif antara supervisi kepala ruangan dan kepatuhan perawat dalam menjalankan hand hygiene. Supervisi ini tidak hanya berfungsi sebagai pengawasan, tetapi juga sebagai bentuk bantuan, bimbingan, dan dukungan untuk perawat dalam mematuhi kebijakan dan prosedur yang ada. Teori Suarli dan pendapat Nursalam juga menekankan pentingnya supervisi yang objektif dan berkesinambungan dalam membina kinerja perawat. Dengan demikian, supervisi yang tepat dapat meningkatkan pengetahuan dan kepatuhan perawat dalam menjalankan hand hygiene, sesuai dengan standar yang ditetapkan

 

BIBLIOGRAFI

Agustanti, Nastiti, & Rokhanawati, Dewi. (2017). Faktor-faktor yang mempengaruhi kepatuhan hand hygiene 5 moment pada bidan di ruang bersalin dan ruang bougenvil RSUD DR Soedirman Kebumen. Universitas’ Aisyiyah Yogyakarta.

Damanik, Sri Melfa. (2012). Kepatuhan Hand Hygiene di Rumah Sakit Immanuel Bandung. Students E-Journal, 1(1), 29.

Hidayah, Nur, & Ramadhani, Nur Fadhliyah. (2019). Kepatuhan Tenaga Kesehatan Terhadap Implementasi Hand Hygiene Di Rumah Sakit Umum Daerah Haji Kota Makassar. Jurnal Manajemen Kesehatan Yayasan RS. Dr. Soetomo, 5(2), 182–193.

Hutahaean, Serri, Anggraini, Nourmayansa Vidya, & Nababan, Dosmaida. (2019). Analysis of Factors Related to the Head of the Nurses in the Implementation of Prevention and Control of Infections in the Hospital. JMMR (Jurnal Medicoeticolegal Dan Manajemen Rumah Sakit), 8(3), 158–162.

IVAN AGUS YANTO, G. E. A. (2018). ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI KEPATUHAN PERAWAT DALAM PENERAPAN HAND HYGIENE DI INSTALASI RAWAT INAP RSUD GUNUNGSITOLI KABUPATEN NIAS TAHUN 2018. INSTITUT KESEHATAN HELVETIA.

Jama, Fatma. (2020). Faktor Yang Berhubungan Dengan Kepatuhan Perawat Dalam Melakukan 6 Langkah Cuci Tangan. Jurnal Keperawatan Widya Gantari Indonesia, 4(2), 96–109.

Kustriyani, Menik, Aini, Dwi Nur, & Arifianto, Arifianto. (2019). Hubungan Supervisi Kepala Ruang Dengan Pelaksanaan Identifikasi Pasien Secara Benar Di Ruang Rawat Inap Rumah Sakit. Prosiding Seminar Nasional Widya Husada.

Lubis, Vebry Haryati, Sugiyono, Sugiyono, & Dewi, Rosmala. (2023). Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Kepatuhan Perawat Dalam Melakukan Hand Hygiene Di Ruangan Rawat Inap, Rawat Jalan Dan UGD Rumah Sakit Mitra Husada Tangerang. Jurnal Kesehatan STIKes IMC Bintaro, 6(1), 65–75.

Ningsih, Dhurotul Elisa Sulistia. (2019). Pengaruh Kompensasi Terhadap Motivasi Karyawan Bank Muamalat Indonesia Cabang Kediri. IAIN Kediri.

Notoatmodjo, Soekidjo. (2005). Metodologi penelitian kesehatan.

Nursalam, Dr. (2014). Manajemen Keperawatan" Aplikasi dalam Praktik Keperawatan Profesional. Salemba Medika.

Ratnawati, Latifah, & Sianturi, Sondang Ratnauli. (2018). Faktor–Faktor Yang Berhubungan Dengan Kepatuhan Perawat Dalam Menerapkan Hand Hygiene. Jurnal Ilmu Keperawatan Dan Kebidanan, 9(2), 148–154.

Utomo, Budi. (2019). HUBUNGAN LINGKUNGAN KERJA PERAWAT DENGAN KEPATUHAN HAND HYGIENE SEBELUM TINDAKAN INJEKSI IV LINE DI RUANG ICU/ICCU RSUD DR SOEGIRI LAMONGAN. Surya, 11(01), 34–42.

Widyanto, Rio. (2021). FAKTOR–FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEPATUHAN MASYARAKAT DALAM PENERAPAN KEBIJAKAN SOSIAL DAN PHYSICAL DISTANCING DI KECAMATAN LOKSADO KABUPATEN HULU SUNGAI SELATAN TAHUN 2020. Rio Widyanto.

Zingg, Walter, Huttner, Benedikt D., Sax, Hugo, & Pittet, Didier. (2014). Assessing the burden of healthcare-associated infections through prevalence studies: what is the best method? 1. Infection Control & Hospital Epidemiology, 35(6), 674–684.