PEREMPUAN USIA 58 TAHUN DENGAN PRESENTASI NON ST SEGMENT ELEVATION MYOCARDIAL INFARCTION, CONGESTIF HEART FAILURE, CORONARY
ARTERY DISEASE, SYOK KARDIOGENIK, ATRIAL FIBRILASI SVR, ACUTE KIDNEY INJURY DENGAN HBSAG (+)
Benly Levi Andreas Sibarani
Universitas Bengkulu,
Indonesia
benlylevi07@gmail.com
Keywords |
Abstract |
NSTEMI (Non-ST Segment Elevation Myocardial Infarction), Congestive
Heart Failure (CHF), Cardiogenic Shock, Acute Kidney Injury (AKI), Permanent
Pacemaker (PPM). |
A 58-year-old
woman experienced worsening shortness of breath for 4 days before hospital
admission, particularly at night while resting, accompanied by cough,
dizziness, cold sweats, nausea, vomiting, and chest pain radiating to the
left arm. The shortness of breath occurred suddenly, lasting 2-3 times daily
for 20-30 minutes. Her condition worsened a day before referral, with severe
shortness of breath and stabbing chest pain. Examination showed apathetic
consciousness, jugular vein distension, heart enlargement, cold extremities,
edema, elevated urea, creatinine, HS Troponin, reactive HBsAg, cardiomegaly,
NSTEMI, and atrial fibrillation. The patient was treated in the ICCU with
pharmacological therapy, PPM placement, and showed significant improvement
after one week, along with education on her condition and management. |
Kata Kunci |
Abstrak |
NSTEMI (Non-ST Segment Elevation
Myocardial Infarction), Gagal jantung kongestif (CHF), Syok kardiogenik, Acute
Kidney Injury (AKI), PPM (pacemaker permanen) |
Seorang
perempuan, 58 tahun, mengalami sesak yang semakin berat sejak 4 hari sebelum
masuk rumah sakit, terutama di malam hari saat istirahat, disertai batuk,
pusing, keringat dingin, mual, muntah, dan nyeri dada menjalar ke lengan
kiri. Sesak muncul tiba-tiba dan berlangsung 2-3 kali sehari selama 20-30
menit. Kondisinya memburuk satu hari sebelum dirujuk, dengan sesak berat dan
nyeri dada menusuk. Pemeriksaan menunjukkan kesadaran apatis, distensi vena
jugularis, pembesaran jantung, akral dingin, edema, peningkatan ureum,
kreatinin, HS Troponin, HBsAg reaktif, kardiomegali, NSTEMI, dan fibrilasi
atrium. Pasien dirawat di ICCU dengan terapi farmakologi, pemasangan PPM, dan
menunjukkan perbaikan signifikan selama 1 minggu, serta diberikan edukasi
terkait penyakit dan pengelolaannya. |
Corresponding Author: Benly Levi
Andreas Sibarani
benlylevi07@gmail.com
PENDAHULUAN
Penyakit kardiovaskular adalah penyebab utama kematian
secara global. Diperkirakan 17,9 juta orang meninggal karena penyakit
kardiovaskular pada 2019, mewakili 32% dari semua kematian global. Dari
kematian tersebut, 85% disebabkan oleh serangan jantung dan stroke. Lebih dari
tiga perempat kematian akibat penyakit kardiovaskular terjadi di negara-negara
berpenghasilan rendah dan menengah. Dari 17 juta kematian dini (di bawah usia
70) karena penyakit tidak menular pada tahun 2019, 38% disebabkan oleh penyakit
kardiovaskular.1
Penyakit jantung koroner adalah suatu kondisi di mana
pasokan darah dan oksigen yang tidak memadai ke miokardium. Hal ini terjadi
karena hasil dari oklusi arteri koroner dan menghasilkan ketidaksesuaian
permintaan pasokan oksigen yang biasanya melibatkan pembentukan plak di lumen
arteri koroner sehingga dapat menghambat aliran darah.2 Ciri patofisiologi
penyakit jantung koroner adalah perkembangan plak aterosklerotik. Beberapa plak
dapat pecah dan menyebabkan paparan faktor jaringan, yang berujung pada
trombosis. Trombosis ini dapat menyebabkan oklusi lumen subtotal atau total dan
dapat mengakibatkan perkembangan sindrom koroner akut (ACS) dalam bentuk Angina
tidak stabil, NSTEMI, atau STEMI.3
Gagal jantung adalah sindrom klinis kompleks yang
dihasilkan dari gangguan fungsional atau struktural jantung yang mengganggu
pengisian ventrikel atau ejeksi darah ke sirkulasi sistemik. Gagal jantung
menjadi gangguan yang sangat umum di seluruh dunia dengan angka morbiditas dan
mortalitas tinggi, memiliki perkiraan prevalensi 26 juta orang di seluruh dunia
dan berkontribusi terhadap peningkatan biaya perawatan kesehatan di seluruh
dunia.4 Gagal jantung kongestif disebabkan oleh kelainan struktur jantung,
kelainan fungsional, dan faktor pencetus lainnya. Secara historis, sebagian
besar kasus disebabkan oleh penyakit jantung koroner dan infark miokard.
Penyebab struktural lain dari gagal jantung kongestif termasuk hipertensi, penyakit
katup jantung, aritmia yang tidak terkontrol, miokarditis, dan penyakit jantung
bawaan.5
Syok kardiogenik adalah keadaan rendahnya curah
jantung yang dapat mengancam jiwa akibat hipoperfusi organ akhir dan hipoksia.6
Sekitar 40.000-50.000 pasien syok kardiogenik per tahun dirawat di Amerika
Serikat dan sekitar 60.000-70.000 dirawat di Eropa.7 Kejadian infark miokard
akut (IMA) dengan disfungsi ventrikel kiri merupakan penyebab syok kardiogenik
yang paling sering.8 Hampir 80% IMA mengalami komplikasi syok kardiogenik
dengan tingkat kematian 40- 50%.9 Syok kardiogenik merupakan akibat dari
kerusakan jantung berat.10 Inotropik dan vasopresor memiliki peranan penting
dalam mendukung kondisi hemodinamik pada syok kardiogenik, penelitian terkini
telah merekomendasikan penggunaan vasokonstriktor sebagai pilihan farmakologis
lini pertama untuk kasus syok kardiogenik. Inotropik dan vasopresor digunakan
pada sekitar 90% pasien dengan syok kardiogenik.11
Acute kidney injury (AKI) merupakan suatu sindrom yang
ditandai dengan gangguan fungsi ginjal dalam mengatur komposisi cairan dan
elektrolit tubuh, serta pengeluaran produk sisa metabolisme, yang terjadi
tiba-tiba dan cepat.12 Definisi AKI didasarkan kadar serum kreatinin (Cr) dan
produksi urin (urine output/ UO). Pada tahun 2004, acute dialysis quality
initiative (ADQI) mengganti istilah acute renal failure (ARF) menjadi acute
kidney injury (AKI) dan menghadirkan kriteria RIFLE yang terdiri dari 3
kriteria akut berdasarkan peningkatan kadar serum Cr dan UO (Risiko/Risk,
Cedera/ Injury, Gagal/Failure) dan 2 kategori lain menggambarkan prognosis
gangguan ginjal.13 Acute kidney injury (AKI) merupakan komplikasi serius yang
sering terjadi pada pasien penyakit kritis.
DESKRIPSI KASUS
1. Indentitas Pasien
Nama :
Ny. A
Jenis kelamin :
Perempuan
Usia :
58 tahun
Alamat :
Perempuan
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Agama :
Islam
MRS :
04-09-2022
RM :
7716XX
2.
Ilustrasi Kasus
a. Keluhan
utama:
Pasien datang dengan keluhan utama sesak memberat sejak 4 hari SMRS
b. Riwayat Penyakit Sekarang
Sekitar 1
tahun sebelum masuk rumah sakit pasien mengeluhkan nafas terasa sesak
yang berlangsung
selama 15-20 menit. Sesak dirasakan dibagian dada yang timbul secara tiba-tiba. Pasien merasa
sesak timbul secara
tiba-tiba dan bertambah berat jika beraktivitas ringan
seperti naik tangga/
atau berjalan kaki, saat cemas dan kelelahan. Pasien mengaku
sesak yang timbul disertai
rasa nyeri. Awalnya nyeri dirasakan pada ulu hati kemudian nyeri menjadi lebih sering
dirasakan di dada sebelah kiri. Sesak disertai nyeri dirasakan seperti tertusuk-tusuk. Sesak
tidak dipengaruhi oleh cuaca maupun pajanan debu. Kemudian pasien didiagnosa mengalami penyakit jantung
namun jarang melakukan kontrol dalam pengobatannya dan menolak untuk dilakukan
PCI yang dianjurkan oleh dokter spesialis jantung.
4 bulan SMRS pasien mengeluhkan sesak yang berlangsung 20
menit dan pasien merasakan kelelahan saat sesak. Pasien mengeluhkan sesak
disertai jantung yang berdebar-debar. Sesak sering timbul pada malam dan pagi
hari. Pasien merasakan sesak timbul saat beristirahat maupun beraktivitas.
Sesak dirasakan sering di sertai rasa nyeri pada ulu hati disertai kepala
terasa pusing. Nyeri seperti tertekan benda berart sering terjadi menjalar ke
tangan kiri dan disertai rasa kebas dan kesemutan pada lengan kiri. Pasien merasa badan budah merasa lelah dan
jantung berdebar-debar. Pasien merasakan sesak dan nyeri pada dada berkurang
saat menggunakan oksigen dan mengkonsumsi obat yang diberikan dibawah lidah.
Sejak 4 hari SMRS pasien mengeluhkan sesak yang memberat
terutama dimalam hari saat pasien beristirahat, sesak dirasakan muncul
tiba-tiba saat pasien tertidur dan terkadang disertai batuk. Sesak juga muncul
tiba-tiba tanpa melakukan aktivitas ringan maupun merasa cemas. Pasien mengeluhkan
sesak disertai kepala terasa pusing, keringat dingin dan mual muntah. Pasien
juga mengeluhkan nyeri dada yang menjalar ke lengan kiri dan memperberat rasa
sesak sampai pasien merasa lemas. Keluhan sesak yang muncul 2-3 kali hari
dengan selama 20-30 menit menit. Lalu
pasien mendapatkan perawatan di RS lain dan keluhan berkurang.
1 hari sebelum masuk RSUD M.Yunus pasien mengeluhkan
sesak yang bertambah berat seperti ditimpa beban berat yang timbul saat
beristirahat dan mengeluhkan sesak saat pasien diposisikan duduk, sesak
berlanngsung > 20 menit dan rasa nyeri seperti ditusuk-tusuk pada dada kiri
yang menjalar ke lengan kiri, tidak menjalar ke rahang dan tidak tembus ke
punggung. Keluhan disertai kepala terasa pusing, keringat dingin dan mual
muntah. Kemudian pasien mengeluhkan lama kelamaan badan terasa lemas, pandangan
kabur dan gelap serta kesadaran menurun sehingga kurang dapat merespon orang
lain berbicara dengan baik. Lalu pasien di Rujuk ke RSMY untuk dilakukan early
PCI.
c. Riwayat Penyakit Dahulu:
1)
Pernah
mengalami keluhan yang sama ± 1
tahun yang lalu.
2) Pasien
memiliki riwayat hipertensi tidak terkontrol sejak kurang lebih 20 tahun yang lalu.
3) Riwayat DM disangkal
4) Riwayat Dislipidemia tidak diketahui
5) Riwayat maag sejak 20 tahun yang lalu
6) Riawayat penyakit ginjal
disangkal
7) Riwayat asam urat tinggi tidak
terkontrol
8) Riwayat penyempitan tulang
belakang dan rutin kontrol dengan dokter saraf
9) Riwayat sakit kuning dan
transfusi darah disangkal
d. Riwayat
Penyakit Keluarga
1)
Riwayat Keluhan Serupa
: disangkal
2)
Riwayat Hipertensi : disangkal
3)
Riwayat Penyakit
jantung : disangkal.
4)
Riwayat DM : disangkal
e. Riwayat
Kebiasaan
1) Pasien seorang ibu rumah tangga, hanya beraktivitas
ringan dirumah
2) Pasien sering mengkonsumsi makanan yang diolah dengan santan
dan berlemak.
3) Riwayat sering mengkonsumsi
makanan dan minuman mengandung gula disangkal
4) Riwayat merokok disangkal
5) Riwayat konsumsi alkohol dan soda disangkal.
3.
Pemeriksaan
Fisik
IGD tanggal 4-9-2022
a. Status
Present
1) Keadaan umum :
Tampak sakit sedang
2) Kesadaran :
Apatis (GCS : E3V4M5),
3) SPO2 :
100 % dengan nasal canul 3 lpm
4) Tekanan Darah :
83/66 mmHg
5) Nadi :
73 x/menit
6) Pernapasan :
26 x/menit
7) Suhu :
36,6 °C
8) BB :
62 kg
9) TB :
158 cm
10) BMI :
24,9 kg/m2
b. Status
generalis
1)
Kepala : normochepali, rambut
warna hitam keputihan, lurus
2) Mata :
konjungtiva palpebral
pucat (-/-), sklera ikterik (-/-),
pupil isokor, reflex cahaya (+)
3)
Hidung : simetris, napas cuping
hidung (-) sekret (-)
4)
Telinga : simetris, nyeri tekan
tragus (-), nyeri tekan mastoid (-), sekret (-).
5)
Mulut : Pucat (-), sianosis
(-),
6)
Leher : pembesaran KGB (-),
distensi vena leher (-), pemebesaran kelenjar tiroid (-), JVP 5 ± 3 cmH 2O
7)
Thorax :
Pulmo
I : Bentuk
dinding dada simetris kiri=kanan, pergerakan dada kanan dan kiri simetris saat
statis dan dinamis, penggunaan otot bantu napas (+).
P : stem fremitus
lapang dada sama kiri=kanan, ekspansi dinding dada simetris kiri=kanan, nyeri
tekan (-)
P : sonor pada
seluruh lapangan paru
A : vesikuler
(+/+), wheezing (-/-), rhonki (+/+)
Jantung
I :
Iktus kordis tidak terlihat
P :
Iktus kordis tidak teraba
P :
Batas jantung :
Batas atas
: ICS II linea parasternalis sinistra
Batas kanan :
ICS V linea parasternalis
dextra
Batas kiri
: ICS VI linea axilaris anterior sinistra
A :
BJ I-II normal (+), murmur (-), gallop (-)
8)
Abdomen
I :
Datar, simetris, ruam (-), scar (-), spider nevi (-), caput medusa
P :
BU (+) 19 x/menit
P :
Supel, nyeri tekan (+) di regio epigastric, hepar tidak teraba, lien tidak
teraba.
A :
Timpani
9) Ekstremitas
: akral dingin
4.
EKG IGD tanggal 4 september 2022
Interpretasi EKG
a. Irama : Atrial fibrilasi
b.
HR : 78 x/menit
c.
Axis : Normoaxis
d.
Gel P : normal
e. PR interval : 0.16 s
f. Kompleks QRS : 0.08 s
g. Gel Q patologis : -
h. Elevasi Segmen ST : -
i.
Depresi segmen ST : lead II,III dan aVF
j.
T inverted : sulit dinilai
k. RVH :
R/S di V1 < 1
l. LVH :
S di V1 : 15 mm, R di V5 : 15 mm
m.
Kesan : Atrial fibrilasi SVR dengan NSTEMI Inerior
5. Laboratorium
Pemeriksaan |
Hasil |
Nilai normal |
|
04-09-2022 |
|
Hematologi |
|
|
Hb |
14,0 |
13,3 - 16,2 gr/dl |
Hematokrit |
43 |
38,8 – 46,4 % |
Leukosit |
10.100 |
4.000-10.000 / uL |
Trombosit |
215.000 |
150.000 – 450.000 / uL |
Basofil |
- |
0-1 % |
Eosinofil |
- |
1-6% |
Batang |
- |
3-5% |
Segmen |
- |
35-70% |
Limfosit |
- |
20-45% |
Monosit |
- |
2-10% |
Kimia Darah |
|
|
GDS |
116 |
<160 mg/dl |
Profil Lipid |
|
|
Cholesterol Total |
- |
< 200 mg/dl |
LDL Cholesterol |
- |
< 60 mg/dl |
HDL Cholesterol |
- |
< 100 mg/dl |
Trigliserida |
- |
< 150 mg/dl |
Fungsi Ginjal |
|
|
Ureum |
66 |
20-40 mg/dl |
Creatinin CCT |
4.4 |
0,5-1,2 mg/dl |
Elektrolit |
|
|
Natrium |
124 |
135-145 mmol/L |
Kalium |
4,2 |
3.4-5.3 mmol/L |
Chlorida |
98 |
50-200 mmol/L |
Imuno Serologi |
|
|
HS Troponin |
301.6 |
<19 ng/mL (normal) 20-100 ng/ml (intermediate) >100ng/mL (MCI/AMI) |
Antigen Covid-19 |
Negatif |
Negatif |
Anti HBsAg |
Reaktif |
Non Reaktif |
6.
Radiologi
Hasil rontgen
Thoraks AP :
a. Foto
simetris dan inspirasi kurang
b. Trakea
masih ditengah
c. Cor
membesar ke lateral kiri dengan apeks tertanam di diafragma, pinggang jantung
normal
d. Sinus
dan diafragma normal
Pulmo
:
a. Hilus
normal
b. Corakan
bronkovaskular normal
c. Tidak tampak perbercakan di kedua lapang paru
d. Kranialisasi
(+)
KESAN
:
a. Pulmo tidak tampak kelainan
b. Kardiomegali
7.
Echocardiography (06/09/2022)
Interpretasi echo cardiography :
a.
Dimensi ruang jantung :
Dalam batas normal
b.
LVH :
(+) konsentrik
c. Kontraktilitas : RV baik,
LV menurun
d.
Analisa segmental :
Global hipokinetik
e.
K. aorta :
Dalam batas normal
f.
K. mitral :
Dalam batas normal
g.
K. Tricuspid :
Dalam batas normal
h.
K. pulmonal :
Dalam batas normal
i.
Doppler :
E/A AF AoVmax 1,3 m/s
Kesimpulan :
1)
Fungsi global sistolic LV menurun
2)
Fraksi ejeksi 44%
3)
Kontraktilitas RV baik
4)
Katup-katup dalam
batas normal
8.
Diagnosis Kerja
a.
Non ST-Elevated Myocardial Infraction (NSTEMI)
b.
Congestive heart failure (CHF)
c.
Coronary Artery Disease (CAD)
e. Atrial fibrilasi SVR
f.
Acute kidney injury
9.
Diagnosis
Banding
a.
Angina Pektoris
b.
Cor
Pulmonal
c.
Diseksi Aorta
d.
Perikarditis
e.
Nyeri Angina atipikal
pada kardiomiopati
f.
PPOK
g.
Pneumonia
10. Tatalaksana
a.
Oksigen
3 lpm, nasal
canule
b.
IVFD
NaCl 0,9%
100cc/jam
c.
Anbacim 3x1gr
d.
Prosogan 1x15 mg p.o
e.
Ondansentron 2x1 iv
f.
Lasix
1x20 mg iv
g.
Aminophylin 3x200mg p.o
h.
Sucralfat 3x1C p.o
i.
Spironolacton 1x12,5 mg
j.
Clopidogrel
1x75mg p.o
k.
Betahistin 3x6mg p.o
l.
Flunarizin 1x10mg p.o
m.
Pregabalin 1x75mg p.o
n.
Orinox 90 mg p.o
o.
Diviti
1x 2,5 mg sc
Laporan PACR (6/9/2022)
-
Hasil angiografi
menujukkan:
LM : Normal
LAD : Normal, slow flow
LCX : normal
RCA : Stenosis 30% di
poximal
-
Kesimpulan :
CAD
Follow Up Sebelum Tindakan PPM
05 – 07 September 2022
Date |
Subject |
Object |
Assement |
Therapy |
05/09/22 |
Sesak (++), Lemas (+), nyeri dada (+), urine (+) |
KU :
Tampak sakit sedang Kes :Kompos
mentis TD :
91/51 mmHg N : 78 x/menit P :
27 x/menit S :
36,50C SpO2 : 96 % dengan nasal canule 3lpm Ekstremitas: akral hangat (++/++) edema (--/--) |
NSTEMI, CHF CAD Syok kardio AKI |
NaCl 0,9% 100cc/jam Dobutamin 9mcg (↓8mcg) Norepinefrin 0.15mcg Lasik 2x1 amp iv (↓1x1) Inj. Anbacim 3x1gr Pantoprazole 1x40 mg Ondansentron 2x1 amp iv (k/p) Sucralfat 3x1C p.o Clopidogrel 1x75mg p.o Diviti 1x 2,5 mg sc (stop) Aspilet 1 x 80 mg p.o |
07/09/22 |
Sesak (+), Lemas (+), nyeri dada (+), urine (+) |
KU :
Tampak sakit sedang Kes :Kompos
mentis TD :
138/70 mmHg N : 77 x/menit P :
22 x/menit S :
36,50C SpO2 : 98 % dengan Nasal kanul 3 lpm Ekstremitas: akral hangat (++/++) edema (--/--) |
NSTEMI, CHF CAD Syok kardio AKI |
NaCl 0,9% 100cc/jam Dobutamin 6mcg (↓2mcg) Norepinefrin 0.15mg (↓0,05mcg) -> stop Inf. Lasik 1x1 amp iv Inj. Anbacim 3x1gr Pantoprazole 1x40 mg Santagesic 2x1 amp iv Ondansentron 2x1 amp iv (k/p) Aspilet 1 x 80 mg p.o (stop) Lasix 1x20 mg iv Sucralfat 3x1C p.o Clopidogrel 1x75mg p.o Bisoprolol 1,25mg
p.o Paracetamol
4x500mg |
Pada kasus ini, pasien berusia 58 tahun mengalami gagal jantung dengan riwayat
sinkop dengan atrial fibrilasi SVR pada
pasien ini dilakukan pemasangan PPM (alat pacu jantung permanent) sesuai
indikasi, pada
tanggal 8
September
2022 di Kateterisasi Jantung (Cath lab) RSUD dr. M. Yunus Bengkulu
Laporan PPM (8/9/2022)
-
Hasil :
Dilakukan
PPM VVIR, hasil baik
PROGRESS
REPORT
08 – 11 September
2022
08/09/22 |
Sesak (+), Lemas (+), nyeri dada (+), urine (+) |
KU :
Tampak sakit sedang Kes :Kompos
mentis TD :
155/71 mmHg N : 47 x/menit P :
22 x/menit S :
36,50C SpO2
: 98 % dengan Nasal kanul 3 lpm Ekstremitas: akral hangat (++/++) edema (--/--) |
NSTEMI, CHF CAD Syok kardio AKI |
NaCl 0,9% 100cc/jam (↓50cc/jam) Dobutamin 2mcg Norepinefrin 0.15mg (↓0,05mcg) -> stop Inj. Anbacim 3x1gr Pantoprazole 1x40 mg Santagesic 2x1 amp iv Ondansentron 2x1 amp iv (k/p) Lasix 1x20 mg iv Sucralfat 3x1C p.o Clopidogrel 1x75mg p.o Bisoprolol 1x1,25mg Paracetamol 4x500mg |
10/09/22 |
Sesak berkurang, nyeri disekitar luka PPM, Lemas (-),
nyeri dada (-), urine (+) |
KU :
Tampak sakit ringan Kes :Kompos
mentis TD :
125/73 mmHg N : 97 x/menit P :
22 x/menit S :
36,60C SpO2
: 99
% dengan Nasal kanul 3 lpm Ekstremitas: akral hangat (++/++) edema (--/--) |
NSTEMI, CHF CAD Syok kardio AKI |
NaCl 0,9% 100cc/jam (↓50cc/jam) Dobutamin 2mcg (stop) Norepinefrin 0.15mg (↓0,05mcg) -> stop Inj. Anbacim 3x1gr Pantoprazole 1x40 mg Santagesic 2x1 amp iv (stop) Ondansentron 2x1 amp iv (k/p) Lasix 1x20 mg iv Sucralfat 3x1C p.o Clopidogrel 1x75mg p.o Bisoprolol 1x1,25mg po |
11/09/22 |
Keluhan membaik |
Tanda-tanda
vital dalam batas normal |
NSTEMI, CHF CAD Syok kardio AKI |
Boleh pulang dengan obat pulang : Sucralfat syr 3x1c p.o Bisoprolol 1x2,5mg p.o Paracetamol 3x500mg Cefixime 2x200mg p.o Lansoprazole 1x30mg |
Hasil
Laboratorium
06 dan 10 September 2022
Pemeriksaan |
Hasil |
Nilai normal |
|
Fungsi Ginjal |
06/09/22 |
10/09/22 |
|
Ureum |
63 |
23 |
20-40 mg/dl |
Creatinin |
2.4 |
0,7 |
0,5-1,2 mg/dl |
Hasil EKG
05 – 11
September
2022
Interpretasi: 1.
Irama : Sinus rhythm 2.
Laju :
75 x/menit,
reguler 3.
Axis :
normoaxis 4.
Gel P : 0,08 s ; 0,1 mv 5.
Interval PR : 0,20 s 6.
Kompleks QRS : normal, 0,08 s 7.
Q patologis : tidak ada 8.
ST elevasi : - 9.
ST depresi : - 10. T
inversi : - Kesan : Sinus Rhythm dengan denyut jantung 75x/menit,
normoaxis |
Interpretasi: 1.
Irama : Sinus rhytm 2.
Laju :
60 x/menit, irreguler 3.
Axis :
Normoaxis 4.
Gel P : 0,08 s ; 0,1 mv 5.
Interval PR : 3
mm 6.
Kompleks QRS : 2 mm normal 7.
Q patologis : normal 8.
ST elevasi : - 9.
ST depresi : - 10. T
inversi : - Kesan : Sinus Rhythm dengan denyut antung 60x/menit,
normoaxis |
Interpretasi : 1.
Irama : Sinus rhythm 2.
Laju : 60 x/menit, irreguler 3.
Axis : Normoaxis 4.
Gel P : 0,4 s ; 0,1 mv 5.
Interval PR : 0,12 s 6.
Kompleks QRS : 0,08 s 7.
Q patologis : tidak ada 8.
ST elevasi : - 9.
ST depresi : - 10. T inversi : - Kesan : Sinus Rhythm dengan denyut jantung 60/menit, normoaxis |
Interpretasi: 1.
Irama : Sinus rhythm 2.
Laju : 60 x/menit, reguler 3.
Axis : normoaxis 4.
Gel P : 0,04 s ; 0,1 mv 5.
Interval PR : 0,20 s 6.
Kompleks QRS : 0,8 s 7.
Q patologis : lead I, V1 8.
ST elevasi : - 9.
ST depresi : - 10. T inversi : Kesan : Sinus Rhythm dengan denyut jantung 60/menit, normoaxis |
Interpretasi: 1.
Irama : Sinus rhythm 2.
Laju : 60 x/menit, reguler 3.
Axis : RAD 4.
Gel P : 0,08 s ; 0,1 mv 5.
Interval PR : 0,20 s 6.
Kompleks QRS : 0,08
mm 7.
Q patologis : - 8.
ST elevasi : - 9.
ST depresi : - 10. T inversi : di Lead II,III,aVF Kesan : Sinus rhythm dengan rekuensi jantung 60x/menit, RAD, iskemik
inferior |
Interpretasi: 1.
Irama : Sinus rythm 2.
Laju : 64 x/menit, reguler 3.
Axis : RAD 4.
Gel P : 0,04 s ; 0,1 mv 5.
Interval PR : 0,20 s 6.
Kompleks QRS : 0,08
mm 7.
Q patologis : - 8.
ST elevasi : - 9.
ST depresi : - 10. T inversi : di
lead I,II,aVF Kesan : Sinus rhythm dengan rekuensi jantung 64x/menit, RAD, iskemik
inferior |
Interpretasi: 1.
Irama : Sinus rythm 2.
Laju :
60 x/menit,
reguler 3.
Axis :
normoaxis 4.
Gel P : 0,04 s ; 0,1 mv 5.
Interval PR : 0,20 s 6.
Kompleks QRS : 0,08 mm 7.
Q patologis : - 8.
ST elevasi : - 9.
ST depresi : - 10. T
inversi : - Kesan : Sinus rhythm
dengan rekuensi jantung 60x/menit, normoaxis |
HASIL DAN PEMBAHASAN
Laporan kasus ini membahas perempuan 58 tahun datang dengan keluhan
utama sesak sejak 4
hari SMRS selama ≥ 20 menit. Sesak
dirasakan dibagian dada yang hilang timbul terus-menerus. Pasien mengaku
sesak yang timbul disertai
nyeri. Pasien merasa sesak bertambah berat jika duduk terlalu lama dan
beraktivitas ringan seperti naik tangga/ berjalan dengan posisi menanjak serta
pada waktu malam hari juga semakin sesak. Sesak tidak dipengaruhi oleh cuaca maupun pajanan
debu. Pasien juga mengeluh selama sakit pasien cepat merasa lelah.
Diagnosis
berdasarkan kriteria Framingham, gagal jantung dapat ditegakkan dari 2 kriteria
major; atau 1 kriteria major dan 2 kriteria minor. Anamnesis pasien ini
ditemukan adanya keluhan sesak saat pasien beraktivitas (dispnea d’ effort), sesak terutama malam hari (Paroxysmal
Nocturnal Dyspnoe),
dada berdebar–debar, serta mudah
merasa lelah. Dari pemeriksaan radiologi foto thoraks pasien ini
didapatkan gambaran kardiomegali. Pada pasien ini memenuhi kriteria framingham maka dapat dikatakan bahwa pasien
ini mengalami gagal jantung kongestif.
Berdasarkan
anamnesis dari Perhimpunan
Dokter Spesialis Kardiovaskuler Indonesia (PERKI)
menunjukkan karakteristik dari Sindrom Koroner Akut. Keluhan pasien dengan iskemia
miokard dapat berupa nyeri dada yang tipikal (angina tipikal) atau atipikal
(angina ekuivalen). Keluhan angina tipikal berupa rasa tertekan/berat daerah
retrosternal, menjalar ke lengan kiri, leher, rahang, area interskapular, bahu,
atau epigastrium. Keluhan ini dapat berlangsung intermiten/beberapa menit atau
persisten (>20 menit). Keluhan angina tipikal sering disertai keluhan
penyerta seperti diaphoresis, mual/muntah, nyeri abdominal, sesak napas, dan
sinkop. Presentasi angina atipikal yang sering dijumpai antara lain nyeri di
daerah penjalaran angina tipikal, rasa gangguan pencernaan (indigestion), sesak
napas yang tidak dapat diterangkan, atau rasa lemah mendadak yang sulit
diuraikan. Keluhan atipikal ini lebih sering dijumpai pada pasien usia muda
(25-40 tahun) atau usia lanjut (>75 tahun), wanita, penderita diabetes,
gagal ginjal menahun, atau demensia. Walaupun keluhan angina atipikal dapat
muncul saat istirahat, keluhan ini patut dicurigai sebagai angina ekuivalen
jika berhubungan dengan aktivitas, terutama pada pasien dengan riwayat penyakit
jantung koroner (PJK).15
Pada pasien ini mengalami nyeri dada tipikal.
Diagnosis SKA menjadi lebih kuat
jika keluhan tersebut ditemukan pada pasien dengan karakteristik sebagai
berikut : (1). Pria (2). Diketahui mempunyai penyakit aterosklerosis non
koroner (penyakit arteri perifer / karotis) (3). Diketahui mempunyai PJK atas
dasar pernah mengalami infark miokard, bedah pintas koroner, atau IKP (4).
Mempunyai faktor risiko: umur, hipertensi, merokok, dislipidemia, diabetes
mellitus, riwayat PJK dini dalam keluarga, yang diklasifikasi atas risiko tinggi,
risiko sedang, risiko rendah menurut NCEP (National Cholesterol Education
Program).15
Pada kasus ini pasien memiliki faktor risiko yang memperkuat diagnosis SKA
seperti hipertensi.
Gejala
yang berkaitan dengan kapasitas fungsionalnya menurut The New York Heart
Association (NYHA), gagal jantung pada pasien termasuk gagal jantung NYHA kelas
II, karena
terdapat batasan
saat melakukan aktivitas ringan seperti aktivitas sehari-hari yang menimbulkan
sesak, mudah lelah dan jantung
berdebar-debar keluhan
dan gejala tidak
timbul walaupun dalam keadaan istirahat. Pemeriksaan EKG harus dikerjakan pada
semua pasien dengan tanda-tanda gagal jantung dan SKA. Abnormalitas EKG
memiliki nilai prediktif yang kecil dalam mendiagnosis gagal jantung, jika EKG
normal, diagnosis gagal jantung khususnya dengan disfungsi sistolik sangat
kecil (<10%). 15 Pada
pasien
ditemukan gambaran ST depresi dan T inverted yang menunjukkan karakteristik
dari iskemik miokard.
Pada pemeriksaan lab
pasien ini
menunjukkan troponin meningkat, hal ini dikarenakan sel-sel yang lisis sehingga
enzim-enzim tersebut meningkat dalam darah. Troponin I dan T
secara normal tidak ditemukan dalam sirkulasi, namun setelah peristiwa infark
miokard akut, keduanya dapat dideteksi setelah 2 jam hingga 4 jam dengan kadar
tertinggi pada 48 jam dan tetap tinggi selama 7 hari hingga 10 hari. Hal ini
berguna untuk mendiagnosis infark miokard yang sudah lama terjadi. Troponin
juga dapat meningkat pada cedera miosit non iskemik seperti miokarditis,
kardiomiopati, dan perikarditis. Pada pasien ini terdapat peningkatan daripada troponin yang memperkuat
adanya kondisi infark miokard.
Pada pemeriksaan ekokardiografi
mempunyai peranan penting dalam mendiagnosis gagal jantung dengan fraksi ejeksi
normal. Diagnosis harus memenuhi tiga kriteria:
terdapat tanda dan/atau gejala gagal jantung, fungsi sistolik ventrikel kiri
normal atau sedikit terganggu (fraksi ejeksi > 45 -50%), terdapat bukti
disfungsi diastolic (relaksasi ventrikel kiri abnormal / kekakuan diastolik)
dan peningkatan kadar peptide natriuretic.
Pada hasil ekokardiografi pada pasien ini ditemukan penurunan fraksi ejeksi
ventrikel kiri dan hipertrofi ventrikel kiri. Hal ini menandakan pasien
mengalami CHF dengan fraksi ejeksi menurun.
American
Heart Association (AHA) memberikan terapi farmakologi yang kepada pasien gagal
jantung dengan gejala yang berat dan terdapat tanda gagal jantung serta
memiliki komplikasi adalah berupa pemberian obat golongan diuretik, ACE
inhibitor, B blocker, nitrat. Pada pasien ini tidak
diberikan antihipertensi ACE inhibitor karena
tekanan darah pasien tidak tinggi atau tidak hipertensi dan serum kreatinin pasien meningkat.
Pemberian B blocker seperti bisoprolol pada pasien ini dapat diberikan oleh
karena tidak terdapat kontaindikasi seperti asma berat dan AV blok derajat 2
dan 3 ataupun bradikarida. Pemberian
diuretik intravena seperti Lasix (furosemide) 2x1 yang bertahap diturunkan menjadi 1x1. Hal ini
ditujukan untuk mengurangi sesak yang dirasakan pasien. Pada pasien
ini pemberian spironolakton dihentikan hal ini dapat dikarenakan golongan
antagonis aldosteron seperti spironolakton dapat menyebabkan efek samping
hiperkalemia dan perburukan fungsi ginjal, serta kontraindikasi pada serum
ceratinin yang meningkat seperti pada kasus ini. Tatalaksana
awal pada SKA harus diberikan sebelum hasil EKG dan marka jantung keluar jika
didapatkan kecurigaan adanya angina. Pada kasus ini, pasien dikondisikan tirah
baring dan diberikan oksigen 3 lpm dengan Nasal canul karena saturasi saat datang ke IGD yaitu 96%. Pemberian oksigen pada pasien
saturasi < 90%, namun pemberian oksigen rutin tidak direkomendasikan pada
pasien saturasi ≥ 90%. Namun pada pasien ini mengalami syok
kardiogenik sehingga sangat memerluka support oksigen. Tujuannya untuk pencegahan hipoksia serta
mengurangi beban jantung pada pasien yang mengalami sesak napas. Pasien diberikan clopidogrel 1 x 75
mg sebagai penghambat ADP, CPG direkomendasikan pada pasien dengan pemberian
fibrinolitik.
Stratifikasi risiko pada NSTEMI
merupakan cara yang digunakan untuk menentukan tatalaksana yang akan dilakukan
selanjutnya (strategi invasive atau konservatif). Beberapa stratifikasi risiko
NSTEMI yang bisa digunakan adalah The Thrombolysis in Myocardial Infarction
(TIMI) dan the Global Registry of Acute Coronary Events (GRACE). Umumnya
GRACE lebih sering digunakan. Selain itu, juga dapat menggunakan Can Rapid
risk stratification of Unstable angina patients Suppress ADverse outcomes with
Early implementation of the ACC/AHA guidelines (CRUSADE) untuk menentukan
risiko perdarahan pada pasien NSTEMI. Berikut ini merupakan stratifikasi risiko
yang dapat digunakan. 1,15
Tabel 1. Tabel skor TIMI untuk UAP dan NSTEMI
Faktor risiko (hipertensi, DM, dislipidemia, riwayat dalam
keluarga, merokok)
Pada
kasus ini, didapatkan skor TIMI sebesar 3 poin yang berupa, setidaknya 2
episode nyeri saat istirahat dalam 24 jam terakhir, deviasi ST > 1 mm saat
tiba, peningkatan biomarka jantung (> 100 ng/mL). Berdasarkan hal
tersebut, pasien digolongkan faktor risiko menengah dengan risiko mortalitas dalam 30 hari sebesar 19,9%.1,15
Sementara pada stratifikasi GRACE,
dicantumkan variable usia, kelas Killip, tekanan darah sistolik, deviasi segmen
ST, henti jantung saat tiba di IGD, kreatinin serum, dan biomarka jantung (+),
dan frekuensi nadi. Klasifikasi ini ditujukan untuk menilai risiko kematian di
rumah sakit dan dalam 6 bulan setelah keluar dari rumah sakit. 1,15
Tabel 2. Skor GRACE
Tabel 3. Kelas killip
Stratifikasi risiko berdasarkan
kelas Killip merupakan klasifikasi risiko berdasarkan indikator klinis gagal
jantung sebagai komplikasi infark miokard akut dan ditujukan untuk
memperkirakan tingkat mortalitas dalam 30 hari. Pada
pasien ini berada pada kelas killip 4 saat awal masuk RS yang berarti memiliki
81% risiko mortalitas dalam 30 hari.
Tabel 4. Stratifikasi risiko kematian
berdasarkan skor GRACE
Pada
kasus ini, nadi 73x/menit (7 poin), tekanan darah sistolik 83 (58 poin), gagal jantung killip 4 yang ditandai syok kardiogenik ketika pasien datang (23). Terdapat peningkatan troponin 301 ng/mL (15), serum kreatinin 4,4 mg/dl (2) dan terdapat deviasi segmen ST berupa ST depresi (30) sehingga didapatkan
skor GRACE pasien pada kasus ini adalah 135. Berdasarkan skor ini dapat disimpulkan bahwa pasien berisiko menengah mengalami kematian di rumah sakit dan risiko tinggi kematian setelah 6 bulan keluar dari rumah sakit. 1,15
Syok
kardiogenik didefinisikan sebagai gangguan jantung primer yang secara klinis
ataupun biokimia dapat mengakibatkan gangguan perfusi jaringan. Kriteria klinis
meliputi tekanan darah sistolik < 90 mmHg selama lebih dari atau sama dengan
30 menit atau membutuhkan bantuan inotropik untuk mempertahankan tekanan darah
sistolik > 90 mmHg, dapat disertai dengan keluaran urin < 30 mL/jam atau
ekstremitas dingin.
Pada
kasus, saat pasien tiba di IGD didapatkan tekanan darah sistolik 82 mmHg, dan
diberi terapi cairan untuk mempertahankan tekanan darah sistolik >90 mmHg. Pada pasien ini
diberikan norepinefrin dan dobutamin saat di ICCU. Vasopresor diberikan pada hampir
90% dari pasien dengan syok kardiogenik dengan kelas positif Rekomendasi II dan
tingkat bukti C di guidelines negara-negara eropa dan amerika. Norepinephrine
dan dobutamine dianggap sebagai first line terapi vasopressor pada syok
kardiogenik. Norepinephrine merupakan vasopresor yang sangat kuat dengan sifat
inotropik yang baik. Pada banyak kasus, penggunaan agen vasopressor selama syok
kardiogenik berguna untuk meningkatkan kecukupan darah pada organ lain di dalam
tubuh. Hal tersebut juga berkorelasi dengan tekanan darah, dimana tekanan darah
rendah pada syok kardiogenik dikaitkan dengan peningkatan risiko kematian.
Pemberian dosis norepinephrine harus dimulai dengan dosis rendah (0,1
ug/kgBB/menit) untuk mencapai target MAP > 65 mmHg.17,18
Dalam kasus ini, EKG pasien menunjukkan gambaran atrial fibrilasi yang
merupakan irama yang
tidak teratur dengan frekuensi laju jantung bervariasi (normal/lambat/cepat). Jika laju
jantung kurang dari 60 kali permenit disebut atrial fibrilasi dengan respon
ventrikel lambat (SVR), jika laju jantung 60-100 kali permenit disebut atrial
fibrilasi respon ventrikel normal (NVR) sedangkan jika laju jantung lebih dari
100 kali permenit disebut atrial fibrilasi dengan respon ventrikel cepat (RVR).
Kecepatan QRS biasanya normal atau cepat dengan gelombang P tidak ada atau jikapun ada
menunjukkan depolarisasi cepat dan kecil sehingga bentuknya tidak dapat
didefinisikan. Pada pasien ini mengalami SF SVR dikarenakan gambaran
EKG AF dengan laju lambat (<60 detik). Sehingga dilakukan tatalaksana
pemasangan alat pacu jantung berupa PPM yang kemudian memperbaiki gangguan
irama jantung yang terjadi pada pasien ini.
Pada kasus ini pasien
memiliki serum ureum creatinin yang meningkat sehingga keadaan pasien disertai
AKI. Disfungsi ginjal sering menyertai gagal jantung, begitupun
sebaliknya. Penyakit ginjal
bersamaan dengan gagal jantung (heart failure - HF) akan menurunkan
kualitas hidup pasien, prognosis lebih buruk, dan
beban lebih besar pada sistem perawatan kesehatan.19 Pada pasien ini
keadaan AKI dapat disebabkan oleh karena gagal jantung yang dialami pasien.
Pada pasien ini memiliki HbsAg positif yang berarti
pasien mengalami infeksi hepatitis B. Namun antara infeksi hepatitis B dengan penyakit jantung
pasien sendiri tidak terdapat hubungan sebab maupun akibat. Adapun penyakit
hati yang jarang namun dapat terjadi pada penyakit jantung yaitu seperti Congestive
hepatopathy, yang sebelumna sering disebut cardiac cirrhosis
merupakan gangguan hati yang terjadi pada kondisi gagal jantung kanan, serta Ischemic
hepatitis acute cardiogenic liver injury hypoxic hepatitis atau shock
liver) adalah kerusakan hati yang meluas akibat hipoperfusi akut.20
KESIMPULAN
Infark miokard tanpa elevasi segmen
ST akut (NSTEMI)
merupakan bagian dari spektrum sindorm koroner akut yang merupakan indikator
kejadian oklusi parsial pembuluh darah
arteri koroner. NSTEMI terjadi akibat aliran darah koroner menurun secara
mendadak akibat oklusi trombus pada plak aterosklerotik yang sudah ada
sebelumnya. Trombus arteri koroner terjadi secara cepat pada lokasi kerusakan
vaskuler, dimana kerusakan pada pasien ini dicetuskan oleh faktor-faktor seperti merokok,
hipertensi,
dan dislipidemia.
Pasien
pasien dengan NSTEMI bisa disertai oleh berbagai komplikasi penyakit lainnya
seperti CHF dan Syok Kardiogenic.
Penatalaksanaan pasien NSTEMI yang disertai CHF memerlukan penyesuaian dalam
memilih jenis terapi dan dosis terapi. Pasien dengan CHF dapat mengalami syok kardiogenik
sehingga memerlukan terapi tambahan dalam mengatasi syok kardiogenik. Pada
pasien dengan gangguan irama jantung seperti AF SVR pada kasus ini dilakukan
pemasangan alat pacu jantung PPM yang kemudian memperaiki gangguan irama
jantung yang terjadi pada pasien. Serta pada pasien CHF dapat terjadi gangguan
fungsi ginjal seperti AKI oleh karena hubungan erat antar keduanya (kardio-renal).
BIBLIOGRAFI
2020 ESC Guidelines for the management of
acute coronary syndromes in patients presenting without persistent ST-segment
elevation
Dalen JE, Alpert JS,
Goldberg RJ, Weinstein RS. The epidemic of the 20(th) century: coronary heart
disease. Am J Med. 2014 Sep;127(9):807-12.
Nakahara T, Dweck MR,
Narula N, Pisapia D, Narula J, Strauss HW. Coronary Artery Calcification: From
Mechanism to Molecular Imaging. JACC Cardiovasc Imaging. 2017
May;10(5):582-593.
Savarese G, Lund LH. Global Public Health Burden of
Heart Failure. Card Fail Rev. 2017 Apr;3(1):7-11. [PMC free article] [PubMed]
Ziaeian B, Fonarow
GC. Epidemiology and aetiology of heart failure. Nat Rev Cardiol. 2016
Jun;13(6):368-78. [PMC free article] [PubMed]
Rathod KS, Koganti S, Iqbal MB, Jain
AK, Kalra SS, Astroulakis Z, et al. Contemporary trends in cardiogenic shock:
Incidence, intra-aortic balloon pump utilisation and outcomes from the London
Heart Attack Group. Eur Heart J Acute Cardiovasc Care. 2018;7(1):16-27.
Jeger RV, Radovanovic D, Hunziker PR,
Pfisterer ME, Stauffer JC, Erne P, et al. Ten-year trends in the incidence and
treatment of cardiogenic shock. Ann Intern Med. 2008;149(9):618-26.
van Diepen S, Katz JN, Albert NM,
Henry TD, Jacobs AK, Kapur NK, et al. Contemporary management of cardiogenic
shock: A scientific statement from the American Heart Association. Circulation.
2017;136(16):232-68.
Mebazaa A, Combes A, van Diepen S,
Hollinger A, Katz JN, Landoni G, et al. Management of cardiogenic shock
complicating myocardial infarction. Intensive Care Med. 2018;44(6):760-73.
Thiele H, Zeymer U, Neumann FJ, Ferenc
M, Olbrich HG, Hausleiter J, et al. Intraaortic balloon support for myocardial
infarction with cardiogenic shock. N Engl J Med. 2012;367(14):1287-96.
Thiele H, Ohman EM, de Waha-Thiele S,
Zeymer U, Desch S. Management of cardiogenic shock complicating myocardial
infarction: An update 2019. Eur Heart J. 2019;40(32):2671-83.
Lopes JA, Jorge S. The RIFLE and AKIN
classifications for acute kidney injury: A critical and comprehensive. Clin
Kidney J. 2013;6:8–14
Markum HMS. Gangguan ginjal akut. In:
Sudoyo A, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S, editors. Buku ajar
ilmu penyakit dalam jilid II. 6th ed. Jakarta: Pusat Penerbitan IPD FKUI; 2014.
p. 2168-77.
Doi K. Role of kidney injury in
sepsis. J Intensive Care Med. 2016;4:17.
PERKI. Pedoman Tata
Laksana Sindrom Koroner Akut. Jakarta: PERKI. 2018
PERKI. Pedoman Tata
Laksana Gagal Jantung. Jakarta: PERKI. 2020
Moningka B, Rampengan
S, Jim E. Diagnosis dan Tatalaksana Terkini Penyakit Jantung Hipertensi. e-CliniC.
2021; 9(1): 96-103
PERKI. Pedoman
tatalaksana Hipertensi Pada Penyakit Kardiovaskular. Jakarta: PERKI. 2015
Karina Puspaseruni. 2021. Cardiorenal Syndrome: Patofisiologi, Diagnosis, dan Tatalaksana. Alumna Fakultas Kedokteran
Universitas Muhammadiyah Malang, Jawa
Timur, IndonesiaCDK-295/ vol. 48 no. 6 th.
Felix Kusmana. 2016. Congestive Hepatopathy dan Ischemic Hepatitis
– Penyakit Hati Akibat Penyakit Jantung. Dokter Umum, Rumah Sakit Gotong
Royong, Surabaya, Jawa Timur, Indonesia. CDK-236/ vol. 43 no. 1, th.