PEREMPUAN USIA 58 TAHUN DENGAN PRESENTASI NON ST SEGMENT ELEVATION MYOCARDIAL INFARCTION, CONGESTIF HEART FAILURE, CORONARY ARTERY DISEASE, SYOK KARDIOGENIK, ATRIAL FIBRILASI SVR, ACUTE KIDNEY INJURY DENGAN HBSAG (+)

 

Benly Levi Andreas Sibarani

Universitas Bengkulu, Indonesia

benlylevi07@gmail.com

 

Keywords

Abstract

NSTEMI (Non-ST Segment Elevation Myocardial Infarction), Congestive Heart Failure (CHF), Cardiogenic Shock, Acute Kidney Injury (AKI), Permanent Pacemaker (PPM).

A 58-year-old woman experienced worsening shortness of breath for 4 days before hospital admission, particularly at night while resting, accompanied by cough, dizziness, cold sweats, nausea, vomiting, and chest pain radiating to the left arm. The shortness of breath occurred suddenly, lasting 2-3 times daily for 20-30 minutes. Her condition worsened a day before referral, with severe shortness of breath and stabbing chest pain. Examination showed apathetic consciousness, jugular vein distension, heart enlargement, cold extremities, edema, elevated urea, creatinine, HS Troponin, reactive HBsAg, cardiomegaly, NSTEMI, and atrial fibrillation. The patient was treated in the ICCU with pharmacological therapy, PPM placement, and showed significant improvement after one week, along with education on her condition and management.

Kata Kunci

Abstrak

NSTEMI (Non-ST Segment Elevation Myocardial Infarction), Gagal jantung kongestif (CHF), Syok kardiogenik, Acute Kidney Injury (AKI), PPM (pacemaker permanen)

Seorang perempuan, 58 tahun, mengalami sesak yang semakin berat sejak 4 hari sebelum masuk rumah sakit, terutama di malam hari saat istirahat, disertai batuk, pusing, keringat dingin, mual, muntah, dan nyeri dada menjalar ke lengan kiri. Sesak muncul tiba-tiba dan berlangsung 2-3 kali sehari selama 20-30 menit. Kondisinya memburuk satu hari sebelum dirujuk, dengan sesak berat dan nyeri dada menusuk. Pemeriksaan menunjukkan kesadaran apatis, distensi vena jugularis, pembesaran jantung, akral dingin, edema, peningkatan ureum, kreatinin, HS Troponin, HBsAg reaktif, kardiomegali, NSTEMI, dan fibrilasi atrium. Pasien dirawat di ICCU dengan terapi farmakologi, pemasangan PPM, dan menunjukkan perbaikan signifikan selama 1 minggu, serta diberikan edukasi terkait penyakit dan pengelolaannya.

Corresponding Author: Benly Levi Andreas Sibarani

benlylevi07@gmail.com

 

 

PENDAHULUAN

Penyakit kardiovaskular adalah penyebab utama kematian secara global. Diperkirakan 17,9 juta orang meninggal karena penyakit kardiovaskular pada 2019, mewakili 32% dari semua kematian global. Dari kematian tersebut, 85% disebabkan oleh serangan jantung dan stroke. Lebih dari tiga perempat kematian akibat penyakit kardiovaskular terjadi di negara-negara berpenghasilan rendah dan menengah. Dari 17 juta kematian dini (di bawah usia 70) karena penyakit tidak menular pada tahun 2019, 38% disebabkan oleh penyakit kardiovaskular.1

Penyakit jantung koroner adalah suatu kondisi di mana pasokan darah dan oksigen yang tidak memadai ke miokardium. Hal ini terjadi karena hasil dari oklusi arteri koroner dan menghasilkan ketidaksesuaian permintaan pasokan oksigen yang biasanya melibatkan pembentukan plak di lumen arteri koroner sehingga dapat menghambat aliran darah.2 Ciri patofisiologi penyakit jantung koroner adalah perkembangan plak aterosklerotik. Beberapa plak dapat pecah dan menyebabkan paparan faktor jaringan, yang berujung pada trombosis. Trombosis ini dapat menyebabkan oklusi lumen subtotal atau total dan dapat mengakibatkan perkembangan sindrom koroner akut (ACS) dalam bentuk Angina tidak stabil, NSTEMI, atau STEMI.3

Gagal jantung adalah sindrom klinis kompleks yang dihasilkan dari gangguan fungsional atau struktural jantung yang mengganggu pengisian ventrikel atau ejeksi darah ke sirkulasi sistemik. Gagal jantung menjadi gangguan yang sangat umum di seluruh dunia dengan angka morbiditas dan mortalitas tinggi, memiliki perkiraan prevalensi 26 juta orang di seluruh dunia dan berkontribusi terhadap peningkatan biaya perawatan kesehatan di seluruh dunia.4 Gagal jantung kongestif disebabkan oleh kelainan struktur jantung, kelainan fungsional, dan faktor pencetus lainnya. Secara historis, sebagian besar kasus disebabkan oleh penyakit jantung koroner dan infark miokard. Penyebab struktural lain dari gagal jantung kongestif termasuk hipertensi, penyakit katup jantung, aritmia yang tidak terkontrol, miokarditis, dan penyakit jantung bawaan.5

Syok kardiogenik adalah keadaan rendahnya curah jantung yang dapat mengancam jiwa akibat hipoperfusi organ akhir dan hipoksia.6 Sekitar 40.000-50.000 pasien syok kardiogenik per tahun dirawat di Amerika Serikat dan sekitar 60.000-70.000 dirawat di Eropa.7 Kejadian infark miokard akut (IMA) dengan disfungsi ventrikel kiri merupakan penyebab syok kardiogenik yang paling sering.8 Hampir 80% IMA mengalami komplikasi syok kardiogenik dengan tingkat kematian 40- 50%.9 Syok kardiogenik merupakan akibat dari kerusakan jantung berat.10 Inotropik dan vasopresor memiliki peranan penting dalam mendukung kondisi hemodinamik pada syok kardiogenik, penelitian terkini telah merekomendasikan penggunaan vasokonstriktor sebagai pilihan farmakologis lini pertama untuk kasus syok kardiogenik. Inotropik dan vasopresor digunakan pada sekitar 90% pasien dengan syok kardiogenik.11

Acute kidney injury (AKI) merupakan suatu sindrom yang ditandai dengan gangguan fungsi ginjal dalam mengatur komposisi cairan dan elektrolit tubuh, serta pengeluaran produk sisa metabolisme, yang terjadi tiba-tiba dan cepat.12 Definisi AKI didasarkan kadar serum kreatinin (Cr) dan produksi urin (urine output/ UO). Pada tahun 2004, acute dialysis quality initiative (ADQI) mengganti istilah acute renal failure (ARF) menjadi acute kidney injury (AKI) dan menghadirkan kriteria RIFLE yang terdiri dari 3 kriteria akut berdasarkan peningkatan kadar serum Cr dan UO (Risiko/Risk, Cedera/ Injury, Gagal/Failure) dan 2 kategori lain menggambarkan prognosis gangguan ginjal.13 Acute kidney injury (AKI) merupakan komplikasi serius yang sering terjadi pada pasien penyakit kritis.

 

 

DESKRIPSI KASUS

1.      Indentitas Pasien

Nama                    : Ny. A

Jenis kelamin        : Perempuan

Usia                      : 58 tahun

Alamat                  : Perempuan

Pekerjaan              : Ibu Rumah Tangga

Agama                  : Islam

MRS                     : 04-09-2022

RM                       : 7716XX

 

2.      Ilustrasi Kasus

a.   Keluhan utama:

               Pasien datang dengan keluhan utama sesak memberat sejak 4 hari SMRS

b. Riwayat Penyakit Sekarang

       Sekitar 1 tahun sebelum masuk rumah sakit pasien mengeluhkan nafas terasa sesak yang berlangsung selama 15-20 menit. Sesak dirasakan dibagian dada yang timbul secara tiba-tiba. Pasien merasa sesak timbul secara tiba-tiba dan bertambah berat jika beraktivitas ringan seperti naik tangga/ atau berjalan kaki, saat cemas dan kelelahan. Pasien mengaku sesak yang timbul disertai rasa nyeri. Awalnya nyeri dirasakan pada ulu hati kemudian nyeri menjadi lebih sering dirasakan di dada sebelah kiri. Sesak disertai nyeri dirasakan seperti tertusuk-tusuk. Sesak tidak dipengaruhi oleh cuaca maupun pajanan debu. Kemudian pasien didiagnosa mengalami penyakit jantung namun jarang melakukan kontrol dalam pengobatannya dan menolak untuk dilakukan PCI yang dianjurkan oleh dokter spesialis jantung.

4 bulan SMRS pasien mengeluhkan sesak yang berlangsung 20 menit dan pasien merasakan kelelahan saat sesak. Pasien mengeluhkan sesak disertai jantung yang berdebar-debar. Sesak sering timbul pada malam dan pagi hari. Pasien merasakan sesak timbul saat beristirahat maupun beraktivitas. Sesak dirasakan sering di sertai rasa nyeri pada ulu hati disertai kepala terasa pusing. Nyeri seperti tertekan benda berart sering terjadi menjalar ke tangan kiri dan disertai rasa kebas dan kesemutan pada lengan kiri.  Pasien merasa badan budah merasa lelah dan jantung berdebar-debar. Pasien merasakan sesak dan nyeri pada dada berkurang saat menggunakan oksigen dan mengkonsumsi obat yang diberikan dibawah lidah.

Sejak 4 hari SMRS pasien mengeluhkan sesak yang memberat terutama dimalam hari saat pasien beristirahat, sesak dirasakan muncul tiba-tiba saat pasien tertidur dan terkadang disertai batuk. Sesak juga muncul tiba-tiba tanpa melakukan aktivitas ringan maupun merasa cemas. Pasien mengeluhkan sesak disertai kepala terasa pusing, keringat dingin dan mual muntah. Pasien juga mengeluhkan nyeri dada yang menjalar ke lengan kiri dan memperberat rasa sesak sampai pasien merasa lemas. Keluhan sesak yang muncul 2-3 kali hari dengan selama 20-30 menit menit.  Lalu pasien mendapatkan perawatan di RS lain dan keluhan berkurang.

1 hari sebelum masuk RSUD M.Yunus pasien mengeluhkan sesak yang bertambah berat seperti ditimpa beban berat yang timbul saat beristirahat dan mengeluhkan sesak saat pasien diposisikan duduk, sesak berlanngsung > 20 menit dan rasa nyeri seperti ditusuk-tusuk pada dada kiri yang menjalar ke lengan kiri, tidak menjalar ke rahang dan tidak tembus ke punggung. Keluhan disertai kepala terasa pusing, keringat dingin dan mual muntah. Kemudian pasien mengeluhkan lama kelamaan badan terasa lemas, pandangan kabur dan gelap serta kesadaran menurun sehingga kurang dapat merespon orang lain berbicara dengan baik. Lalu pasien di Rujuk ke RSMY untuk dilakukan early PCI.

 

c.  Riwayat Penyakit Dahulu:

1)    Pernah mengalami keluhan yang sama ± 1 tahun yang lalu.

2)      Pasien memiliki riwayat hipertensi tidak terkontrol sejak kurang lebih 20 tahun yang lalu.

3)      Riwayat DM disangkal

4)      Riwayat Dislipidemia tidak diketahui

5)      Riwayat maag sejak 20 tahun yang lalu

6)      Riawayat penyakit ginjal disangkal

7)      Riwayat asam urat tinggi tidak terkontrol

8)      Riwayat penyempitan tulang belakang dan rutin kontrol dengan dokter saraf

9)      Riwayat sakit kuning dan transfusi darah disangkal

d. Riwayat Penyakit Keluarga

1)        Riwayat Keluhan Serupa : disangkal

2)        Riwayat Hipertensi : disangkal

3)        Riwayat Penyakit jantung : disangkal.

4)        Riwayat DM : disangkal

e.   Riwayat Kebiasaan

1) Pasien seorang ibu rumah tangga, hanya beraktivitas ringan dirumah

2) Pasien sering mengkonsumsi makanan yang diolah dengan santan dan berlemak.

3) Riwayat sering mengkonsumsi makanan dan minuman mengandung gula disangkal

4) Riwayat merokok disangkal

5) Riwayat konsumsi alkohol dan soda disangkal.

 

3.      Pemeriksaan Fisik

      IGD tanggal 4-9-2022

a.    Status Present

1)      Keadaan umum              : Tampak sakit sedang

2)      Kesadaran                      : Apatis (GCS : E3V4M5),

3)      SPO2                              : 100 % dengan nasal canul 3 lpm

4)      Tekanan Darah               : 83/66 mmHg

5)      Nadi                               : 73 x/menit

6)      Pernapasan                     : 26 x/menit

7)      Suhu                               : 36,6 °C

8)      BB                                  : 62 kg

9)      TB                                  : 158 cm

10)  BMI                                : 24,9 kg/m2

b.    Status generalis

1)   Kepala      : normochepali, rambut warna hitam keputihan, lurus

2)   Mata         : konjungtiva palpebral pucat (-/-), sklera ikterik (-/-),   pupil  isokor, reflex cahaya (+)

3)   Hidung     : simetris, napas cuping hidung (-) sekret (-)

4)   Telinga     : simetris, nyeri tekan tragus (-), nyeri tekan mastoid (-), sekret (-).

5)   Mulut       : Pucat (-), sianosis (-),

6)   Leher        : pembesaran KGB (-), distensi vena leher (-), pemebesaran kelenjar tiroid (-), JVP 5 ± 3 cmH 2O

7)   Thorax     :

Pulmo

I                    : Bentuk dinding dada simetris kiri=kanan, pergerakan dada kanan dan kiri simetris saat statis dan dinamis, penggunaan otot bantu napas (+).

P                   : stem fremitus lapang dada sama kiri=kanan, ekspansi dinding dada simetris kiri=kanan, nyeri tekan (-)

P                   : sonor pada seluruh lapangan paru

A                   : vesikuler (+/+), wheezing (-/-), rhonki (+/+)

       Jantung               

I                    : Iktus kordis tidak terlihat

P                   : Iktus kordis tidak teraba

P                   : Batas jantung        :

                       Batas atas             : ICS II  linea parasternalis sinistra

                       Batas kanan          : ICS V linea parasternalis dextra

                       Batas kiri              : ICS VI linea axilaris anterior sinistra

A                   : BJ I-II normal (+), murmur (-), gallop (-)

8)   Abdomen

I                    : Datar, simetris, ruam (-), scar (-), spider nevi (-), caput medusa

P                   : BU (+) 19 x/menit

P                   : Supel, nyeri tekan (+) di regio epigastric, hepar tidak teraba, lien tidak teraba.

A                   : Timpani

9)   Ekstremitas                             : akral dingin , CRT <2”, edema         

4.      EKG IGD tanggal 4 september 2022

Interpretasi EKG

a.  Irama                              : Atrial fibrilasi

b. HR                                 : 78 x/menit

c.  Axis                               : Normoaxis

d. Gel P                              : normal

e.  PR interval                     : 0.16 s

f.  Kompleks QRS              : 0.08 s

g.  Gel Q patologis              : -

h. Elevasi Segmen ST         : -

i.   Depresi segmen ST         : lead II,III dan aVF

j.   T inverted                       : sulit dinilai

k. RVH                               : R/S di V1 < 1

l.   LVH                               : S di V1 : 15 mm, R di V5 : 15 mm

m.    Kesan                          : Atrial fibrilasi SVR dengan NSTEMI Inerior

 

5.      Laboratorium

Pemeriksaan

Hasil

Nilai normal

 

04-09-2022

 

Hematologi

 

 

Hb

14,0

13,3 - 16,2 gr/dl

Hematokrit

43

38,8 – 46,4 %

Leukosit

10.100

4.000-10.000 / uL

Trombosit

215.000

150.000 – 450.000 / uL

Basofil

-

0-1 %

Eosinofil

-

1-6%

Batang

-

3-5%

Segmen

-

35-70%

Limfosit

-

20-45%

Monosit

-

2-10%

Kimia Darah

 

 

GDS

116

<160 mg/dl

Profil Lipid

 

 

Cholesterol Total

-

< 200 mg/dl

LDL Cholesterol

-

< 60 mg/dl

HDL Cholesterol

-

< 100 mg/dl

Trigliserida

-

< 150 mg/dl

Fungsi Ginjal

 

 

Ureum

66

20-40 mg/dl

Creatinin

CCT

4.4

 

0,5-1,2 mg/dl

 

Elektrolit

 

 

Natrium

124

135-145 mmol/L

Kalium

4,2

3.4-5.3 mmol/L

Chlorida

98

50-200 mmol/L

Imuno Serologi

 

 

HS Troponin

301.6

 

<19 ng/mL (normal)

20-100 ng/ml (intermediate)

>100ng/mL (MCI/AMI)

 

Antigen Covid-19

Negatif

Negatif

Anti HBsAg

Reaktif

Non Reaktif

 

6.      Radiologi

 

Hasil rontgen

Thoraks AP :

a.       Foto simetris dan inspirasi kurang

b.      Trakea masih ditengah

c.       Cor membesar ke lateral kiri dengan apeks tertanam di diafragma, pinggang jantung normal

d.      Sinus dan diafragma normal

          Pulmo :

a.       Hilus normal

b.      Corakan bronkovaskular normal

c.       Tidak tampak perbercakan di kedua lapang paru

d.      Kranialisasi (+)

KESAN :

a.       Pulmo tidak tampak kelainan

b.      Kardiomegali

7.      Echocardiography (06/09/2022)

   

 

Interpretasi echo cardiography :

a.       Dimensi ruang jantung             : Dalam batas normal

b.      LVH                                        :  (+) konsentrik

c.       Kontraktilitas                           : RV baik, LV menurun

d.      Analisa segmental                    : Global hipokinetik

e.       K. aorta                                    : Dalam batas normal

f.       K. mitral                                  : Dalam batas normal

g.       K. Tricuspid                             : Dalam batas normal

h.      K. pulmonal                             : Dalam batas normal

i.        Doppler                                   : E/A  AF AoVmax 1,3 m/s

Kesimpulan :

1)      Fungsi global sistolic LV menurun

2)      Fraksi ejeksi 44%

3)      Kontraktilitas RV baik

4)      Katup-katup dalam batas normal

 

8.      Diagnosis Kerja

a.       Non ST-Elevated Myocardial Infraction (NSTEMI)

b.      Congestive heart failure (CHF)

c.       Coronary Artery Disease (CAD)

d.      Syok Kardiogenik

e.       Atrial fibrilasi SVR

f.        Acute kidney injury

9.      Diagnosis Banding

a.         Angina Pektoris

b.        Cor Pulmonal

c.         Diseksi Aorta

d.        Perikarditis

e.         Nyeri Angina atipikal pada kardiomiopati

f.         PPOK

g.         Pneumonia

10.  Tatalaksana

a.       Oksigen 3 lpm, nasal canule

b.      IVFD NaCl 0,9% 100cc/jam

c.       Anbacim 3x1gr

d.      Prosogan 1x15 mg p.o

e.       Ondansentron 2x1 iv

f.       Lasix 1x20 mg iv

g.      Aminophylin 3x200mg p.o

h.      Sucralfat 3x1C p.o

i.        Spironolacton 1x12,5 mg

j.        Clopidogrel 1x75mg p.o

k.      Betahistin 3x6mg p.o

l.        Flunarizin 1x10mg p.o

m.    Pregabalin 1x75mg p.o

n.      Orinox 90 mg p.o

o.      Diviti 1x 2,5 mg sc

  1. Rencana PPM

 

Laporan PACR (6/9/2022)

-          Hasil angiografi menujukkan:

LM       : Normal

LAD     : Normal, slow flow

LCX     : normal

RCA     : Stenosis 30% di poximal

-          Kesimpulan :

CAD

 

 

 

 

 

 

 

Follow Up Sebelum Tindakan PPM

05 – 07 September 2022

Date

Subject

Object

Assement

Therapy

05/09/22

Sesak (++), Lemas (+), nyeri dada (+), urine (+)

KU          : Tampak sakit   sedang

Kes         :Kompos mentis

TD          : 91/51 mmHg

N             :  78 x/menit

P             : 27 x/menit

S             : 36,50C

SpO2    : 96 % dengan nasal canule 3lpm

 

Ekstremitas:

akral hangat (++/++)

edema (--/--)

 

NSTEMI,

CHF

CAD

Syok kardio

AKI

NaCl 0,9% 100cc/jam

Dobutamin 9mcg

(↓8mcg)

Norepinefrin 0.15mcg

Lasik 2x1 amp iv

(↓1x1)

Inj. Anbacim 3x1gr

Pantoprazole 1x40 mg

Ondansentron 2x1

amp iv (k/p)

Sucralfat 3x1C p.o

Clopidogrel 1x75mg p.o

Diviti 1x 2,5 mg sc (stop)

Aspilet 1 x 80 mg p.o

07/09/22

Sesak (+), Lemas (+), nyeri dada (+), urine (+)

KU          : Tampak sakit   sedang

Kes         :Kompos mentis

TD          : 138/70 mmHg

N             :  77 x/menit

P             : 22 x/menit

S             : 36,50C

SpO2    : 98 % dengan Nasal  kanul 3 lpm

 

Ekstremitas:

akral hangat (++/++)

edema (--/--)

 

 

NSTEMI,

CHF

CAD

Syok kardio

AKI

NaCl 0,9% 100cc/jam

Dobutamin 6mcg

(↓2mcg)

Norepinefrin 0.15mg

(↓0,05mcg) -> stop

Inf. Lasik 1x1 amp iv

Inj. Anbacim 3x1gr

Pantoprazole 1x40 mg

Santagesic 2x1 amp iv

Ondansentron 2x1

amp iv (k/p)

Aspilet 1 x 80 mg p.o

(stop)

Lasix 1x20 mg iv

Sucralfat 3x1C p.o

Clopidogrel 1x75mg p.o

Bisoprolol 1,25mg p.o

Paracetamol 4x500mg

 

Pada kasus ini, pasien berusia 58 tahun mengalami gagal jantung dengan riwayat sinkop dengan atrial fibrilasi SVR  pada pasien ini dilakukan pemasangan PPM (alat pacu jantung permanent) sesuai indikasi, pada tanggal 8 September 2022 di Kateterisasi Jantung (Cath lab) RSUD dr. MYunus Bengkulu

 

Laporan PPM (8/9/2022)

-          Hasil :

Dilakukan PPM VVIR, hasil baik

 

 

 

 

 

 

 

 

 

PROGRESS REPORT

0811 September 2022

08/09/22

Sesak (+), Lemas (+), nyeri dada (+), urine (+)

KU          : Tampak sakit   sedang

Kes         :Kompos mentis

TD          : 155/71 mmHg

N             :  47 x/menit

P             : 22 x/menit

S             : 36,50C

SpO2    : 98 % dengan Nasal  kanul 3 lpm

 

Ekstremitas:

akral hangat (++/++)

edema (--/--)

 

NSTEMI,

CHF

CAD

Syok kardio

AKI

NaCl 0,9% 100cc/jam

(↓50cc/jam)

Dobutamin 2mcg

Norepinefrin 0.15mg

(↓0,05mcg) -> stop

Inj. Anbacim 3x1gr

Pantoprazole 1x40 mg

Santagesic 2x1 amp iv

Ondansentron 2x1

amp iv (k/p)

Lasix 1x20 mg iv

Sucralfat 3x1C p.o

Clopidogrel 1x75mg p.o

Bisoprolol 1x1,25mg

Paracetamol 4x500mg

10/09/22

Sesak berkurang, nyeri disekitar luka PPM, Lemas (-), nyeri dada (-), urine (+)

KU          : Tampak sakit   ringan

Kes         :Kompos mentis

TD          : 125/73 mmHg

N             :  97 x/menit

P             : 22 x/menit

S             : 36,60C

SpO2    : 99 % dengan Nasal  kanul 3 lpm

 

Ekstremitas:

akral hangat (++/++)

edema (--/--)

 

NSTEMI,

CHF

CAD

Syok kardio

AKI

NaCl 0,9% 100cc/jam

(↓50cc/jam)

Dobutamin 2mcg (stop)

Norepinefrin 0.15mg

(↓0,05mcg) -> stop

Inj. Anbacim 3x1gr

Pantoprazole 1x40 mg

Santagesic 2x1 amp iv

(stop)

Ondansentron 2x1

amp iv (k/p)

Lasix 1x20 mg iv

Sucralfat 3x1C p.o

Clopidogrel 1x75mg p.o

Bisoprolol 1x1,25mg po

11/09/22

Keluhan membaik

Tanda-tanda vital dalam batas normal

NSTEMI,

CHF

CAD

Syok kardio

AKI

Boleh pulang dengan

obat pulang :

Sucralfat syr 3x1c p.o

Bisoprolol 1x2,5mg p.o

Paracetamol 3x500mg

Cefixime 2x200mg p.o

Lansoprazole 1x30mg

 

Hasil Laboratorium

06 dan 10 September 2022

Pemeriksaan

Hasil

Nilai normal

Fungsi Ginjal

06/09/22

10/09/22

 

Ureum

63

23

20-40 mg/dl

Creatinin

2.4

0,7

0,5-1,2 mg/dl

 

 

Hasil EKG

0511 September 2022

Interpretasi:

1.      Irama                       : Sinus rhythm

2.      Laju                         : 75 x/menit, reguler

3.      Axis                         : normoaxis

4.      Gel P                       : 0,08 s ; 0,1 mv

5.      Interval PR              :  0,20 s

6.      Kompleks QRS        : normal, 0,08 s

7.      Q patologis              : tidak ada

8.      ST elevasi                : -

9.      ST depresi               : -

10.  T inversi                  : -

Kesan : Sinus Rhythm dengan denyut jantung 75x/menit, normoaxis

Interpretasi:

1.      Irama                       : Sinus rhytm

2.      Laju                         :  60 x/menit, irreguler

3.      Axis                         : Normoaxis

4.      Gel P                       : 0,08 s ; 0,1 mv

5.      Interval PR              : 3 mm

6.      Kompleks QRS        : 2 mm normal

7.      Q patologis              : normal

8.      ST elevasi                : -

9.      ST depresi               : -

10.  T inversi                  : -

Kesan : Sinus Rhythm dengan denyut antung 60x/menit, normoaxis

Interpretasi :

1.      Irama                       : Sinus rhythm

2.      Laju                         : 60 x/menit, irreguler

3.      Axis                         : Normoaxis

4.      Gel P                       : 0,4 s ; 0,1 mv

5.      Interval PR              : 0,12 s

6.      Kompleks QRS        : 0,08 s

7.      Q patologis              : tidak ada

8.      ST elevasi                : -

9.      ST depresi               : -

10.  T inversi                  : -

Kesan : Sinus Rhythm dengan denyut jantung 60/menit, normoaxis

Interpretasi:

1.      Irama                       : Sinus rhythm

2.      Laju                         : 60 x/menit, reguler

3.      Axis                         : normoaxis

4.      Gel P                       : 0,04 s ; 0,1 mv

5.      Interval PR              : 0,20 s

6.      Kompleks QRS        : 0,8 s

7.      Q patologis              : lead I, V1

8.      ST elevasi                : -

9.      ST depresi               : -

10.  T inversi                  :

Kesan : Sinus Rhythm dengan denyut jantung 60/menit, normoaxis

Interpretasi:

1.      Irama                       : Sinus rhythm

2.      Laju                         : 60 x/menit, reguler

3.      Axis                         : RAD

4.      Gel P                       : 0,08 s ; 0,1 mv

5.      Interval PR              : 0,20 s

6.      Kompleks QRS        : 0,08 mm

7.      Q patologis              : -

8.      ST elevasi                : -

9.      ST depresi               : -

10.  T inversi                  : di Lead II,III,aVF

Kesan : Sinus rhythm dengan rekuensi jantung 60x/menit, RAD, iskemik inferior

Interpretasi:

1.      Irama                       : Sinus rythm

2.      Laju                         : 64 x/menit, reguler

3.      Axis                         : RAD

4.      Gel P                       : 0,04 s ; 0,1 mv

5.      Interval PR              : 0,20 s

6.      Kompleks QRS        : 0,08 mm

7.      Q patologis              : -

8.      ST elevasi                : -

9.      ST depresi               : -

10.  T inversi                  : di lead I,II,aVF

Kesan : Sinus rhythm dengan rekuensi jantung 64x/menit, RAD, iskemik inferior

Interpretasi:

1.      Irama                       : Sinus rythm

2.      Laju                         : 60 x/menit, reguler

3.      Axis                         : normoaxis

4.      Gel P                       : 0,04 s ; 0,1 mv

5.      Interval PR              : 0,20 s

6.      Kompleks QRS        : 0,08 mm

7.      Q patologis              : -

8.      ST elevasi                : -

9.      ST depresi               : -

10.  T inversi                  : -

Kesan : Sinus rhythm dengan rekuensi jantung 60x/menit, normoaxis

 

 

HASIL DAN PEMBAHASAN

Laporan kasus ini membahas perempuan 58 tahun datang dengan keluhan utama sesak sejak 4 hari SMRS selama ≥ 20 menit. Sesak dirasakan dibagian dada yang hilang timbul terus-menerus. Pasien mengaku sesak yang timbul disertai nyeri. Pasien merasa sesak bertambah berat jika duduk terlalu lama dan beraktivitas ringan seperti naik tangga/ berjalan dengan posisi menanjak serta pada waktu malam hari juga semakin sesak. Sesak tidak dipengaruhi oleh cuaca maupun pajanan debu. Pasien juga mengeluh selama sakit pasien cepat merasa lelah.

 Diagnosis berdasarkan kriteria Framingham, gagal jantung dapat ditegakkan dari 2 kriteria major; atau 1 kriteria major dan 2 kriteria minor. Anamnesis pasien ini ditemukan adanya keluhan sesak saat pasien beraktivitas (dispnea d’ effort), sesak terutama malam hari (Paroxysmal Nocturnal Dyspnoe), dada berdebar–debar, serta mudah merasa lelah.  Dari pemeriksaan radiologi foto thoraks pasien ini didapatkan gambaran kardiomegali. Pada pasien ini memenuhi kriteria framingham maka dapat dikatakan bahwa pasien ini mengalami gagal jantung kongestif.

Berdasarkan anamnesis dari Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskuler Indonesia (PERKI) menunjukkan karakteristik dari Sindrom Koroner Akut. Keluhan pasien dengan iskemia miokard dapat berupa nyeri dada yang tipikal (angina tipikal) atau atipikal (angina ekuivalen). Keluhan angina tipikal berupa rasa tertekan/berat daerah retrosternal, menjalar ke lengan kiri, leher, rahang, area interskapular, bahu, atau epigastrium. Keluhan ini dapat berlangsung intermiten/beberapa menit atau persisten (>20 menit). Keluhan angina tipikal sering disertai keluhan penyerta seperti diaphoresis, mual/muntah, nyeri abdominal, sesak napas, dan sinkop. Presentasi angina atipikal yang sering dijumpai antara lain nyeri di daerah penjalaran angina tipikal, rasa gangguan pencernaan (indigestion), sesak napas yang tidak dapat diterangkan, atau rasa lemah mendadak yang sulit diuraikan. Keluhan atipikal ini lebih sering dijumpai pada pasien usia muda (25-40 tahun) atau usia lanjut (>75 tahun), wanita, penderita diabetes, gagal ginjal menahun, atau demensia. Walaupun keluhan angina atipikal dapat muncul saat istirahat, keluhan ini patut dicurigai sebagai angina ekuivalen jika berhubungan dengan aktivitas, terutama pada pasien dengan riwayat penyakit jantung koroner (PJK).15 Pada pasien ini mengalami nyeri dada tipikal.

Diagnosis SKA menjadi lebih kuat jika keluhan tersebut ditemukan pada pasien dengan karakteristik sebagai berikut : (1). Pria (2). Diketahui mempunyai penyakit aterosklerosis non koroner (penyakit arteri perifer / karotis) (3). Diketahui mempunyai PJK atas dasar pernah mengalami infark miokard, bedah pintas koroner, atau IKP (4). Mempunyai faktor risiko: umur, hipertensi, merokok, dislipidemia, diabetes mellitus, riwayat PJK dini dalam keluarga, yang diklasifikasi atas risiko tinggi, risiko sedang, risiko rendah menurut NCEP (National Cholesterol Education Program).15 Pada kasus ini pasien memiliki faktor risiko yang memperkuat diagnosis SKA seperti hipertensi.

Gejala yang berkaitan dengan kapasitas fungsionalnya menurut The New York Heart Association (NYHA), gagal jantung pada pasien termasuk gagal jantung NYHA kelas II, karena terdapat batasan saat melakukan aktivitas ringan seperti aktivitas sehari-hari yang menimbulkan sesak, mudah lelah dan jantung  berdebar-debar keluhan dan gejala tidak timbul walaupun dalam keadaan istirahat. Pemeriksaan EKG harus dikerjakan pada semua pasien dengan tanda-tanda gagal jantung dan SKA. Abnormalitas EKG memiliki nilai prediktif yang kecil dalam mendiagnosis gagal jantung, jika EKG normal, diagnosis gagal jantung khususnya dengan disfungsi sistolik sangat kecil (<10%). 15 Pada pasien ditemukan gambaran ST depresi dan T inverted yang menunjukkan karakteristik dari iskemik miokard.

Pada pemeriksaan lab pasien ini menunjukkan troponin meningkat, hal ini dikarenakan sel-sel yang lisis sehingga enzim-enzim tersebut meningkat dalam darah. Troponin I dan T secara normal tidak ditemukan dalam sirkulasi, namun setelah peristiwa infark miokard akut, keduanya dapat dideteksi setelah 2 jam hingga 4 jam dengan kadar tertinggi pada 48 jam dan tetap tinggi selama 7 hari hingga 10 hari. Hal ini berguna untuk mendiagnosis infark miokard yang sudah lama terjadi. Troponin juga dapat meningkat pada cedera miosit non iskemik seperti miokarditis, kardiomiopati, dan perikarditis. Pada pasien ini terdapat peningkatan daripada troponin yang memperkuat adanya kondisi infark miokard.

Pada pemeriksaan ekokardiografi mempunyai peranan penting dalam mendiagnosis gagal jantung dengan fraksi ejeksi normal. Diagnosis harus memenuhi tiga kriteria: terdapat tanda dan/atau gejala gagal jantung, fungsi sistolik ventrikel kiri normal atau sedikit terganggu (fraksi ejeksi > 45 -50%), terdapat bukti disfungsi diastolic (relaksasi ventrikel kiri abnormal / kekakuan diastolik) dan peningkatan kadar peptide natriuretic. Pada hasil ekokardiografi pada pasien ini ditemukan penurunan fraksi ejeksi ventrikel kiri dan hipertrofi ventrikel kiri. Hal ini menandakan pasien mengalami CHF dengan fraksi ejeksi menurun.

American Heart Association (AHA) memberikan terapi farmakologi yang kepada pasien gagal jantung dengan gejala yang berat dan terdapat tanda gagal jantung serta memiliki komplikasi adalah berupa pemberian obat golongan diuretik, ACE inhibitor, B blocker, nitrat. Pada pasien ini tidak diberikan antihipertensi ACE inhibitor karena tekanan darah pasien tidak tinggi atau tidak hipertensi dan serum kreatinin pasien meningkat. Pemberian B blocker seperti bisoprolol pada pasien ini dapat diberikan oleh karena tidak terdapat kontaindikasi seperti asma berat dan AV blok derajat 2 dan 3 ataupun bradikarida. Pemberian diuretik intravena seperti Lasix (furosemide) 2x1  yang bertahap diturunkan menjadi 1x1. Hal ini ditujukan untuk mengurangi sesak yang dirasakan pasien. Pada pasien ini pemberian spironolakton dihentikan hal ini dapat dikarenakan golongan antagonis aldosteron seperti spironolakton dapat menyebabkan efek samping hiperkalemia dan perburukan fungsi ginjal, serta kontraindikasi pada serum ceratinin yang meningkat seperti pada kasus ini.   Tatalaksana awal pada SKA harus diberikan sebelum hasil EKG dan marka jantung keluar jika didapatkan kecurigaan adanya angina. Pada kasus ini, pasien dikondisikan tirah baring dan diberikan oksigen 3 lpm dengan Nasal canul karena saturasi saat datang ke IGD yaitu 96%. Pemberian oksigen pada pasien saturasi < 90%, namun pemberian oksigen rutin tidak direkomendasikan pada pasien saturasi ≥ 90%. Namun pada pasien ini mengalami syok kardiogenik sehingga sangat memerluka support oksigen. Tujuannya untuk pencegahan hipoksia serta mengurangi beban jantung pada pasien yang mengalami sesak napas. Pasien diberikan clopidogrel 1 x 75 mg sebagai penghambat ADP, CPG direkomendasikan pada pasien dengan pemberian fibrinolitik.

Stratifikasi risiko pada NSTEMI merupakan cara yang digunakan untuk menentukan tatalaksana yang akan dilakukan selanjutnya (strategi invasive atau konservatif). Beberapa stratifikasi risiko NSTEMI yang bisa digunakan adalah The Thrombolysis in Myocardial Infarction (TIMI) dan the Global Registry of Acute Coronary Events (GRACE). Umumnya GRACE lebih sering digunakan. Selain itu, juga dapat menggunakan Can Rapid risk stratification of Unstable angina patients Suppress ADverse outcomes with Early implementation of the ACC/AHA guidelines (CRUSADE) untuk menentukan risiko perdarahan pada pasien NSTEMI. Berikut ini merupakan stratifikasi risiko yang dapat digunakan. 1,15

 

Tabel 1. Tabel skor TIMI untuk UAP dan NSTEMI

Faktor risiko (hipertensi, DM, dislipidemia, riwayat dalam keluarga, merokok)

Pada kasus ini, didapatkan skor TIMI sebesar 3 poin yang berupa, setidaknya 2 episode nyeri saat istirahat dalam 24 jam terakhir, deviasi ST > 1 mm saat tiba, peningkatan biomarka jantung (> 100 ng/mL). Berdasarkan hal tersebut, pasien digolongkan faktor risiko menengah dengan risiko mortalitas dalam 30 hari sebesar 19,9%.1,15

Sementara pada stratifikasi GRACE, dicantumkan variable usia, kelas Killip, tekanan darah sistolik, deviasi segmen ST, henti jantung saat tiba di IGD, kreatinin serum, dan biomarka jantung (+), dan frekuensi nadi. Klasifikasi ini ditujukan untuk menilai risiko kematian di rumah sakit dan dalam 6 bulan setelah keluar dari rumah sakit. 1,15

 

Tabel 2. Skor GRACE

Tabel 3. Kelas killip

            Stratifikasi risiko berdasarkan kelas Killip merupakan klasifikasi risiko berdasarkan indikator klinis gagal jantung sebagai komplikasi infark miokard akut dan ditujukan untuk memperkirakan tingkat mortalitas dalam 30 hari. Pada pasien ini berada pada kelas killip 4 saat awal masuk RS yang berarti memiliki 81% risiko mortalitas dalam 30 hari.

 

Tabel 4. Stratifikasi risiko kematian berdasarkan skor GRACE

Pada kasus ini, nadi 73x/menit (7 poin), tekanan darah sistolik 83 (58 poin), gagal jantung killip 4 yang ditandai syok kardiogenik ketika pasien datang (23). Terdapat peningkatan troponin 301 ng/mL (15), serum kreatinin 4,4 mg/dl (2) dan terdapat deviasi segmen ST berupa ST depresi (30) sehingga didapatkan skor GRACE pasien pada kasus ini adalah 135. Berdasarkan skor ini dapat disimpulkan bahwa pasien berisiko menengah mengalami kematian di rumah sakit dan risiko tinggi kematian setelah 6 bulan keluar dari rumah sakit. 1,15

Syok kardiogenik didefinisikan sebagai gangguan jantung primer yang secara klinis ataupun biokimia dapat mengakibatkan gangguan perfusi jaringan. Kriteria klinis meliputi tekanan darah sistolik < 90 mmHg selama lebih dari atau sama dengan 30 menit atau membutuhkan bantuan inotropik untuk mempertahankan tekanan darah sistolik > 90 mmHg, dapat disertai dengan keluaran urin < 30 mL/jam atau ekstremitas dingin.

Pada kasus, saat pasien tiba di IGD didapatkan tekanan darah sistolik 82 mmHg, dan diberi terapi cairan untuk mempertahankan tekanan darah sistolik >90 mmHg. Pada pasien ini diberikan norepinefrin dan dobutamin saat di ICCU. Vasopresor diberikan pada hampir 90% dari pasien dengan syok kardiogenik dengan kelas positif Rekomendasi II dan tingkat bukti C di guidelines negara-negara eropa dan amerika. Norepinephrine dan dobutamine dianggap sebagai first line terapi vasopressor pada syok kardiogenik. Norepinephrine merupakan vasopresor yang sangat kuat dengan sifat inotropik yang baik. Pada banyak kasus, penggunaan agen vasopressor selama syok kardiogenik berguna untuk meningkatkan kecukupan darah pada organ lain di dalam tubuh. Hal tersebut juga berkorelasi dengan tekanan darah, dimana tekanan darah rendah pada syok kardiogenik dikaitkan dengan peningkatan risiko kematian. Pemberian dosis norepinephrine harus dimulai dengan dosis rendah (0,1 ug/kgBB/menit) untuk mencapai target MAP > 65 mmHg.17,18

            Dalam kasus ini, EKG pasien menunjukkan gambaran atrial fibrilasi yang merupakan irama yang tidak teratur dengan frekuensi laju jantung bervariasi (normal/lambat/cepat). Jika laju jantung kurang dari 60 kali permenit disebut atrial fibrilasi dengan respon ventrikel lambat (SVR), jika laju jantung 60-100 kali permenit disebut atrial fibrilasi respon ventrikel normal (NVR) sedangkan jika laju jantung lebih dari 100 kali permenit disebut atrial fibrilasi dengan respon ventrikel cepat (RVR). Kecepatan QRS biasanya normal atau cepat dengan gelombang P tidak ada atau jikapun ada menunjukkan depolarisasi cepat dan kecil sehingga bentuknya tidak dapat didefinisikan. Pada pasien ini mengalami SF SVR dikarenakan gambaran EKG AF dengan laju lambat (<60 detik). Sehingga dilakukan tatalaksana pemasangan alat pacu jantung berupa PPM yang kemudian memperbaiki gangguan irama jantung yang terjadi pada pasien ini.

Pada kasus ini pasien memiliki serum ureum creatinin yang meningkat sehingga keadaan pasien disertai AKI. Disfungsi ginjal sering menyertai gagal  jantung, begitupun sebaliknya. Penyakit ginjal bersamaan dengan gagal jantung (heart failure - HF) akan menurunkan kualitas hidup pasien, prognosis lebih buruk, dan beban lebih besar pada sistem perawatan kesehatan.19 Pada pasien ini keadaan AKI dapat disebabkan oleh karena gagal jantung yang dialami pasien.

Pada pasien ini memiliki HbsAg positif yang berarti pasien mengalami infeksi hepatitis B. Namun antara  infeksi hepatitis B dengan penyakit jantung pasien sendiri tidak terdapat hubungan sebab maupun akibat. Adapun penyakit hati yang jarang namun dapat terjadi pada penyakit jantung yaitu seperti Congestive hepatopathy, yang sebelumna sering disebut cardiac cirrhosis merupakan gangguan hati yang terjadi pada kondisi gagal jantung kanan, serta Ischemic hepatitis acute cardiogenic liver injury hypoxic hepatitis atau shock liver) adalah kerusakan hati yang meluas akibat hipoperfusi akut.20

 

KESIMPULAN

Infark miokard tanpa elevasi segmen ST akut (NSTEMI) merupakan bagian dari spektrum sindorm koroner akut yang merupakan indikator kejadian oklusi parsial pembuluh darah arteri koroner. NSTEMI terjadi akibat aliran darah koroner menurun secara mendadak akibat oklusi trombus pada plak aterosklerotik yang sudah ada sebelumnya. Trombus arteri koroner terjadi secara cepat pada lokasi kerusakan vaskuler, dimana kerusakan pada pasien ini dicetuskan oleh faktor-faktor seperti merokok, hipertensi, dan dislipidemia.

Pasien pasien dengan NSTEMI bisa disertai oleh berbagai komplikasi penyakit lainnya seperti CHF dan Syok Kardiogenic. Penatalaksanaan pasien NSTEMI yang disertai CHF memerlukan penyesuaian dalam memilih jenis terapi dan dosis terapi. Pasien dengan CHF dapat mengalami syok kardiogenik sehingga memerlukan terapi tambahan dalam mengatasi syok kardiogenik. Pada pasien dengan gangguan irama jantung seperti AF SVR pada kasus ini dilakukan pemasangan alat pacu jantung PPM yang kemudian memperaiki gangguan irama jantung yang terjadi pada pasien. Serta pada pasien CHF dapat terjadi gangguan fungsi ginjal seperti AKI oleh karena hubungan erat antar keduanya (kardio-renal).

 

BIBLIOGRAFI

2020 ESC Guidelines for the management of acute coronary syndromes in patients presenting without persistent ST-segment elevation

Dalen JE, Alpert JS, Goldberg RJ, Weinstein RS. The epidemic of the 20(th) century: coronary heart disease. Am J Med. 2014 Sep;127(9):807-12.

Nakahara T, Dweck MR, Narula N, Pisapia D, Narula J, Strauss HW. Coronary Artery Calcification: From Mechanism to Molecular Imaging. JACC Cardiovasc Imaging. 2017 May;10(5):582-593.

Savarese G, Lund LH. Global Public Health Burden of Heart Failure. Card Fail Rev. 2017 Apr;3(1):7-11. [PMC free article] [PubMed]

Ziaeian B, Fonarow GC. Epidemiology and aetiology of heart failure. Nat Rev Cardiol. 2016 Jun;13(6):368-78. [PMC free article] [PubMed]

Rathod KS, Koganti S, Iqbal MB, Jain AK, Kalra SS, Astroulakis Z, et al. Contemporary trends in cardiogenic shock: Incidence, intra-aortic balloon pump utilisation and outcomes from the London Heart Attack Group. Eur Heart J Acute Cardiovasc Care. 2018;7(1):16-27.

Jeger RV, Radovanovic D, Hunziker PR, Pfisterer ME, Stauffer JC, Erne P, et al. Ten-year trends in the incidence and treatment of cardiogenic shock. Ann Intern Med. 2008;149(9):618-26.

van Diepen S, Katz JN, Albert NM, Henry TD, Jacobs AK, Kapur NK, et al. Contemporary management of cardiogenic shock: A scientific statement from the American Heart Association. Circulation. 2017;136(16):232-68.

Mebazaa A, Combes A, van Diepen S, Hollinger A, Katz JN, Landoni G, et al. Management of cardiogenic shock complicating myocardial infarction. Intensive Care Med. 2018;44(6):760-73.

Thiele H, Zeymer U, Neumann FJ, Ferenc M, Olbrich HG, Hausleiter J, et al. Intraaortic balloon support for myocardial infarction with cardiogenic shock. N Engl J Med. 2012;367(14):1287-96.

Thiele H, Ohman EM, de Waha-Thiele S, Zeymer U, Desch S. Management of cardiogenic shock complicating myocardial infarction: An update 2019. Eur Heart J. 2019;40(32):2671-83.

Lopes JA, Jorge S. The RIFLE and AKIN classifications for acute kidney injury: A critical and comprehensive. Clin Kidney J. 2013;6:8–14

Markum HMS. Gangguan ginjal akut. In: Sudoyo A, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S, editors. Buku ajar ilmu penyakit dalam jilid II. 6th ed. Jakarta: Pusat Penerbitan IPD FKUI; 2014. p. 2168-77.

Doi K. Role of kidney injury in sepsis. J Intensive Care Med. 2016;4:17.

PERKI. Pedoman Tata Laksana Sindrom Koroner Akut. Jakarta: PERKI. 2018

PERKI. Pedoman Tata Laksana Gagal Jantung. Jakarta: PERKI. 2020

Moningka B, Rampengan S, Jim E. Diagnosis dan Tatalaksana Terkini Penyakit Jantung Hipertensi. e-CliniC. 2021; 9(1): 96-103

PERKI. Pedoman tatalaksana Hipertensi Pada Penyakit Kardiovaskular. Jakarta: PERKI. 2015

Karina Puspaseruni. 2021. Cardiorenal Syndrome: Patofisiologi, Diagnosis, dan Tatalaksana. Alumna Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Malang,  Jawa Timur, IndonesiaCDK-295/ vol. 48 no. 6 th.

Felix Kusmana. 2016. Congestive Hepatopathy dan Ischemic Hepatitis – Penyakit Hati Akibat Penyakit Jantung. Dokter Umum, Rumah Sakit Gotong Royong, Surabaya, Jawa Timur, Indonesia. CDK-236/ vol. 43 no. 1, th.